Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HIPERTERMI PADA BAYI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti banyak fungsi biologis lainnya, suhu tubuh manusia memperlihatkan irama
sirkadian. Mengenai batasan normal, terdapat beberapa pendapat. Umumnya berkisar
antara 36,10C atau lebih rendah pada dini hari sampai 37,40 C pada sore hari. (Benneth,
et al, 1996; Gelfand, et al, 1998).
Suhu normal maksimum (oral) pada jam 06.00 adalah 37,20 C dan suhu normal
maksimum pada jam 16.00 adalah 37,70 C. Dengan demikian, suhu tubuh > 37,20 C pada
pagi hari dan > 37,70 C pada sore hari disebut demam (Gelfand, et al, 1998; Andreoli, et
al, 1993; Lardo, 1999). Sebaliknya Bennet & Plum (1996) mengatakan, demam
(hipertemi) bila suhu > 37,2 0 C.
Suhu tubuh dapat diukur melalui rektal, oral atau aksila, dengan perbedaan kurang lebih
0,5- 0,60 C, serta suhu rektal biasanya lebih tinggi (Andreoli, et al, 1993; Gelfand, et al,
1998).
Nukleus pre-optik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat pengatur suhu dan
bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu nilai yang sudah ditentukan, yang
disebut hypothalamus thermal set point (Busto, et al, 1987; Lukmanto, 1990; Lardo,
1999).Peningkatan suhu tubuh secara abnormal dapat terjadi dalam bentuk hipertermi dan
demam. Pada hipertermi, mekanisme pengaturan suhu gagal, sehingga produksi panas
melebihi pengeluaran panas.

B. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan hipertermi ?
2. Apa saja tanda dan gejala hipertermi ?
3. Apa saja yang termasuk dalam klasifikasi hipertermi ?
5. Bagaimana penatalaksanaan hipertermi ?
4. Apa saja penyebab hipertermi ?
6. Apa saja Yng termasuk dalam faktor resiko ?
7. Bagaimana pencegahan terhadap hipetermi ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian hipertermi
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala hipertermi
3. Untuk mengetahui Apa saja yang termasuk dalam klasifikasi hipertermi
4. untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan hipertermi
5. Untuk mengetahui apa saja penyebab hipertermi
6. Untuk mengetahui yang termasuk dalam factor resiko
7. Untuk mengetahui pencegahan hipertermi













BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A. Pengertian

1. Hipertermi adalah keadaan suhu tubuh meningkat melebihi suhu normal yaitu
suhu tubuh mencapai sekitar 37,8C per oral atau 38,8C per rectal secara terus menerus
disertai kulit panas dan kering serta abnormalitas sistem saraf pusat seperti delirium,
kejang, atau koma yang disebabkan oleh atau dipengaruhi oleh panas eksternal
(lingkungan) atau internal (metabolik). (blog Asuhan Keperawatan.com).
2. Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan
termoregulasi.Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak
panas dari pada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia
menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah
kecacatan dan kematian.
3. Hypertermia pada bayi adalah peningkatan suhu tubuh bayi lebih dari
37,5 C.

B. Tanda dan gejala
1. suhu tubuh bayi >37,5 C (panas)
2. Tanda dehidrasi, yaitu berat badan bayi turun, turgor kulit kurang, mata dan ubun
ubun besar cekung, lidah dan membran mukosa kering, banyaknya air kemih berkurang.
3. Kulit memerah
4. Malas minum
5. Frekuensi nafas lebih dari 60x/menit
6. Denyut jantung lebih dari 160 x/menit
7. Letargi
8. Kedinginan,lemas
9. Bisa disertai kejang
C. Klasifikasi Hipertermia
1. Hipertermia yang disebabkan oleh peningkatan produksi panas
a. Hipertermia maligna
Hipertermia maligna biasanya dipicu oleh obat-obatan anesthesia. Hipertermia ini
merupakan miopati akibat mutasi gen yang diturunkan secara autosomal dominan. Pada
episode akut terjadi peningkatan kalsium intraselular dalam otot rangka sehingga terjadi
kekakuan otot dan hipertermia. Pusat pengatur suhu di hipotalamus normal sehingga
pemberian antipiretik tidak bemanfaat.
b. Exercise-Induced hyperthermia (EIH)
Hipertermia jenis ini dapat terjadi pada anak besar/remaja yang melakukan
aktivitas fisik intensif dan lama pada suhu cuaca yang panas. Pencegahan dilakukan
dengan pembatasan lama latihan fisik terutama bila dilakukan pada suhu 300C atau lebih
dengan kelembaban lebih dari 90%, pemberian minuman lebih sering (150 ml air dingin
tiap 30 menit), dan pemakaian pakaian yang berwarna terang, satu lapis, dan berbahan
menyerap keringat.
c. Endocrine Hyperthermia (EH)
Kondisi metabolic/endokrin yang menyebabkan hipertermia lebih jarang dijumpai pada
anak dibandingkan dengan pada dewasa. Kelainan endokrin yang sering dihubungkan
dengan hipertermia antara lain hipertiroidisme, diabetes mellitus, phaeochromocytoma,
insufisiensi adrenal dan Ethiocolanolone suatu steroid yang diketahui sering berhubungan
dengan demam (merangsang pembentukan pirogen leukosit).
2. Hipertermia yang disebabkan oleh penurunan pelepasan panas.
a. Hipertermia neonatal
Peningkatan suhu tubuh secara cepat pada hari kedua dan ketiga kehidupan bisa
disebabkan oleh:
1) Dehidrasi
Dehidrasi pada masa ini sering disebabkan oleh kehilangan cairan atau paparan oleh suhu
kamar yang tinggi. Hipertermia jenis ini merupakan penyebab kenaikan suhu ketiga
setelah infeksi dan trauma lahir. Sebaiknya dibedakan antara kenaikan suhu karena
hipertermia dengan infeksi. Pada demam karena infeksi biasanya didapatkan tanda lain
dari infeksi seperti leukositosis/leucopenia, CRP yang tinggi, tidak berespon baik dengan
pemberian cairan, dan riwayat persalinan prematur/resiko infeksi.
2) Overheating
Pemakaian alat-alat penghangat yang terlalu panas, atau bayi terpapar sinar matahari
langsung dalam waktu yang lama.
3) Trauma lahir
Hipertermia yang berhubungan dengan trauma lahir timbul pada 24%dari bayi
yang lahir dengan trauma. Suhu akan menurun pada1-3 hari tapi bisa juga menetap dan
menimbulkan komplikasi berupa kejang. Tatalaksana dasar hipertermia pada neonatus
termasuk menurunkan suhu bayi secara cepat dengan melepas semua baju bayi dan
memindahkan bayi ke tempat dengan suhu ruangan. Jika suhu tubuh bayi lebih dari 390C
dilakukan tepid sponged 350C sampai dengan suhu tubuh mencapai 370C.
4) Heat stroke
Tanda umum heat stroke adalah suhu tubuh > 40.50C atau sedikit lebih rendah, kulit
teraba kering dan panas, kelainan susunan saraf pusat, takikardia, aritmia, kadang terjadi
perdarahan miokard, dan pada saluran cerna terjadi mual, muntah, dan kram. Komplikasi
yang bisa terjadi antara lain DIC, lisis eritrosit, trombositopenia, hiperkalemia, gagal
ginjal, dan perubahan gambaran EKG. Anak dengan serangan heat stroke harus
mendapatkan perawatan intensif di ICU, suhu tubuh segera diturunkan (melepas baju dan
sponging dengan air es sampai dengan suhu tubuh 38,50 C kemudian anak segera
dipindahkan ke atas tempat tidur lalu dibungkus dengan selimut), membuka akses
sirkulasi, dan memperbaiki gangguan metabolic yang ada.


5) Haemorrhargic Shock and Encephalopathy (HSE)
Gambaran klinis mirip dengan heat stroke tetapi tidak ada riwayat penyelimutan
berlebihan, kekurangan cairan, dan suhu udara luar yang tinggi. HSE diduga berhubungan
dengan cacat genetic dalam produksi atau pelepasan serum inhibitor alpha-1-trypsin.
Kejadian HSE pada anak adalah antara umur 17 hari sampai dengan 15 tahun (sebagian
besar usia < 1 tahun dengan median usia 5 bulan). Pada umumnya HSE didahului oleh
penyakit virus atau bakterial dengan febris yang tidak tinggi dan sudah sembuh (misalnya
infeksi saluran nafas akut atau gastroenteritis dengan febris ringan). Pada 2 5 hari
kemudian timbul syok berat, ensefalopati sampai dengan kejang/koma, hipertermia (suhu
> 410C), perdarahan yang mengarah pada DIC, diare, dan dapat juga terjadi anemia berat
yang membutuhkan transfusi. Pada pemeriksaan fisik dapat timbul hepatomegali dan
asidosis dengan pernafasan dangkal diikuti gagal ginjal..Pada HSE tidak ada tatalaksana
khusus, tetapi pengobatan suportif seperti penanganan heat stroke dan hipertermia
maligna dapat diterapkan. Mortalitas kasus ini tinggi sekitar 80% dengan gejala sisa
neurologis yang berat pada kasus yang selamat. Hasil CT scan dan otopsi menunjukkan
perdarahan fokal pada berbagai organ dan edema serebri.
6) Sudden Infant Death Syndrome (SIDS)
Definisi SIDS adalah kematian bayi (usia 1-12 bulan) yang mendadak, tidak diduga, dan
tidak dapat dijelaskan. Kejadian yang mendahului sering berupa infeksi saluran nafas
akut dengan febris ringan yang tidak fatal. Hipertermia diduga kuat berhubungan dengan
SIDS. Angka kejadian tertinggi adalah pada bayi usia 2- 4 bulan. Hipotesis yang
dikemukakan untuk menjelaskan kejadian ini adalah pada beberapa bayi terjadi mal-
development atau maturitas batang otak yang tertunda sehingga berpengaruh terhadap
pusat chemosensitivity, pengaturan pernafasan, suhu, dan respons tekanan darah.
Beberapa faktor resiko dikemukakan untuk menjelaskan kerentanan bayi terhadap SIDS,
tetapi yang terpenting adalah ibu hamil perokok dan posisi tidur bayi tertelungkup.
Hipertermia diduga berhubungan dengan SIDS karenadapat menyebabkan hilangnya
sensitivitas pusat pernafasan sehingga berakhir dengan apnea.
D. Faktor Resiko
1. Kejang/ syok

D. Etiologi
Disebabkan oleh infeksi, suhu lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari
gangguan infeksi dan suhu lingkungan yang terlalu panas. Keadaan ini terjadi bila bayi
diletakkan di dekat api atau ruangan yang berudara panas.Selain itu, dapat pula
disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang dapat mempengaruhi pusat
pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat
pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat
berupa protein , pecahan protein dan zat lain , terutama toksin polisakarida , yang dilepas
oleh bakteri toksik / pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat
menyebabkan demam selama keadaan sakit.
1. Fase fase Terjadinya Hipertermi
a. Fase I : awal
1) Peningkatan denyut jantung
2) Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
3) Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi
4) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi
5) Rambut kulit berdiri
6) Pengeluaran keringat berlebih
7) Peningkatan suhu tubuh
b. Fase II :
1) proses demam
2) Kulit terasa hangat / panas
3) Peningkatan nadi & laju pernapasan
4) Dehidrasi ringan sampai berat
5) Proses menggigil lenyap
6) Mengantuk , kejang akibat iritasi sel saraf
7) mulut kering
8) bayi Tidak mau minum
9) lemas
c. Fase III : pemulihan
1) Kulit tampak merah dan hangat
2) Berkeringat
3) Menggigil ringan
4) Kemungkinan mengalami dehidrasi
E. Penatalaksanaan
1. Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkungan normal (25 C-28 C)
2. Lepaskan sebagian atau seluruh pakaian bayi bila perlu
3. Perikasa suhu aksila setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
4. Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 C), bayi dikompres atau dimandikan selama 10-
15 menit dalam suhu air 4 C, lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Jangan menggunakan air
dingin atau air yang suhunya lebih rendah dari 4 C dibawah suhu bayi
5. memastikan bayi mendapat cairan adekuat
a. Izinkan bayi mulai menyusu
b. Jika terdapat tanda-tanda dehidrasi (mata atau fontanel cekung, kehilangan elastisitas
kulit, atau lidah atau membran mukosa kering)
1) Pasang slang IV dan berikan cairan IV dengan volume rumatan sesuai dengan usia
bayi
2) Tingkatkan volume cairan sebanyak 10% berat badan bayi pada hari pertama dehidrasi
terlihat
3) Ukur glukosa darah, jika glukosa darah kurang dari 45 mg/dl (2,6 mmol/l), atasi
glukosa darah yang rendah
6. Cari tanda sepsis
7. berikan antibiotik jaka terjadi infeksi
8. Setelah keadaan bayi normal :
a. Lakukan perawatan lanjutan
b. Pantau bayi selama 12 jamberikutnya, periksa suhu setiap 3 jam
9. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik, serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan
Nasehati ibu cara menghangatkan bayi dirumah dan melindungi dari pemancar panas
yang berlebihan

G. Pencegahan Terhadap Hipertermia
1. Kesehatan lingkungan.
2. penyediaan air minum yang memenuhi syarat.
3. Pembuangan kotoran manusia pada tempatnya.
4. Pemberantasan lalat.
5. Pembuangan sampah pada tempatnya.
6. Pendidikan kesehatan pada masyarakat.
7. Pemberian imunisasi lengkap kepada bayi.
8. Makan makana yang bersih dan sehat
9. Jangan biasakan anak jajan diluar
Prosedur Pelaksanaan Rujukan Bayi
Stabilisasi kondisi bayi pada saat transportasi
Rujukan berhasil apabila kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi baru lahir dapat
ditekan serendah-rendahnya. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
Sebelum bayi dirujuk, diperlukan stabilisasi keadaan umum bayi dengan tujuan agar
kondisi bayi tidak bertambah berat dan meninggal di jalan. Adakalanya stabilisasi
lengkap tidak dimungkinkan akan tetapi perlu diperhatikan bahwa merujuk bayi dalam
keadaan tidak stabil membahayakan dan tidak dianjurkan. Karena itu seharusnya
dilakukan usaha stabilisasi semaksimal mungkin sesuai dengan kewenangan dan
kemampuan fasilitas.
Bayi dinyatakan dalam keadaan stabil apabila suhu tubuh, tekanan darah, cairan tubuh
dan oksigenisasi cukup.
Beberapa penanganan stabilisasi sebelum pengiriman sebagai berikut :
- Bayi dengan dehidrasi harus diberi infus untuk memberikan cairan
- Bayi dengan kejang-kejang perlu diberi pengobatan antikonvulsi terlebih dahulu
agar kondisi bayi tidak bertambah berat
- Bayi sesak nafas dengan sianosis harus diberi oksigen
- Suhu tubuh bayi dipertahankan agar tetap hangat dalam batasan normal (36,5-37,5
C) dengan menggunakan termometer yang dapat membaca suhu rendah. Jika suhu bayi
kurang panas , sedangkan fasilitas inkubator tidak ada, bayi dapat digendong dengan cara
kangguru oleh ibu, ayah atau anggota keluarganya, atau bayi dibungkus dengan selimut
plastik, atau diantara selimut pembungkus bayi diletakkan aluminium foil. Salah satu cara
mempertahankan suhu tubuh bayi adalah dengan Metode kangguru.
- Pemeriksaan gula darah apabila memungkinkan dilakukan dengan dekstrostiks dan
apabila hasilnya menunjukkan hipoglikemi pemberian infus disesuaikan.
- Bayi yang muntah-muntah atau kejang atau mengalami aspirasi sebaiknya
dipasang selang masuk ke dalam lambung (selang nasogastrik) untuk dekompresi.
- Jejas yang terbuka seperti meningocele, gastroskikis, ditutup dengan kasa yang
dibasahi dengan cairan NaCl 0,9 % hangat.
Keadaan usaha menstabilkan ini harus dipertahankan selama dalam perjalanan. Bila
keadaan bayi tidak stabil, tidak dianjurkan membawa bayi ke fasilitas rujukan karena
akan membahayakan jiwanya.

Hubungan kerjasama antara petugas yang merujuk dan petugas di tempat rujukan
Selama bayi dalam perjalanan, petugas yang merujuk perlu menghubungi petugas di
tempat rujukan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi bayi. Hubungan
tersebut dapat melalui fasilitas komunikasi cepat yang tersedia di puskesmas atau
kecamatan, misalnya : radio komunikasi, telepon, kurir, dan sebagainya. Dengan adanya
informasi tersebut, petugas di tempat rujukan mempunyai cukup waktu untuk
menyiapkan segala kebutuhan, sehingga kasus rujukan langsung dapat ditangani. Setiap
tempat rujukan harus selalu siap siaga 24 jam untuk menerima kasus rujukan.
Keluarga atau petugas kesehatan yang mendampingi bayi harus menyerahkan surat/kartu
rujukan, melengkapi identitas dan keterangan mengenai penyakit serta melaporkan
kadaan penderita selama dalam perjalanan.

Umpan balik rujukan dan tindak lanjut kasus pascarujukan
Tempat rujukan mengirim umpan balik mengenai keadaan bayi beserta anjuran tindak
lanjut paska rujukan terhadap bayi ke petugas yang merujuk (puskesmas/polindes).
Tindak lanjut paska rujukan bayi sakit dilaksanakan oleh bidan di desa atau petugas
daerah binaan pendekatan perawatan kesehatan masyarakat.












BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan:
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas titik pengaturan hipotalamus bila
mekanisme pengeluaran panas terganggu (oleh obat dan penyakit) atau dipengarhui oleh
panas eksternal (lingkungan) atau internal (metabolik). Hipertermi disebabkan oleh
infeksi, suhu lingkungan yang terlalu panas atau campuran dari gangguan infeksi dan
suhu lingkungan yang terlalu panas.Untuk pencegahan hipertermi bisa dengan cara slalu
menjaga kesehatan lingkungan, penyediaan air minum yan memenuhu
syarat,pembuangan kotora manusia pada tempatnya,pemberantasan lalat , pembuangan
sampah pada tempatnya, pendidikan kesehatan pada masyarakat, pemberian iminisasi
lengkap pada bayi,makan-makanam yang bersih dan sehat,makan- makan yang bersih dan
sehat.

B. Saran
Saran-sara yang kami sampaikan sehubungan dengan tulisan makalah ini sebagai berikut :
Hipertermi bukankah suatu penyakit yang ringan tetapi hipertermi merupakan salah satu
penyakit dengan faktor resiko tinggi khususnya pada bayi.Untuk itu di sini bidan harus
tanggap terhadap gejala dan keluhan apa yang dikeluhkan klien nantinya.Karena apabila
hipertermi tidak segera ditangani akan menjadi kejang dan bisa mengakibatkan kematian
khususnya pada bayi. Selain itu bidan harus turun tangan untuk memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai hipertermi mulai dari gejala maupun tanda kemudian cara
mengatasinya serta pencegahan terhadap hipertermi.




DAFTAR PUSTAKA
Habel, A.1990, Ilmu Penyakit Anak , Bina Rupa Aksara, Jakarta.
Kemala, P., ar., 1998, Kamus Suku Kedokteran Dorlan, Penerbit Buku Keokteran EGC,
Jakarta.
Sudarti dan Afroh Fauzan. 2012, Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
Nuha Medika. Yogyakarta.
http://www.Ibu dan Balita.net/info/makalah-Hipertermia - lengkap.html
http://alamsyah.web.id/news/makalah-asuhan-kebidanan-pada-bayi-dengan-Hipertermia.

Anda mungkin juga menyukai