Anda di halaman 1dari 6

J azz(cara pengucapan: [Jes]) adalah aliran musik yang berasal dari Amerika Serikat pada awal abad ke-20

dengan akar-akar dari musik


Afrika dan Eropa.
Musik jazz banyak menggunakan gitar, trombon, piano, trompet, dan saksofon. Elemen penting dalam jazz adalah blue notes, improvisasi,
polyrhythms, sinkopasi, dan shuffle note.
Asal kata "Jazz"
Asal-usul dari jazz kata adalah salah satu yang paling dicari asal-usul kata dalam bahasa Inggris Amerika modern. Bunga intrinsik Kata's -
American Dialect Society menamakannya Kata Abad Duapuluh - telah menghasilkan penelitian yang cukup besar, dan sejarahnya dengan
baik didokumentasikan. Seperti dijelaskan lebih rinci di bawah, jazz dimulai sebagai istilah slang Pantai Barat sekitar tahun 1912, yang
berarti yang bervariasi tetapi tidak mengacu pada musik atau seks. Jazz datang berarti musik jazz di Chicago sekitar tahun 1915. Jazz
dimainkan di New Orleans sebelum waktu itu, tapi tidak disebut jazz.
Jazz kata membuat salah satu penampilan yang paling awal di San Francisco bisbol menulis pada tahun 1913. "Jazz diperkenalkan ke San
Francisco pada 1913 oleh William (Spike) Slattery, olahraga Call editor, dan disebarkan oleh pemimpin-band bernama Seni Hickman itu
tercapai. Chicago dengan 1915 namun tidak mendengar di New York sampai setahun kemudian. "Salah satu kegunaan yang dikenal pertama
dari kata jazz muncul di 3 Maret 1913, artikel bisbol di San Francisco Bulletin oleh ET "Scoop" Gleeson .
Dalam jazz, Namun, pemain ahli akan menafsirkan sebuah lagu dengan cara yang sangat individu, tidak pernah memainkan komposisi yang
sama persis dengan cara yang sama dua kali. Tergantung mood pemain dan pengalaman pribadi, interaksi dengan sesama musisi, atau
bahkan anggota audiens, seorang musisi jazz / pemain dapat mengubah melodi, harmoni atau waktu penandatanganan di akan. musik
klasik Eropa telah dikatakan media komposer. Jazz, namun, sering ditandai sebagai produk kreativitas egaliter, interaksi dan kolaborasi,
menempatkan nilai yang sama pada kontribusi dari komposer dan pelaku, 'tangkas berat [ing] klaim masing-masing komposer dan
improvisasi' .
Aliran-aliran dalam jazz
New Orleans jazz
Big-band/swing
Bebop
Ragtime
Free jazz/avant-garde jazz
Smooth jazz
Fusion jazz
Funk
Acid jazz
Swing jazz
Dixieland revival
Cool jazz
Hard bop
Modal jazz
Latin jazz
Post bop
Nu jazz
jazz rap
Traditionalist Jazz
Jazzcore
M-Base
Alat musik yang digunakan
Gitar
Gitar bass
Piano
Saksofon
Trompet
Trombone
Biola
Drum
Pemusik jazzterkenal
Louis Armstrong, (1901-1971)
Duke Ellington, (1899-1974)
Charlie Parker, (1920-1955)
Dizzy Gillespie, (1917-1993)
Miles Davis, (1926-1991)
John Coltrane (1926-1967)
Chick Corea
Ornette Coleman, (lahir 1930)
Chris Botti
Dave Koz
Bob James
Lee Ritenour
Kenneth Bruce Gorelick / Kenny G, (lahir 1956)
Jamie Cullum


Rombongan jazz di jalan di Aceh (tahun 1950-1960)
Ireng Maulana
Buby Chen
Jack Lesmana
Anna Larssen
Bill Saragih
Benny Likumahua
Bing Slamet
Bara
Ermy Kullit
Ireng Maulana
Kiboud Maulana
Dwiki Dharmawan
Indra Lesmana
Binot Halamutu
Elfa Secioria
Iskandarsyah Siregar
Luluk Purwanto
Joko W.H.
Balawan
Syaharani
Didi Tjia
Dharma Priyahadi Kusuma
Tompi
Barry Likumahua




Jejak Langkah Jazz di Indonesia


Menelusuri sejarah jazz di Indonesia memang agak sulit. Sebab, selain terdapat banyak pendapat
yang berbeda tentang siapa, kapan, dan di mana musik jenis ini muncul di Indonesia, pelaku-pelaku
langsungnya sendiri yang bisa dijadikan sebagai narasumber juga sudah tidak ada.
Menurut Sudibyo Pr, seorang pencinta jazz dan penulis buku tentang musik jazz, konon pemain
musik jazz pribumi dari Indonesia pertama kali adalah orang Aceh. Ia juga mengatakan bahwa di
negeri ini orang Indonesia yang pertama kali memainkan musik jazz adalah tentara. Para tentara itu
biasanya dipanggil untuk menghibur pejabat-pejabat Belanda dan orang-orang Indonesia yang
haknya disamakan oleh orang Belanda. Waktu itu, mereka bermain musik jazz di Societet. Padahal,
tidak banyak orang Indonesia yang bisa memasuki gedung itu.
Sementara itu, ada pula yang menyebut bahwa jazz masuk ke Indonesia pada
waktu yang bersamaan dengan merebaknya jazz di New Orleans, Amerika, pada
tahun 1900-an. Dan pada tahun 1920, tercatat ada band bernama Black & White
di bawah pimpinan seorang musikus yang nasionalis, yakni Wage Rudolf
Supratman. Band tersebut terbentuk dan bermain di Kota Makassar. Sedangkan di
Jakarta, pada tahun 1930-an, juga ada sebuah grup band beraliran jazz bernama
Melody Makers yang dimotori oleh Jacob Sigarlaki. Waktu itu, Jacob didukung
oleh musisi lain seperti Bootje Pesolima, Hein Turangan, Nico Sigarlaki, serta Tjok
Sinsu.
Tapi ada juga yang mengatakan bahwa jazz pertama kali dimainkan di Indonesia
pada tahun 1922. Sebab, di tahun tersebut, ada seorang pemain saksofon dari
Belanda yang datang ke Indonesia dengan kawan-kawannya lalu membuat band. Waktu itu, band tersebut dianggap sebagai
band jazz yang pertama di Indonesia. Hampir 80% personel band itu adalah orang Indo-Belanda, sedangkan yang pribumi
sedikit sekali.
1940-an Hingga 1960-an
Lalu, di tahun 1940-an, Hein Turangan juga membentuk grup band jazz bernama Jolly Strings di Jakarta. Di era 1940-an itu,
muncul pula seorang kritikus jazz bernama Harry Liem yang aktif menulis di koran Jazz Wereld. Tapi setelah selesai Perang
Dunia II, Harry Liem pindah ke Amerika dan meneruskan karirnya sebagai penulis jazz di sana.
Pada pertengahan tahun 1950-an ada seorang pemain piano bernama Nick Mamahit yang merilis album Sarinande. Waktu
itu Nick didukung oleh Bart Risakotta (drum) dan Jim Espehana (bass). Ada yang menyebut album Sarinande dianggap
sebagai tonggak rekaman musik jazz di Tanah Air.
Di seputaran dekade 60-an, jazz Indonesia juga meramaikan tempat-tempat hiburan malam seperti bar atau kafe. Dari
lingkungan tersebut, muncullah multi-instrumentalis, Bill Saragih, yang kemudian melakukan perjalanan ke beberapa negara di
Asia hingga Amerika. Bill Saragih antara lain dikenal lewat kelompok The Jazz Riders. Grup ini pada awalnya dibentuk oleh
Didi Pattirane. Tapi setelah Didi Pattirane pindah ke New York, grup ini diteruskan oleh Didi Tjia dan Bill Saragih.
Di tahun 1960-an pula terjadi pergolakan politik di dalam negeri dan hal itu sedikit banyak mempengaruhi perkembangan musik
jazz di Indonesia. Pada tahun-tahun tersebut, jazz dimainkan secara sembunyi-sembunyi. Sebab, musisi jazz dan
penggemarnya dihinggapi perasaan takut dituduh sebagai antek imperialis.
Meskipun tidak ada larangan secara tertulis (resmi), ancaman tuduhan tersebut membuat musisi dan penggemar jazz merasa
ketar-ketir sehingga perkembangan musik jazz di era 1960-an bisa dibilang lambat. Tapi hak itu tidak berlangsung lama.
Setelah melewati masa-masa susah, tepatnya pada tahun 1967-an, para musisi jazz mulai menapak lagi.


Gebrakan Indonesia All Stars
Di tahun 1967, grup jazz Indonesia All Stars membuat kaget para pencinta musik
jazz dunia karena berhasil tampil di ajang Berlin Jazz Festival. Saat itu, Indonesia
All Stars, yang konon berlatih susah payah dengan segala keterbatasan, terdiri dari
Bubi Chen (piano), Jopie Chen (bass), Jack Lesmana (gitar), Benny Mustapha Van
Diest (drum), dan Maryono (saksofon). Lagu-lagu yang mereka suguhkan sangat
unik sehingga saat itu disebut sebagai jazz ala Indonesia. Mereka juga mampu
mengaransemen lagu Djanger Bali dan Ku Lama Menanti menjadi ucapan
penghargaan dan terima kasih atas dukungan perusahaan penerbangan Belanda,
Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM), yang telah memfasilitasi keberangkatan
Indonesia All Star.
Di ajang Berlin Jazz Festival tersebut, Bubi Chen mendapatkan respons sangat
positif dari para penulis jazz internasional. Ia lantas disebut sebagai pianis jazz
terbaik di Asia dan mendapat gelar sebagai Art Tatum of Asia. Art Tatum bisa
disebut sebagai salah satu pianis jazz terbesar yang pernah ada yang telah meninggal dunia di tahun 1956.
Di kancah perjalanan musik Jazz tanah air, nama Margie Segers juga patut diperhitungkan. Dia seakan menjadi icon penyanyi
jazz yang mewarnai industri musik Indonesia di era awal 70-an. Kepiawaiannya dalam membawakan lagu jazz patut
dibanggakan, bahkan legenda musisi jazz Indonesia, Jack Lesmana, memuji suara Mergie yang bening dan berkarakter. Tak
salah bila pada album Siapa Bilang Sayang, Jack Lesmana menggandeng Margie untuk melantunkan sejumlah tembang
hasil karya beberapa musisi jazz Tanah Air, antara lain A. Ryanto, Charles Mercys, Bing Slamet, Narto Sabdo, dan Jack
Lesmana sendiri.
Memasuki dekade 70-an, kehidupan jazz Indonesia makin marak dan tampak mulai terpusat di beberapa kota besar. Di
Jakarta, Jack Lesmana yang didukung penuh oleh sang istri, Nien Lesmana, menggelar jazz di panggung-panggung, terutama
di areal Taman Ismail Marzuki, serta di layar kaca TVRI.
Dari Indra Lesmana Hingga Chandra Darusman
Pada 30-31 Mei 1976, dalam acara bertajuk Jazz Masa Dulu dan Kini, muncullah musisi
belia dan musikus masa depan: Indra Lesmana, putra Jack Lesmana. Waktu itu, Indra
Lesmana bermain piano di atas pangkuan Broery Marantika karena kakinya belum bisa
menyentuh pedal piano. Pementasan Jazz Masa Lalu dan Kini tersebut kemudian direkam
dan dirilis ke publik lalu dianggap sebagai rekaman live pertama di Tanah Air saat itu. Dalam
rekaman tersebut, seperti juga dalam pementasannya, tampil para musisi papan atas seperti
Bubi Chen, Benny Likumahuwa, Didi Tjia, Benny Mustapha, Abadi Soesman, Margie Segers,
Rien Djamain, Broery Marantika. Termasuk pula Indra Lesmana dan kakak-beradik, Oele
dan Perry Pattiselanno.
Menyangkut rekaman, di tahun 70-an, Jack Lesmana juga kerap menghasilkan album
rekaman jazz. Selain album solo, ia juga melahirkan album dari beberapa penyanyi seperti
Margie Segers, Rien Djamain, Broery Marantika. Dan saat itu terdapat label rekaman
Hidayat, sebagai label indie yang aktif memproduksi rekaman-rekaman jazz. Hidayat
kemudian ditemani label lain bernama Pramaqua.
Pada tahun 1977, Pramaqua merilis album Jopie Item Combo & Idris Sardi, yang antara lain didukung pula oleh musisi
kawakan seperti Karim Suweilleh (drums), Abadi Soesman (drum) dan Wempy Tanasale (bass). Album ini mengetengahkan
duet permainan biola Idris Sardi dan raungan gitar Jopie Item.
Jopie Item sejak pertengahan 1970-an muncul sebagai generasi lanjutan jazz Indonesia yang lumayan aktif bermain di pentas
clubs dan TVRI. Grupnya waktu itu yang terkenal adalah Jopie Item Combo. Jopie juga bermain dengan Rully Johan atau
Abadi Soesman. Sementara Abadi Soesman sendiri juga memiliki proyek jazz rock-nya yang lain dengan kelompok The
Eternals, yang juga bermain di clubs.
Di akhir 1970-an, tepatnya di 1978, berdirilah kafe bernama Green Pub di gedung
Djakarta Theatre di pusat Kota Jakarta, yang lantas menjadi salah satu tempat trendy
terpenting bagi pergerakan jazz di era 80-an. Waktu itu, yang tampil dalam grup yang
memakai nama Gold Guys sebagai formasi perdana adalah Armand (keyboard), Djoko
Waluyo Haryono (gitar), Dicky Prawoto (bass), Karim Suweilleh (drum), dan Embong
Rahardjo yang kerap digantikan oleh Maryono (saksofon). Vokalisnya waktu itu adalah Jackie Bahasoean, vokalis jazz yang
datang dari Surabaya.
Perlu diingat pula, di akhir 70-an tersebut mulai terdeteksi pergerakan jazz di lingkungan kampus. Yang paling menonjol adalah
Universitas Indonesia lewat para mahasiswa Fakultas Ekonominya. Pada waktu itu muncul Chandra Darusman dengan
kelompok vokalnya bernama Chaseiro yang antara lain didukung teman-teman sekampusnya seperti kakak beradik Helmie
dan Rizali Indrakesuma, Edi Hudioro, Norman Sonisontani, atau Omen.
Fariz RM, Peter F. Gontha, dan Balawan
Di akhir 1970-an juga muncul musisi muda lain Fariz Rustam Munaf. Fariz merilis album yang
unsur jazz rock-nya lumayan tebal yaitu Sakura di tahun 1978. Fariz adalah wakil figur muda
dari lingkungan SMA yang tampil ke permukaan meramaikan pergerakan jazz Indonesia,
walaupun waktu itu ia lebih dipandang sebagai musisi dan penyanyi pop.
Perjalanan panjang jazz juga tak akan lengkap tanpa kehadiran klub-klub jazz yang sempat
bertaburan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Klub tersebut antara lain adalah
Jamz milik pengusaha penggila jazz yakni Peter F. Gontha. Kiprah Peter F. Gontha tidak bisa
dilepaskan dari sejarah kemajuan jazz di Tanah Air. Lewat koneksinya yang luas, ia mampu
meyakinkan para musisi jazz kelas satu dunia untuk menggelar pertunjukan di Indonesia.
Berkat jasanya pula, para musisi jazz Indonesia bisa bermain di event-event jazz
internasional.
Di era tahun 1980-an selain pergelaran jazz lokal macam Jazz Goes To Campus yang
sekarang sudah menjadi agenda rutin setiap tahun dan digelar di kampus UI, pada tahun 1988 juga terselenggara sebuah
event jazz yang terbesar yang pernah digelar oleh anak negeri, yakni Jakarta International Jazz Festival atau yang lebih
dikenal dengan nama Jak Jazz, atas gagasan Ireng Maulana.
Perhelatan jazz akbar ini sungguh membanggakan karena diikuti oleh musisi jazz dunia, baik dari Amerika, Eropa, dan Asia.
Tentu saja ratusan musisi jazz kita ikut bergumul sambil berkolaborasi satu panggung dengan musisi-musisi luar negeri.
Musisi-musisi dari luar yang memeriahkan Jak Jazz pertama itu adalah Phil Perry, Lee Ritenour, Larry Corvell, Kazumi
Watanabe, Frederick Noran Band, Igor Brill Ensemble.
Di era tahun 2000-an jazz di Indonesia makin berkembang dengan sangat pesat, lihat saja grup-grup baru yang mengusung
format musik jazz yang juga sukses secara komersial seperti Bali Lounge, Maliq & DEssentials, Park Drive, Rieka Roeslan,
dan Sova. Dan yang tak boleh dilupakan adalah munculnya Balawan, gitaris asal Bali yang permainannya selalu mendapat
pujian, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai