Anda di halaman 1dari 7

Apneu Tidur Obstruktif Sebagai Faktor Resiko Stroke Dan Kematian

Latar belakang
Penelitian terbaru menyatakan bahwa sindroma apneu tidur obstruktif mungking berhubungan
dengan faktor resiko penting untuk stroke. Hal ini belum diputuskan, akan tetapi, apakah
sindroma itu sendiri yang berhubungan dengan resiko stroke atau kematian dari setiap kasus
setelah dilakukan penyesuain terhadap faktor resiko lain termasuk hipertensi.
Metode
Dalam studi chort observasional ini, secara berurutan pasien menjalani polysomnography, dan
selanjutnya kejadian (stroke dan kematian) dibuktikan. Diagnosis dari sindroma apneu tidur
obstruktif ditegakan berdasarkan pada indeks apneu-hiponeu 5 atau lebih (5 atu lebih kejadian
setiap jam); pasien dengan indeks apneu-piponeu kurang dari 5 digunakan sebagai kelompok
pembanding. Analisis proportional-hazards digunakan untuk menentukan efek independen dari
sindroma apneu tidur obstruktif dalam hasil campuran dari stroke atau kematian karena penyebab
lain.

hasil
dari 1022 pasien, 697 (68 persen) mengalami sindroma apneu tidur obstruktif. Pada dasarnya,
rata-rata indeks apneu-hiponeu pada pasien dengan sindroma tersebut adalah 35, dibandingkan
dengan 2 pada kelompok pembanding. Pada analisis yang belum disetarakan, sindroma apneu
tidur obstruktif berhubungan dengan stroke atau kematian karena penyebab lain (hazard ratio,
2.24; 95 persen confidence interval, 1.30 -3.86; P=0.004). setelah penyetaraan usia, jenis
kelamin, status merokok, konsumsi alcohol, indeks masa tubuh, da nada tidaknya diabetes
mellitus, hyperlipidemia, atrial fibrillation, dan hipertensi,sindroma apneu tidur obstruktif
menunjukkan hubungan yang signifikan dengan stroke atau kematian (hazard ratio, 1.97; 95
persen confidence interval, 1.12-3.48; P=0.01). dalam kecedrungan analisis, meningkatnya
keparahan apneu tidur pada awal berhubungan dengan peningkatan resiko berkembangnya
menjadi titik akhir campuran (P=0.005).

Kesimpulan
Sindroma apneu tidur obstruktif secara signifikan meningkatkan resiko strok atau kematian
akibat berbagai sebab, dan peningkatan ini tidak bergantung pada faktor resiko lain, termasuk
hipertensi.
Stroke adah penyebab kedua tersering kedua dan penyebab tersering kecacatan jangka panjang.
Strategi pencegahan stroke, termasuk control hipertensi, pengobatan fibrilasi atrial, dan
penghilangan ketergantungan terhadap rokok, telah mengurangi beban penyakit ini, namun
stroke masih menjadi tantangan kesehatan komunitas yang penting.

Sindroma apneu tidur obstruktif adalah salah satu kelainan pernafasan yang dapat diobati dimana
saluran pernafasan bagian atas secara berulang tertutup selama tidur. Sindroma ini berhubungan
dengan faktor resiko vaskuler dan banyak morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Beberapa
penelitian menunjukkan prevalensi dari sindroma ini pada pasien dengan stroke dapat mencapai
60% dibandingkan dengan 4% pada populasi pasien paruh baya dewasa.

Apakah hubungan antara sindroma tersebut dan stroke tidak berhubungan dengan faktor resiko
perancu lain, seperti hipertensi, hiperlipidimia, diabetes mellitus, dan merokok, sampai saat ini
masih belum jelas. Beberapa analisis crosssectional menunjukkan peningkatan resiko stroke
dengan gangguan pernafasan selama tidur sama besarnya dengan efek faktor resiko
kardiovaskuler lainnya. Sebuah penelitian pada pasien dengan stroke akut menunjukkan bahwa
apneu tidur obstruktif tetap terjadi walaupun telah terjadi perbaikan neuroligis, hal ini
menunjukkan bahwa sindroma apneu tidur obstruktif mungkin mendahului terjadinya stroke.
Maka dari itu hipotesis kami bahwa pasien dengan sindroma apneu tidur obstruktif memiliki
peningkatan resiko stroke atau kematian akibat berbagai sebab yang tidak tidak berhubungan
dengan faktor resiko cerebrovaskuler lain.

