Anda di halaman 1dari 5

New Model of Job Design: Motivating Employees’ Performance

Understanding Artikel A

Banyak penelitian yang menghasilkan konsep dan teori baku tentang desain
pekerjaan dengan pendekatan motivasi. Konsep dan teori tersebut telah banyak
diadopsi oleh banyak organisasi di dunia dan terus mengalami perkembangan sesuai
dengan kebutuhan zaman. Salah satu konsep disain pekerjaan dengan pendekatan
motivasi adalah Model Survei Diagnostik Pekerjaan-Hackman-Oldham yang
mengkombinasikan lima variabel karakteristik pekerjaan, tiga pernyataan kritik
psikologis dan outcomes. Dengan menggunakan pendekatan ini, organisasi dapat
mendisain pekerjaan dengan menggunakan karakteristik pekerjaan sebagai dasar
katagori. Namun, sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan terutama pada era
globalisasi, konsep Hackman-Oldham tidak mampu seluruhnya menjawab tantangan
tersebut, untuk itu perlu dilakukan modifikasi konsep disain pekerjaan.
Berikut merupakan kerangka berfikir artikel ini:

Kebutuhan Disain
Pekerjaan dalam
organisasi

The Hackman-
The author’s old Oldham’s Job
Perubahan Lingkungan
approaches to design Diagnostic Survey
dan Globalisasi
job Model

The author’s
recommendation:
New Model of Job
Design

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, dapat dijelaskan bahwa disain pekerjaan


menjadi sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap organisasi. Selama ini salah satu model
disain pekerjaan yang sering digunakan adalah model Survei Diagnostik Pekerjaan
yang dikembangkan oleh Hackman-Oldham. Namun akibat dampak perubahan
lingkungan dan globalisasi, model tersebut tidak mampu lagi menjawab kebutuhan
redesign organisasi. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan model dan pendekatan
disain pekerjaan organisasi. Model baru yang dikembangkan oleh penulis
mengakomodir berbagai variabel baru yang muncul sebagai akibat pengaruh
lingkungan dan munculnya kebutuhan baru dalam proses desain pekerjaan dalam
organisasi.

Namun perlu untuk dipertegas bahwa, apapun model yang digunakan dalam
melakukan proses desain pekerjaan dalam organisasi, desain pekerjaan harus mampu

1
mengakomodir kebutuhan individu dan organisasi dan mampu mencapai tujuan
organisasi secara efektif dan efisien.

Adapting the Congruent Temperament Model with Culturally


Specific Work Motivation Elements

Understanding Artikel B

Artikel ini merupakan konseptual paper yang bertujuan mengadaptasi model


congruent temperament dengan menggunakan elemen motivasi kerja spesifik pada
budaya tertentu. Banyak Teori dan konsep motivasi yang digunakan beberapa
peneliti dalam melakukan riset pada berbagai objek riset. Secara umum teori
motivasi kerja mengandung beberapa elemen yang dapat diukur, antara lain: follower
self-concept, follower motivational development, follower self-efficacy, task
complexity, leader responsibility, temperament dan congruency. Element-element
tersebut dibangun dari beberapa model tradisional yang saat ini memiliki
keterbatasan untuk menjelaskan fenomena motivasi kerja dalam lingkungan yang
lebih kompleks saat ini. Salah satu model terbaru yang memodifikasi model-model
tradisional adalah model Congruent Temperament of Work Motivation. Model ini
lebih komprehensif menjelaskan beberapa fenomena motivasi kerja dalam
lingkungan kompleksitas. Namun model ini tidak berlaku pada angkatan kerja China,
karena pengaruh budaya dan sistem nilai, maka model ini harus diadaptasi sesuai
dengan karakteristik angkatan kerja China.

Model congruent temperament berhubungan erat dengan konsep dan teori motivasi,
karena model ini menjelaskan fenomena temperamen manusia dari sudut pandang
elemen motivasi kerja. Model ini sangat bermanfaat bagi manajer atau pimpinan
dalam organisasi dalam menjalankan peran dan fungsi kepemimpinannya. Konsep
leadership dalam memahami motivasi kerja karyawan, idealnya pemimpin harus
mensinergikan tujuan-tujuan dan skill dan menyesuaikan perilaku, melakukan
komunikasi, memberikan reward atas kinerja untuk kebutuhan dan keinginan
karyawan. Pemimpin yang baik adalah yang memberikan apresiasi atas kinerja tidak
hanya secara finansial tetapi juga dengan sikap dan perilaku yang diterima oleh
karyawan sehingga hubungan yang harmonis dapat terus ditingkatkan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, banyak konsep dan model motivasi kerja yang dapat
diadopsi oleh setiap organisasi. Namun, tidak ada satu modelpun yang dapat
menjelaskan berbagai fenomena yang terkait dengan motivasi kerja pada berbagai
organisasi. Untuk itu, pemimpin harus mengenal lebih dalam bagaimana karakteristik
organisasi yang dipimpin dan mengadaptasi setiap model motivasi kerja yang
digunakan sesuai dengan kondisi di organisasi masing-masing.

2
Building Motivational Capital through Career Concept and Culture Fit

Understanding Artikel C

Artikel ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan fenomena dan menguji hubungan kausalitas antar beberapa variabel
independen (karir dan budaya yang berbasis motivational capital) dengan beberapa
variabel dependen (efektifitas individu dalam memahami strategi perusahaan,
efektifitas fungsi struktur, relefansi penerapan penilaian prestasi kerja, kepuasan
kerja karyawan dan berapa lama karyawan betah bekerja pada suatu organisasi.

Penelitian menggunakan metode survei dengan menyebarkan 312 kuesioner sebagai


instrumen penelitian kepada responden di perusahaan manufaktur multinasional.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif antara konsep karir dan budaya yang
berbasis motivational capital (budaya organisasi membentuk motivasi karyawan)
dengan kemampuan karyawan memahami strategi organisasi, efektifitas penilaian
kinerja, kepuasan kerja dan rendahnya turn over karyawan.

Berikut kerangka berfikir untuk memahami konsep motivational capital:

Strategy

2 3

People 1 Culture

Ket:
1. Motivational capital
2. Competence capital
3. Organizational capital

Berdasarkan kerangka berfikir di atas dapat dijelaskan bahwa motivational capital


adalah bagaimana antara budaya organisasi dan karyawan saling mempengaruhi
sehingga berdampak motivasi kerja karyawan.

Banyak penelitian empirik yang menyimpulkan bahwa motivasi kerja berhubungan


positif terhadap kinerja dan kepuasan kerja. Namun artikel ini melihat dalam sudut
pandang berbeda, dimana motivational capital dibangun melalui konsep karir dan
budaya yang ada dalam setiap diri karyawan dan organisasi. Motivational capital
yang terbentuk akan memberikan dampak positif baik secara individu maupun
kelembagaan. Secara individu motivational capital dapat meningkatkan kepuasan
kerja, kinerja dan pemahaman terhadap strategi perusahaan. Secara organisasional,
motivational capital meningkatkan efektifitas proses penilaian kinerja dan

3
menurunnya turn over. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar motivational
capital yang ada pada setiap diri karyawan dalam suatu organisasi, maka akan
semakin memberikan dampak positif bagi pengembangan organisasi.

ICP A-B
Kedua artikel sama-sama membahas konsep dan model motivasi yang diadaptasikan
pada sebuah objek penelitian. Kedua artikel menyimpulkan bahwa apapun konsep
dan model motivasi kerja harus diadaptasi pada setiap objek penelitian, karena
masing-masing objek memiliki karakteristik yang berbeda. Adaptasi dapat dilakukan
dengan melakukan pengembangan model yang disesuaikan dengan temuan yang ada
pada objek penelitian. Adapun penerapan dan aplikasi model motivasi kerja di
lapangan sepenuhnya menjadi kewenangan dan tanggung jawab manajer, karena
manajer/pimpinan lebih mengetahui kondisi di masing-masing organisasi.
Artikel A menekankan pada pengembangan model desain pekerjaan yang berbasis
pada konsep motivasi kerja, sementara artikel B menekankan pada pengembangan
model congruent temperament yang berbasis pada elemen motivasi kerja.

ICP B-C
Kedua artikel sama-sama mengembangkan konsep motivasi kerja dan penerapannya
pada organisasi. Kedua artikel mengemukakan isu pentingnya faktor motivasi kerja
sebagai variabel independen yang mempengaruhi kinerja karyawan secara individual,
kelompok dan organisasi.
Artikel B menekankan pada pentingnya peranan pimpinan dalam membangun
motivasi kerja karyawan dengan memberikan apresiasi secara finansial dan non
finansial untuk terus membangun hubungan baik antara pimpinan, karyawan dan
organisasi.
Artikel C menekankan pada pentingnya membangun motivational capital melalui
konsep karir dan budaya, sebagai modal bagi perusahaan untuk meningkatkan
kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Semakin besar motivational capital, maka
semakin tinggi tingkat kepuasan dan kinerja karyawan. Sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan kinerja organisasi dan menurunkan turn over karyawan.

Personal Opinion
Banyak teori dan hasil penelitian empirik yang membuktikan bahwa motivasi kerja
merupakan variabel besar yang mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja individu
dan organisasi. Melihat pentingnya motivasi kerja sebagai sebuah aset abstrak dalam
sebuah organisasi, maka organisasi mempunyai kepentingan besar terhadap hal ini.
Motivasi kerja harus terus dibangun menjadi motivational capital dengan
menggunakan pendekatan kepemimpinan, budaya organisasi dan nilai-nilai dalam
diri karyawan sendiri.

Pimpinan bertanggung jawab membangun motivational capital dengan memberikan


apresiasi yang lebih kepada karyawan baik secara finansial dan non finansial
sehingga hubungan baik dengan karyawan tetap terbangun. Organisasi juga berperan
penting dengan nilai-nilai dan budaya organisasi yang relevan dengan nilai-nilai
yang ada dalam diri karyawan akan meningkatkan motivational capital karyawan.

4
Personal Preposition
Sebagai suatu aset penting bagi organisasi, motivasi kerja menjadi perhatian dan
kepentingan banyak pihak, baik itu karyawan, manajemen dan organisasi. Motivasi
kerja harus terus dibangun menjadi suatu motivational capital yang berpengaruh
positif pada kepuasan, kinerja, efektifitas fungsi penilaian kinerja, sosialisasi strategi
organisasi dan penurunan turn over. Penerapan konsep dan model motivasi kerja
pada organisasi harus disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi organisasi
masing-masing. Untuk itu peran pimpinan sangat dominan untuk mengadaptasi
konsep dan model motivasi kerja di organisasi masing-masing.

Penerapan konsep motivasi kerja di Indonesia saat ini belum menunjukkan kalau
motivasi kerja menjadi faktor penting sebagai sebuah aset abstrak bagi organisasi.
Peran pimpinan dan organisasi dalam memfasilitasi dan mengadaptasi konsep dan
model motivasi kerja belum optimal. Pimpinan dan organisasi masih menganggap
manusia sebagai objek bukan sebagai subjek dalam organisasi, sehingga motivasi
kerja belum menjadi prioritas untuk dikembangkan. Organisasi-organisasi di
Indonesia masih harus belajar banyak untuk menjadikan motivasi kerja sebagai
modal penting pengembangan organisasi ke depan. Perubahan struktur dan budaya
organisasi di Indonesia masih harus dilakukan untuk mengubah paradigma organisasi
dan berfikir pimpinan dalam organisasi di Indonesia saat ini.

Usul Penelitian
Sebagian besar artikel masih merupakan konseptual paper, dimana model yang
dikemukakan masih harus diuji lebih lanjut. Satu artikel merupakan penelitian
deskriptif-kuantitatif yang sudah menguji model yang dikemukakan sebelumnya.
Hanya saja penelitian tersebut masih harus dilakukan pengujian banding, terutama
pada desain riset yang masih belum mampu mengeksplorasi lebih jauh fenomena
motivasi kerja dalam suatu organisasi. Penelitian lebih lanjut bisa dalam bentuk
kuantitatif atau kualitatif riset atau kombinasi keduanya, sehingga diperoleh hasil
yang lebih komprehensif.

Anda mungkin juga menyukai