Anda di halaman 1dari 13

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan tingkat keragaman tinggi yang tersebar di berbagai
area geografis yang unik. Adanya kepercayaan dan kebudayaan yang banyak membuat
penanganan masalah pada setiap daerah haruslah berbeda. Menyesuaikan dengan
karakterisitik daerah tersebut. Kenyataan ini berbeda dari peraturan yang pernah berlaku
untuk puskesmas di Indonesia. Peraturan yang juga disebut sebagai paradigma lama
puskesmas. Beberapa hal yang melekat kuat pada paradigma lama itu adalah, sentralisasi,
pembangunan yang terbatas, pengobatan yang hanya bersifat kuratif, hukum kebutuhan dan
permintaan, dan sangat kental dengan unsur birokrasinya. Ketidakluwesan yang ada di
puskesmas ini lama kelamaan membuat fungsi puskesmas yang sebenarnya menjadi samar
dan bahkan nyaris terlupa.
Maka dari itu, munculah permintaan untuk merevolusi sistem yang ada di puskesmas.
Saat itulah yang disebut dengan era desentralisasi puskesmas. Beberapa hal yang diinginkan
oleh masyarakat adalah, hak asasi manusia yang diutamakan, sistem kekuasaan yang
berdasarkan pada istilah bottom-up, lebih bersahabat dengan masyarakat, bersubsidi, lebih
memerhatikan unsur preventif, perpaduan antara pelayanan masyarakat dan perorangan.
Dengan adanya perubahan sistem seperti ini, tentunya akan menimbulkan berbagai
dampak, baik pada pelaksanaan maupun pada yang melaksanakan. Perdebatan yang
berkepanjangan juga masih sering terdengar di mana- mana. Berbagai dampak negatif
muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah pusat yang mengharuskan pemerintah daerah membuat program dan
kebijakan sendiri. Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam
menganalisis kebutuhan, mengevaluasi program, dan membuat program, maka program yang
dibuat tidak akan bermanfaat. Selain itu, pengawasan dana menjadi hal yang harus
diperhatikan untuk menghindari penyelewengan anggaran. Karena ada pertimbangan seperti
itulah membuat sistem desentralisasi masih menjadi perdebatan. Sistem ini meski masih
mengundang perdebatan bukan berarti tidak akan digunakan, melainkan aka terus
dikembangkan dan realisasinyapun terus ditingkatkan baik oleh pemerintah daerah dan juga
pemerintah pusat.



2

I.2 Rumusan masalah
a. Apakah desentralisasi puskesmas itu?
b. Apakah dampak yang ditimbulkan perubahan sistem dari sentralisasi ke desentralisasi
pada puskesmas?
c. Apa manfaat dan tujuan desentralisasi?

I.3 Manfaat dan tujuan
a. Mengetahui pengertian desentralisasi puskesmas.
b. Mengetahui dampak desentralisasi pada puskesmas
c. Mengetahui perbedaan antara sistem sentralisasi dan desentralisasi puskesmas






















3

BAB 2
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Desentralisasi dalam Organisasi Puskesmas
Undangundang No 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah menjelaskan bahwa
pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh adalah melalui penerapan azas desentralisasi,
pada daerah kabupaten/kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota, bertanggung jawab
sepenuhnya dalam penyelenggara pembangunan pada umumnya dan pembangunan kesehatan
pada khususnya dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dituntut adanya
sumberdaya manusia yang professional dan mampumemberikan kontribusi yang maksimal
bagi organisasi dan kesehatan adalah dinas kesehatan yang mempuyai tugas melaksanakan
kewenangan otonomi daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan
kepada orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu organisasi. Pada saat
sekarang ini banyak organisasi yang memilih menerapkan sistem desentralisasi karena dapat
memperbaiki dan meningkatkan efektifitas dan produktifitas suatu organisasi,misalnya
PUSKESMAS.
Pada sistem PUSKESMAS jarang yang menerapkan sistem sentralisasi, melainkan sistem
otonomi daerah atau otoda yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus
diputuskan pada pemerintah pusat atau dinas kesehatan kini dapat di putuskan oleh
puskesmas yang berada di daerah-daerah itu sendiri.
Dalam Puskesmas sistem desentralisasi masih sulit dijalankan. Kelebihan sistem ini
adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di dinas kesehatan dapat
diputuskan di PUSKESMAS daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan pusat.
Namun kekurangan dari sistem desentralisasi terjadi kesulitan untuk dikontrol oleh
pemerintah di tingkat pusat, sehingga masih sulit diterapkan pada puskesmas.

2.2 Manfaat Desentralisasi Puskesmas
Berikut ini adalah beberapa manfaat dari adanya desentralisasi puskesmas, yaitu:
a. Meningkatkan keadilan
Dalam rangka pelayanan kesehatan, sistem desentralisasi perlu memastikan bahwa
sumber daya dialokasikan sesuai dengan kebutuhan, bahwa layanan kualitas pelayanan
kesehatan yang tersedia dan dapat diakses sesuai dengan kebutuhan, terlepas dari
4

kondisi sosial yang berlaku, dan bahwa kualitas untuk pelayanan kesehatan dibuat
sesuai dengan kemampuan untuk membayar.
b. Meningkatkan efisiensi
Peningkatan efisiensi keseluruhan pelayanan kesehatan akan tergantung pada
efisiensi dan teknis alokatif yang terjadi dengan mengalokasikan sumber daya dalam
tingkat biaya efektif dan pelayanan yang tepat, yang sesuai dengan kebutuhan
lokal. Efisiensi teknis, di sisi lain, akan terjadi ketika campuran yang tepat dari input
(SDM, Dana dan sarana prasarana) yang digunakan.
c. Meningkatkan kualitas
Proses desentralisasi perlu memastikan bahwa kualitas dalam pelayanan kesehatan
tidak terganggu. Organisasi pembagian tugas yang tepat perlu dibentuk untuk penilaian
mutu dan perbaikan mutu berkelanjutan di semua tingkat dan sektor pelayanan
kesehatan dalam puskesmas
d. Pelayan Kesehatan lebih maksimal
Penataaan layanan menjadi lebih penting dalam desentralisasi. Pemerintah dalam hal
ini Dinkes harus bertanggung jawab untuk kesejahteraan penduduk dan khawatir
tentang kepercayaan dari layanan yang diberikan. Ini akan memerlukan visi, kecerdasan
dan pengaruh, terutama oleh kementerian kesehatan yang harus menyesuaikan diri
sebagai organisasi pembelajaran. Sebagai kemampuan tingkat yang lebih rendah dalam
melaksanakan tugas yang telah diserahkan dari tingkat pusat.
e. Peran dan Fungsi Puskesmas Dalam sistem Desentralisasi
Mengingat bahwa keadilan dan kualitas sering disepakati dalam proses desentralisasi,
tingkat tertentu dari sentralisasi di sektor kesehatan,diperlukan untuk menjamin akses
yang adil dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu,
desentralisasi tidak membebaskan pelayanan kesehatan semua peran dan tanggung
jawab tetapi lebih mementingkan lebih lanjut untuk fungsi kritis dan penting. Dalam
sistem desentralisasi, pelayanan kesehatan memainkan peran utama pelayan secara
umum dan pembuatan kebijakan dan koordinasi pada khususnya.
2.3. Fungsi Utama
a. Melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan prioritas sektor kesehatan dalam
wilayah jangkauan puskesmas, manajemen sumber daya manusia dan pembiayaan
5

kesehatan, termasuk pemulihan biaya dan skema asuransi kesehatan dengan
mempertimbangkan efisiensi pertimbangan, pemerataan dan kualitas mutu
pelayanan.
b. Alokasi sumber daya yang adil, terutama modal dan investasi pembangunan, dengan
mempertimbangkan kemampuan tingkat lokal untuk menghasilkan sumber daya
yang memadai.
c. Memelihara kesehatan,sistem manajemen informasi dan memberikan umpan balik
kepada masyarakat.Mempromosikan kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat
untuk meningkatkan pola hidup sehat.
d. Melaksanakan penelitian dasar dalam proses kesehatan.

2.4 . Dampak Desentralisasi bagi Penyelenggaraan Puskesmas, antara lain :
Adapun 2 dampak yang ditimbulkan dari desentralisasi bagi penyelenggaraan puskesmas,
sebagai berikut :

2.4.1 Dampak Negatif
a. Dengan peralihan yang mendadak dari sistem pemerintahan yang sentralistik
menjadi desentralistik timbul kekhawatiran pemerintah pusat bahwa data
surveilans, pelayanan kesehatan, statistik vital, dan lain-lain tidak lagi dilaporkan
ke pusat.
b. Ketiadaan data di pusat diduga menghambat respons terhadap kejadian luar biasa
atau upaya mengatasi akar masalah dengan mengenali pola-pola yang melandasi
masalah tersebut. Pendapat ini berseberangan dengan anggapan bahwa masalah
lokal harus diselesaikan secara lokal. Hanya sebagian saja data dari dinas
kesehatan kabupaten.
c. Dampak negatif lainnya dapat terjadi bila dilihat dari kesiapan tenaga kesehatan
yang bekerja di wilayah puskesmas itu sendiri. Karena memang sistem
desentralisasi belum terealisasi, sedangkan kinerja di puskesmas yang sudah
terbiasa dengan sistem sentralisasi, semua urusan terpusat pada satu atasan saja.
d. Adanya ketimpangan pegambilan keputusan oleh pihak-pihak yang tidak
seharusnya mempunyai kewenangan tersebut. Hal tersebut dikarenakan ada orang
yang ingin menguasainya, atas dasar keegoisan manusia
6

2.4.2 Dampak Positif
Desentralisasi membawa dampak yang cukup bermanfaat pada sebagian besar
sistem kesehatan, tetapi perlu diingat bahwa persiapan merupakan hal yang sangat
krusial. Implentasi praktek yang sulit jangan dijadikan underestimate karena
implementasi dilakukan tahap demi tahap, bukan seketika jadi. Jika kita tinjau lebih
jauh penerapan ebijakan otonomi daerah atau desentralisasi itu sendiri adalah
pemerintah daerah diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengatur daerahnya.
Hal tersebut dikarenakan penilaian pemerintah daerah lebih mengetahui kondisi
daerahnya masing-masing.
Di samping itu dengan diterapkannya sistem desentralisasi pada puskesmas
diharapkan biaya birokrasi menjadi lebih efisien. Hal ini merupakan beberapa
pertimbangan mengapa otoda harus dilakukan di sebuah puskesmas. Banyak sekali
keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi ini di mana pemerintah daerah akan
mudah untuk mengelola puskesmas dengan sumber daya alam yang dimilikinya,
dengan diemikian apabila sumber dya alam yang dimiliki telah dikelola secara
maksimal maka pelayanan keshatan yang didapat masyarakatpun akan maksimal
juga.
Pengelolaan sumber daya alam berbasis komunitas merupakan salah satu
strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam. Dari pernnyataan di atas telah jelas
betapa perlunya suatu otonomi daerah dilakukan.masyarakat menginginkan adanya
suatu kemandirian yang diberikan pada mereka untuk berusaha mengembangkan
sumber daya alam yang mereka miliki. Karena, mereka lebih mengetahui hal- hal
apa saja yang terbaik bagi mereka.









7

BAB 3
CONTOH KASUS
Studi kasus
Kebijakan Desentralisasi Puskesmas Di Kabupaten Bogor
Kebijakan desentralisasi puskesmas di kabupaten Bogor sudah mulai dipersiapkan
sejak tahun 2000 bahkan menurut beberapa responden yang berhasil diwawancara
menjelaskan bahwa kebijakan desentralisasi untuk puskesmas sudah diawali dengan
penyerahan sebagian urusan pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang terdapat pada PP 7
tahun 1997. Responden umumnya berpendapat bahwa desentralisasi pada sektor kesehatan
merupakan hal yang tepat dan selayaknya dillaksanakan di tingkat kabupaten termasuk
Kabupaten Bogor.
Sejak berlakunya kebijakan desentralisasi maka terjadi perubahan organisasi yang
cukup besar dimana terjadi pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Seiring dengan kebijakan tersebut pemerintah kabupaten Bogor banyak melakukan
upaya-upaya perubahan salah satunya adalah upaya untuk mempercepat pembangunan
dengan menggalakkan sebuah visi yaitu Mewujudkan Masyarakat yang Maju, Mandiri,
Sejahtera berlandaskan Iman dan Takwa . Dari visi tersebut dinas kesehatan kabupaten
Bogor menetapkan visi yaitu Kabupaten Bogor Sehat Mandiri 2008. Penetapan visi
menurut hasil pengukuran I (2004) dan pengukuran II (2005) kepada responden penelitian ini
diputuskan oleh seluruh anggota organisasi dalam hal ini diwakili oleh para pimpinan
struktural di dinas kesehatan. Dalam mewujudkan visi tersebut dinas kesehatan kabupaten
Bogor berusaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan membuat prioritas
masalah yang kemudian diwujudkan dalam bentuk program-progam kesehatan sehingga pada
akhirnya pembangunan kesehatan dapat tercipta berdasarkan indikator yang telah ditetapkan
yaitu meningkatnya IPM Jawa Barat secara keseluruhan.
Desentralisasi telah mengubah struktur organisasi pada instansi pemerintah daerah di
Kabupaten Bogor. Hal ini dapat diliha pada Perda dan SK Bupati tentang perangkat daerah
dan SOTK Dinas Kesehatan dimana terjadi perubahan yang cukup penting dari SOTK
sebelumnya diantaranya perubahan eselonisasi pejabat struktural yaitu eselon kepala dinas
berubah dari eselon III.A menjadi II.A. Perbedaan SOTK yang spesifik Kabupaten Bogor
dengan daerah lain di Jawa Barat adalah fungsi perencanaan yang menduduki eselon III.
Adanya SK Bupati No. 11. B tahun 2002 tentang pembentukan UPTD puskesmas maka dari
101 puskesmas yang ada dibentuk 35 UPTD Puskesmas dimana dengan adanya SOTK baru
8

ini memberikan kemudahan bagi dinas kesehatan dalam hal pemantauan dan pelaporan,
selain juga mempermudah koordinasi di tingkat kecamatan (MP Dinkes Kab. Bogor 2005).
Seiring perjalanan waktu dan pengaruh dari suhu politik di Indonesia, kebijakan
desentralisasi mengenai struktur organisasi mengalami perubahan yaitu keluarnya PP No. 8
Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. PP ini merubah struktur sistem
kesehatan wilayah. Pemerintah daerah kabupaten Bogor tidak langsung memberlakukan PP
ini, pada awal tahun 2005 PP No. 8 Tahun 2003 ini mulai diberlakukan. Memang sempat
muncul kekhawatiran di berbagai pihak saat PP ini akan diberlakukan.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, sudah banyak produk kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah kabupaten Bogor. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari MP
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2005 disebutkan bahwa ada 7 komponen kebijakan
yang telah dikeluarkan yaitu : Restrukturisasi Organisasi, Peningkatan dan Pengembangan
Manajemen SDM, Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan, Peningkatan Kerangka Kerja
Perundang-Undangan, Peningkatan Akuntabilitas Publik, Peningkatan Promosi Kesehatan
(belum muncul Perda atau Surat Keputusan dimana kegiatan promosi kesehatan tersebut
dapat dilakukan melalui kerjasama lintas sektor) dan Mobilisasi Sumber Daya.
Kebijakan-kebijakan tersebut sangat membantu dinas kesehatan Kabupaten Bogor
dalam menjalankan fungsinya sesuai dengan apa yang diamanatkan desentralisasi. Dinas
kesehatan kabupaten Bogor sudah mulai menjalankan fungsi kewenangannya seperti
menjalankan proses manajemen yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.
Sistem perencanaan dinas kesehatan sudah berjalan dengan baik dimana setiap usulan
kegiatan/program yang mengacu pada usulan dari tingkat bawah atau puskesmas hal ini dapat
dilihat dari tahapan perencanaan yaitu pelaksanaan musyawarah pembangunan tingkat desa
(Musbangdes), pelaksanaan forum perencanaan tingkat kecamatan (Musrenbang Kecamatan)
dan pelaksanaan rapat koordinasi pembangunan tingkat kecamatan (Rakorbang tingat
Kabupaten). (MP Dinkes Kab. Bogor 2005).
Diperlukan kemampuan yang tinggi dari berbagai pihak yang terkait agar perencanaan
dapat menghasilkan kegiatan/program yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat.
Selama proses desentralisasi berjalan terasa bahwa perencanaan di dinas kesehatan kabupaten
Bogor belum sepenuhnya optimal. Kenyataan menunjukan meskipun usulan awal dari
tingkat desa, namun keputusan akhir tetap pada tingkat kabupaten sehingga seringkali pola
kegiatan yang disetujui sangat tergantung pada kapasitas individu-individu yang terlibat
dalam pengambilan keputusan tersebut. Program pembangunan kesehatan yang
bertujuan menciptakan kabupaten Bogor sehat dan mandiri 2008 dimana sehat berarti setiap
9

penduduk dapat terjangkau oleh pelayanan kesehatan dan mempunyai peluang yang sama
untuk mengembangkan hidup sehat, sedangkan mandiri berarti setiap penduduk dapat/mampu
berfikir, bersikap dan bertindak secara kreatif dan inovatif dalam mengatasi masalah
kesehatan yang dihadapi atas kehendak dan dorongan diri sendiri bahkan diharapkan mampu
mempengaruhi lingkungan untuk bersikap dan berprilaku hidup sehat antara lain apabila
merasa sakit dengan kesadaran dan kehendak sendrii mencari pertolongan pengobatan ke
tenaga kesehatan.
Upaya mencapai tujuan tersebut belum menunjukkan upaya yang maksimal, realisasi
program-program yang berorientasi sehat dan mandiri masih belum diperjuangkan
sepenuhnya oleh dinas kesehatan. Kenyataan dapat dilihat pada tidak seimbangnya proporsi
anggaran antara program fisik dengan non fisik. Perhatian ke program fisik yang sangat besar
menyebabkan makna sehat dan mandiri belum dimengerti oleh sebagian besar stakeholder
dan masyarakat. Menurut Dinas Kesehatan, proporsi anggaran BOP tahun 2004 berdasarkan
kegiatan fisik/non fisik terdapat 81% kegiatan fisik dan 19% kegiatan non fisik. Selain itu
hasil dari rapat Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dinas Kesehatan tahun anggaran
2006 pembagian proporsi pembiayaan tetap sama yaitu sebagian besar kegiatan adalah fisik.
Meskipun sebagian besar kegiatan yang dianggarkan APBD adalah fisik, namun pada
pelaksanaan kegiatan dinas kesehatan sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat begitu besarnya
frekuensi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang mendukung suatu program. Apabila dilihat
dari tingkat partisipasi dinas kesehatan dalam berbagai kegiatan berdasarkan pengukuran
kuesioner terlihat bahwa tingkat partisipasinya sangat besar. Namun, secara kualitas
pelaksanaan di dinas kesehatan masih belum optimal hal ini diindikatorkan dengan rendahnya
cakupan beberapa program, masih banyaknya kasus-kasus penyakit. Proses pelaksanaan
sangat tergantung pada keberadaan SDM yang melaksanakannya. Suatu perencanaan akan
sukses apabila pelaksanaan diselenggarakan dengan baik Dinas kesehatan Kabupaten Bogor
sudah mempunyai kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan staf dan pelatihan dalam
rangka peningkatan kapasitas SDM baik itu berupa pelatihan, sekolah, diklat maupun short
course. Keberhasilan pengembangan SDM ini sangat diharapkan dapat mewujudkan
perubahan yang baik pada perilaku individu-individu yang terlibat. Apabila dilihat dari sisi
kemampuan, sebagian besar SDM di dinas kesehatan sudah cukup memenuhi syarat untuk
menjalankan apa yang telah menjadi tupoksinya. SDM di dinas kesehatan Bogor bisa
dikatakan selangkah lebih maju dalam hal pengetahuan. Hal ini diperjelas pada tingkat
pendidikan responden penelitian ini yang sebagian berpendidikan sarjana dan sebagian lagi
10

berpendidikan Magister. Namun masalah motivasi sering menjadi kendala utama dalam
mewujudkan keberhasilan pelaksanaan secara maksimal.
Kemungkinan penyebab motivasi yang kurang pada SDM di dinas kesehatan adalah
tingkat kepercayaan terhadap staf masih rendah di beberapa pimpinan dinas kesehatan. Rasa
kurang percaya tersebut disebabkan beberapa alasan salah satunya adalah staf tidak bisa
menjalankan tugasnya dengan baik. Pernyataan diatas sejalan dengan hasil penilaian skala
perilaku kelompok responden masih belum cukup baik memperlakukan orang lain sebagai
individu ketimbang sekedar sebagai anggota kelompok. Artinya selama ini pimpinan masih
melihat seseorang sebagai individu sehingga individu yang menurut mereka tidak kompeten
untuk mengerjakan tugas tidak dilibatkan dalam pekerjaan tersebut padahal individu tersebut
merupakan bagian dari kelompok besar yang juga menentukan keberhasilan dari tujuan
organisasi.
Pelaksana kegiatan tidak terlepas dari SDM yang ada di tingkatan puskesmas.
Meskipun SDM di puskesmas tidak lebih buruk daripada SDM di dinas namun tingkat
motivasi ternyata tidak jauh berbeda. SDM di dinas kesehatan sudah terdorong kearah arus
desentralisasi yang cukup pesat, namun individu-individu di puskesmas seolah-olah berjalan
dengan sangat begitu lambat. Berbagai permasalahan kepegawaian banyak terjadi seperti
diungkapkan oleh beberpa pejabat dinas kesehatan seperti Masalah kepegawaian adalah
puskesmas banyak yang kosong, ketaatan dan kinerja puskesmas kurang, disebabkan karena
dokter/petugas tidak ada di tempat, jumlah tenaga yang kurang, atau keterampilan
dokter/petugas yang kurang. Terjadinya fenomena weekend rate, kalau sabtu-minggu sudah
semua tahu bahwa di RS kosong oleh tenaga dokter, maka lebih baik di by pass ke
Bandung, Persiapan SDM puskesmas sebagian besar belum siap menghadapi desentralisasi,
puskesmas tertinggal jauh dari dinas sehingga banyak kegiatan-kegiatan yang tidak
nyambung.
Beberapa alasan yang dapat ditangkap adalah bagi petugas yang bekerja diwilayah
terpencil jarak tempat tinggal dengan puskesmas serta keadaan geografis yang tidak
mendukung menyebabkan mereka tidak mau ditempatkan di wilayah tersebut sehingga
menyebabkan tidak terdistribusinya petugas secara merata disetiap puskesmas yang
menyebabkan timbulnya kekosongan petugas di satu wilayah yang mengakibatkan tumpang
tindih pekerjaan dan menumpuknya petugas di wilayah lain, selain memang kualitas SDM di
puskesmas sebagian besar kurang dibandingkan SDM di dinas kesehatan.
Kurangnya pelaksanaannya monitoring dan evaluasi oleh dinas kesehatan merupakan
penyebab lain yang membuat SDM di puskesmas kurang motivasi. Hal ini juga di sampaikan
11

oleh beberapa pejabat di dinas kesehatan seperti rentang kendali yang luas dibandingkan
kesibukan di dinas keseahtan, frekuensi pertemuan dan rapat yang banyak di kabupaten
merepotkan untuk turun ke puskesmas, geografi Kabupaten Bogor yang luas dan belum
ditunjang jalan yang baik menyulitkan monitoring ke lapangan.
Desentralisasi telah mendorong perubahan pada tatanan kepegawaian dalam bentuk
perubahan struktur dinas kesehatan. Perubahan struktur ini ternyata telah mengakibatkan
beberapa jabatan strtuktural berkurang dan hal ini mengakibatkan beberapa staf kehilangan
jabatan. Beberapa diantara mereka menganggap dan menjadikan kehilangan jabatan structural
ini sebagai salah satu faktor yang menyebabkan turunnya motivasi pegawai
Pecepatan akselerasi perkembangan individu pada tingkat dinas kesehatan (tingkat
kabupaten) cukup pesat, hal ini ditunjukkan oleh banyaknya aktifitas staf dinas kesehatan
yang melakukan upaya peningkatan kapasitas seperti mengikuti sekolah bergelar dan
mengikuti kursus computer dan bahasa Inggris. Namun akselerasi peningkatan kapasitas
individu ini di puskesmas berjalan lambat. Hal ini karena masalah informasi dan jauhnya
jarak puskesmas yang belum memungkinkan untuk bergabung karena memerlukan biaya
transportasi yang tidak sedikit.
Tingkat kepercayaan terhadap staf oleh pimpinan dinas kesehatan masih rendah. Hal
ini umumnya karena proses transisi dan keterbukaan yang lebih dinamis dibandingkan pada
masa sebelum desentralisasi. Kemampuan kepemimpinan saat ini diakui perlu lebih
akomodatif dan lebih dialogis dibandingkan pola pengarahan seperti yang dulu lazimnya
berlaku. Salah satu penyebab yang mungkin dari ketidakpercayaan ini adalah pada saat
dilakukan penelitian sedang terjadi kekosongan jabatan Kepala Dinas Kesehatan. Sangat
mungkin pimpinan yang lama dipandang sangat tinggi sehingga para pengganti yang ada saat
ini dipandang belum layak.
Masih ada pegawai yang memiliki preferences dalam mendelegasikan wewenang
kepada pegawai tertentu saja. Hal ini telah mengakibatkan tumpang tindih pada beberapa
pegawai dan kehilangan motivasi pada pegawai yang merasa tidak dipercaya. Hal ini
menunjukkan masih adanya mental model yang belum sesuai dan belum kolegial untuk
memberikan kesempatan dan maju bersama sebagai sesame staf dalam satu institusi.





12

BAB 4
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Desentralisasi merupakan suatu sarana untuk menjadikan kinerja puskesmas menjadi efektif
dan efisien. Misalnya pada pelaksanan program program kerja puskesmas, pelaksanaan
pogram tersebut tidak perlu menunggu dari peraturan dan kebijakan dari pemerintah pusat.
Seiring berkembangnya jaman, sistem sentralisasi yang dulunya pernah diterapkan di
Indonesia sudah tidak terlalu sesuai. Seperti adanya keluhan tentang tidak adanya bantuan
subsidi, kurangnya pelayanan di bidang preventif dan kurangnya tenaga kesehatan di
puskesmas. Maka dari itu pemerintah berinisiatif untuk membuat sistem desentralisasi untuk
puskesmas melalui pemerintah daerah. Yaitu dengan cara melimpahkan wewenang untuk
membuat aturan yang sesuai dengan daerah masing- masing. Pada awalnya rencana
desentralisasi ini mengundang polemik di masyarakat, ada pro dan kontra. Ada kalanya
sistem ini menyebabkan kekacauan dan kebingungan. Tapi seiring perkembangan jaman
sistem ini mulai berjalan dengan baik, tapi perlu ditambahkan dan ditingkatkan lagi untuk
mencapai kepuasan maksimal dan mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Indonesia. Kesadaran dari orang yang berkecimpung di bidang puskesmas juga turut
membantu kesuksesan sistim desentralisasi, dengan kesadaran untuk terus ikhlas membantu
dan menyehatkan masyarakat maka akan tercapai tujuan awal kesehatan itu apa.













13

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai