Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
A. Definisi
Hubungan dokter dengan pabrik obat dapat dikategorikan sebagai suatu
hubungan kerjasama yang dimana menguntungkan kedua belah pihak (mutualisme).
Dikatakan menguntungkan kedua belah pihak dikarenakan pada satu sisi pabrik
obat itu sendiri dapat memenuhi target dari penjualan produknya tersebut demi
kepentingan bisnisnya dan disisi lain dokter sebagai mitra kerjanya akan
memperoleh suatu reward dari hubungan kerjasama ini.
Kerja sama pada intinya menunjukkan adanya kesepakatan antara dua orang
atau lebih yang saling menguntungkan, seperti menurut Hafsah (2000) menyebutkan
kerja sama ini dengan istilah kemitraan, yang artinya adalah suatu strategi bisnis
yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan prisip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
Sedangkan menurut Kusnadi (2003) mengartikan kerja sama sebagai dua
orang atau lebih untuk melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu
yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu. Dari pengertian kerjasama
di atas, maka ada beberapa aspek yang terkandung dalam kerja sama, yaitu:
1). Dua orang atau lebih, artinya kerja sama akan ada kalau ada minimal dua
orang/pihak yang melakukan kesepakatan. Oleh karena itu, sukses tidaknya
kerjasama tersebut ditentukan oleh peran dari kedua orang atau kedua pihak yang
bekerja sama tersebut.
2). Aktivitas, menunjukkan bahwa kerja sama tersebut terjadi karena adanya
aktivitas yang dikehendaki bersama, sebagai alat untuk mencapai tujuan dan ini
membutuhkan strategi (bisnis/usaha).
3). Tujuan/target, merupakan aspek yang menjadi sasaran dari kerjasama usaha
tersebut, biasanya adalah keuntungan baik secara financial maupun nonfinansial
yang dirasakan atau diterima oleh kedua pihak.
4). Jangka waktu tertentu, menunjukkan bahwa kerja sama tersebut dibatasi oleh
waktu, artinya ada kesepakan kedua pihak kapan kerjasama itu berakhir. Dalam hal
ini, tentu saja setelah tujuan atau target yang dikehendaki telah tercapai.



2

B. Ruang Lingkup
Pada penulisan laporan penugasan ini, penulis membatasi penelitian yang
akan dibahas adalah bagaimana masalah yang ada di dalam masyarakat di
Indonesia mengenai isu harga obat yang tinggi dengan melibatkan isu-isu kerjasama
antara dokter dengan perusahaan obat yang kurang sehat di mata masyarakat.
Hubungan kerjasama antara dokter dengan perusahaan obat sering dianggap
kerjasama yang memberatkan pasien, karena dari penelitian-penelitian sebelumnya
bahwa ditemukan adanya dokter yang meresepkan lebih dari satu jenis merk obat
dengan kategori obat yang sama. Oleh karena itu, dirasakan berat oleh pasien
dalam hal pembiayaan pengobatan.
Selanjutnya, untuk menemukan jalan keluar dari permasalahan di atas, maka
perlu juga dibahas aturan-aturan apa sajakah yang telah ditetapkan untuk mengatur
bagaimanakah seharusnya pemasaran usaha farmasi di Indonesia yang benar,
supaya tercapai hubungan dokter dan industry farmasi yang dapat menguntungkan
masyarakat. Kemudian, karena pelayanan tertinggi adalah ditujukan kepada
masyarakat, maka etika dalam kehidupan baik dalam hukum, agama, dalam
kehidupan bermasyarakat maupun etika dalam kedokteran penting untuk dihahas.
Hal ini supaya setiap tindakan yang dilakukan masih dalam lingkaran norma-norma
yang berlaku.

C. Tujuan Tulisan
1. Mengetahui bagaimanakah hubungan yang baik antara dokter dan
perusahaan obat
2. Mengetahui etika kedokteran dalam mengatur praktik kedokteran tentang
pemberian terapi
3. Mengetahui hukum yang mengatur tentang pemberian pelayanan yang baik
kepada masyarakat umum
4. Mengetahui bagaimanakah pandangan Islam dalam mengatur pelayanan
dokter dalam memberikan pengobatan
5. Mengetahui etika-etika profesi yang mengatur hubungan antara kedua belah
pihak.


3

BAB II
A. Rumusan Masalah

Apakah keuntungan bagi masyarakat dalam hubungan bisnis antara dokter
dengan perusahaan farmasi?

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui bagaimanakah hubungan antara dokter dengan perusahaan obat
di Indonesia
2. Mengetahui kerugian apa sajakah yang dialami masyarakat dalam menerima
pelayanan pengobatan di Indonesia yang tidak lege artis
3. Mengetahui bagaimanakah hubungan yang baik antara dokter dan
perusahaan obat supaya dapat menguntungkan masyarakat.
4. Dapat menemukan jawaban bagaimana tindak lanjut ke depan dalam
meminimalisasi hubungan dokter dan perusahaan obat supaya tidak
mengarah ke tujuan bisnis.



4

BAB III
PEMBAHASAN

A. Analisis Perspektif Etika dan Hukum Kedoteran
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang bagaimana praktik
kedokteran yang sesuai hukum dapat dilihat pada Undang-Undang No.29 tahun
2004 tentang praktik Kedokteran yang menjelaskan tentang kewajiban dokter dalam
hubungan dengan pasien. Salah satunya telah dicantumkan dalam pasal di bawah
ini, yaitu:
Pasal 49 ayat 1 : Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran atau kedokteran gigi menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya
Berdasarkan peraturan yang dijelaskan di atas, Dokter harus memberikan
pelayanan terbaik kepada pasien dengan mengutamakan kendali mutu dan kendali
biaya baik dalam tindakan maupun dalam memberikan terapi. Kendali mutu adalah
dengan selalu meningkatkan mutu yang diberikan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan, dan memberikan pelayanan dengan mutu yang setinggi-tingginya.
Serta kendali biaya adalah dikarenakan pada peraturan perundang-undangan
tentang praktik kedokteran juga dijelaskan bahwa pelayanan setinggi-tingginya
ditujukan kepada masyarakat, maka dengan memperhatikan kendali biaya, maka
akan mengurangi beban masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan.
Selanjutnya, dilengkapi juga berdasarkan Sumpah Dokter dalam Kode Etik
Kedokteran yang berbunyi :


5

DEMI ALLAH SAYA BERSUMPAH BAHWA:
1.Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
2.Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila,
sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
3.Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi
kedokteran.
4.Saya akan merahasiakan segala sessuatu yang saya ketahui karena
keprofesiaan saya.
5.Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk sesuatu yang
bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.
6.Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
7.Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat.
8.Saya akan berikhtiar dengan sungguh sungguh supaya saya tidak terpengaruh
oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan
sosial dan jenis penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
9.Saya akan memberi kepada guru guru saya penghormatan dan pernyataan
terima kasih yang selayaknya.
10.Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara sekandung.
11.Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
12.Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh sungguh dan dengan
mempertaruhkan kehormatan diri saya.


Pengambilan sumpah dokter adalah perjanjian kepada diri sendiri dan Allah
SWT bahwa akan melaksanakan kewajibannya sesuai dengan yang telah diucapkan
dan diikrarkan oleh hati nurani. Serta, harus dilandasi dengan kesanggupan
menjalankan profesinya. Pada point 2 dan 7 dijelaskan bahwa seorang dokter harus
lebih mementingkan kemanusiaan dan hak pasien daripada memperkaya diri
melewati kontrak kerjasama dengan detailer yang hanya mengutamakan
keuntungan pihak dokter dan detailer. Sedangkan, pasien cenderung mendapatkan
kerugian dengan beberapa sebab yaitu karena harga obat yang tinggi maupun
karena diberikannya resep dengan beberapa jenis merk dengan ketegori obat yang
sama.


6


Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia, pasal 3 menjelaskan bahwa dalam
melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
pertimbangan keuntungan pribadi. Dalam praktik kedokterannya, dokter
mengutamakan standar tertingginya adalah segala kebaikan bagi pasien. Jika
seorang dokter memberikan pengobatan tidak sesuai dengan pertimbangan
beneficience, maka dokter telah melakukan salah satu pelanggaran etik. Dimana
dokter lebih mengutamakan kepentingan pribadinya dalam meresepkan pengobatan
dengan tujuan tercapainya target penjualan obat, dan bukan mengutamakan tujuan
utamanya

Kemudian, didukung juga oleh Kode Etik Pemasaran Usaha Farmasi
Indonesia, pada pasal 4 ayat 3 tentang mensponsori profesi kesehatan yang berisi :
1. Pembiayaan hanya diperoleh untuk registrasi, akomodasi, dan makan.
Transportasi ke dan dari tempat acara.
2. Perusahaan TIDAK BOLEHmembayar biaya apapun untuk pendamping
dokter yang diundang, tanpa memnadang apakah pendamping tersebuut
adalah istri/ suami, anggota keluarga, rekan sejawat, teman ataupun seorang
profesi kesehatan.
3. Dilarang memberikan honorium atau kompensasi kepada profesi kesehatan
untuk menghadiri pertemuan ilmiah.
Jadi, dalam melakukan rekanan atau kemitraan, keprofesian kesehatan
dalam hal ini hubungannya antara dokter dan perusahaan farmasi, jika menghadiri
suatu pertemuan tidak boleh ada unsur mempromosikan atau meresepkan suatu
produk dari pihak perusaahn farmasi sehingga dapat dipandang sebagai bisnis.
B. Analisis Perspektif Dalil Al-Quran
Al-Hasyr (59) ayat 9
Adapun penduduk Madinah yang atas dasar dasar iman menyediakan rumah
sebelum kaum Muhajirin datang. Mereka cinta kepada saudara-saudaranya yang
hijrah ke kota mereka. Tak ada pamrih dalam hatinya dari yang mereka berikan.


7

Mereka lebih mengutamakan Muhajirin daripada diri sendiri sekalipun mereka juga
membutuhkannya. Siapapun yang terhindar dari sifat kikir merekalah orang-orang
yang mendapat keuntungan.
Surat Shaad (88) ayat 24
Daud menjawab,Memang ia telah menganiayamu dengan meminta dombamu untuk
dipindahkan menjadi miliknya. Kebanyakan mereka yang berserikat tidak jujur
kepada kawannya kecuali mereka yang beriman dan berbuat baik. Yang demikian
itu sangat sedikit. Daud menyadari bahwa Kami mengujinya, ia pun lalu minta
ampun kepada Tuhannya dan ia tunduk rukuk bertobat kepadanya.

C. Analisis Fatwa
pada dasarnya ,syariat selalu mendorong naluri manusia untuk berusaha dan
mencari nafkah seperti halnya dokter, dan detailer. Banyak pemeberian sesuatu
yang diluar gajihnya seperti suap, hadiah, bonus dan fee. Dan sebagian ulama
menyebutkan ada 4 pemasukan pegawai, yaitu gajih, uang suap, hadiah dan bonus.
Suap bisa disebut juga pemeberian uang pelicin agar keinginan dapat terwujud.
Suap yang disebut juga dengan uang sogokan dalam syariat islam biasa di sebut
dengan risywah, sedangkan hadiah diambil dalam bahasa arab ialah pemberian
seseorang yang sah secara kontan dan tanpa syarat apapun. Dan bonus ialah
mendekati makna hadiah, yaitu upah di luar gajih resmi seorang pegawai.
Menurut analisis saya yang di berikan oleh detailer kepada dokter bukanlah
hadiah ataupun bonus, karena hadiah di berikan tanpa meminta imbalan
apapun,sedangkan bonus di berikan kepada pegawai sebagaqi tambahan gajih, dan
dokter bukanlah pegawai dari perusahaan obat tersebut, jadi yang di berikan detailer
kepada dokter ini termasuk ke dalam risywah.
Dan dalil dalam AL-QURAN , Allah subhanahu wataala berfirman :
Bagaimanakah hukum risywah dalam Islam? Beberapa nash di dalam Al-Quran dan
Sabda Rosulullah mengisyaratkan bahkan menegaskan bahwa Risywah suatu yang
diharamkan di dalam syariat, bahkan termasuk dosa besar, Allah Swt berfirman:


8


"Dan janganlah kamu memakan harta sebagian dari kamu dengan jalan yang batil,
dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebagian daripada harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqoroh: 188)
Kemudian firman Allah:


"Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak
memakan yang haram" (QS. Al-Maidah; 42)
Iman Al-Hasan dan Said bin Jubair mengomentari ayat ini dengan mengatakan
bahwa ma'na "akkaluuna lisshuht" yaitu risywah, karena risywah identik dengan
memakan harta yang diharamkan Allah.
Di dalam hadits disebutkan:
:

Dari Abdullah bin Umar ra berkata, "Rosulullah melaknat bagi penyuap dan yang
menerima suap." (HR. Al-Khamsah dishohihkan oleh at-Tirmidzi)
" : : "
: . " " :
: .
"Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (ashuht), nerakalah yang
paling layak untuknya. Sahabat bertanya: "Wahai Rosulullah, apa barang haram
yang di maksud itu?". Rosulullah bersabda: "Suap dalam perkara hukum." (Tafsir Al-
Quthubi, tafsir surat Al-Maidah ayat: 42)
Umar bin Khatthab berkata: menyuap hakim adalah dari perkara shuht. Ibnu Mas'ud
berkata: "Perbuatan Shuht adalah seseorang menyelesaikan hajat saudaranya maka
orang tersebut memberikan hadiah kepadanya lalu dia menerimanya."
Dan janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian lain diantara kamu
dengan jalan batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,


9

supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui [Al-baqarah :188]
Dan abul aliyah rahimahullah berkata : membuat kerusakan di permukaan bumi
dengan suap dan sogok
Dari ibnu umar Radiyalahu anhu berkata rasulullah shallahu alahi wassalam
nelaknat yang memberi suap dan yang menerima suap [HR At-tirmiji]
Hadist ini menujukan bahwa suap ialah dosa besar karena ancamannya ialah laknat
, karena dosa yang sangat besar apabila kita mendapatkan suap, maka dari tiu
hendaknya sebagai seorang musrik kita dapat membedakan anatara suap dan
hadiah yaitu :
Suap adallah pemberian yang di haramkan syariat, dan ia termasuk
pemasukan yang haram dan kotor, dan pemebrian di anjurkan dan sesuai
dengan syariat.
Suap biasanya pemebrian yang tidak sesuai dengan syariat , baik syarat yang
di tentukan secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan hadiah di
berikan tanpa syarat.
Suap di berikan untuk mempermudah hal-hal batil , sedangkan hadiah di
berikan atas kasih sayang.
Dalam permasalahan ini Imam Abu Hanifah membagi pengertian risywah ini
ke dalam 4 hal:
Pertama, memberikan sesuatu untuk mendapatkan pangkat dan kedudukan
ataupun jabatan, maka hukumnya adalah haram bagi pemberi maupun
penerima.
Kedua, memberikan sesuatu kepada hakim agar bisa memenagkan
perkaranya, hukumnya adalah haram bagi penyuap dan yang disuap,
walaupun keputusan tersebut adalah benar, karena hal itu adalah sudah
menjadi tugas seorang hakim dan kewajibannya.
Ketiga, memberikan sesuatu agar mendapat perlakuan yang sama di
hadapan penguasa dengan tujuan mencegah kemudharatan dan meraih
kemaslahatan, hukumnya haram bagi yang dsuap saja. Al-Hasan
mengomentari sabda Nabi yang berbunyi, Rasulullah melaknat orang yang


10

menyuap dan disuap" dengan berkata, "jika ditujukan untuk membenarkan
yang salah dan menyelahkan yang benar. Adapun jika seseorang
memberikan hartanya selama untuk melindungi kehormatannya maka hal itu
tidak apa-apa".
Keempat, memberikan sesuatu kepada seseorang yang tidak bertugas di
pengadilan atau instansi tertentu agar bisa menolongnya dalam mendapatkan
haknya di pengadilan atau pada instansi tersebut, maka hukumnya halal bagi
keduanya, baik pemberi dan penerima, karena hal tersebut sebagai upah atas
tenaga dan potensi yang dikeluarkan nya. Tapi Ibnu Mas'ud dan Masyruq
lebih cenderung bahwa pemberian tersebut termasuk juga suap yang
dilarang, karena orang tersebut memang harus membantunya agar tidak
terzholimi, sebagaimana firman Allah:


"Dan janganlah sekali-kali karena kebencianmu kepada suatu kaum karena
mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu
berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong menolonglah kamu dalam
mengerjakan kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah maha berat siksanya." (dari kitab Mau'shuah Fiqhiyah
dan Tafsir ayat ahkam Lil Jashosh)

Risywah hukumnya tetap haram walaupun menggunakan istilah hadiah, hibah
atau tanda terima kasih dan lain-lain, sebagaimana hadits di atas. Oleh karena itu,
setiap perolehan apa saja di luar gaji dan dana resmi dan legal yang terkait dengan
jabatan atau pekerjaan merupakan harta ghulul atau korupsi yang hukumnya tidak
halal meskipun itu atas nama 'hadiah' dan tanda 'terima kasih' akan tetapi dalam
konteks dan perspektif syariat Islam bukan merupakan hadiah tetapi dikategorikan
sebagai 'risywah' atau syibhu risywah yaitu semi suap, atau juga risywah
masturoh yaitu suap terselubung dan sebagainya.
Para ulama berpendapat, bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dengan cara
yang tidak halal seperti risywahmaka harus dikembalikan kepada pemiliknya jika
pemiliknya diketahui, atau kepada ahli warisnya jika pemiliknya sudah meninggal,


11

jika pemiliknya tidak diketahui maka harus dikembalikan kepada baitul maal, atau
dikembalikan kepada negara jika itu dari uang negara dalam hal ini adalah uang
rakyat, atau digunakan untuk kepentingan umum. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terkait dengan orang yang bertaubat setelah
mengambil harta orang lain secara tidak benar, sebagaiamna ungkapannya: "jika
pemiliknya diketahui maka diserahkan kepada pemiliknya, jika tidak diketahui maka
diserahkan untuk kepentingan umat islam."





12

BAB IV
A. Kesimpulan
Dilihat dari beberapa kasus bahwa tingginya tingkat bisnis antara dokter dan
perusahaan obat di Indonesia, maka sangat diperlukan kembali tuntunan-tuntunan
etika dari masing-masing profesi tersebut, supaya kembali kepada tujuan yang mulia
yaitu meningkatkan kualitas kesehatan dan pelayanan kepada masyarakat, dan
bukan untuk kepentingan pribadi.
Komunikasi antara dokter dan industri farmasi sangatlah penting. Pernyataan
ini menyangkut keamanan dan keselamatan pasien. Hubungan dokter dan ahli
farmasi yang bisa saling melengkapi dapat memberikan pengaruh positif terhadap
keluaran pasiennya. Hal ini dapat terwujud dengan cara penelusuran informasi
riwayat obat yang lengkap dan akurat, penyediaan informasi obat yang lege artis,
pemanfaatan evidence based prescribing, deteksi dini kesalahan peresepan obat,
serta adanya pemantauan obat.
Setelah dijelaskan bahwa etika pada masing-masing profesi adalah
mengutamakan kepentingan masyarakat, maka hendaknya dari masing-masing
profesi dapat bekerja dengan tetap berlandaskan etika-etika tersebut supaya terjalin
hubungan yang baik dan dengan tujuan bersama-sama meningkatkan kualitas
kesehatan masyarkat. Ketika hubungan industry farmasi dan dokter dikembangkan
untuk kepentingan yang lebih luas yaitu masyarakat. Maka industry farmasi
berkewajiban untuk memproduksi obat yang bermutu dengan biaya pemasarannya
yang tidak tinggi. Begitupula dengan dokter, dokter harus mampu menggunakan
obat secara rasional, dan tidak terpengaruh oleh bujukan perusahaan farmasi.
Dengan demikian maka dengan mudah akan dapat terwujud hubungan kerjasama
yang sehat antara dokter dan perusahaan obat.

B. Saran
Diharapkan agar industri farmasi di Indonesia dapat meningkatkan
kemampuan, sehingga lebih mampu bersaing secara sehat antar industri farmasi
yang lainnya dengan tujuan kemajuan kualitas obat-obat baru yang ditemukan.


13

Begitupula di dalam kalangan kedokteran, dokter harus mampu memunculkan rasa
kepercayaan masyarakat kembali dengan mengutamakan kepentingan masyarakat
terlebih dahulu dengan menyingkirkan kepentingan-kepentingan pribadi berupa
keuntungan yang didapat dalam kerjasama dengan pabrik obat.

Anda mungkin juga menyukai