Anda di halaman 1dari 6

Contoh kerusakan dan perbaikan runway Bandara Supadio Makassar

Dimana penyebabnya adalah rusaknya landasan pacu Supadio. Ada sebuah lubang berdiameter
sedalam 3 centimeter dengan diameter sebesar 2 x 3 meter. Pihak bandara kemudian memutuskan
untuk tidak mengambil resiko, dan menghentikan semua penerbangan sementara waktu, sembari
menambal aspal yang terkelupas tersebut.



Metode Konstruksi Runway
Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung
yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal dengan agregat, digelar di atas suatu
permukaan material granular mutu tinggi disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang
dibuat dari slab-slab beton ( Portland Cement Concrete ) disebut perkerasan Rigid ( FAA,
2009 ).
Pada struktur perkerasan bekerja muatan roda pesawat terjadi sampai beberapa juta kali selama
periode rencana. Setiap kali muatan ini lewat, terjadi defleksi lapisan permukaan dan lapisan
dibawahnya. Pengulangan beban (repetisi) menyebabkan terjadinya retakan yang pada akhirnya
mengakibatkan kerusakan /kegagalan total. Perkerasan dibuat dengan tujuan untuk memberikan
permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta ketebalan dari setiap lapisan
harus cukup aman untuk menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak perkerasan
lapisan di bawahnya ( Basuki, 1986 ).
Perkerasan lentur terdiri dari satu lapisan bahan atau lebih yang digolongkan sebagai lapisan
permukaan, lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah yang terletak di atas lapisan tanah dasar
yang telah dipersiapkan. Lapisan tanah dasar dapat berupa galian atau timbunan. Lapisan
permukaan terdiri dari bahan berbitumen yang berfungsi untuk memberikan permukaan yang
halus yang dapat memikul beban-beban yang bekerja dan berpengaruh pada lingkungan untuk
jangka waktu operasional tertentu untuk menyebarkan beban yang bekerja kelapisan
dibawahnya. Lapisan pondasi atas adalah bahan yang terdiri dari material berbutir dengan bahan
pengikat atau tanpa pengikat yang berfungsi memikul beban yang bekerja dan menyebarkan ke
lapisan-lapisan dibawahnya ( Yoder dan Witczak, 1975 ).
Fungsi perkerasan adalah untuk menyebarkan beban ke tanah dasar dan semakin besar
kemampuan tanah dasar untuk memikul beban, maka tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan
semakin kecil. Karena keseluruhan struktur perkerasan didukung sepenuhnya oleh tanah dasar,
maka identifikasi dan evaluasi terhadap struktur tanah dasar adalah sangat penting bagi
perencanaan tebal perkerasan.
Pada perencanaan perkerasan pada runway, memiliki konsep dasar yang sama dengan
perencanaan perkerasan pada jalan raya, dimana perencanaan berdasarkan beban yang bekerja
dan kekuatan bahan yang digunakan untuk mendukung beban yang bekerja. Namun, pada
aplikasi sesungguhnya, tentu terdapat perbedaan pada perencanaan perkerasan runway dan jalan
raya, yaitu :
1. Jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 9000 lbs, sedangkan runway
dirancang untuk memikul beban pesawat yang rata-rata berbobot jauh lebih besar yaitu sekitar
100.000 lbs.
2. Jalan raya direncanakan mampu melayani perulangan beban (repetisi) 1000-2000 truk per
harinya. Sedangkan ruway direncanakan untuk melayani repetisi beban 20.000 sampai 40.000
kali selama umur rencana.
3. Tekanan ban pada kendaran yang bekerja kira-kira 80-90 psi. Sedangkan pada runway tekanan
ban yang bekerja diatasnya adalah mencapai 400 psi.
4. Perkerasan jalan raya mengalami distress yang lebih besar karena beban bekerja lebih dekat ke
tepi lapisan, berbeda pada runway dimana beban bekerja pada bagian tengah perkerasan.
Ada beberapa metode perencanaan perkerasan bandar udara walaupun tidak terdapat satu metode
yang banyak digunakan dan diterima oleh banyak pihak, namun terdapat beberapa metode yang
dapat diajukan. Metode-metode tersebut adalah : Metode ICAO ( LCN ), metode FAA dan
metode CBR.
Menurut ICAO, ada 5 faktor koreksi yang mempengaruhi perencanaan panjang runway, yaitu :
1. Faktor koreksi ketinggian dari muka air laut ( Altitude of the Airport), kalau letak pelabuhan
udara semakin tinggi dari muka air laut, maka udara semakin tipis, temperatur semakin kecil,
sehingga panjang landasan pacu harus semakin panjang.
2. Faktor koreksi temperatur, keadaan temperatur di bandar udara pada tiap tempat tidaklah
sama. Makin tinggi temperatur di suatu bandar udara, maka semakin panjang landasan pacu yang
dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi temperatur udara maka semakin kecil
density nya, yang mengakibatkan daya desak pesawat berkurang. Sehingga dituntut panjang
runway yang lebih panjang.
3. Faktor koreksi gradient (kemiringan memanjang), dimana tanjakan pada landasan akan
menyebabkan kebutuhan akan landasan pacu yang lebih panjang dan pada landasam pacu yang
datar. Begitu juga sebaliknya, apabila landasan menurun maka panjang landasan pacu dapat lebih
pendek. Sebagai standardisasi untuk runway, tiap 1% kenaikan gradien landasan akan
membutuhkan penambahan panjang landasan pacu sebanyak 7% sampai dengan 10%.
4. Faktor koreksi angin (Surface wind), dimana apabila kondisi arah angin sejajar dengan arah
gerak pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan akan semakin besar, sebaliknya apabila
arah angin berlawanan dengan arah gerak pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan pacu
akan semakin kecil
5. Faktor koreksi kondisi permukaan landasan, dimana apabila pada permukaan landasan pacu
terdapat genangan air, maka pada saat pesawat akan mengudara akan mengalami hambatan
kecepatan, sehingga dibutuhkan landasan pacu yang lebih panjang.

Struktur Perkerasan Landasan Pacu
Perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan
yang dibuat dari bahan terpilih. Perkerasan dapat berupa aggregat bermutu tinggi yang diikat
dengan aspal yang disebut perkerasan lentur, atau dapat juga plat beton yang disebut perkerasan
kaku.
Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala
kondisi cuaca, serta tebal dari setap lapisan harus cukup aman untuk menjamin bahwa beban
pesawat yang bekerja tidak merusak lapisan dibawahnya.
Perkerasan lentur dapat terdiri dari satu lapisan atau lebih yang digolongkan sebagai permukaan
(surface course), lapisan pondasi atas (base course), dan lapisan pondasi bawah (subbase course)
yang terletak di antara pondasi atas dan lapisan tanah dasar (subgrade) yang telah dipersiapkan.
Lapisan permukaan terdiri dari campuran bahan berbitumen (biasanya aspal) dan agregat, yang
tebalnya bervariasi tergantung dari kebutuhan. Fungsi utamanya adalah untuk memberikan
permukaan yang rata agar lalu-lintas menjadi aman dan nyaman dan juga untuk memikul beban
yang bekerja diatasnya dan meneruskannya kelapisan yang ada dibawahnya. Lapisan pondasi
atas dapat terdiri dari material berbutir kasar dengan bahan pengikat (misalnya dengan aspal atau
semen) atau tanpa bahan pengikat tetapi menggunakan bahan penguat (misalnya kapur). Lapisan
pondasi harus dapat memikul beban-beban yang bekerja dan meneruskan daN menyebarkannya
ke lapisan yang ada dibawahnya. Lapisan pondasi bawah dapat terdiri dari batu alam yang
dipecahkan terlebih dahulu atau yang alami. Seringkali digunakan bahan sirtu (batu-pasir) yang
diproses terlebih dahulu atau bahan yang dipilih dari hasil galian di tempat pekerjaan. Tetapi
perlu diketahui bahwa tidak setiap perkerasan lentur memerlukan lapisan pondasi bawah.
Sebaliknya perkerasan yang tebal dapat terdiri dari beberapa lapisan pondasi bawah.
2.6.1 Stuktur Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement )
Menurut Basuki, ( 1986 ) dalam buku Merancang Merencanakan Lapangan Terbang,
perkerasan flexible adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat elastis, maksudnya adalah
perkerasan akan melendut saat diberi pembebanan. Adapun struktur lapisan perkerasan lentur
sebagai berikut :
1. Tanah dasar (Sub Grade)
Tanah dasar (sub grade) pada perencanaan tebal perkerasan akan menentukan kualitas konstruksi
perkerasan sehingga sifatsifat tanah dasar menentukan kekuatan dan keawetan konstruksi
landasan pacu.
Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar, dari cara yang
sederhana sampai kepada cara yang rumit seperti CBR (California Bearing Ratio), MR (Resilient
Modulus), dan K (Modulus Reaksi Tanah Dasar). Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk
kebutuhan perencanaaan tebal lapisan perkerasan ditentukan dengan menggunakan pemeriksaan
CBR.
Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium tidak
dapat mencakup secara detail (tempat demi tempat), sifat sifat daya dukung tanah dasar
sepanjang suatu bagian jalan. Koreksikoreksi perlu dilakukan baik dalam tahap perencanaan
detail maupun tahap pelaksanaan, disesuaikan dengan kondisi tempat. Koreksikoreksi semacam
ini akan di berikan pada gambar rencana atau dalam spesifikasi pelaksanaan.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat beban lalu
lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan
macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
d. Lendutan dan lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkanya, yaitu
pada tanah berbutir kasar ( Granular Soil ) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat
pelaksanaan.
2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)
Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course) adalah bagian dari konstruksi perkerasan landasan
pacu yang terletak di antara tanah dasar ( Sub Grade ) dan lapisan pondasi atas ( Base Course ).
Menurut Horonjeff dan McKelvey, ( 1993 ) fungsi lapisan pondasi bawah adalah sebagai berikut
:
a. Bagian dari konstruksi perkerasan yang telah mendukung dan menyebarkan beban roda ke
tanah dasar.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang murah agar lapisan lapisan selebihnya dapat
dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi atas.
3. Lapisan Pondasi Atas ( Base Coarse )
Lapisan pondasi atas ( Base Coarse ) adalah bagian dari perkerasan landasan pacu yang terletak
diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan.
Fungsi lapisan pondasi atas adalah sebagai berikut :
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban
lapisan dibawahnya.
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c. Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah.
4. Lapisan Permukaan ( Surface Course )
Lapisan permukaan (Surface Course) adalah lapisan yang terletak paling atas. Lapisan ini
berfungsi sebagai berikut :
a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi untuk
menahan beban roda selama masa pelayanan.
b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan
dibawahnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Lapisan aus ( wearing Course ), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem
kendaraan sehingga mudah nenjadi aus.
d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga lapisan bawah yang memikul
daya dukung lebih kecil akan menerima beban yang kecil juga.
Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di samping itu bahan
aspal sendiri memberikan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan
terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu
dipertimbangkan kegunaanya, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar tercapai manfaat
yang sebesar besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
2.6.2 Stuktur Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement )
Perkerasan kaku adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat dimana saat pembebanan
berlangsung perkerasan tidak mengalami perubahan bentuk, artinya perkerasan tetap seperti
kondisi semula sebelum pembebanan berlangsung. Sehingga dengan sifat ini, maka dapat dilihat
apakah lapisan permukaan yang terdiri dari plat beton tersebut akan pecah atau patah. Perkerasan
kaku ini biasanya terdiri dua lapisan yaitu :
a. Lapisan permukaan (surface course) yang dibuat dari plat beton
b. Lapisan pondasi (base course)
Pada perkerasan kaku biasanya dipilih untuk : Ujung landasan, pertemuan antara landasan pacu
dan taxiway, apron dan daerah-daerah lain yang dipakai untuk parkir pesawat atau daerah-daerah
yang mendapat pengaruh panas blast jet dan limpahan minyak ( Basuki, 1986 ). Universitas
Sumatera Utara
2.7 Sistem Drainase Bandar Udara
Sistem drainase adalah aspek yang sangat penting dalam perencanaan bandar udara. Drainase
yang baik akan menjamin dan menjaga umur perkerasan. Drainase yang kurang baik akan
menimbulkan genangan air pada permukaan yang dapat membahayakan pesawat yang akan
melakukan pendaratan dan lepas landas.Fungsi dari sistem drainase bandar udara adalah sebagai
berikut :
a. Mengalirkan dan membuang air permukaan dan bawah tanah yang berasal dari tanah di sekitar
bandar udara.
b. Membuang air permukaan yang berasal dari permukaan bandar udara.
2.8 Metode-Metode Perencanaan Perkerasan
Dalam merencanakan perkerasan suatu landasan pacu, terdapat berbagai metode-metode yang
digunakan untuk mendesain perkerasannya. Pola penyelesaiannya pun berbeda-beda pula, namun
semuanya sama-sama bertujuan untuk menghasilkan desain perkerasan yang aman dan terjamin.
Beberapa pertimbangan dalam desain perkerasan landasan pacu meliputi :
a. Prosedur pengujian bahan untuk subgrade dan komponen-komponen lainnya harus akurat dan
teliti.
b. Metode yang dipakai harus sudah dapat diterima umum dan sudah terbukti telah menghasilkan
desain perkerasan yang memuaskan.
c. Dapat dipakai untuk mengatasi persoalan-persoalan perkerasan landasan pacu dalam waktu
yang relatif singkat.
Adapun beberapa metode yang digunakan untuk merencanakan suatu perkerasan landasan pacu
terurai di bawah ini.
2.8.1 Metode California Division of Highway (CBR )
Pada sejarah singkatnya, metode CBR pertama kali digunakan oleh California Division of
Highway yaitu badan pengembangan jalan milik pemerintah negara bagian California di
Amerika serikat. Metode ini adalah berdasarkan atas investigasi kekuatan daya dukung tanah
dasar. Investigasi ini meliputi 3 jenis utama kegagalan yang terjadi pada perkerasan, yaitu : (1)
pergeseran lateral material pada lapisan pondasi akibat adanya penyerapan air oleh lapisan
perkerasan, (2) penurunan yang terjadi pada lapisan di bawah perkerasan, dan (3) lendutan yang
berlebihan pada perkerasan akibat adanya beban yang berkerja.
Metode ini bertujuan untuk mendesain suatu perkerasan yang kokoh yang dibuat dari bahan
bahan material yang dipersiapkan. Sehingga untuk memprediksi karakter atau sifat material yang
akan digunakan untuk perkerasan maka pada tahun 1929 diperkenalkan suatu test uji bahan yang
disebut test uji CBR (California Bearing Ratio). Uji CBR dilakukan pada banyak jenis material
yang dianggap representatif terhadap material yang akan digunakan untuk bahan pondasi.
CBR adalah persentase perbandingan antara kuat penetrasi suatu material uji terhadap kuat
penetrasi bahan standar berupa batu pecah yang memiliki CBR 100 persen. Kemudian karena
metode ini memiliki prosedur yang sederhana, korps insinyur dari Angkatan Darat Amerika
Serikat mengadopsi metode ini untuk mendesain perkerasan lapangan udara dan jalan raya untuk
kebutuhan yang mendadak pada saat Perang Dunia II.
Penggunaan metode ini memungkinkan perencanaan untuk menentukan ketebalan lapisan sub
base, base, dan surface yang diperlukan untuk memakai kurva-kurva desain, dengan prosedur
pengujian test terhadap tanah yang sederhana.
2.8.1.1 Tanah Dasar
Sampel tanah dasar untuk pengujian CBR diuji dalam laboratorium untuk menentukan nilai
CBR. Pengujian dilakukan dengan melakukan pemadatan dengan kadar air tertentu. Dalam
penentuan nilai CBR, apabila pada tiap area yang dari sampel tanah didapat nilai CBR yang
berbeda, maka perencanaan tebal perkerasan ditentukan berbeda-beda sesuai dengan nilai CBR
dari tanah pada area tersebut.
2.8.1.2 Menentukan Equivalent Single Wheel Load ( ESWL )
ESWL adalah nilai yang menunjukkan beban roda tunggal yang akan menghasilkan respon dari
struktur perkerasan pada satu titik tertentu di dalam struktur perkerasan,dimana besarnya sama
dengan beban yang dipikul pada titik roda pendaratan. Dalam penentuan nilai ESWL biasanya
prosedur perhitungannya berdasarkan tegangan vertikal, lendutan dan regangan.
2.8.1.3 Menentukan Pesawat Rencana
Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang beroperasi dan besar
MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data jumlah keberangkatan tiap jenis
pesawat yang berangkat tersebut. Lalu dipilih jenis pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan
yang paling besar. Pemilihan pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus
berbobot paling besar, tetapi jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu
yang direncanakan.
Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang membutuhkan tebal perkerasan
yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang paling besar yang beroperasi di dalam bandara.
2.8.1.4 Menentukan Lalu-Lintas Pesawat
Pada metode CBR, jumlah total repetisi beban pesawat rencana yang telah dihitung dalam bentuk
ESWL selama umur rencana digunakan untuk menghitung tebal perkerasan total. Total repetisi
pesawat rencana tersebut mencakup data keberangkatan dan kedatangan pesawat rencana. Dari
data yang diperoleh maka dapat ditentukan jumlah lintasan pesawat tahunan yang direncanakan
dengan cara mengalikan jumlah penerbangan setiap minggunya dalam satu tahun.

Anda mungkin juga menyukai