Mutiah
210120090001
Magister Ilmu Komunikasi Unpad
Dosen : Dr. Antar Venus, M.A Comm
mumutamron@yahoo.co.id
PENDAHULUAN
Masih ingatkah dengan tanggal 23 Desember 2007 ? apa yang terjadi di Provinsi
Bengkulu saat itu? jawabnya tidak terjadi apa-apa, tapi sesuatu terjadi pada surat kabar di
Provinsi Bengkulu, 2 surat kabar terbesar di provinsi tersebut dalam periode lebih kurang
2 bulan menyajikan berita seragam mengenai gempa dari berbagai sudut pandang
(ekonomi, sosial, politik, agama, mistis dll). Sebagai provinsi yang rawan gempa, apalagi
baru saja diguncang gempa pada tanggal 12 September 2007, berita yang berkaitan
dengan “hajat orang banyak” ini tentu saja menjadi konsumsi wajib warganya, sambutan
“positif” pemerintah setempat mengenai rumor ini semakin melengkapi “skenario” surat
kabar (yang nyatanya meningkatkan oplah ketika itu).
Selanjutnya kita sedikit bergerak ke media elektronik, berita besar Manohara yang
menjadi primadona pemberitaan di hampir semua media massa, baik cetak maupun
elektronik dari media lokal hingga nasional (Metro TV, RCTI, SCTV, TV One, Trans 7,
Trans TV). Content berita ini menjadi sangat kompleks manakala media memberikan
perhatian lebih terhadap isu ini dengan mengaitkan aspek ekonomi (kehidupan selebriti
yang glamour), kekerasan dalam rumah tangga, hak asasi perempuan, bahkan yang sangat
sensitif dari khasus ini adalah muatan sentimen antar bangsa yaitu Indonesia dan
Malaysia. Apa yang terjadi? Masyarakat menjadikan isu ini perbincangan di ruang publik
maupun di ruang sosial mereka, baik di kampus, ibu-ibu rumah tangga yang sedang
belanja, remaja perempuan di mall-mall, dikantor, di warteg dan masih banyak lagi.
Kemudian keberhasilan media ini ditandai juga dengan respon politik dari SBY,
2
Megawati, Yusuf Kalla (moment yang tepat untuk mencari simpati ketika detik-detik
pemilu semakin dekat)
Kondisi di atas menggambarkan kepada saya bahwa berita memungkinkan
pembacanya untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan media. Muaranya tindakan
pembaca ini akan menjadi perluasan untuk berita itu selanjutnya. Pembaca seolah
diarahkan media massa untuk berfikir pada apa yang dikehendaki media massa. Dalam
komunikasi massa hal ini adalah bagian dari dampak media massa dari sudut berita yang
disajikan.
Sekelumit fenomena yang saya paparkan di atas adalah pengilutrasian dari teori
agenda setting (Agenda setting theory). Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Maxwell
McCombs dan Donald L. Shaw melalui studi empirisnya pada tahun 1973, dengan
publikasi pertamanya berjudul “the agenda setting function of the mass media” public
opinion quarterly”(Nurudin, 2007: 195).
Elvinaro&Lukiati (2004: 74), menjelaskan bahwa “ teori agenda setting
memperkuat pengaruh media massa kembali dalam posisi dan penitrasi media terhadap
khalayak” kemudian lanjut Elvinaro & Lukiati (2004: 73-74) mengatakan bahwa “jika
media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi
khalayak untuk menganggapnya penting” oleh karena itu agenda setting media mampu
memberikan pengaruh yang besar bagi khalayak, kembali menurut Elvinaro& Lukiati
(2004:74) menekankan :
Adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan media pada suatu
persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan tersebut,
dengan kata lain , apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting
pula oleh masyarakat.
Lantas bagaimana kerja efek dalam konteks agenda setting? Seperti yang
diungkapkan -lagi- oleh Elvinaro&Lukiati (2004: 74) bahwa:
efek dari model agenda setting terdiri dari efek langsung dan efek lanjutan
(subsequent efek) . Efek langsung berkaiatan dengan isu; apakah isu itu ada atau
tidak ada dalam agenda khalayak, dari semua isu, mana yang dianggap paling
penting menurut khalayak, sedangkan efek lanjutan berupa persepsi (pengetahuan
tentang peristiwa tertentu) atau tindakan seperti memilih kontestan pemilu atau
protes.
3
IMPLIKASI METODOLOGIS
2. Metode Penelitian Agenda Setting
Sebuah pendekatan survey khalayak dapat dilakukan untuk mengetahui apakah isi
pesan/isu media itu dianggap penting dan menjadi agenda publik. Selanjutnya untuk
melihat apakah isu tersebut dianggap penting atau menjadi agenda media dapat diketahui
4
dengan pendekatan penelitian analisis isi media (content analysis). Namun ada juga
beberapa penelitian menggunakan framing analysis untuk melihat agenda media.
rienc
catio
muni
inter
expe
Pers
onal
onal
pers
com
and
n
e
g (influential
e media)
t
k
e
Agenda
Agend
Agend
Public
Policy
Media
e
a
a
p
e
r
s
even
isyu or
agenda
an
ence of
import
the
ors of
indicat
world
Real
PEMBAHASAN
3. Konseptualisasi Agenda Setting
5
Tiga konsep dari teori agenda setting ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
media melakukan setting atas beritanya dengan menyajikan poin-poin penting yang
dianggap menonjol. Kemudian setelah agenda tersebut diberitahukan khalayak, maka
masyarakat membuat agenda sendiri merujuk pada informasi yang mereka baca atau
dapat dari media tersebut. Jika sama maka agenda tersebut akan teraplikasi dengan
tindakan masyarakat yang menjadi efek media tersebut, baik dengan munculnya
6
kecemasan, ketakutan dan mengarah pada suatu rumusan yang dapat menggiring publik
untuk melakukan apa yang mereka pikirkan. Selanjutnya dengan agenda masyarakat yang
telah terbentuk ini menuntut pemerintah untuk menindaklanjuti berita yang berkembang
menjadi sebuah dorongan untuk menentukan kebijakan.
Untuk lebih memperjelas pergerakan tiga agenda (agenda media, agenda khalayak
dan agenda kebijakan) dalam teori agenda setting ini, dapat saya sederhanakan melalui
gambar berikut :
.
Agenda Agenda kebijakan
Agenda media
Khalayak support
Pesan visibility
familiarity likelihood of action
Audienc
personal freedom of action
salience
sailence
valence
-favorability
Efek langsung
dan efek
lanjutan
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa pesan dari media massa yang
telah diagendakan dengan memperhatikan unsur-unsur visibility, audience salience dan
valence bergerak menjadi agenda khalayak, dimana “pembicaraan” media menjadi
“pembicaraan” khalayak, khalayak menjadi merasa penting untuk mengikuti
perkembangan isu bahkan sampai pada tingkat perilaku. Inilah realitas dimana surat
kabar lokal telah memberikan efek langsung maupun efek lanjutan.
Lantas agenda khalayak ini mendorong munculnya agenda kebijakan. Pemerintah
menentukan langkah dalam merumuskan langkah-langkan kebijakan.
Tampaknya gambaran teori agenda setting, masih dapat kita jumpai di ranah
media massa sampai sekarang. Baik itu berita yang menjadi positif, misalnya berita
gempa Padang yang secara kontinyu di sajikan dalam kurun waktu tertentu menjadikan
agenda khalayak untuk terus menyaksikannya hingga muncullah efek lanjutan berupa
rasa empaty untuk memberikan bantuan, masyarakat berbondong-bondong melakukan
7
KESIMPULAN
Sampai kapanpun saya yakin bahwa teori ini akan selalu eksis di dunia
persuratkabaran, apalagi fenomena surat kabar lokal yang semakin menjamur menuntut
isi yang mewakili kepentingan khalayaknya dan tentu kepentingan surat kabar itu sendiri.
Teori agenda setting menjadi pilihan yang relevan jika ingin mencermati atau
meneliti efek komunikasi massa, atau bisa juga untuk melihat konstruksi realitas dibalik
berita surat kabar.
SARAN
Jika dalam perusahaan besar kita mengenal ada istilah corporate social
responsibility (CSR) sebagai bentuk upaya hubungan yang baik dengan lingkungan sosial
eksternal perusahaan, saya kira dalam media massa juga harus ada CSR ini, minimal
lewat isi berita yang baik yang menunjukan realitas informasi yang sebenar-benarnya (hal
ini bisa menjadi pertimbangan awak media massa ketika menentukan agenda medianya).
8
Sekian
Terimakasih
mumutamron@yahoo.co.id
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro & Lukiati, Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : Sembiosa
Rakatamo Media, 2004
Mutiah, Efek Pesan Dibalik Berita Tentang Isu Tsunami (Studi Agenda Setting Media Lokal
Bengkulu tentang Isu Tsunami di Harian Rakyat Bengkulu dan Bengkulu Ekspress)
Bengkulu : Skripsi, 2008