Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MANUSIA, SAINS, TEKNOLOGI DAN SENI







Disusun oleh :
Nama : Badrussalam
NIM : 1222053364
Kelas/Semester : A/II
Jurusan : FKIP BIOLOGI





UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUPANG
2013



BAB I
PENDAHULUAN

Berkat kemajuan ilmu dan teknologi manusia dapat menciptakan alat-alat serta
perlengkapan yang canggih untuk berbagai kegiatan, sehingga dalam kegiatan kehidupannya
tersedia bebagai kemudahan. Hal ini memungkinkan manusia dapat melakukan kegiatan lebih
efektif dan efisien. Dengan ilmu dan teknologi tumbuhlah berbagai industri yang hasilnya dapat
memanfaatkan dalam berbagai bidang, antara lain.
Manusia telah menbuat televise, radio, telepon yang dapat digunakan untuk berkomunikasi
dengan cepat dalam waktu yang singkat manusia dapat memperoleh informasi dari dari daerah
yang sangat jauh, sehingga pengguanaan waktu sangat efisien.
Masyarakat yang Beradab dan Negara berkembang Perkembangan dunia iptek yang
demikian pesatnya telah membawa manfaat luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia.
Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik cukup besar, kini relatif
sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Sistem kerja robotis telah
mengalihfungsikan tenaga otot manusia dengan pembesaran dan percepatan yang menakjubkan.
Bagi masyarakat sekarang, iptek sudah merupakan suatu religion. Pengembangan iptek
dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Sementara orang bahkan memuja iptek
sebagai liberator yang akan membebaskan mereka dari kungkungan kefanaan dunia. Iptek
diyakini akan memberi umat manusia kesehatan, kebahagiaan dan imortalitas. Sumbangan iptek
terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri. Namun manusia tidak
bisa pula menipu diri akan kenyataan bahwa iptek mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan
bagi manusia.














BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian sains, teknologi dan seni
Sains
Sains berasal dari bahasa latin Scire, artinya mengetahui dan belajar. Kata sains
diindonesiakan menjadi ilmu pengetahuan. Sains adalah pengetahuan yang sistematis. Lebih
jauh sains dapat dirumuskan sebagai himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan
melalui suatu proses pengkajian dan dapat diterima oleh ratio. Sains memiliki karakteristik
yaitu, obyektif, netral dan bebas nilai, sekalipun diakui berpijak dari system nilai, tetapi sains
bebas dari pertimbangan-pertimbangan nilai.
Ilmu selalu tersusun dari pengetahuan yang teratur, yang diperoleh dengan pangkal
tumpuan (obyek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional, logis, empiris, umum, dan
akumulatif. Pembentukan ilmu akan berhadapan dengan obyek yang merupakan bahan dalam
penelitian, meliputi obyek material sebagai bahan yang menjadi tujuan penelitian bulat dan utuh,
serta obyek formal, yaitu sudt pandang yang mengarahkan kepada persoalan yang menjadi pusat
perhatian.
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan obyektif diperlukan sikap ilmiah
yang meliputi empat hal :
1. Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif
2. Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh
fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
3. Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tidak dapat diubah maupun terhadap alat
indera dan budi yang digunakan mencapai ilmu.
4. Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori, maupun aksioma terdahulu telah mencapai
kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.
Permasalahan ilmu pengetahuan meliputi arti sumber, kebenaran pengatahuan, serta
sikap ilmuwan itu sendiri sebagai dasar untuk langkah selanjutnya. Ilmu pengetahuan itu sendiri
mencakup ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan, dan sebagai apa
yang disebut generic meliputi segala usaha penelitian dasar dan terapan serta pengembangannya.
Penelitian dasar bertujuan utama menambah pengetahuan ilmiah, sedangkan penelitian terapan
adalah untuk menerapkan secara praktis pengetahuan ilmiah. Pengembangan diartikan sebagai
penggunaan sistematis dari pengetahuan yang diperoleh penelitian untuk keperluan produksi
bahan-bahan, cipta rencana sistem metode atau proses yang berguna, tetapi yang tidak
mencakup produksi atau engineeringnya.
Perkembangan awal
Berkembangnya sains modern di Eropa yang dipicu oleh semangat Enlightenment telah
menjadi perhatian banyak pemikir sosial abad ke-19. Dalam catatan Sal Restivo, sains telah
menjadi salah satu kajian dalam karya Karl Marx. Bagi Marx, tidak hanya material dan bahasa
yang digunakan para saintis dalam mengamati fenomena alam adalah produk sosial, keberadaan
para saintis juga merupakan suatu fenomena sosial. Cikal bakal studi sains dibentuk oleh Emile
Durkheim dan Max Weber. Seperti Marx, keduanya memahami sains dari sudut pandang
sosiologis. Bagi Durkheim, konsep-konsep ilmiah yang dihasilkan dalam sains memiliki status
representasi dan elaborasi kolektif.
Munculnya sosiologi sains sebagai suatu disiplin pada awal abad ke-20 banyak
dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Robert Merton adalah sosok sentral dalam bidang ini
dan dapat disebut sebagai bapak sosiologi sains. Merton menyelesaikan studinya di Harvard
pada tahun 1934 dengan disertasi yang menjadi buku berjudul The Sociology of Science. Buku
ini menjelaskan relasi antara sains dan institusi sosial di mana sains itu berada.
Hingga dekade 1970-an, paradigma Mertonian mendominasi perkembangan sosiologi
sains. Gagasan besar dalam sosiologi sains Mertonian dapat dirangkum dalam norma sains
(norms of science) yang terdiri atas empat nilai fundamental yang membentuk etos sains.
Sosiologi sains Mertonian berlandaskan pada satu asumsi bahwa sifat dan
perkembangan sains ditentukan oleh faktor sosial dan faktor imanen. Yang dimaksud dengan
faktor imanen adalah perkembangan logika dalam sains (inner logic). Dari sini kita bisa melihat
bahwa dalam sosiologi sains Mertonian, pengetahuan ilmiah masih lepas dari analisis sosial.
Belakangan norma sains Mertonian mendapat kritik tajam karena keempat norma tersebut tidak
lebih dari representasi ideologi sains itu sendiri.
Genre konstruktivisme
Pemikiran Emile Durkheim tentang representasi kolektif memberi inspirasi bagi
gerakan sosiologi sains pasca-Mertonian atau yang disebut sebagai the new sociology of science.
Sosiologi sains baru tidak hanya mengkaji aspek institusional dalam sains, tetapi masuk ke
dalam wilayah yang lebih dalam. Di sini pengetahuan ilmiah dijadikan obyek analisis sosial,
sesuatu yang tidak dilakukan oleh Merton dan para muridnya. Karena itu, sosiologi sains baru
sering diidentikkan dengan sosiologi pengetahuan ilmiah (sociology of scientific knowledge).
Ciri kuat dari sosiologi sains baru adalah penggunaan kerangka konstruktivisme.
Konsep konstruktivisme sosial yang menjelaskan produksi pengetahuan ilmiah pertama kali
digunakan Ludwik Fleck dalam bukunya, The Genesis and Development of a Scientific Fact.
Fleck memperkenalkan konsep gaya berpikir (thought style) yang menyerupai konsep
representasi kolektif Durkheimian. Gaya berpikir mengacu pada perilaku berpikir, asumsi
kultural dan keilmuan, pendidikan dan pelatihan profesional, serta minat dan kesempatan, yang
mana kesemuanya membentuk persepsi dan cara menghasilkan teori (theorizing).
Tokoh lain dalam gerakan sosiologi sains baru adalah Bruno Latour. Latour adalah
salah satu penggagas actor-network theory (ANT) yang menjelaskan lahirnya suatu pengetahuan
melalui relasi antara masyarakat (konstruktivisme sosial) dan alam (realisme). Dalam ANT,
sosiolog sains memberikan perhatian tidak semata-mata pada manusia (actant), tapi juga pada
benda dan obyek (non-actant) secara simetris. Bersama Steve Woolgar, Latour melakukan studi
etnografi di laboratorium endocrinology Salk Institute.
Sains dan budaya
Memasuki dekade tahun 1990-an, studi sains menjadi lebih semarak dengan
bergabungnya para antropolog dalam tradisi intelektual ini. Selama lebih dari satu dekade
terakhir, para sarjana studi sains dari disiplin ini memberi kontribusi dalam memahami
bagaimana pengetahuan dalam sains diproduksi melalui proses pemaknaan dan praktik budaya.
Pemahaman budaya dalam sains dijelaskan oleh Timothy Lenoir. Lenoir berargumen bahwa
pengetahuan adalah hasil interpretasi di mana obyek pengetahuan dan pengamat (interpreter)
tidak berdiri secara terpisah satu sama lainnya. Aktivitas interpretasi adalah praktik budaya yang
melibatkan faktor kognitif dan faktor sosial yang saling berimplikasi satu sama lain. Kedua
faktor ini senantiasa melekat pada para pelaku produksi pengetahuan (saintis). Dengan
pemahaman sains sebagai praktik budaya, Lenoir menolak klaim Merton tentang universalisme
dan disinterestedness dalam sains karena pengetahuan selalu bersifat lokal, parsial, dan dilandasi
kepentingan.
Secara antropologis, sistem pengetahuan terbentuk dari upaya manusia untuk bertahan
hidup melalui pemahaman regularitas yang terjadi di alam. Sandra Harding mengidentifikasi
empat jenis elemen budaya yang membentuk inti kognitif dari sistem pengetahuan.
Menurut Sandra Harding, sains dikonstruksi melalui budaya. Artinya, wacana sistem
pengetahuan tidak pernah lepas dari konteks budaya di mana sistem pengetahuan tersebut
berada. Studi Pamela Asquith dapat dijadikan satu contoh menarik.
Asquith melakukan studi komparasi kultural dan intelektual antara primatologi Barat
(Eropa dan Amerika) dan primatologi Jepang. Asquith mencari heterogenitas dalam sains
dengan membandingkan cara pandang, bentuk pertanyaan, dan metode penelitian primatologi di
kedua sistem budaya tersebut.
Studi komparasi kultural juga dilakukan Sharon Traweek yang membandingkan
praktik fisika energi tinggi di Amerika Serikat dan Jepang. Jika Asquith mencari pengaruh
budaya terhadap bentuk pengetahuan, Traweek mengamati bagaimana nilai budaya
direpresentasikan melalui model organisasi sains.
Jika Asquith dan Traweek mengamati praktik sains dalam dua sistem budaya, Karen
Knorr-Cetina membandingkan dua praktik sains modern, yaitu fisika partikel dan biologi
molekuler. Knorr-Cetina mengamati bagaimana fragmentasi dan diversitas dalam sains modern
membentuk dua budaya pengetahuan (epistemic culture) yang berbeda dalam aspek cara
mengetahui (machineries of knowing).
Sains dan Studi Sains
Konsep dan teori yang dikembangkan dalam studi sains berangkat dari pemahaman
sains sebagai institusi sosial dan pengetahuan ilmiah sebagai produk sosial. Melalui pemahaman
ini, studi sains membuka suatu jendela baru di mana kita bisa memandang perkembangan sains
dari perspektif yang lebih luas. Dalam perspektif ini, sains tidak lagi muncul sebagai suatu
entitas yang integratif, rigid, dan berkembang secara linier, melainkan bagai suatu tanaman
bercabang-cabang yang tumbuh di atas tanah sosial. Pemahaman sains melalui dimensi sosial
yang ditawarkan studi sains berdampak pada demistifikasi sains secara institusional ataupun
epistemologikal. Ketergantungan masyarakat kontemporer terhadap sains telah menempatkan
sains pada posisi sakral dan bersifat ideologis.
Pengetahuan ilmiah adalah wujud kreativitas dan imajinasi manusia dalam memahami
ruang dan waktu di mana dia berada. Pemahaman dimensi sosial sains dapat menjadi lensa untuk
melihat bahwa pengetahuan tidaklah tunggal dan monolitik. Kepercayaan bahwa hanya ada satu
cara melihat alam justru melawan hakikat manusia sebagai makhluk multikultural.
Teknologi dan Seni
Istilah teknologi sebenarnya sudah mengandung sains dan teknik atau engineering
sebab produk teknologi tidak mungkin ada tanpa didasari sains. Dalam sudut pandang budaya,
teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari sains. Dalam
kenyatannya teknologi tidak bisa netral karena memerlukan sentuhan estetika yang bersifat
subyektif, yang disebut sebagai seni. Secara konvensional, teknologi telah menjadi pusat
perhatian ilmu sosial dan melihat dampaknya terhadap masyarakat, atau secara lebih spesifik,
atas dampaknya pada tenaga kerja dan organisasi.
Teknologi tidak terlepas dari masyarakat, bahwa masyarakat juga bisa
mempengaruhi jalannya perkembangan teknologi; dan bahwa tesis dari kelompok determinis
dapat dijatuhkan oleh banyak sekali contoh dimana efek teknologi yang menyimpang dari yang
dikehendaki semula, atau bahwa keseluruhan efek yang berbeda itu lahir dari sebuah teknologi
yang sama. Teknologi memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal
dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia mnejadi lingkup teknis.
Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja memiliki cirri-ciri sebagai
berikut :
- Rasionalitas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan
dengan perhitungan rasional.
- Artificial, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan, tidak alamiah
- Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan serba otomatis.
Demikian pula dengan teknik mampu mengeliminasi kegiatan non teknis menjadi kegiatan
teknis.
- Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
- Monisme, artinya semua teknik bersatu saling berinteraksi, dan saling bergantung
- Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat
menguasai kebudayaan
- Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.

2. Makna Sain, Teknologi, dan Seni Bagi Manusia
Sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi bagai pohon
tanpa buah, sedangkan teknologi tanpa sains bagaikan pohon tak berakar. Sains hanya
mengajarkan fakta dan non fakta pada manusia, ia tidak mampu mengajarkan apa yang harus
atau tidak boleh dilakukan oleh manusia. Jadi fungsi sains hanya mengkoordinasikan semua
pengalaman-pengalaman manusia dan menempatkannya kedalam suatu system yang logis,
sedangkan fungsi seni memberi semacam persepsi mengenai suatu keberaturan dalam hidup
dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Sedangkan tujuan sains dan teknologi adalah
untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya.
Teknologi bagi Perkembangan Sosial dan Ekonomi
Pentingnya teknologi bagi perkembangan sosial dan ekonomi tidak diragukan lagi.
Namun upaya-upaya analitis dan pemahaman di bidang ini sangat jauh tertinggal dibandingkan
dengan bidang-bidang lain. Hal ini untuk sebagian disebabkan kompleksitas proses perubahan
teknologi serta kesulitan dalam menemukan pengukuran dan definisi yang tepat.
Munculnya industri-industri besar seperti baja dan kereta api pada abad 19, mobil,
bahan-bahan sintetis dan elektronik pada abad 20, tergantung pada interaksi dari penemuan,
inovasi, dan aktivitas kewirausahaan, yang digambarkan dengan tepat oleh Freeman sebagai
sistem teknologi. Pada level ekonomi makro, model pertumbuhan neoklasik tradisional
menganggap kemajuan teknologi sebagai bagian dari factor residu dalam menerangkan
peningkatan output, setelah mempertimbangkan efek-efek perubahan dalam volume dari factor-
faktor produksi. Residu ini biasanya besat dan secara implisit mempersatukan factor-faktor
seperti pendidikan dari angkatan kerja dan keahlian manajemen yang memberi sumbangan bagi
perbaikan efisiensi, sebagai pelengkap dari kemajuan teknologi.



3. Manusia Sebagai Subyek dan Obyek Ipteks
Sumber ilmu adalah wahyu sedangkan akal merupakan instrument untuk menggali dan
membuktikan kebenaran wahyu. Dengan potensi akal, manusia diberi kebebasan untuk memilih
dan mengembangkan mana yang benar dan mana yang salah. Dengan potensinya, manusia dapat
menggali rahasia alam semesta, yang hasil pengembangannya disebut sains, teknologi, dan seni.
Atas dasar itu ilmu ada yang bersifat abadi (perennial knowledge) yang tingkat kebenarannya
mutlak (absolute), karena bersumber dari Tuhan, dan ilmu yang bersifat perolehan (aquired
knowledge) yang tingkat kebenarannya bersifat nisbi (relative) karena hanya penafsiran dan
dugaan-dugaan sementara oleh manusia.
Manusia diciptakan sebagai subyek dan obyek IPTEKS. Manusia satu-satunya makhluk
Tuhan yang mampu merangkaikan fenomena alam beserta prosesnya secara kreatif, sehingga
menjadi ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemudahan dalam menjalani hidupnya.
Krisis Dunia Modern
Menurut E.F Schumacher, dalam Kecil itu indah, dunia modern yang dibentuk oleh
teknologi menghadapi tiga krisis sekaligus.
1. Sifat kemanusiaan berontak terhadap pola-pola politik, organisasi, dan teknologi yang tidak
berperikemanusiaan, yang terasa menyesakkan nafas dan melemahkan badan.
2. Lingkungan hidup menderita dan menunjukkan tanda-tanda setengah binasa.
3. Penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan, seperti bahan baker, fosil,
sedemikian rupa sehingga akan terjadi kekurangan sumber daya alam tersebut.




Fenomena Pengaruh IPTEK
1. Situasi tertekan.
Manusia mengalami ketegangan akibat penyerangan teknik-teknik mekanisme teknik. Manusia
melebur dengan mekanisme teknik, sehingga waktu manusia dan pekerjaannya mengalami
pergeseran.
2. Perubahan ruang dan lingkungan manusia.
Teknik telah mengubah lingkungan dan hakekat manusia. Contoh yang sederhana manusia
dalam hal makan atau tidur tidak ditentukan lapar atau mengantuk, tetapi diatur oleh jam.
3. Perubahan waktu dan gerak manusia
Akibat teknik manusia terlepas dari hakikat kehidupan. Sebelumnya waktu diatur dan diukur
sesuai dengan kebutuhan dan peristiwa-peristiwa dalam hidup manusia, sifatnya alamiah dan
kongkret.
4. Terbentuknya masyarakat massa
Akibat teknik, manusia hanya membentuk masyarakat massa, artinya ada kesenjangan sebagai
masyarakat kolektif. Hal ini dibuktikan bila ada perubahan norma dalam masyarakat maka akan
muncul kegoncangan.
5. Teknik-teknik manusiawi dalam arti ketat.
Teknik-teknik manusiawi harus memberikan kepada manusia suatu kehidupan manusia yang
sehat dan seimbang, bebas dari tekanan-tekanan.

4. Pembangunan dan Perkembangan Ipteks
Pengaruh IPTEK pada tatanan kehidupan masyarakat
Perkembangan IPTEK yang sedemikian pesatnya mampu menciptakan perubahan-
perubahan yang mempengaruhi langsung pada tatanan kehidupan masyarakat, khususnya dalam
empat bidang berikut :
a) Perubahan dibidang intelektual
b) Perubahan dalam organisasi-organisasi sosial yang mengarah pada kehidupan politik
c) Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungannya
d) Perubahan di bidang industri dan kemampuan di medan perang.
Dengan semakin meningkatnya teknologi, tempat proses perubahan itu tidak dapat
dipandang normal lagi, dan tercapailah akselerasi ekstern maupun intern (psikologis) yang
merupakan kekuatan sosial yang kurang mendalam dipahami.
Accelerasi dan Trancience
Dalam hal akselerasi, apabila masa depan itu menyerbu masa kini dengan kecepatan
yang terlampau tinggi, maka masyarakat atas dapat mengidap penyakit progeria, yakni tingkat
menua yang lanjut sekalipun secara kronologis usianya belum tua.
Counter play normative
Untuk itu semua diperlukan counter play yang bersifat normative bagi manusia. Tuhan,
keadilan, dan perikemanusiaan, hendaklah mulai berfungsi dalam situasi manusia yang
kongkret, artinya jelas, langsung dapat dilihat, menyangkut hal urgen, berpijak pada kenyataan.

5. IPTEK, Globalisasi dan Kemiskinan
Wajah Mendua Teknologi
Ketika teknologi belum dikenal dalam alam budaya tradisional, orang hidup hanya
kawatir akan resiko yang berasal dari alam (eksternal), seperti banjir, gempa bumi, tsunami,
yang disebut sebagai resiko alamiah.
Teknologi informasi.
Globalisasi serta perkembangan Iptek yang luar biasa telah membuat dunia serba
terbuka. Namun hanya yang siap yang bisa meraih kesempatan.
Teknologi nano
Teknologi nano sebenarnya merujuk pada suatu materi yang berukuran -9 meter atau
satu dibagi semiliar meter. Teknologi nano telah mempengaruhi empat ilmu pengetahuan dan
teknologi yang disebut Joseph F Coates, John B Mahaffie, dan Andy Hines dalam bukunya 2025
: Scenarios of US and Global Society Reshaped by Science and Tecnology yang diterbitkan
Oakhill Press (1996) sebagai kunci pendorong perubahan sampai 2025. keempatnya adalah
teknologi informasi, material, genetika dan energi.

6. Dampak Penyalahgunaan Ipteks Bagi Kehidupan
Konsekwensi negative yang tidak diharapkan dari pembangunan ilmu pengetahuan dan
teknologi menghasilkan reaksi romantis yang mengajak kembali kea lam yang berbeda. Sebuah
restorasi atas kemurnian alam yang tidak terkontaminasi dan teralienasi oleh intervensi manusia.
Semua sikap terhadap ala mini mewakili pola dominasi hirarkis dan penaklukan, dominasi
melalui pemilikan dan control, ataupun melalui pencemaran nama baik, eksploitasi serta
identitas dengan memelihara alam sebagai surga untuk banyak orang.
Reduksionisme
Ilmu pengetahuan yang modern memiliki dasar pijakan pada reduksionisme.
Reduksionisme merupakan suatu keyakinan dalam ilmu pengetahuan yang mereduksi
kemampuan manusia yang menolak kemungkinan adanya cara produksi pengetahuan lain
maupun pengetahuan orang lain.
Rekayasa Teknologi
Penerapan IPTEK dalam rekayasa pertanian berupa revolusi hijau, rekayasa kelautan
berupa revolusi biru, industrialisasi, merupakan bukti kemampuan manusia dalam
mengembangkan daya dukung lingkungan alam.
Dilema determinisme.
Bagi para praktisi teknologi, fungsi teknologi tidak perlu dipertanyakan lagi. Teknologi
diciptakan untuk membantu mengatasi keterbatasan fisik manusia. Dia berperan sebagai media
untuk mencapai kepuasaan material.
Fenomenologi teknologi
Fenomenologi adalah kendaraan untuk mencari jawabannya. Studi fenomenologi
teknologi mengeksplorasi pengalaman manusia dan secara spesifik menjelaskan bagaimana
struktur pengalaman yang bersifat multidimensi tersebut tersusun.
Bentukan sosial teknologi
Prinsip-prinsip dalam fenomenologi teknologi tidak menjadi barang eksklusif dalam
studi filsafat. Jika kita menilik secara saksama, fenomenologi menjadi dasar metodologi studi
sosial teknologi, khususnya sosiologi teknologi dalam memahami relasi antara teknologi dan
masyarakat.
Kekuasaan dalam konfigurasi
Relasi kekuasaan dan teknologi adalah sebuah tema besar dalam studi sosial teknologi.
Setidaknya tiga kasus menarik bisa kita amati dalam domain ini untuk melihat bagaimana
kekuasaan dan teknologi saling bereproduksi satu sama lain.
Budaya dan teknologi
Mendekati kekuasaan melalui budaya dalam teknologi mengantarkan kita ke konsep
konstruksi budaya. Konstruksi budaya tersusun melalui proses interpretasi-reinterpretasi dan
produksi-reproduksi simbol, identitas, dan makna di dalam masyarakat. Aliran dari keluaran
proses ini lalu ditransformasikan ke dalam artefak teknologi.







BAB III
PENUTUP

Sains, teknologi, dan seni dapat memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan umat
manusia, tidak hanya dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya tetapi juga pengaruh positif dan
negatif terhadap peradapan umat manusia. Pengaruh tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Pengaruh positif
a) Meningkatkan kesejahteraan hidup manusia (dalam segala aspek kehidupan)
b) Pemanfaatan yang tepat dan lebih mudah dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi
manusia.
c) Dapat memberikan pelayanan pada masyarakat
d) Dapat memudahkan pekerjaan manusia.
2. Pengaruh negatif
a) Dapat merusak mental manusia khususnya generasi muda
b) Dapat merubah gaya hidup manusia dalam hal berfikir, berpakaian, dan bergaul
c) Dapat menimbulkan kerusakan hidup seperti: pemanasan global, polusi udara, air, dan tanah.
Oleh karena itu dalam pemanfaatan sains, teknologi, dan seni haruslah di dasari dengan
sikap tanggung jawab dan moral yang tinggi supaya dapat menetralkan pengaruh negatif dan
meningkatkan pengaruh positif dari dampak sains, teknologi dan seni itu sendiri. Dengan cara
mengkolaborasikan antara yang empiris dengan nilai-nilai keagamaan.


















DAFTAR PUSTAKA

Alvin Toffler, Future Shock, Bantam Books.,New York, 1971
Ann, Feminist, 1990.Theology : A Reader ,London .
Bachtiar Rifai, Tb.H., 1975.Ketahanan nasional dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Clark, J.A, 2000. Dalam Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Ellul Jacques, 1964.The Tecnological Society, Terj John Wilkinson, New York.
Margaret Farley, Feminist Theology and Bioethics dalam Loades,
Sastrapratedja, 1980,Teknologi dan Akibatnya Pada Manusia, Jakarta.
Schumacher, 1979. Kecil itu Indah, terj LP3Es, Jakarta.
Zen MT., 1982. Sains, Teknologi, dan hari depan manusia, PT Gramedia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai