Anda di halaman 1dari 7

Perbandingan Transparansi E-Procurement dengan Lelang Manual melalui studi kasus

JAKARTA Staf ahli pengadaan Komisi Pemilihan Umum, Harmawan Kaeni,


mengatakan lembaganya mulai menerapkan sistem elektronik untuk pengadaan
logistik pada Pemilu 2014. Tapi, kata dia, sistem e-procurement pengadaan
memiliki sejumlah kelemahan.
Sistem ini tidak memungkinkan masyarakat, termasuk wartawan dan LSM,
memantau proses lelang yang terjadi, ujar Harmawan ketika ditemui Tempo di
gedung KPU kemarin. Alasannya, kata dia, sistem ini hanya bisa diakses panitia
pengadaan dan peserta tender.
Dia mengklaim sistem pelelangan manual, misalnya pada 2009, lebih transparan
dibanding sistem elektronik. Dengan sistem e-procurement, kata dia, masyarakat
hanya bisa melihat pengumuman tender yang terbatas, sehingga penawaran yang
masuk dalam sistem ini tidak bisa dipantau langsung oleh publik. Dokumen
penawaran dan kelengkapannya juga tidak bisa diakses langsung publik, katanya.
Pengadaan online, kata dia, masih bisa menimbulkan peluang penyalahgunaan
jika tidak diawasi ketat. Tidak menutup kemungkinan ada penyalahgunaan,
terutama dilakukan oleh rekanan yang nakal, ucapnya.
Padahal, saat peluncuran sistem pelelangan elektronik ini pada medio Oktober
lalu, Kepala Biro Logistik KPU Boradi berharap proses lelang satu atap ini, antara
panitia dan calon penyalia barang serta jasa, bisa lebih mudah diawasi dan
transparan.
Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Dalam Negeri Arif Wibowo memastikan
pihaknya akan mengawasi proses pengadaan logistik oleh KPU. Proses harus
dilakukan secara terbuka dan dapat diakses publik untuk pengawasan, ia
memaparkan.
KPU menganggarkan logistik Pemilu 2014 sebesar Rp 3,24 triliun untuk pengadaan
lima jenis barang. Anggaran logistik pemilu terbagi dua, yakni anggaran 2013 dan
2014 yang dikelola KPU. Anggaran pada 2013 sebesar Rp 800 miliar dianggarkan
untuk lelang kotak dan bilik suara. (Sumber : Tempo, 1 November 2013)

Kalau melihat dari berita ini, ada beberapa butir yang dipermasalahkan oleh narasumber berita
tersebut, yaitu:
1. Sistem ini tidak memungkinkan masyarakat, termasuk wartawan dan LSM, memantau proses
lelang yang terjadi;
2. Sistem ini hanya bisa diakses panitia pengadaan dan peserta tender;
3. Masyarakat hanya bisa melihat pengumuman tender yang terbatas, sehingga penawaran
yang masuk dalam sistem ini tidak bisa dipantau langsung oleh publik;
4. Dokumen penawaran dan kelengkapannya juga tidak bisa diakses langsung publik;
5. Masih bisa menimbulkan peluang penyalahgunaan jika tidak diawasi ketat.
Apakah ini semua memang merupakan kelemahan E-Procurement dan akan menjadi lebih baik
apabila dilaksanakan secara manual atau non e-proc? Berikut penalaahannya pada setiap poin:

1. Sistem ini tidak memungkinkan masyarakat, termasuk wartawan dan LSM, memantau proses
lelang yang terjadi
Proses pelelangan adalah salah satu rangkaian dari pelaksanaan pengadaan barang/jasa
pemerintah yang melibatkan beberapa pihak dalam rantai prosesnya. Yaitu Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) yang bertugas untuk menyiapkan dan menetapkan rencana pelaksanaan
pengadaan (Spesifikasi Teknis, Harga Perkiraan Sendiri/HPS, dan Rancangan Kontrak), Kelompok
Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP)/Panitia Pengadaan yang bertugas untuk memilih
penyedia, serta peserta pengadaan yang merupakan penyedia barang/jasa.
Proses pelelangan dilakukan oleh para pihak yang secara hukum telah ditetapkan serta bersifat
mandiri dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain diluar organisasi pengadaan. Hal ini untuk
menjamin independensi pelaksana pemilihan penyedia agar dapat memilih penyedia maupun
barang/jasa yang dibutuhkan secara profesional sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Peran pengawasan oleh masyarakat, termasuk wartawan dan LSM dilakukan tidak pada
keseluruhan proses, namun dibatasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
termasuk Undang-Undang Keterbukaan dan Informasi Publik. Bahkan dalam UU KIP telah
ditekankan bahwa kontrak merupakan salah satu informasi yang bersifat terbuka dan dapat
diakses oleh masyakarat. Nah, kontrak ini merupakan hasil dari pemilihan penyedia atau baru
tersedia setelah proses lelang selesai dilaksanakan.
Berikut perbandingan antara pemantauan yang dapat dilakukan apabila lelang dilaksanakan
secara manual maupun elektronik.
Lelang Manual (Non E-Proc)
Pengumuman untuk lelang manual banyak dilakukan dengan menggunakan papan
pengumuman pada instansi pelaksana pengadaan. Juga sebelum keluarnya Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, dilakukan melalui media
cetak dalam bentuk pengumuman di surat kabar. Hal ini berarti keterbukaan atau
transparansi lelang manual dibatasi oleh akses kepada papan pengumuman dan media
cetak.
Tahapan pelelangan pada lelang manual tertulis pada dokumen pengadaan yang hanya
dapat diambil oleh penyedia yang mendaftar dan apabila ada perubahan tahapan
pelelangan maka Pokja ULP/Panitia Pengadaan mengumumkan melalui papan
pengumuman dan juga hanya dapat diakses oleh peserta pelelangan atau pengunjung yang
kebetulan melihat-lihat papan pengumuman.
Pengumuman pemenang pada lelang manual dilaksanakan juga pada papan pengumuman
yang memuat nama peserta yang menjadi pemenang dan 2 cadangan apabila ada. Peserta
yang lain tidak dapat melihat siapa-siapa saja yang gugur pada tahapan pemilihan serta
alasan pengguguran peserta.
E-Procurement
Pengumuman pada lelang secara elektronik/E-Procurement selain dilaksanakan melalui
papan pengumuman pada instansi pelaksana pengadaan juga dilaksanakan pada portal
pengadaan nasional melalui LPSE. Dengan perkembangan teknologi dan informasi, maka
pengumuman pelelangan yang dilakukan pada hari ini, pada jam yang sama sudah tersebar
di dunia maya dan dapat diakses oleh siapapun termasuk wartawan dan LSM tanpa perlu
berlangganan surat kabar lagi.
Dengan adanya portal pengadaan nasional, yang bisa diakses melalui
http://inaproc.lkpp.go.id, maka pengumuman pelelangan seluruh Indonesia dapat diakses
hanya dari 1 portal tanpa harus mencari satu-persatu melalui lebih dari 500 LPSE di Seluruh
Indonesia

Portal Pengadaan Nasional
Masyarakat dapat mencari pengumuman pelelangan yang dilaksanakan berdasarkan
wilayah atau berdasarkan judul pengadaannya.
Tahapan pelelangan pada E-Procurement bersifat terbuka dan dapat diakses oleh
masyarakat tanpa perlu mengikuti proses pelelangan, cukup bermodalkan akses internet
saja.
Dibawah ini adalah salah satu contohnya:
a. Berikut tampilan http://lpse.lkpp.go.id yang digunakan untuk melihat informasi
pengumuman lelang dan lelang yang sedang berlangsung saat ini



b. Berikut tampilan pada salah satu lelang yang sedang dibuka, yaitu Pengadaan
Perangkat Keras dan Aplikasi Pendukung di Biro Logistik Setjen KPU 2013


c. Pada pilihan Tahap Lelang Saat ini dapat dilihat jadwal pelelangan secara utuh, mulai
dari pengumuman hingga pelaksanaan kontrak, serta riwayat atau history perubahan
jadwal yang dilakukan oleh Pokja ULP/Panitia PengadaanJadwal Lelang


Dari informasi di atas terlihat bahwa melalui lelang secara elektronik, masyarakat
termasuk Wartawan dan LSM dapat mengakses seluruh tahapan dan jadwal pelaksanaan
pengadaan secara terbuka dan transparan, bahkan dapat mengetahui apabila ada
perubahan jadwal tanpa harus menjadi peserta pelelangan terlebih dahulu.
Khusus untuk pengumuman pemenang, maka E-Procurement menampilkan semua
peserta yang mendaftar serta yang gugur pada tahapan evaluasi serta alasan gugurnya.
Dibawah ini adalah salah satu contohnya:
a. Masih pada web yang sama (lpse.lkpp.go.id) namun pada halaman awal bila anda
memilih link yang bertuliskan Semua pada pengumuman. Akan ditampilkan nama
seluruh paket yang pernah dilelangkan oleh LPSE LKPP. Kemudian bila dilihat salah
satu paket lelang yang tahapannya sudah selesai


b. Apabila tautan peserta diklik, maka akan ditampilkan daftar seluruh peserta yang
ikut pelelangan, pemenang, yang gugur, serta alasan peserta dinyatakan gugur

Dari informasi ini terlihat bahwa E-Procurement lebih transparan dalam mengumumkan
hasil pemilihan penyedia karena dapat diakses oleh siapapun tanpa batasan tempat dan
waktu oleh masyarakat. Hal ini dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam melakukan
pengontrolan pelaksanaan pengadaan oleh masyarakat secara terbuka termasuk menilai
apakah alasan pengguguran peserta yang menawar dengan harga lebih rendah sudah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau tidak.

2. Sistem ini hanya bisa diakses panitia pengadaan dan peserta tender
Seperti penyampaian sebelumnya, pelaksanaan pengadaan sesuai aturan perundang-undangan
merupakan sebuah proses yang hanya dapat diikuti oleh para pihak yang terlibat langsung
dalam proses pengadaan barang/jasa. Keterlibatan ini dibatasi juga berdasarkan tugas pokok
dan fungsi (Tupoksi) masing-masing agar tidak terjadi intervensi diluar batasan kewenangan.
Ketentuan ini berlaku baik menggunakan non elektronik atau e-procurement. Pada lelang yang
dilaksanakan secara manual, yang dapat mengakses seluruh tahapan pengadaan hanyalah para
pihak yang terlibat. Seperti tahapan pelaksanaan penjelasan pekerjaan tentu hanya dapat
diikuti oleh peserta yang telah mendaftar. LSM dan Wartawan tidak dapat mengikuti jalannya
acara penjelasan pekerjaan karena bukan peserta pelelangan. Apalagi dengan pelaksanaan
evaluasi penawaran dan kualifikasi yang hanya dapat diikuti oleh Pokja ULP/Panitia Pengadaan.
Dengan E-Procurement, kewenangan ini diwujudkan dalam bentuk penggunaan level akses
yang berbeda, misalnya user penyedia hanya dapat mengakses menu yang berhubungan
dengan penyedia barang/jasa, panitia hanya dapat mengakses pemilihan penyedia, PPK hanya
dapat mengakses menu yang merupakan tugas pokok PPK tanpa dapat mengintervensi evaluasi
yang dilakukan oleh panitia. Khusus auditor, juga diberikan login khusus untuk dapat
memonitor jalannya pelaksanaan pemilihan penyedia.
Masyarakat dapat mengakses seluruh proses lelang pada tahap pengumuman, melihat tahapan
dan jadwal yang telah, sedang, dan akan terjadi, serta mengakses secara penuh informasi hasil
pelelangan apabila sudah selesai.
Berdasarkan hal ini, tidak ada perbedaan yang signifikan antara lelang manual dan e-
procurement dalam hal akses terhadap proses pelelangan.

3. Masyarakat hanya bisa melihat pengumuman tender yang terbatas, sehingga penawaran
yang masuk dalam sistem ini tidak bisa dipantau langsung oleh publik
Mari kita lihat pengumuman tender salah satu lelang yang menggunakan metode papan
pengumuman

Pengumuman Manual

Sekarang mari dibandingkan dengan hasil pelelangan yang dilaksanakan secara elektronik yang
telah dipaparkan di atas.
Apakah ada informasi mengenai siapa saja penyedia yang mendaftar dan memasukkan
dokumen penawaran?
Apakah terlihat siapa saja yang gugur dan apa alasan Pokja ULP/Panitia Pengadaan
menggugurkan penawaran peserta?
Siapa saja yang bisa melihat pengumuman ini apabila hanya ditempelkan melalui papan
pengumuman pada instansi?
Metode mana yang justru membatasi transparansi?



4. Dokumen penawaran dan kelengkapannya juga tidak bisa diakses langsung publik
Dokumen penawaran merupakan dokumen yang disusun oleh peserta pelelangan untuk
mengikuti lelang serta disampaikan kepada Pokja ULP/Panitia Pengadaan untuk dievaluasi
berdasarkan ketentuan dan tata cara yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan.
Evaluasi lelang tidak sama dengan evaluasi hasil ujian saat bersekolah di sekolah dasar, yaitu
hasil pekerjaan teman sekelas diperiksa secara bersama-sama dengan cara bu guru
menyampaikan jawaban yang benar pada papan tulis dan murid-murid memeriksa pekerjaan
temannya. Dokumen penawaran bersifat rahasia hingga berbentuk kontrak. Apabila sudah
berbentuk kontrak, yang berarti pelelangan sudan selesai, maka berdasarkan UU KIP sudah
tidak bersifat rahasia lagi dan dapat diminta sesuai ketentuan dan tata cara yang diatur oleh UU
KIP.
Ketentuan ini berlaku baik lelang non elektronik maupun e-procurement.
Selama menjadi panitia lelang sewaktu saya masih menjadi PNS, tidak pernah sekalipun setelah
pembukaan penawaran mengumbar dokumen penawaran dan kelengkapannya kepada publik.
Prinsip transparansi pada pengadaan barang/jasa tidak berarti semua dokumen dibuka dan
kalau perlu diupload oleh masyarakat luas.

5. Masih bisa menimbulkan peluang penyalahgunaan jika tidak diawasi ketat
Penyalahgunaan sebenarnya tidak bergantung kepada pemilihan metode pelelangan, melainkan
kembali kepada diri manusia itu sendiri.
Pelaksanaan lelangan secara manual, rentan disusupi dengan tindakan post bidding, yaitu
tindakan menambah, mengurangi atau mengubah dokumen penawaran setelah batas akhir
pemasukan dokumen penawaran. Bentuk dokumen penawaran yang bersifat fisik, dapat
dengan mudah dihapus, dirobek, atau disisipkan oleh Pokja ULP/Panitia Pengadaan apabila ada
permainan dengan peserta pelelangan.
Pelaksanaan secara elektronik mampu mencegah itu semua, yaitu dengan disimpannya master
file berbentuk .rhs pada server yang dapat diakses oleh para pihak setelah pelelangan termasuk
auditor. Hal ini menyebabkan file yang diakses oleh Pokja ULP/Panitia Pengadaan akan sama
dengan yang dapat diakses oleh PPK maupun auditor, sehingga apabila ada penyalahgunaan
dengan cara post bidding maka akan dapat ditemukan dengan cepat.
Akhir kata, tidak ada metode yang sempurna selama masih ada campur tangan manusia di
dalamnya. Otomatisasi sistem-pun tidak akan berpengaruh banyak selama pengontrolan masih
berada dibawah manusia. Sehingga yang perlu diperkuat saat ini adalah sumber daya manusia
yang kredibel dan profesional.

Anda mungkin juga menyukai