Anda di halaman 1dari 21

1

Penyebab Sesak Nafas dan Wajah yang Membiru Pada Saat


Mendaki Gunung
Ajeng Aryuningtyas Dewanti
102012259 B4
e-mail: ajengaryuningtyas@ymail.com
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061


Abstrak
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia pasti perlu bernafas untuk kelangsungan
hidupnya. Menghirup udara yang mengandung gas yang diperlukan oleh tubuh, maka dari itu
udara yang dihirup harus sehat dan bersih. Sistem pernafasan melibatkan rongga hidung,
faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, paru, dan alveolus. Gangguan sistem pernapasan
pada manusia dapat terjadi apabila adanya gangguan pada mekanisme pernapasan atau
kelainan struktur pernapasan. Volume dan kapasitas paru setiap individu akan berbeda
dengan individu yang lain, dan hal ini dapat ditentukan melalui pengukuran kapasitas paru
dengan menggunakan Spirometri.

Kata Kunci : Struktur Makro dan Mikro Sistem Pernafasan, Mekanisme Pernafasan, dan
Pusat Pengendalian Pernafasan.

Abstract
In everyday life, every man would have to breathed for survival. Breathing air
containing the gas is needed by the body, therefore the inhaled air must be healthy and clean.
Respiratory system involving the nasal cavity, pharynx, larynx, trachea, bronchi, bronchioles,
lungs, and alveoli. Respiratory system disorders in humans can occur when a disturbance in
the mechanism of structural abnormalities of the respiratory or breathing. Volume and lung
capacity every individual will be different from other individuals, and this can be determined
by measuring lung capacity by using Spirometry

Keywords : Macro and Micro Structure of Respiratory System, Respiratory Mechanism, and
Control of Respiratory Center.

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pernapasan merupakan satu proses pertukaran gas-gas respirasi yaitu oksigen (O)
yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO) yang
2

merupakan hasil dari metabolisme tersebut yang kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui
paru. Dalam proses respirasi ini berperan berbagai macam organ yang berfungsi untuk
mengangkut udara dan sebagai alat pertukaran udara. Fungsi utama pernapasan adalah
menyediakan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme sel-sel tubuh dan
mengeluarkan karbondioksida hasil dari metabolisme tersebut. Sistem pernafasan
melibatkan rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, paru, dan
alveolus. Proses bernapas terjadi akibat dari inspirasi dan ekspirasi, yang diakibatkan oleh
kontraksi otot-otot interkostal dan diafragma. Setelah oksigen disalurkan ke paru, akan
berlakulah proses difusi dan transportasi gas tersebut ke kapiler darah seterusnya ke
jaringan dalam tubuh yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Volume dan kapasitas paru
setiap individu akan berbeda dengan individu yang lain, dan hal ini dapat ditentukan
melalui pengukuran kapasitas paru dengan menggunakan spirometri.
1


1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membantu mahasiswa kedokteran dalam
memahami pengetahuan tentang sistem respirasi, mulai dari organ tubuh yang berfungsi
dalam sistem pernafasan baik mikro maupun makro, sistem kerja dan mekanisme
pernafasan, serta pusat pengendalian pernafasan.
Skenario
Seorang mahasiswa laki-laki berusia 20 tahun ikut dengan temannya mendaki
gunung. Ditengah pendakian mahasiswa tersebut merasa sesak dan sulit untuk bernafas
disertai wajahnya membiru. Oleh teman-temannya, dia disuruh beristirahat dan tidak boleh
melanjutkan pendakian lagi. Setelah itu mahasiswa tersebut dibawa kedokter untuk
mendapatkan pengobatan.
Pembahasan
2.1 Struktur Organ Pernafasan
Secara sistematis, sistem pernafasan dibagi menjadi dua, yaitu saluran pernafasan atas
(bagian konduksi) dan saluran pernafasan bawah (bagian respirasi). Bagian konduksi
merupakan bagian yang menyalurkan gas/udara, terbagi atas cavum nasi, faring, laring,
trakea, bronkus, dan bronkiolus terminalis. Lalu, bagian respirasi merupakan bagian paru
yang berhubungan dengan proses pertukaran gas, terbagi atas bronkiolus respiratorius,
duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveolus.
2

3

Saluran Pernafasan Bagian Atas (Bagian Konduksi)
Saluran pernafasan bagian atas ini berfungsi untuk menghangatkan, menyaring, dan
melembabkan udara yang masuk ke dalam tubuh. Organ saluran nafas bagian atas adalah
sebagai berikut:
1. Rongga Hidung (Cavum Nasi)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasi). Rongga
hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Di dalam
vestibulum terdapat epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk beralih menjadi
epitel bertingkat silindris bersilia bersel goblet yang disebut sebagai epitel
respirasi sebelum memasuki fosa nasal.
Rongga hidung terdiri atas tiga regio, yakni vestibulum, penghidu, dan
pernapasan. Vestibulum hidung merupakan sebuah pelebaran yang letaknya tepat
di sebelah dalam nares. Vestibulum ini dilapisi kulit yang mengandung bulu
hidung yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Ke
arah atas dan dorsal vestibulum dibatasi oleh limen nasi, yang sesuai dengan tepi
atas cartilago ala nasi major. Dimulai sepanjang limen nasi ini, kulit yang
melapisi vestibulum dilanjutkan dengan mukosa hidung. Regio penghidu berada
di sebelah cranial, dimulai dari atap rongga hidung meluas sampai setinggi
concha nasalis superior dan bagian septum nasi yang ada dihadapan concha
tersebut. Regio pernapasan adalah bagian rongga hidung selebihnya.

Di dinding
lateral cavum nasi terdapat 3 tonjolan tulang yaitu :
Chonca Nasalis Superior
a. Sebelah cranial dan dorsal terdapat recessus sphenoethmoidalis
yang mengandung muara sinus sphenoidalis.
b. Daerah inferior terdapat meatus nasi superior yang
memperlihatkan sebuah lubang sebagai muara sinus ethmoidalis
posterior.
Choncha Nasalis Medius
a. Agger Nasi berada di ujung atas tepi bebas bagian anterior concha
nasalis medius.
4

b. Bulla Ethmoidalis merupakan pembengkakkan sinus ethmoidalis
dan terdapat muara sinus ethmoidalis medius.
c. Hiatus Semiulnaris merupakan tempat muara sinus maxillaris dan
sinus frontalis dan melalui ductus fronto-nasalis.
Chonca Nasalis Inferior
a. Meatus nasi inferior di caudal dan lateral concha berisi muara
ductus nasolacrimalis.
b. Dinding medial atau septum nasi dibentuk oleh lamina
perpendicularis ossis ethmoidalis, os vomer dan cartilago septi
nasi.
2

Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis terdiri atas frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaris. Sinus
berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada
saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi
mukus, dan memberi efek resonansi dalam produksi wicara.
a. Sinus Frontalis
Letak kedua sinus frontalis di sebuah posterior terhadap arcus superficialis,
antara tabula externa dan tabula interna os frontale. Pendarahan disuplai oleh
cabang-cabang A. opthalmica, yakni A. supraorbitalis, dan A. ethmoidalis anterior.
Darah balik bermuara ke dalam vena anastomotik pada incisura supraorbitalis yang
menghubungkan vena-vena supraorbitalis dan opthalmica superior. Persarafannya
disuplai oleh N. supraorbitalis.

b. Sinus Ethmoidalis
Tersusun sebagai rongga-rongga kecil tak beraturan, sehingga disebut juga
cellulae ethmoidales. Rongga-rongga kecil ini berdinding tipis di dalam labirin ossis
ethmoidalis, disempurnakan oleh tulang-tulang frontale, maxilla, lacrimale,
sphenoidale, dan palatinum. Pendarahan disuplai oleh Aa. ethmoidales anterior dan
posterior serta A. sphenopalatina. Pembuluh baliknya lewat vena-vena yang senama
dengan arteri. Persarafannya oleh, Nn. Ethmoidales anterior dan posterior serta
cabang orbital ganglion pterygopalatinum.

5

c. Sinus Sphenoidalis
Kedua sinus ini terletak di sebelah posterior terhadap bagian atas rongga
hidung, di dalam corpus ossis sphenoidalis, bermuara ke dalam recessus spheno-
ethmoidalis. Pendarahan disuplai oleh A. ethmoidalis posterior dan cabang
pharyngeal A. maxillaries interna. Persarafannya oleh N. ethmoidalis posterior dan
cabang orbital ganglion pterygopalatinum.

d. Sinus Maxillaris
Sebagian besar sinus ini menempati tulang maxilla. Berbentuk pyramid,
berbatasan dengan dinding lateral rongga hidung. Puncaknya meluas ke dalam
processus zygomaticus ossis maxillae. Atap berbatasan dengan dasar orbita,
sedangkan lantai berbatasan dengan processus alveolaris ossis maxillae. Pendarahan
disuplai oleh A. facialis, A. palatine major, A. infraorbitalis yang merupakan lanjutan
A. maxillaries interna dan Aa. alveolaris superior anterior dan posterior cabang A.
maxillaris interna. Persarafannya oleh N. infraorbitalis dan Nn. Alveolaris superior
anterior, medius dan posterior.
3

Epitel yang membatasi sinus-sinus paranasal merupakan lanjutan dari epitel
hidung yaitu jenis epitel bertingkat torak bersilia yang lebih tipis yang mengandung
sedikit sel goblet.
4



Gambar 1. Cavum Nasi




6

2. Faring
Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang terbentang dari
bagian dasar tulang tengkorak sampai esophagus. Faring terbagi menjadi
nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
Nasofaring
Merupakan bagian posterior rongga nasal yang membuka
ke arah rongga nasal melalui melalui dua naris internal (koana).
Dua tuba eustachius menghubungkan nasofaring dengan telinga
tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada
kedua sisi gendang telinga. Amandel faring adalah penumpukan
jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal. Pembesaran
adenoid dapat menghambat aliran udara. Nasofaring ini tersusun
atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.
Orofaring
Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak
muskular, suatu perpanjangan palatum keras tulang. Uvula adalah
prosessus kerucut kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah
tepi bawah palatum lunak. Amandel palatinum terletak pada kedua
sisi orofaring posterior. Orofaring disusun oleh epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk.
Laringofaring
Laringofaring mengelilingi mulut esophagus dan laring,
yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik, selanjutnya
laringofaring disusun oleh epitel bervariasi dan sebagian besar
epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
5


Gambar 2. Faring
7

3. Laring
Laring (kotak suara) dihubungkan faring dengan trakea. Laring adalah
tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh kartilago, tiga
berpasangan dan tiga tidak berpasangan.
a. Kartilago tidak berpasangan
Kartilago Tiroid
Terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya
berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat
hormon yang di sekresi saat pubertas.
Kartilago Krikoid
Merupakan cincin anterior yang yang lebih kecil dan lebih
tebal, terletak di bawah kartilago tiroid.
Epiglotis
Merupakan katup kartilago elastic yang melekat pada
tepian anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglotis secara
otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya
makanan dan cairan.
b. Kartilago berpasangan
Kartilago Aritenoid
Terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid.
Kartilago ini melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan
berpasangan dari epithelium squamosa bertingkat.
Kartilago Kornikulata
Melekat pada bagian ujung kartilago aritenoid.
Kartilago Kuneiform
Berupa batang-batang kecil yang membantu menopang
jaringan lunak.
Pada laring, terdapat dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring
tersebut yaitu pasangan bagian atas yang disebut lipatan ventrikular (pita suara
palsu), tidak berfungsi pada produksi suara, dan lipatan vocalis yang
merupakan pita suara sejati. Pita suara sejati melekat pada tulang rawan
thyroid dan kartilago cricoid, serta aritenoid. Pembuka diantara pita ini adalah
glotis. Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot
8

laring, dan glotis membentuk triangular. Saat menelan, pita suara teraduksi
(tertarik menutup) dan glotis membentuk celah sempit. Dengan demikian,
kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat
ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara. Di dalam lamina
propia terdapat sejumlah tulang rawan laryngeal. Seluruh permukaan
laryngeal dilapisi oleh epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.
Permukaan lingual dilapisi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
3,4


Gambar 3. Laring

4. Trakea
Trakea atau pipa udara adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm
dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esophagus. Tuba ini
terbentang dari laring pada area vertebra servikal keenam sampai area vertebra
toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama yaitu bronchus
principalis dexter dan bronchus principalis sinister.

Di dalam trakea terdapat lamina propia, berfungsi menjaga agar lumen
trakea tetap terbuka. Bagain trakea yang mengandung tulang rawan disebut pars
kartilagenia sedangkan mengandung otot polos disebut pars membranasea.
Trakea dilapisi oleh suatu membran mukosa yang terdiri dari epitel bertingkat
torak bersilia yang banyak mengandung sel goblet.
5
9


Gambar 4.Trakea
5. Bronkus
Merupakan cabang batang trakea yang jumlahnya dua, yang satu menuju
ke paru-paru kiri dan yang satu menuju ke paru-paru kanan. Bronkus kanan lebih
lebar, pendek, dan lebih vertikal dari bronkus kiri. Setiap bronkus berukuran
sekitar setengah dari diameter trakea dan terdiri dari kartilago yang sama, hanya
dengan skala lebih kecil, yang dihubungkan dengan jaringan fibrosa. Dindingnya
dilapisi hanya sedikit otot polos dan dilapisi epitel bersilia yang mengandung
kelenjar mukosa dan serosa. Struktur bronkus sama dengan trakea, hanya
dindingnya lebih halus, kedudukan bronkus kiri lebih mendatar dibandingkan
bronkus kanan sehingga bronkus kanan lebih mudah terserang penyakit.

Gambar 5. Bronkus
10

6. Bronkiolus Terminalis
Cabang utama bronkus kanan dan kiri kemudian bercabang menjadi
bronkus lobaris, yang kemudian bercabang menjadi bronkus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang diameternya lebih kecil
sampai akhirnya bercabang menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkiolus terminalis
memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin
tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara kebawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut
sebagai penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar
udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Bronkiolus terminalis merupakan
bagian akhir dari saluran pernapasan pada manusia. Setelah bronkiolus terminalis
adalah bronkiolus respiratorius (bagian respiratorius) yang sudah mengandung
alveolus sehingga mampu mengadakan pertukaran udara. Bronkiolus terminalis
berepitel selapis slindris bersilia atau selapis kuboid. Epitel bronkioulus terminalis
mengandung sel clara. Sel-sel ini tidak memiliki silia, pada bagian apikalnya
terdapat kelenjar sekretorik.

Gambar 6. Bronkiolus Terminalis



11

Saluran Pernafasan Bagian Bawah (Bagian Respirasi)
Bagian yang berhubungan dengan proses pertukaran gas, yang menghantarkan udara
yang masuk dari saluran bagian atas hingga ke alveoli. Organ saluran nafas bagian bawah
adalah sebagai berikut:
1. Bronkiolus respiratorius
Bronkiolus respiratorius merupakan bagian awal tempat proses pertukaran
udara di paru-paru. Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik
dengan yang ada pada bronkiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi
banyak alveolus (tempat terjadinya pertukaran gas).

Bagian dari bronkiolus
respiratorius dilapis epitel kuboid bersilia dan sel clara. Makin ke distal, makin
banyak alveolusnya, dan jarak diantaranya makin kecil. Bronkiolus respiratorius
yang lebih besar dilapisi oleh epitel kubis bersilia yang akan menjadi epitel selapis
kubis pada saluran yang lebih kecil dan dilanjutkan dengan epitel selapis gepeng
yang membatasi alveolus pada muara alveolus.
5

Gambar 7. Bronkiolus Respiratorius

2. Duktus Alveolaris
Duktus alveolaris merupakan sebuah saluran yang dikelilingi oleh sakus
alveolaris. Pada duktus alveolaris terdapat atrium, yang menghubungkan beberapa
sakus alveolaris. Duktus alveolaris mempunyai epitel selapis gepeng.
3,4

12


Gambar 8. Duktus Alveolaris

3. Sakus alveolaris
Merupakan sebuah kantong yang dibentuk oleh beberapa alveoli. Terdapat
banyak serat elastin dan retikulin yang melingkari muaranya, dan sudah tidak
ditemukan lagi otot polos.

Gambar 9. Sakus Alveolaris

4. Alveolus
Alveolus adalah penonjolan (evaginasi) mirip kantung. Alveoli adalah
bagian terminal dari percabangan bronkus. Secara struktural, alveolus menyerupai
kantung kecil yang terbuka pada satu sisinya. Di dalam struktur mirip mangkuk
ini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Struktur
dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan memperlancar difusi antara
lingkungan luar dan dalam.

Umumnya setiap dinding terletak diantara 2 alveolus bersebelahan disebut
dinding interalveolus. Satu septum terdiri dari 2 lapis epitel gepeng tipis, kapiler,
fibroblast, serat elastin dan reticular, makrofag. Terdapat 2 sel alveolar. Sel tipe I
13

disebut juga sel alveolus gepeng, adalah sel yang sangat tipis yang melapisi
permukaan alveolus. Sel tipe I merupakan 97% dari permukaan alveolus. Fungsi
utama sel ini adalah mengadakan sawar agar mudah dilalui gas (untuk pertukaran
gas).

Sel alveolar tipe II disebut juga sel alveolar besar atau sel septal. Ditemukan
terselip diantara sel alveolar tipe I. Sel tipe II berbentuk agak kuboid dan biasanya
berkelompok 2 atau 3 sepanjang permukaan alveolus. Sel ini mensekresi surfaktan
pulmoner, yang fungsinya untuk menurunkan tegangan permukaan alveolar.
3,4

Gambar 10. Alveolus
2.2 Otot-otot Pernapasan
Selain sebagai pembentuk dinding dada, otot skelet juga berfungsi sebagai otot
pernapasan. Menurut kegunaannya, otot-otot pernapasan dibedakan menjadi otot untuk
inspirasi, mencakup otot inspirasi utama dan tambahan, serta otot ekspirasi tambahan.
6

1. Otot-otot Inspirasi
Otot inspirasi utama yaitu m.intercostalis eksterna dan otot diafragma.
Pembesaran rongga dada kira-kira 75% oleh diafragma. Dan 15% oleh
m.intercostalis ekstrenus. Bila m.intercostalis ekstrenus kontraksi maka iga-
iga akan terangkat ke atas lateral, sternum bergerak ke anterior atas, dan
meningkatkan diameter antero posterior dada sekitar 25%. Otot inspirasi
tambahan yang sering juga disebut otot bantu nafas, yait
m.sternokleiodomastoideus, m.scalenus anterior, scalenus medius, dan
scalenus posterior.
6
2. Otot-otot Ekspirasi
Saat bernafas biasa untuk ekpirasi tidak diperlukan kegiatan otot,
cukup daya elastis paru saja udara di dalam paru akan keluar saat ekpirasi.
Namun, ketika ada serangan asma, sering diperlukan active breathing dalam
14

keadaan ini, untuk ekpirasi diperlukan kontribusi kerja otot-otot berikut
m.interkostalis interna, m.rektus abdominis, m.oblikus abdominis eksternus.

M.scalenus dan sternokleidomastoideus di dalam leher membantu
mengangkat sangkar thorax selama pernapasan sulit yang dalam. Kontraksi
dinding abdomen anterior juga membantu ekspirasi dengan menarik sangkar
iga ke bawah dalam dan dengan meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang
mendorong diafragma ke atas. Otot-otot untuk ekspirasi juga berperan
mengatur pernapasan saat bebricara, batuk, bersin, mengedan saat buang air
besar dan saat bersalin.
6

Gambar 11. Otot-Otot Pernapasan.
LOKASI INSPIRASI EKSPIRASI
Diafragma Kontraksi (tampak
datar)
Relaksasi (melengkung ke
atas)
Costae Bergerak ke atas ke luar Bergerak kebawah dan
kedalam
Tulang dada Bergerak ke luar Bergerak ke dalam
Rongga dada Membesar Mengecil
Paru-paru Mengembang Mengempis



15

2.3 Mekanisme Pernapasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut
tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu
pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi
antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah
pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya
udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan
tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan
masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
7
Pertukaran Oksigen dengan Karbondioksida
Pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida terjadi melalui proses difusi.
Difusi adalah proses masuknya molekul gas ke dalam cairan. Proses tersebut terjadi di
alveolus dan di sel jaringan tubuh. Proses difusi berlangsung sederhana, yaitu hanya dengan
gerakan molekul-molekul secara bebas melalui membran sel dari konsentrasi tinggi atau
tekanan tinggi ke konsentrasi rendah atau tekanan rendah.
Oksigen masuk ke dalam tubuh melalui inspirasi dari rongga hidung sampai alveolus.
Di alveolus oksigen mengalami difusi ke kapiler arteri paru-paru. Masuknya oksigen dari
luar (lingkungan) menyebabkan tekanan parsial oksigen (P02) di alveolus lebih tinggi
dibandingkan dengan P02 di kapiler arteri paru-paru. Karena proses difusi selalu terjadi dari
daerah yang bertekanan parsial tinggi ke daerah yang bertekanan parsial rendah, oksigen akan
bergerak dari alveolus menuju kapiler arteri paru-paru. Oksigen di kapiler arteri diikat oleh
eritrosit yang mengandung hemoglobin sampai menjadi jenuh (tidak apat mengikat kembali).
Makin tinggi tekanan parsial oksigen di alveolus, semakin banyak oksigen yang terikat oleh
hemoglobin dalam darah. Hemoglobin terdiri dari empat sub unit, setiap sub unit terdiri dari
bagian yang disebut heme. Di setiap pusat heme terdapat unsur besi yang dapat berikatan
dengan oksigen, sehingga setiap molekul hemoglobin dapat membawa empat molekul oksigen
berbentuk oksihemoglobin. Reaksi antara hemoglobin dan oksigen berlangsung secara
reversibel (bolak-balik) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, pH, konsentrasi
oksigen, dan karbon dioksida, serta tekanan parsial.
Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke jaringan tubuh yang kemudian akan
berdifusi masuk ke sel-sel tubuh untuk digunakan dalam proses respirasi. Proses difusi ini
16

terjadi karena tekanan parsial oksigen pada kapiler tidak sama dengan tekanan parsial
oksigen di sel-sel tubuh.
Di dalam sel-sel tubuh atau jaringan tubuh, oksigen digunakan untuk proses respirasi
di dalam sel mitokondria. Semakin banyak oksigen yang digunakan oleh sel-sel tubuh,
semakin banyak karbondioksida yang terbentuk dari proses respirasi. Hal tersebut
menyebabkan tekanan parsial karbondioksida atau (PCO2) dalam sel-sel tubuh lebih tinggi
dibandingkan PCO2 dalam kapiler vena sel-sel tubuh. Oleh karenanya karbondioksida dapat
berdifusi dari sel-sel tubuh ke dalam kapiler vena sel-sel tubuh yang kemudian akan dibawa
oleh eritrosit menuju ke paru-paru. Di paru-paru terjadi difusi CO2 dari kapiler vena menuju
alveolus. Proses tersebut terjadi karena tekanan parsial CO2 pada kapiler vena lebih tinggi
daripada tekanan parsial CO2 dalam alveolus.
Karbondioksida dalam eritrosit akan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat.
Akibat terbentuknya asam karbonat, pH darah menjadi asam, yaitu sekitar 4,5. Darah yang
bersifat asam dapat melepaskan banyak oksigen ke dalam sel-sel tubuh atau jaringan tubuh
yang memerlukannya.
7


Volume dan Kapasitas Paru-paru
1. Volume Tidal (TV)
Volume alun nafas, udara yang keluar masuk paru pada pernafasan tenang.
(500 cc)

2. Volume cadangan inspirasi ( IRV)
Volume udara maksimal yang dapat masuk ke paru-paru sesudah
inspirasi biasa.(1500 cc)

3. Volume cadangan ekspirasi (ERV)
Jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru sesudah
ekspirasi biasa.(1500 cc)

4. Volume residu (RV)
Udara yang masih tersisa dalam paru sesudah ekspirasi
maksimal.(1500 cc)
5. Kapasitas inspirasi (IC)
IC = TV + IRV (2000 cc)
6. Kapasitas residu fungsional (FRC)
FRC = ERV + RV(3000 cc)
7. Kapasitas Vital ( VC)
VC = IRV+TV+ERV(3500 cc)
17

8. Kapasitas paru total (TLC)
TLC = VC + RV (5000 cc)


Gambar 12. Volume dan Kapasitas Paru.
Perubahan Tekanan Pada Saat Pernafasan
Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses
ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari
paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intrapulmonal, pada saat
inspirasi tekanan intrapulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari
atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan
intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari
paru-paru.
Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume
thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi
kontraksi dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma) sehingga
terjadi elevasi dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax
(rongga dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan
intrapulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.
Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam
(menarik nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan inspirasi,
yaitu muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum
thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka
terjadilah ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan
18

nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis
internus dan muskulus abdominis.
Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat
pernafasan (medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron
inspirasi dan ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi
pada neuron-neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga
terjadilah peristiwa inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area
ekspirasi ini terdapat pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan
irama pernafasan berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi).
8


2.4 Pusat Pengendalian Pernafasan
Pusat pengaturan pernafasan adalah medulla oblongata dan pons. Respirasi normal
antara 1215 kali per menit. Pada kondisi tertentu frekuensi respirasi dapat meningkat atau
menurun bergantung kondisi. Yang menaikkan atau menurunkan kecepatan respirasi adalah
medulla oblongata dan pons.
Pusat pernapasan terdiri dari 3 bagian:
1. Pusat Respirasi
2. Pusat Apneustik
3. Pusat Pneumotaksik

1. Pusat Respirasi
Pusat respirasi kerjanya tidak sadar dan berada di formatio retikularis. Pusat
respirasi terdiri dari 2 kelompok neuron yaitu kelompok dorsal ( Dorsal repiratory group=
DRG) dan kelompok ventral (Ventral respiratory group = VRG). Kelompok dorsal terdiri
dari neuron I yang fungsinya untuk mengaktifkan otot-otot inspirasi tenang. Kelompok
ventral terdiri dari neuron I dan neuron E yang menyebabkan terjadinya inspirasi dan
ekspirasi kuat.
2. Pusat Apneustik
Pusat apneustik kerjanya sadar dan berada di pons bawah. Pusat apneustik memiliki
fungsi untuk memperkuat inspirasi I dorsal dan I ventral.
3. Pusat Pneumotaksik
19

Pusat pneumotaksik berada di pons atas dan memiliki fungsi untuk menahan
inspirasi dari pusat apneustik. Tidak mungkin inspirasi selalu kuat jadi ditahannya dengan
pusat pneumotaksik.
6


2.5 Saturasi dan Disosiasi Hb
Oksigen merupakan komponen yang sangat penting dalam proses metabolisme.
Manusia mendapatkan oksigen melalui gas yang dihirup dari udara bebas. Gas dapat bergerak
dari satu tempat ke tempat lain dengan difusi. Gerakan tersebut disebabkan oleh perbedaan
tekanan dari tempat satu ketempat lain. Gas dari udara bebas masuk ke dalam alveolus karena
adanya perbedaan tekanan antara udara bebas dan alveolus. Lalu oksigen berdifusi dari
alveolar ke dalam darah kapiler paru karena adanya perbedaan tekanan, yaitu tekanan
oksigen di dalam alveolus lebih besar daripada tekanan oksigen didalam kapiler darah paru.
Kemudian kapiler darah paru ditransport melalui sirkulasi ke jaringan perifer. Di
sana, PO2 darah arteri lebih tinggi daripada PO2 sel dan menyebabkan oksigen dari dalam
darah kapiler berdifusi ke sel melalui cairan intersitiel. Sebagian besar oksigen ditransport
dari alveolus menuju jaringan perifer dalam bentuk berikatan dengan hemoglobin.
Persentase hemoglobin yang membawa oksigen tergantung pada beberapa faktor.
Namun faktor yang paling penting adalah tekanan parsial oksigen (PO2). Terdapat hubungan
langsung, namun tidak linier antara saturasi oksigen dan tekanan parsial oksigen. Hubungan
ini digambarkan dalam kurva dissosiasi oksihemoglobin. Kurva disosiasi oksihemoglobin
memiliki dampak fisiologis yang sangat berarti. Kurva ini menunjukkan sistem kompensasi
tubuh yang sangat besar dalam berupaya untuk menyediakan saturasi oksigen yang cukup
sehingga mampu memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Tekanan parsial oksigen dimana saturasi hemoglobin 50 % adalah sebesar 26.6
mmHg pada orang sehat, dikenal dengan P50. P50 adalah perkiraan konvensional afinitas
hemoglobin terhadap oksigen. Adanya penyakit tertentu yang mengubah afinitas hemoglobin
dan mengubah kurva bergerak ke kiri atau kanan maka juga akan mengubah P50.
Peningkatan P50 menandakan kurva bergerak ke kanan yang berarti diperlukan tekanan
parsial yang besar untuk mempertahankan saturasi oksigen sebesar 50%. Ini menandakan
penurunan afinitas. Begitu juga sebaliknya. Faktor-faktor yang Menggeser Kurva Disosiasi
Oksigen-Hemoglobin Efektifitas ikatan hemoglobin dan oksigen dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor ini juga yang kemudian mengubah kurva disosiasi. Pergeseran kurva ke
kanan disebabkan oleh peningkatan suhu, peningkatan 2,3-DPG, peningkatan PCO2, atau
penurunan pH. Untuk kondisi sebaliknya, kurva bergeser ke kiri. Pergeseran kurva ke kanan
20

menyebabkan penurunan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Sehingga hemoglobin sulit
berikatan dengan oksigen (memerlukan tekanan parsial yang tinggi bagi hemoglobin untuk
mengikat oksigen). Pergeseran kurva ke kiri dan peningkatan afinitas tampak memberikan
manfaat bagi pasien karena hemoglobin dapat mengikat oksigen lebih mudah. Bagaimanapun,
hemoglobin telah tersaturasi 97 % dengan afinitas yang normal, sehingga tidak terdapat
penambahan oksigen yang cukup bermakna dengan adanya pergeseran kurva ke kiri. Bahkan,
peningkatan afinitas Hb-O ini dapat mengganggu pelepasan oksigen ke dalam jaringan dan
pada umumnya menimbulkan dampak yang merugikan.
8


2.6 Keseimbangan Asam dan Basa
Ph darah arteri normal adalah kurang lebih 7,40 atau di antara 7,38 7.40. proses
perubahan ph ada dua macam, yaitu proses perubahan yang bersifat metabolik, karena
perubahan konsentrasi ion nikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme. Dan proses
perubahan yang bersifat respiratorik, karena perubahan tekanan parsial CO
2
disebabkan
gangguan respirasi. Perubahan pCO
2
akan menyebabkan perubahan pH darah. PH darah akan
turun atau yang disebut asidosis jika pCO
2
naik (asidosis respiratorik primer) atau jika HCO
3
-
turun (asidosis metabolik primer). PH darah akan naik atau yang disebut alkalosis jika pCO
2

turun (alkalosis respiratorik primer) atau jika HCO
3
-
naik (alkalosis metabolik primer)
(respirologi).
9
Proses asidosis respiratorik terjadi jika terdapat akumulasi CO
2
sehingga terjadi
peningkatan pCO
2
. Karena pCO
2
naik, pH darah akan turun. Pada proses asidosis yang baru
saja terjadi, setiap perubahan pCO
2
sebesar 10 mmHg akan menurunkan pH darah sebesar
0,08 unit, sedangkan pada proses asidosis yang telah lama terjadi dan telah terdapat hasil
upaya ginjal untuk mengompensasi, perubahan pCO
2
sebesar 10 mmHg hanya menurunkan
pH darah sebesar 0,03 unit. Sebaliknya pada alkalosis respiratorik, menurunnya pCO
2
akan
meningkatkan pH darah, setiap perubahan sebesar 10 mmHg akan terjadi perubahan darah
sebesar 0,08 unit pada proses akut dan 0,3 unit pada proses kronik.
9
Pada asidosis metabolik, konsentrasi HCO3- akan turun. Pada keadaan ini dibedakan
apakah terdapat peningkatan anion gap atau tidak. Anion gap adalah perbedaan antara umlah
muatan ion positif pada Na+ dan jumlah muatan ion negatif pada Cl- dan HCO3-. Anion
HCO3- turun karena kehadiran anion lain. Karena anion HCO3- turun, akan terdapat
peningkatan harga anion gap atau anion gap melampaui angka normal. Sedangkan pada
alkalosis metabolik,terjadinya peningkatan anion HCO
3
-
. Kejadian ini diakibatkan oleh
21

hilangnya ion H
+
. Sebagai upaya kompensasi, paru akan berusaha menciptakan keadaan
hipoventilasi sehingga CO
2
tertimbun dan pCO
2
naik, dengan demikian pH akan naik
kembali.
9

Penutup
3.1 Kesimpulan
Sitem pernapasan pada manusia melibatkan berbagai macam struktur sistem repirasi
dari rongga hidung hingga bagian terkecil yakni alveolus, fungsi pernapasan secara garis
besar adalah sebagai proses pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi dalam
beberapa mekanisme. Mekanisme pernapasan dan struktur pernapasan turut mempengaruhi
sistem pernapasan. Apabila terjadi gangguan dalam mekanisme pernapasan ataupun kelainan
pada struktur pernapasan dapat menyebabkan gangguan pula pada sistem pernapasan

Daftar Pustaka
1. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Edisi pertama. Jakarta: EGC; 2004.
h.266-74.
2. Gunardi Santoso. Anatomi sistem pernapasan. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2007. h.2-13.
3. Sloane E. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC; 2003. h.266-8.
4. Eroschenko V. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Edisi ke-9. Jakarta:
EGC; 2005. h.231-45.
5. Veldman J. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004. h.266-9.
6. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta: EGC; 2007. h.9-17.
7. Ganong. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke 22. Jakarta: EGC; 2008. h.611-94.
8. Sherwood Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2011. h.411, 431-5.
9. Butler, Shier, Lewis. Human Anatomy and Physiology: List of Clinical Application.
9
th
edition. New York: Hill Companies; 2002. h.487-93.

Anda mungkin juga menyukai