Anda di halaman 1dari 29

TUGAS REFERAT

ILEUS OBSTRUKTIF

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik
Stase Ilmu Bedah
RSUD Kebumen





Disusun Oleh :
Fahlian Wisnu Al maarif
08711074

Dokter Pembimbing :
dr. Adi Purnomo, Sp. B


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Istilah ileus dapat dipakai dalam keadaan obstruksi mekanik atau paralitik.
leusadynamic/paralitik terjadi ketika gerakan usus menghilang akibat adanya
hambatan dari neuromuscular dimana dapat kita temukan pada saat 1-4 hari pasca
operasi abdomen/laparotomi. Pemulihan dari gerakan usus halus dapat terjadi
dalam 24 jam, tetapi kolon dapat tetap dalam keadaan inersia selama 3-5 hari.
Ileus spastic terjadi karena hiperaktifitas usus yang tidak terkoordinasi yang
biasanya disebabkan oleh keracunan logam berat, porfiria dan dalam keadaan
uremia.
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus
obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus
paralitik sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan
operatif.
Merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai 60-
70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki
mortalitas tinggi jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
(Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000
menderitaileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059
kasus ileusparalitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024
pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Departemen Kesehatan Indonesia).
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan
darurat,dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal
dan diagnosis yang tepat. Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini
menempati urutan pertama. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab
dari Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada
tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan usus,
kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.
Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar.
Keduanya memiliki cara penanganan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda
pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan
vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian,
sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan
menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian.
Obstruksi usus besar sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan
anatomic seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan
obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali
operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena
diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan letak anatominya. Pada
kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi
kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang
menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada
obstruksi usus halus.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. ILEUS
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya
makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
terutama dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus
paralitik (Hamami, 2003).
2.1Ileus Paralitik
2.1.2 Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya
(Sjamsuhidajat, 2003). Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus
melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat
mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Ileus paralitik merupakan kondisi
dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic usus tanpa adanya
obstruksi mekanik. (Badash, 2005)
Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai
saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot,
gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson (Sjamsuhidajat, 2003)
2.1.3Etiologi
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,
dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama
kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon
(48-72 jam). (Badash, 2005).
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal
untukmengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi
menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah
keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan
konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali
normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus
yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal
dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah
pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang
lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan
ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi
paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan,
ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di
rumah sakit (Badash, 2005).
Beberapa penyebab terjadinya ileus:
Trauma abdomen
Pembedahan perut (laparatomy)
Serum elektrolit abnormalitas
Hipokalemia
Hiponatremia
Hipomagnesemia
Hipermagnesemia
Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)

1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul)
3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum
Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic
2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung
norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang
kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal (Badash, 2005).
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik
akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada
traktusgastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi
serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik,
ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide
intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi
hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang
belakang. (Nobie, 2003)
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator
inflamasi yang juga mempromosikan perkembangan ileus.
2.1.5Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus
dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan
propulsi.
Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi
otot polos usus.
2.1.6Manifestasi Klinik
Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus
yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik
yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan
usus akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5
hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan
keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai
keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi
timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar
sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada
perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas
negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.
2.1.7Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent
abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen
didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.
2.1.8Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa
BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.
2.1.9Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien
yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup defence muscular involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
Perkusi
Hipertimpani
Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi
2.1.10Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa
penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah,
kadar elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat
membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan
distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa
suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga).
Apabiladengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat
dilakukan foto abdomen dengan mempergunakan kontras.
2.1.11Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa
dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat (Sjamsuhidajat, 2003)
Prognosis biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai
oleh kolonoskopi berulang (Levine, 1992). Beberapa obat-obatan jenis penyekat
simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya
tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila
perlu dipasang juga rectal tube).
Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral
hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian
nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid
bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik
pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik
karena obat-obatan. (Sjamsuhidajat, 2003)
1. Konservatif
Penderita dirawat di rumah sakit.
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
Analgesik apabila nyeri.
Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi
melalui laparotomi.
Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
Reseksi usus dengan anastomosis
Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

GAMBARAN RADIOLOGI ILEUS PARALITIK







2.1.12 Diagnosis Banding
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan
Masalah umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai
sindrom Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.
Pseudo-obstruction (Pseudo-obstruksi)
Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan
distensii dari usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak
adanya gangguan mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan
ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang
berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja, sedangkan ileus
melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam klasik
pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di tempat
tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma.
Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat
berkontribusi untuk kondisi ini.Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga
diamati pada pasien dengan penyakit kolagen-vaskular, miopati viseral, atau
neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik dari
usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik
yang berpindah dan bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai
obstruksi usus kecil.
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa
sakit, namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari
foto polos abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus
proksimal yang membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan
pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi mekanik.
Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube,
koreksi ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat
motilitas usus. Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi
pseudo-obstruksi. Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan
perbaikan pseudo-obstruksi dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari
neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit dengan pengawasan
jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin harus
diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan
jalan terakhir.

Obstruksi Mekanik
Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia,
intususepsi , benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut
berat yang paroksismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan
dengan kram perut. Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltik dapat
divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada tinggi, denting
suara bersamaan dengan aliran peristaltic.
Jika obstruksi total, pasien mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah
mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup ileocecal kompeten dalam
mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien mengalami
strangulasi dan perforasi.


Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan
obstruksi mekanis.
Ileus Pseudo-obstruksi Mekanikal Obstruksi
Gejala Sakit perut, kembung,
mual, muntah,
konstipasi
Nyeri kram perut,
konstipasi,
obstipasi, mual,
muntah, anoreksia
Nyeri kram perut,
konstipasi, obstipasi,
mual, muntah, anoreksia
Temuan
Pemeriksaan
Fisik
Silent abdomen,
kembung, timpani
Borborygmi,
timpani,
gelombang
peristaltik, bising
usus hiperaktif atau
hipoaktif, distensi,
nyeri terlokalisasi
Borborygmi, timpani,
gelombang peristaltik,
bising usus hiperaktif
ayau hipoaktif, distensi,
nyeri terlokalisasi
Gambaran
Radiografi
dilatasi usus kecil dan
besar, diafragma
meninggi
dilatasi usus besar
yang terlokalisir,
diafragma
meninggi
Bow-shaped loops in
ladder pattern,
berkurangnya gas kolon
di distal, diafragma agak
tinggi, air fluid level.

Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri.
Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan
berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu
dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk membuang
jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka
prognosis menjadi lebih baik.




3.1 Ileus Mekanik (Ileus Obstruktif)
3.1.2 Definisi
Ileus adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi
lumen usus atau gangguan peristalsis usus. Secara garis besar dibagi menjadi dua
yaitu Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik. Ileus yang disebabkan oleh obstruksi
disebut juga ileus mekanik, dan memiliki angka kejadian tersering.

3.1.3 Klasifikasi
Lokasi Obstruksi
Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
Letak Tengah : Ileum Terminal
Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Stadium
Parsial : menyumbat lumen sebagian
Simple/Komplit: menyumbat lumen total
Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa

Etiologi
i. Penyempitan lumen usus
Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
ii. Adhesi
iii. Invaginasi
iv. Volvulus
v. Malformasi Usus

Gambar 2.3 Bermacam penyebab ileus obstruktif. (Hamami,2003)


Patofisiologi
Pada ileus obstruksi, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan
vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan
udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian
usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi
membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi udema dan kongesti.
Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan
kematian. (Purnawan, 2009)
Pada obstruksi strangulata, kematian jaringan usus umumnya dihubungkan
dengan hernia inkarserata, volvulus, intussusepsi, dan oklusi vaskuler.
Strangulasibiasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh
oklusi arteri, menyebabkan iskemia yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi
udema dan nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis.
Nyeri (Kolik)
Obstruksi usus halus : nyeri dirasakan disekitar umbilikus
Obstruksi kolon : nyeri dirasakan disekitar suprapubik.
Muntah
Stenosis Pilorus : Encer dan asam
Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
Obstruksi kolon : onset muntah lama.
Perut Kembung (distensi)
Konstipasi
Tidak ada defekasi
Tidak ada flatus
Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan :
Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti :
Takikardia, pireksia (demam), Rebound tenderness, nyeri lokal, hilangnya
suara usus local. Untuk mengetahui secara pasti hanya dengan laparotomi.

Adanya obstruksi ditandai dengan :
Inspeksi
Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio
inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada
Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat
dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya.
Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut
bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.

Perkusi
Hipertimpani
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia.
Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang
normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi
pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi
non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain
itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda tanda shock, dehidrasi dan ketosis.


Radiologik
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran step ladder dan air fluid
level pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi.
Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus
halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Foto Polos Abdomen
Dapat ditemukan gambaran step ladder dan air fluid level terutama pada
obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi
stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya mucosa
yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Pelebaran udara usus halus atau
usus besar dengan gambaran anak tangga dan air-fluid level. Penggunaan kontras
dikontraindikasikan jika adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan
untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.









Gambar 2.4 Radiolagi dari Ileus obstruktif (American Gastroenterological
Association, 2003)





Diagnosis banding
Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:
1. Carcinoid gastrointestinal.
2. Penyakit Crohn.
3. Intussuscepsi pada anak.
4. Divertikulum Meckel.
5. Ileus meconium.
6. Volvulus.
7. Infark Myocardial Akut.
8. Malignansi, Tumor Ovarium.
9. TBC Usus.

Penatalaksanaan
Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan harus dihilangkan segera
setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu
pembedahan meliputi tatalaksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit
dan dekompresi pipa lambung. Tindakan bedah dilakukan apabila terdapat
strangulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata dan tidak ada perbaikan pada
pengobatan konservatif. (Purnawan,2009)
1. Persiapan penderita
Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan diagnosa
obstruksi ileus secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita yang
baik, obstruksinya berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita
meliputi :
Balance Penderita dirawat di rumah sakit.
Penderita dipuasakan
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung cairan.
2. Operatif
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat
obstruksinya maupun kondisi sebelum sakit.
Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus
yang ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya
adalah 1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian
tersebut 31%.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan
pada obstruksi ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulate dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
3. Pasca Operasi
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi
usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan
yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh
karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat
diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal,
walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah
berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama sekali
belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare
pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta
menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan
pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi
strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 - 7
hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah toksinemia dan
sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca bedah.
Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur
kuman sangatlah penting. (Purnawan, 2009)
Komplikasi
Nekrosis usus
Perforasi usus
Sepsis
Syok-dehidrasi
Abses
Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
Pneumonia aspirasi dari proses muntah
Gangguan elektrolit
Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan
operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan
atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas
sampai sekitar 35% atau 40%.3 Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
dilakukan dengan cepat
4.1 Ileus Vaskuler
Etiologi
Terjadi akibat adanya sumbatan pada cabang-cabang arteri vena
mesentrika superior, arteri vena mesentrika inferior oleh thrombus dan embolus
sehingga terjadi : gangrenhekrosenekroseisperforasicepat terjadi
toksemia. Terjadinya ileus vaskuler juga dihubungkan dengan penderita infark
miokard dan atrium fibrilasi.
Komplikasi
1. Trombus yang hebatvasa yang tersumbat pecahperdarahan
2. Keluarnya lendir, darah per anus

Penanganan
1. Tidak ada tindakan konservatif (karena terjadinya lambat maka diagnose
ditegakkan setelah muncul gejala hebat)
2. Tindakan operatif : Dilakukan laparotomi, bila ada perdarahan diatasi dengan
reseksi segmen usus dengan mesentriumnya lalu dilakukan end to end
anastomose.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ileus dibedakan menjadi beberapa macam, ileus obstruktif, ileus paralitik
dan ileus vaskuler, Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada
usus besar. Penyebab terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi,
kemudian diikuti Hernia, keganasan, dan Volvulus.
Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu
nyeri abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada
pemeriksaan fisik akan ditemukan takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri
lokal pada perut, dan distensi perut. Salah satu pemeriksaan penunjang pada illeus
adalah pemeriksaan radiologi, gambaran radiologi berupa pengumpulan gas dalam
lumen usus yang melebar (dilatasi) dinding usus menebal membentuk gambaran
heering bone appearance dan terdapat gambaran Air fluid level.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri,
bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih
baik. Prognosis ileus baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.








DAFTAR PUSTAKA

American Gastroenterological Association. 2003. Reviews : Postoperatives Ileus :
Etiologies and Interventions. University of California San Fransisco :
California.
Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel
Obstruction). EBSCO Publishing, 2005.
Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber,
A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
Davidson, Intestinal Obstruction. 2006. Available at: http//www.mayoclinic.com.
Accessed july 9, 2012.
Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J.,
Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S.
http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004.
Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus
Halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal:
615-681.
Levine, B.A., and Aust, J.B. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam Buku Ajar
Bedah Sabistons essentials surgery. Editor: Sabiston, D.C. Alih bahasa:
Andrianto, P., dan I.S., Timan. Editor bahasa: Oswari, J. Jakarta: EGC,
1992.
Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 2003. Available
at://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIleu
s.html. Accessed juli 20, 2012
Nobie BA. Obstruction, small bowel. 2007. Available at:
http//www.emedicine.com. Accessed juni 20, 2012.
Purnawan, Iwan. 2009. Ileus. Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price,
S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta:
EGC, 1994. 30
Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim.
Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.

Anda mungkin juga menyukai