Metode
Studi populasi
Kami mengadakan suatu studi chort observasional. Studi ini terdiri atas pasien-pasien yang
dirujuk ke yale center for sleep medicine yang secara spesifik adalah pasien dengan tujuan untuk
evaluasi gangguan pernafasan saat tidur, telah menjalani setidaknya 2 jam pemeriksaan
monitoring tidur., menyelesaikan kuisioner 10 halaman tentang riwat tidur dan riwayat
pengobatan, dan memiliki usia diatas 5o tahun. Kelompok eksposur dipastikan dengan
sebelumnya memiliki indeks apneu hiponeu 5 atau lebih ( 5 atau lebih kejadian setiap jam saat
tidur); pasien dengan indeks apneu-hiponeu kurang dari 5 gigolongkan dalam kelompok
pembanding.
Pasien dieksklusi jika mereka dirujuk dengan alas an lain selain evaluasi karena kecurigaan
gangguan pernafasan saat tidur ( narcolepsy atau movement disorder); jika mereka memiliki
riwayat stroke, myocardial infarction, atau tracheostomy; atau jika seluruh studi
polysomnographic telah dilakukan dengan pressurisati udara ( aliran udara tekana positif
kontinyu dengan tujuan pengobatan0. Partisipan atau keluarga mereka memberikan persetujuan
mereka baik tertulis maupun secara lisan. Penelitian sudah disetujui oleh human investigation
committee di yale university school of medicine.

Pemeriksaan awal
Data dari karakteristik demografi, tidur, dan riwayat pengobatan, pengobatan yang sedang
dijalani, dan kebiasaan didapatkan melalui kuisioner yang sudah distandarisasi yang diambil oleh
operator terlatih sebelum diadakan polysomnography; kuisioner juga telah direview oleh dokter.
Tinggi dan berat badan dari setiap pasien di catat saat pelaksanaan polysomnography dan
digunakan untuk menghitung indeks masa tubuh.
Data riwayat tidur termasuk pengukuran kantuk disiang hari yang tervalidasi (Epworth
sleepiness scale) dan laporan kebiasaan menguap, yang didefinisikan sebagai menguap yang
sering atau muncul terusmenerus. Data tentang pengobatan termasuk penggunaan beta-bockers,
angiotensin-converting enzyme inhibitor, obat antihipertensi lain, terapi antiplatelet,
antikoagulan, obat oral untuk pengobatan diabetes, insulin, dan obat penurun lipid. Data faktor
resiko termasuk riwayat hipertensi, atrial fibrillation, diabetes mellitus, atau hiperlipidimia, baik
dari pengakuain pasien melalui kuisioner atau teramati oleh dokter yang merujuk. Sebagai
tambahan, atrial fibrillation dalam pemeriksaan electrocardiography selama pemeriksaan
polysomnography dipertimbangkan sebagai suatu bukti untuk meneggakkan diagnosis.
Pasien diklasifikasikan berdasarkan apakah mereka perokok atau mantan perokok atau tidak
pernah merokok sama sekali; data kemudian dibersihkan, jika dapat diaplikasikan, dalam banyak
bungkus-tahun merokok. Riwayat mengkonsumsi alcohol adalah berdasarkan rata-rata jumlah
minuman per hari dan jumlah minuman per tahun.

Polysomnography
Semua partisipan menjalani pemeriksaan polysomnography dengan menggunakan grass data-
acquisition system (astro-med) dengan protocol dasar seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.
Suatu pemeriksaan polysomnographic yang dilakukan sepanjang malam digunakan untuk
menegakkan terjadinya apneu tidur. Tingkatan tidur di nilai dalam 30 detik epochs berdasarkan
kriteria standar. Sumbatan total jalan nafas pada hidung dan mulut setidaknya selama 10 detik
diklasifikasian sebagai apneu ( apneu obstruktif adalah jika usaha pernafasan terjadi dan central
apneu jika tidak terdapat usaha untuk bernafas). Sumbatan jalan nafas parsial, mengakibatkan
berkurangnya aliran udara lebih dari 30 persen selama setidaknya 10 detik dan berhubungan
dengan desaturasi oksigen 4 persen atau lebih, di definisikan sebagai hipopneu. Perhitungan
variable polysomnographic termasuk indeks apneu-hipopneu dan indeks arousal (jumlah terjaga
setip jam selama tidur).






