Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Atribut
Howard R. Davia memberi lima nasehat kepada seorang auditor pemula dalam
melaksanakan investigasi terhadap fraud yaitu :
1. Hindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara prematur.
2. Fraud auditor harus mampu membuktikan niat pelaku melakukan kecurangan
(perpetrator intent to commit fraud).
3. Kreatiflah, berpikir seperti pelaku kejahatan, jangan mudah ditebak dalam hal arah
pemeriksaan, penyelidikan, atau investigasi yang dilakukan (be creative, think like a
perpetrator, do not be predictable)
4. Auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan persekongkolan.
5. Dalam memilih proactive fraud detection strategy (strategi untuk menemukan
kecurangan dalam investigasi proaktif), si auditor harus mempertimbangkan apakah
kecurangan dilakukan di dalam pembukuan atau di luar pembukuan.
Nasehat Davia mengenai pelaksanaan investigasi fraud oleh auditor pemula
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Dari awal upayakan menduga siapa pelaku.
2. Fokus pada pengumpulanbukti untuk proses pengadilan.
3. Kreatif dalam menerapkan teknik investigasi, berpikir seperti penjahat, jangan
mudah ditebak.
4. (kalau sistem pengendalian intern sudah baik), fraud hanya bisa terjadi karena
persekongkolan, investigator harus memiliki indera atau intuisi yang tajam untuk
merumuskan teori mengenai persekongkolan; ini adalah sebagai bagian dari teori
mengenai fraud.
5. Kenali pola fraud. Ini memungkinkan investigator menerapkan teknik investigasi
yang sukses.
Karakteristik Seorang Pemeriksa Fraud
Berdasarkan Association of Certified Fraud Examiners, pemeriksa fraud harus
memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Pemeriksa fraud harus memiliki kemampuan yang unik di samping keahlian
teknisnya seperti kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara
fair, tidak memihak, sahih (mengikuti ketentuan perundang-undangan), akurat, serta
mampu melaporkan fakta-fakta itu secara akurat dan lengkap.
2. Pemeriksa harus memiliki kemampuan untuk menumbuhkan kepercayaan pada diri
orang lain sehingga tujuan spesifik yakni mendapat informasi dapat tercapai. Hal
tersebut juga diperlukan karena pemeriksa fraud berurusan dengan segala macam
jenis manusia dari berbagai latar belakang. Idealnya, pemeriksa harus mempunyai
kepribadian yang menarik dan memotivasi orang lain untuk membantunya.
3. Karena setiap orang itu unik (tiada duanya), maka pemeriksa fraud harus mampu
berkomunikasi dalam bahasa mereka.
4. Pemeriksa fraud harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti konsep-
konsep keuangan, dan kemampuan untuk menarik kesimpulan terhadapnya.
Kualitas Akuntan Forensik
Berdasarkan jawaban kuesioner yang dibagikan oleh Robert J. Lindquist,
kualitas yang harus dimiliki seorang akuntan forensik antara lain :
Kreatif
Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang
normal dan mempertimbangkan interpreatsi lain, yakni bahwa itu tidak perlu
merupakan situasi bisnis yang normal.
Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian
peristiwa dan situasi.
Tak menyerah
Kemampuan untuk maju terus pandang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak
mendukung dan ketika dokumen dan informasi sulit diperoleh.
Akal sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata.
Business sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan dan bukan
sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.
Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita sehingga kita dapat bertahan
di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan
pembela).
Standar
K.H. Spencer Pickett dan Jennifer Pickett merumuskan beberapa standar untuk
mereka yang melaksanakan investuagasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rujuk
adalah investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai perusahaan. Standar tersebut
antara lain :
Standar 1 : Seluruh investigasi harus dilandasi praktek terbaik yang diakui
(accepted best practice).
Dalam istilah ini tersirat dua hal yaitu adanya upaya membandingkan
antara praktek-praktek yang ada dengan merujuk kepada yang terbaik saat
itu (benchmarking) dan upaya benchmarking dilakukan terus menerus
mencari solusi terbaik.
Standar 2 : Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip kehati-hatian (due care)
sehingga bukti-bukti tadi dapat diterima di pengadilan.
Standar 3 : Pastikan bahwa seluruh dokumentasi dalam keadaan aman,
terlindungi dan diindeks, dan jejak audit tersedia.
Dokumentasi ini diperlukan sebagai referensi apabila ada penyelidikan di
kemdian hari untuk memastikan bahwa investigasi sudah dilakukan
dengan benar dan juga membantu perusahaan dalam upaya perbaikan
cara-cara investigasi sehingga accepted best practice dapat dilaksanakan.
Standar 4 : Pastikan bahwa para investigator mengerti hak-hak asasi pegawai
dan senatiasa menghormatinya.
Apabila investigasi dilakukan dengan cara yang melanggar hak asasi
pegawai yang bersangkutan dapat membuat perusahaan dan investigator
dituntut.
Standar 5 : Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya
melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa
pegawai tersebut baik dalam kasus hukum administratif maupun
hukum pidana.
Di Indonesia, terdapat tindak pidana di mana beban pembuktian terbalik
dimungkinkan yang membuat jaksa penuntut umum harus mengajukan
sedikitnya dua alat bukti yang memberikan keyakinan kepada hakim.
Standar 6 : Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang
sangat kritis ditinjau dari segi waktu.
Sejak investigator memulai investigasinya, ia harus menentukan cakupan
mengenai hal-hal yang esensial dalam tugasnya.
Standar 7 : Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk
perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara,
kontak dengan pihak ketiga, pengamanan menganai hal-hal yang
bersifat rahasia, ikuti tata cara atau protokol, dokumentasi dan
penyelenggaraan catatan, keterlibatan polisi, kewajiban hukum, dan
persyaratan mengenai pelaporan.
Kode Etik
Kode etik berisi nilai-nilai luhur yang amat penting bagi eksistensi profesi.
Profesi bisa eksis karena ada integritas (sikap jujur walaupun tidak diketahui orang
lain), rasa hormat dan kehormatan, dan nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa
percaya dari pengguna dan stakeholders lainnya.
Seorang ahli hukum berkebangsaan Inggris, Lord (John Fletcher) Moulton
membedakan tiga wilayah tingkat manusia yaitu :
1. Wilayah hukum positif, di mana orang patuh karena ada hukum dan hukuman untuk
ketidakpatuhan.
2. Wilayah kebebasan memilih, di mana orang mempunyai kebebasan penuh untuk
menentukan sikapnya.
3. Wilayah yang ketiga merupakan wilayah yang berada di tengah-tengah kedua
wilayah yang telah disebutkan sebelumnya atau disebut Lord Moulton sebagai
kesopansantunan
Menurut Moulton, yang menentukan kebesaran suatu bangsa adalah berapa
besarnya kepatuhan bangsa itu akan hal-hal yang tidak dapat dipaksakan kepadanya
(namun mengandung nilai-nilai yang luhur) atau dengan kata lain kebesaran suatu
bangsa ditentukan oleh kepatuhannya akan ethics. Berikut adalah contoh suatu kode etik
yang dalam hal ini berlaku di dalam KPK/ Komisi Pemberantasan Korupsi (sebagian
dari kode etik) :
(1) Nilai-nilai dasar pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dilaksanakan dalam
bentuk sikap, tindakan, dan perilaku Pimpinan KPK.
(2) Pimpinan KPK wajib menjaga kewenangan luar bisa yang dimilikinya demi
martabat KPK dan martabat pimpinan KPK dengan perilaku, tindakan, sikap, dan
ucapan sebagaimana dirumuskan dalam Kode Etik.
(3) Kode Etik diterapkan tanpa toleransi sedikit pun atas penyimpangannya (zero
tolerance) dan mengandung sanksi tegas bagi mereka yang melanggarnya.
(4) Perubahan atas Kode Etik Pimpinan KPK menurut keputusan ini akan segera
dilakukan berdasarkan tanggapan dan masukan dari masyarakat yang ditetapkan
oleh Pimpinan KPK.
Terdapat dua hal yang menarik dari Kode Etik di atas yaitu pimpinan KPK menetapkan
kode etik bagi mereka sendiri yakni pimpinan KPK memulai dari diri mereka sendiri
dan bukan dari karyawan mereka dan yang kedua adalah kode etik tersebut sejalan
dengan temuan IRS terhadap orang Amerika yang berlatar belakang etnis Asia.
Dalam pelaksanaan kode etik, tidak cukup hanya dengan memiliki dokumen
mengenai Standar dan Kode Etik, diperlukan pula penegakan yang tegas dan konsisten
sehingga kredibilitas profesi tidak diragukan. Mempunyai dokumen mengenai Standar
dan Kode Etik sendiri hanya merupakan langkah awal yang baik untuk memulai
pelaksanaan kode etik tersebut.
Pengertian Akuntansi Forensik
Forensik, menurut Merriam Websters Collegiate Dictionary (edisi ke 10) dapat
diartikan berkenaan dengan pengadialan atau berkenaan dengan penerapan
pengetahuan ilmiah pada masalah hukum. Oleh karena itu akuntasi forensik dapat
diartikan penggunaaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum.
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA),
mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok)
untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan
selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif.
Bologna dan Liquist (1995) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai aplikasi
kecakapan finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap isu-isu yang tak
terpecahkan, yang dijalankan di dalam konteks rules of evidence. Sedangkan Hopwood,
Leiner, & Young (2008) mendefinisikan Akuntansi Forensik adalah aplikasi
keterampilan investigasi dan analitik yang bertujuan untuk memecahkan masalah-
masalah keuangan melalui cara-cara yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh
pengadilan atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis yang dilakukan harus
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau hukum yang memiliki
yurisdiksi yang kuat.
Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan Forensik adalah
Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat
digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan forensik juga
mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang akuntansi, auditing, keuangan, metode-
metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam hukum, penelitian, dan keterampilan
investigatif dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti
dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut.
Keahlian Akuntansi Forensik
Harris & Brown (2000) bahwa Akuntan forensik mempelajari hal-hal yang positif bagi
perusahaan saat terjadi merger atau akuisisi dan memastikan bahwa seorang pembeli
telah memahami tentang situasi dan nilai keuangan perusahaan target. Akuntan forensik
sering memanfaatkan keahlian akuntansinya dalam litigasi. Selanjutnya, hasil penelitian
tersebut dibatasi pada pembahasan (a) penghitungan kerugian dalam kasus-kasus seperti
cidera yang diderita oleh seseorang, liabilitas produk, sengketa kontrak, dan kekayaan
intelektual dan (b) pengungkapan aset-aset yang tersembunyi dalam kasus hukum
perkawinan yang kompleks.
Jenis-jenis jasa ini dapat meningkat pada saat akuntan forensik diundang untuk
bertindak sebagai saksi ahli (Durtschi, 2003; Messmer, 2004; Peterson & Reider, 2001;
Ramasway, 2005). Dengan hal demikian Perusahaan menugaskan akuntan forensik
untuk menjadi pengawas dalam evaluasi terhadap transaksi bisnis yang potensial bagi
perusahaan tersebut.
Akuntan forensik saat ini menggunakan keahlian yang unik dalam menjalankan tugas-
tugas seperti menentukan apakah sebuah perusahaan telah melakukan mis-interpretasi
terhadap catatan laporan keuangan, apakah telah terjadi fraud atas inventaris dan modal
yang dimiliki oleh perusahaan, dan apakah telah terjadi laporan keuangan yang
berlebih-lebihan pada sebuah perusahaan (Harris & Brown, 2000; Messmer, 2004).
Dengan demikian keahlian seorang akuntan forensik digunakan dalam menyelidiki
fraud yang terjadi di perusahaan maupun di pemerintahan
Brooks, Riley, & Thomas; Kahan (2005) dalam penelitiannya menggunakan informasi
keuangan dengan volume sangat besar dan kompleks, biasanya permasalahan ini akan
menyita sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan di dalam menyelidikinya. Oleh
karena itu banyak kejahatan yang sulit untuk diidentifikasi karena pelaku menjalankan
aksinya melalui serangkaian transaksi yang kompleks.
Lebih lanjut mengatakan bahwa data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak
kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan (accident). Agar dapat
membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik harus
mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan audit yang kuat, pengenalan perilaku
manusia dan organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan tentang aspek
yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization,
opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan
bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi (profiling) pemahaman
terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a
theft).
Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan forensik sebaiknya
menguasai keterampilan dalam banyak bidang. Beberapa akuntan forensik, sudah
barang tentu, mengkhususkan diri pada bidang-bidang tertentu seperti teknologi
informasi. Akan tetapi, semua akuntan forensik yang telah terlatih sekurang-kurangnya
memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam bidang-bidang berikut ini:
1. Keterampilan auditing merupakan hal terpenting bagi akuntan forensik karena
adanya sifat pengumpulan-informasi dan verifikasi yang terdapat pada akuntansi
forensik. Akuntan forensik yang terampil harus mampu mengumpulkan dan
mengkaji informasi apapun yang relevan sehingga kasus-kasus yang mereka
tangani akan didukung secara positif oleh pihak pengadilan.
2. Pengetahuan dan keterampilan investigasi, misalnya taktik-taktik surveillance
dan keterampilan wawancara dan interogasi, membantu akuntan forensik untuk
melangkah di luar keterampilan mereka di dalam mengaudit aspek-aspek
forensik baik aspek legal maupun aspek finansial.
3. Kriminologi, khususnya studi psikologi tindak kejahatan, adalah penting bagi
akuntan forensik karena keterampilan investigasi yang efektif sering bergantung
pada pengetahuan tentang motif dan insentif yang dialami oleh perpetrator.
4. Pengetahuan akuntansi membantu akuntan forensik untuk menganalisis dan
menginterpretasi informasi keuangan yang dibutuhkan untuk membangun
sebuah kasus di dalam investigasi keuangan, apakah itu dalam kasus
kebangkrutan, operasi pencucian uang, atau skema-skema penyelewangan
lainnya. Hal ini meliputi pengetahuan tentang pengendalian internal yang baik
seperti yang terkait dengan kepemimpinan perusahaan (corporate governance).
5. Pengetahuan tentang hukum sangat penting untuk menentukan keberhasilan
akuntan forensik. Pengetahuan tentang prosedur hukum dan pengadilan
mempermudah akuntan forensik untuk mengidentifikasi jenis bukti yang
diperlukan untuk memenuhi standar hukum yurisdiksi di mana kasus akan
dinilai dan menjaga bukti melalui cara-cara yang memenuhi kriteria pengadilan.
6. Pengetahuan dan keterampilan bidang Teknologi informasi (TI) menjadi sarana
yang penting bagi akuntan forensik di tengah dunia yang dipenuhi oleh
kejahatan-kejahatan dunia maya. Pada taraf yang minimum, akuntan forensik
harus mengetahui poin di mana mereka harus menghubungi seorang ahli bidang
piranti keras (hardware) atau piranti lunak (software) komputer. Akuntan
forensik menggunakan keterampilan teknologi untuk mengkarantina data,
ekstraksi data melalui penggalian data, mendesain dan menjalankan
pengendalian atas manipulasi data, menghimpun informasi database untuk
perbandingan, dan menganalisis data.
7. Keterampilan berkomunikasi juga dibutuhkan oleh akuntan forensik untuk
memastikan bahwa hasil penyelidikan/analisis mereka dapat dipahami secara
benar dan jelas oleh pengguna jasanya.
Ramaswamy (2005) mengungkapkan inti pengetahuan seorang akuntan forensik untuk
menjadi ahli akuntan forensik selalu memerlukan peningkatkan jumlah keahlian dan
kompetensi dalam menemukan penipuan. Berikut adalah terdapat beberapa keahlian
yang berguna untuk akuntan forensik:
1. Sebuah pengetahuan yang mendalam tentang laporan keuangan, dan
kemampuan untuk menganalisa kritis mereka. Keterampilan ini membantu
akuntan forensik menemukan pola abnormal dalam informasi akuntansi dan
mengenali sumber mereka.
2. Sebuah ketelitian tentang pemahaman skema penipuan, namun tidak terbatas
pada pengelapan aset termasuk, pencucian uang, penyuapan dan korupsi.
3. Kemampuan untuk memahami sistem pengendalian internal perusahaan, dan
untuk membuat sebuah sistem kontrol yang menilai risiko, manajemen mencapai
tujuan, memberitahu karyawan mereka kontrol tanggung jawab, dan memantau
kualitas program sehingga koreksi dan perubahan dapat dibuat.
4. Keahlian di ilmu komputer dan sistem jaringan. Keterampilan ini membantu
akuntan forensik melakukan penyelidikan di era e-banking dan sistem
komputerisasi akuntansi.
5. Pengetahuan tentang psikologi, dalam rangka untuk memahami impulses dibalik
perilaku kriminal dan menyiapkan program pencegahan penipuan yang
mendorong dan memotivasi karyawan.
6. Interpersonal dan kemampuan komunikasi, yang membantu dalam penyebaran
informasi tentang kebijakan etis perusahaan dan membantu akuntan forensik
melakukan wawancara dan diperlukan memperoleh informasi yang sangat
penting.
7. Pengetahuan ketelitian dari kebijakan pemerintahan dan undang-undang yang
mengatur kebijakan perusahaan tersebut.
8. Perintah hukum pidana dan perdata, serta dari sistem hukum dan prosedur
pengadilan.
James (2008) sebagai dasar penelitian dengan menggunakan 9 (sembilan) item
kompentensi keahlian akuntansi forensic yang digunakan dalam penilaian perbedaan
persepsi dari pihak Akademisi akuntansi, Praktisi akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan
forensik yaitu :
1. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah analisis deduktif:
kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam laporan
keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang wajar.
2. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pemikiran yang
kritis: kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta.
3. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pemecahan
masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk melakukan pendekatan
terhadap masing-masing situasi (khususnya situasi yang tidak wajar) melalui
pendekatan yang tidak terstruktur.
4. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah fleksibilitas
penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar ketentuan/prosedur yang
berlaku.
5. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah keahlian analitik:
kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang seharusnya
tersedia) bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).
6. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah komunikasi lisan:
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara lisan melalui kesaksian
ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar opini.
7. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah komunikasi tertulis:
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tulisan melalui laporan,
bagan, gambar, dan jadwal tentang dasar-dasar opini.
8. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pengetahuan
tentang hokum: kemampuan untuk memahami proses-proses hokum dasar dan
isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of evidence).
9. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah composure:
kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang meskipun dalam situasi
tertekan.
Dengan demikian (9) Sembilan kompetensi yang digunakan oleh penelitian tersebut
diatas bersumber dari penjabaran atau perluasan dari beberapa pengetahuan dan
keterampilan yang di ungkapkan Ramaswamy (2005) dan dalam buku karya Hopwood,
Leiner, & Young (2008)
Kualifikasi yang harus dimiliki seorang akuntan forensik menurut Robert J. Lindquist
yang dikutip Theodorus M. Tuanakotta dalam Akuntansi Forensik dan Audit
Investgatif, 2006 diantaranya
1. Kreatif-kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi
bisnis yang normal dan mempertimbangkan insterpretasi lain
2. Rasa ingin tahu keingin tahu untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi
dalam serangkaian peristiwadan situasi
3. Tak menyerah kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta
tidak mendukung
4. Akal sehat kemampuan untuk mempertahankan persfektif dunia nyata,
5. Business sense kemampuan untuk memahami bisnis sesungguhnya berjalan
dan bukan sekedar memahami bagaimana transaksi dicatat.
6. Percaya diri kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan kita sehingga
kita dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa
penuntut umum dan pembela)