Hasil akhir
Sebuak kuisioner follow-up dikirimkan pada setiap pasien, yang didalamnya mencakup
pertanyaan tentang kondisi kesehatan terkini, timbulnya stroke, perawatan di rumahsakit, dan
pengobatan dari gangguan tidur sejak pemeriksaan dasar. Stroke dan transient ischemic attacks
(TIA) diketauhi sifatnya berdasarkan kuisioner yang sudah divalidasi yang di disain sebagai
penilai sifat dan status stroke yang praktis dan bermanfaat. Pasien yang tidak merespon kuisioner
yang dikirimkan akan ditelpon secara khusus. Keluarga pasien diwawancarai untuk memberikan
informasi tentang pasien yang tidak dapat berpartisipasi akibat meninggal dunia, skait, atu
dimensia. Dokter insvestigator yang tidak menyadari keadaan pasien dengan memandang
sindroma apneu tidur obstruktif dapat memastikan laporan stroke atau TIA berdasarkan catatan
klinis pasien. Diagnosa ditegakkan berdasarkan kriteria dari National Institute of Neurogical
Disorder and Stroke untuk klasifikasi kejadian cerebrovaskuler. Tanggal pasti dari stroke dan
TIA harus dicatat. Pencatatan vital dari Connecticut department of public health dan social
security administration death master file digunakan untuk menentukan atau menkonfirmasi
kematian. Tanggal pasti kematian juga dicatat.

Analisis statistic
Hasil akhir primer adalah titik akhir gabungan dari insiden stroke (termasuk TIA, yang
selanjutnya disini akan dilaporkan sebagai stroke) atau kematian akibat berbagai sebab. Dengan
asumsi prevalensi apneu tidur adalah 60 persen pada studi Cohort ini dan insiden stroke per
tahun adalah 1.5 persen selama 4 tahun periode follow-up, sejumlah 840 sempel dikumpulkan
untuk mencapai kekuatan 80 persen untuk mendeteksi resiko relative 2.0 pada 5 persen (two-
tailed) significance level.
Sebuah rangkaian analisis waktu-kejadian terpresifikasi dilakukan untuk mengkaji efek dari
sindroma paneu tidur obstruktif dan akibatnya. Waktu sampai terjadinya titik akhir campuran
diambil sebagai waktu terjadinya stroke, jika pasien dihubungi dan ditemukan mengalami stroke,
dan waktu kematian , jika pasien tidak mencapainya dan ditemukan meninggal. Data dibatasi
saat watu kontak apabila pasien dapat dihubungi dan tidak ditemukan mengalami stroke dan
dibatasi saat hari pertama apabila pasien tidak dapat dihubungi (tidak ingin dihubungi) dan tidak
ditemukan mengalami kematian. Metode Kaplan-meier dan uji log-rank digunakan untuk
membandingkan kejadian bebas harapan hidup diantara pasien dengan dan tanpa sindroma apneu
tidur obstruktif. Dengan menggunakan proportionalhazards analysis, didapatkan hazard ratio
dan 95 persen confidence interval didapatkan hubungan yang belum disetarakan antara keadaan
apneu tidur atau karakteristik dasar lain dan end point dari stroke atau kematian akibat berbagai
sebab. Hazard ratio kemudian disetarakan dari faktor perancu dari karakteristik dasar, termasuk
jenis kelamin, ras, status merokok, status konsumsi alcohol, indeks masa tubuh, dam ada
tidaknya diabetes mellitus, hyperlipidemia, atrial fibrillation, dan hipertensi. Karena adanya
kemungkinan control hipertensi dapat menjadi pengaturan berlebih model dibuat baik dengan
atau tanpa inklusi dari hipertensi. Akhirnya, kecendrungan analisis engan menggunakan uji chi-
square untuk trend linier, dilakukan untuk menganalisa ada tidaknya peningkatan keparahan
sindroma apneu tidur obstruktif berhubungan dengan peningkatan resiko troke atau kematian
karena sebab lain.
Students t-test digunakan untuk membandingkan bilai rata-rata dari nilai dasar pada pasien
dengan sindroma apneu tidur dengan pasien pada kelompok pembanding. Data katagorik
dibandingkan dengan menggunakan uji chi-square. Semua uji statistic dilakukan dengan
perangkat luank SAS. Semua P value dilaporkan 2 sisi, dan tidak ada analisis interim yang
dilakukan. Perangkat lunak S-plus digunakan untuk membuat kurva harapan hidup Kaplan-meier













Hasil
antara 1 januari 1997 dan 31 desember 2000, 3635 pasien dirujuk ke sleep center, dimana 1022
orang diantaranya memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam penelitian. Sebanyak 2402 pasien
tidak memenuhi syarat karena berusia kurang dari 50 tahun, dan 159 pasien tidak memenuhi
syarat karena terbukti secara klinis pernah mengalami infark myocardial sebelumnya atau stroke
pada saat itu. 52 pasien lainnya dieksklusi karena tidak tersedianya data baseline, sudah
menjalani tracheostomy, atau dirujuk karena kondisi lain selain gangguan pernafasan saat tidur.
Sebanyak 697 dari 1022 partisipan penelitian diklasifikasikan mengalami sindroma paneu tidur
obstruktif. Rata-rata (SD) indeks apneu-hipopneu antara pasien dengan sindroma tersebut
adalah 3529, dengan perbandingan 2.01.5 pada kelompok pembanding. Sebagaimana
diharapkan, prevalensi hipertensi dan diabetes mellitus lebih tinggi pada kelompok dengan
sindroma dibandingkan dengan kelompok pembanding. Pasien dengan sindroma tersebut juga
lebih banyak yang mengalami obesitas, yang tercermin dari indeks masa tubuh yang lebih tinggi,
dan memiliki saturasi oksigen nadir yang lebih rendah dan indeks terjaga lebih tinggi. Apneu
obstruktif adalah kejadian apneu predominan; apneu sentral jarang ditemui.
Banyak pasien dengan sindroma apneu tidur obstruktif menerima pengobatan untuk apneu tidur
setelah pemeriksaan awal. Tiga puluh satu persen mencapai penurunan berat badan sampai 10
persen atau lebih; 58 persen menggunakan aliran udara bertekanan untuk setidaknya 4 jam setiap
malam selama 5 malam atau lebih dalam seminggu; 15 persen menjalani pembedahan untuk
perbaikan saluran pernafasan atas.
Follow up dilakukan antara 1 juni 2002 dan 31 desember 2003. Pasien dengan sindroma tersebut
memiliki median durasi follow up 3.4 tahun (rentan interquartile, 2.6 sampai 3.9), dan pada
kelompok pembanding memiliki durasi median follow-up 3.3 tahun (rentan interkuartil 2.8
sampai 4.2). diantara 1022 pasien studi, data kejadian stroke dan kematian akibat berbagai sebab
didapatkan 842 pasien (82 persen). Investigator tidak dapat menghubungi 180 pasien (18 persen),
dan pencarian vital-record tidak mengindikasikan mereka meninggal. Pada kelompok ini
temasuk didalamnya 124 pasien dengan sindroma dan 56 pasien pada kelompok pembanding.
Karakteristik dasar pada pasien tersebut sama dengan karakteristik pasien yang menjalani
follow-up lengkap.
Insiden stroke atau kematian akibat berbagai sebab muncul pada 88 pasien (9persen). Delapan
puluh delapan kejadian pada pasien tersebut termasuk didalamnya 22 strok dan 50 kematian pada
kelompok dengan sindroma apneu tidur obstruktif (3.48 kejadian per 100 orang-tahun)
dibandingkan engan 2 stroke dan 14 kematian pada kelompok pembanding (1.6 kejadian per 100
orang-tahun). Fambar 1 menunjukkan perhitungan Kaplan-meier dari waktu sampai kejadian
campuran dari stroke atau kematian. Kemungkinan dari harapan hidup bebas kejadian secara
signifikan lebih rendah pada pasien dengan sindroma dibandingkan dengan pada kelompok
pembanding (P=0.003 dengan uji log rank). Analisis waktu-kejadian untuk kematian juga
menunjukkan hasil yang serupa (p=0.02 dengan uji log-rank).
Pada analisis tanpa penyetaraan (tabel 2), hubungan yang signifikam ditemuakan antara
sindroma apneu tidur obstruktif dengan stroke atau kematian (hazard ratio, 2.24; (% persen CI,
1.30-3.86;P=0.004). hubungan antara usia dan diabetes dengan hasil akhir campuran juga
signifikan secara statistic. Hazard ratio yang tidah disetarakan untuk merokok, hipertensi, dan
fibrilasi atrial berada pada arah yang diharapkan, walaupun tida signifikan secara statistic.
Setelah penyetaraan untuk usia, jenis kelamin, ras, status merokok, konsumsi alcohol, indeks
masa tubuh, da nada tidaknya diabetes mellitus, hyperlipidemia, fibrilasi atrial, dan hipertensi,
sindroma apneu tidur obstruktif menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistic dengan
stroke dan kematian (hazard ratio 1.97; 95 persen CI, 1.12-3.48; p=0.01). hubungan usia dengan
outcome juga tetap setelah penyetaraan, tetapi tidak secara statistic signifikan terdeteksi untuk
covarietas lain. Inklusi dari terapi antiplatelet pada model juga tidak mempengaruhi penyetaraan
hazard ratio dari sindroma. Suatu hubungan tanpa penyetaraan yang signifikan ditemukan antara
sindroma dan kematian sebagai suatu end point tunggal (hazard ratio, 2.0; 95% CI, 1.11-3,60;
P=0.02). penyetaraan usia, jenis kelamin, ras, status merokok, konsumsi alcohol, indeks masa
tubuh, da nada tidaknya diabetes mellitus, ihiperlipidemia, fibrilasi atrial, dan hipertensi yang
menghasilkan atenuasi dari hazard ratio dari apneu tidur (1.70;95% CI; 0.92-3.16; P=0.09).
Analisis trend (tabel3) menunjukkan peningkatan secara bertahap dari resiko stroke atau
kematian sebagai fungsi dari pengkatan keparahan apneu tidur (p=0.005). resiko stroke atau
kematian pada pasien pada kuwartil paling parah dari apneu tidur adalah 3 kali lipat
dibandingkan dengan kelompok control.



Diskusi
Kami mengadakan suatu studi cohort observasional bersekala besar untuk mengkaji peranan
sindroma apneu tidur obstruktif dalam berkembangnya serangan stroke pertama atau kematian.
Hasil dari penelitian kami mendemonstrasikan bahwa sindroma tersebut berhubungan dengan
peningkatan insiden stroke atau kematian dan hubungan tersebut tidak bergantung pada faktor
resiko kardiovaskuler dan serebrovaskuler lainnya, termasuk hipertensi.
Temuan kami konsiten dengan data terkini yang menunjukkan sindroma apneu obstruktif berat
meningkatkan resiko dari kejadian cardiovaskuler fatal maupun tidak. Rentan keparahan dari
sindroma dalam studi populasi kami memungkinkan kami untuk mendemonstrasikan suatu
hubungan antara peningkatan keparaha n sindroma dan peningkatan resiko stroke atau kematian.
Korelasi ini mengkonfirmasi hasil dari data cross-sectional sebelumnya menunjukkan
peningkatan secara progresif bersamaan dengan peningkatan keparahan dari sindroma itu sendiri.
Bertentangan dengan studi cross-sectional dan studi yang tidak meng eksklusi penyakit
serebrovaskuler yang telah ada (yang menunjukkan hubungan sebab akibat terbalik dengan
sindroma apneu tidur obstruktif sebagai konsekuensi, dibandingkan engan sebagai penyebab dari
stroke), penelitian kami bertujuan untuk mencari hubungan temporal antara sindroma dan stroke
dengan menginklusi hanya kejadian serebro vaskuler pertama yang muncul setelah diawali oleh
hasil abnormal dari pemeriksaan tidur. Studi ini juga menyediakan suatu pemeriksaan dari efek
independen dari aoneu tidur. Setelah penyetaraan dilakukan untuk faktor resiko kardiovaskuler
pada model multivariable, hazard ratio untuk stroke atau kematian pada pasien dengan sindroma
apneu tidur obstruktif tetap signifikan. Walaupun hubungan antara sindroma dan kematian
sebagai suatu end point tunggal tidak signifikan secara statistic, jumlah kematian yang lebih
sedikit jika dibandingkan dengan out come campuran kemungkinan mengurangi kemampuan
untuk mendeteksi efek independen. Secara umum, hasil penelitian kami tentang peningkatan
resiko kematian diantara pasien dengan sindroma apneu tidur obstruktif adalah konsisten dengan
penelitian sebelumnya. Penambahan hipertensi pada model tidak secara signifikan merubah
hazard ratio, menunjukkan bahwa terdapat mekanisme pathogenek tambahan (selain peningkatan
tekanan darah) berkontribusi pada peningkatan resiko stroke dan kematian. Mekanisme yang
mungkin termasuk perubahan hemodinamik akut selama periode apneu, penurunan aliran darah
serebri, embolisme paradoxical, hiperkoagulabilitas, hipoksia yang berhubungan dengan iskemia
serebri, dan atherosclerosis.
Beberapa studi menunjukkan bahwa airway pressurization (terapi utama pada sindroma tersebut)
dapar membalikkan hypercoagulabilitas dan perubahan hemodinamik dan bahkan menurunkan
resiko kejadian kardiovaskuler. Studi saat ini tidak didesain atau diperkuat untuk hubungan
dengan pengobatan atay efek pengobatan pada hasil akhir. Meskipun demikian, studi kami
menunjukkan suatu peningkatan resiko stroke atau kematian akibat berbagai sebab pada pasien
dengan sindroma apneu tidur obstruktif walaupun dengan pemberian berbagai macam terapi.
Beberapa penjelasan dapat dikaitkan dengan temuan ini. pertama, terdapat kecendrungan banyak
dari pasien kami mengalami spneu tidur obstruktif yang tidak ditangani selama bertahun-tahun
sebelum akhirnya mendapatkan pengobatan, ini mengakibatkan eksposur berkepanjangan
terhadap resiko kardiovaskuler. Median 3.4 tahun followup mungkin tidak mencukupi untuk
memperoleh potensi keuntungan terapeutik kardiovaskuler. Kedua , penurunan kepatuhan
dengan penggunaan aliran udara bertekanan positif secara terus menerus dan efikasi yang
terbatas dari pengobatan lain mungkin memegang peranan dalam kegagalan terapi penurunan
resiko terhadap level baseline. Ketiga, berlawanan dengan pasien pada studi terkini yang
menunjukkan suatu efek yang menguntungkan dari pengobatan pada outcome, populasi kami
lebih tua dan memiliki prevalensi faktor resiko kardiovaskuler yang lebih tinggi. Beberapa
masalah methodologis harus dipertimbangkan dalam menginterpretasi hasli penelitian kami.
Pertama, proses untuk memastikan outcome dari troke tidak mungkin dilakukan pada semua
pasien. Beberapa pasien yang meninggal yang dilaporkan sebagai akibat dari kejadian tersebut
mungkin sudah pernah mengalmi stroke namun tidak dilaporkan. Konsekuensi dari keterbatasan
metodologis ini diturunkan dengan suatu analisis yang berfokus pada kombinasi end point dari
stroke atau kematian, tetapi meskipun demikian mungkin saja stroke muncul sangat dini pada
pasien yang meninggal akan menyadari karakter ketergantungan waktu dari temuan. Masalah
yang berhubungan melibatkan kemungkinan stroke nonfatal diantara pasien yang hidup namun
tidak dapat dihubungi. Bagaimanapun juga, distribusi dari sindroma apneu tidur obstruktif antara
pasien dengan dan tanpa followup adalah mendekati identic, menunjukkan bahwa hasil pada
pasien yang kehilangan followup akan sama dengan populasi yang menjalani studi penuh.
Kedua, kemungkinan faktor perancu residual mempengaruhi penyetaraan hazard ratio kami,
walaupun kamu telah berusah mengontrol faktor resiko kardiovaskuler mayor. Semua faktor
resiko mayor yang diketauhi untuk stroke diperhitungkan dalam analisis kami, jadi kami berpikir
tidak ada faktor perancu yang diperlakukan berlebihan.
Akhirnya, beberapa hazard ratio untuk faktor resiko kardiovaskuler yang diketahui tidak
mencapai hasil yang secara statistic yang signifikan pada model kami. Terdapat beberapa alas an
yang mungkin. Pertama, pasien dengan kejadian kardiovaskuler dan serebro vaskuler
sebelumnya dieksklusi dari kohort kami dan median follow up 3.4 tahun mungkin tidak cukup
panjang untuk kejadian baru yang berhubungan dengan faktor resiko tradisional untuk
berkembang pada studi cohort ini. kedua, pengobatan yang saat ini dijalani untuk kondisi
tersebut mungkin mengurangi efek mereka pada outcome campuran. Ketiga, kematian akibat
dari kejadian nonkardiovaskuler (yang dimasukkan dalam outcome campuran kami) mungkin
mengurangi efek yang dapat diukur dari faktor resiko kardiovaskuler tradisional.
Sebagai kesimpulan bahwa, sindroma apneu tidur obstruktif berhubungan secara signifikan
dengan resiko strok atau kematian akibat berbagai penyebab, dan hubungan adalah tidak
berhubungan dengan faktor resiko lain, termasuk hipertensi. Peningkatan keparahan dari
sindroma itu sendiri berhubungan dengan penigkatan dari resiko yang berat dari outcome
gabungan.

Anda mungkin juga menyukai