DAYA ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BIJI KENARI (Canarium
indicum L. ) HASIL PENGADUKAN DAN REFLUX
BIDANG KEGIATAN : PKM P Diusulkan oleh : RISKA RISMAWATI 260110110022
UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2014
RINGKASAN
Banyak penyakit seperti kanker, jantung, diabetes dan penyakit penyakit degeneratif semakin sering diserita oleh masyrakat di Indonesia. Salah satunya dapat disebabkan oleh antioksidan yang ada di dalam tubuh tidak mampu menetralisir peningkatan konsentrasi radikal bebas. Untuk itu, dibutuhkan tambahan antioksidan dari luar. Biji kenari diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian daya antioksidan ekstrak etanol biji kenari hasil pengadukan dan reflux dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Pengujian kuantitatif menggunakan metode DPPH dengan spektrofotometer UV-Vis. Kata kunci : antioksidan, metode ekstraksi, DPPH, biji kenari (Canarium indicum L. )
BAB I PENDAHULUAN
Kerusakan sel dan jaringan merupakan akar dari sebagian besar penyakit disebabkan oleh kelompok kimia yang sangat aktif dan berbahaya dengan dikenal dengan radikal bebas(Youngson, 2005). Dalam kondisi tertentu, radikal bebas juga dibutuhkan untuk membunuh bakteri di dalam tubuh (Winarsi, 2007). Tetapi jika radikal bebas diproduksi lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh dan, atau jika pengolahan radikal bebas dari tubuh tidak tepat, maka akan menimbulkan penyakit . oleh karena itu keberadaannya akan dikendalikan oleh antioksidan. Antioksidan dapat diperoleh dari makanan yang berasal dari alam seperti biji kenari (Canarium indicum L. ) . Kenari merupakan kacang kacangan yang bijinya memiliki kandungan antioksidan dengan salah satu komponennya yaitu polifenol (Djakarsi et al., 2011). Kenari banyak tumbuh di daerah sulawesi utara di mana oleh penduduknya banyak dimanfaatkan dalam pembuatan kue seperti halua kenari, dodol kenari, dan lain lain (Amisan, 2012). Biji kenari dipercaya dapat mencegah penurunan daya ingat (Anna, 2010), mengurangi stress, mencegah impotensi, sampai mengurangi risiko terjadinya kanker. I. Rumusan Masalah 1. Seberapa besar ekstrak etanol biji kenari berperan sebagai antioksidan? II. Tujuan 1. Mengetahui seberapa besar ekstrak etanol biji kenari dapat berperan sebagai antioksidan? III. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daya antioksidan biji kenari.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Secara taksonomi, kenari memiliki nomenklatur: Kingdom Plantae, Subkingdom Tracheobionta, Superdivisi Spermatophyta, Divisi Magnoliophyta, Klas Magnoliopsida, Subklas Rosidae, Ordo Sapindales, Famili Burseraceae, Genus Canarium (Leenhouts, 1956, Anonimous, 2004, Keneddy dan Clarke, 2004). Genus Canarium merupakan genus terbesar dalam famili Burseraceae yang tersebar dari di Afrika, Asia, dan Kepulauan TPC Project Sam Ratulangi University-Texas A&M University 2 Pasifik (Sui, et al., 1997). Jadi, dari taksonomi dapat diketahui bahwa kenari merupakan tanaman vascular (mempunyai sistem jaringan pembuluh pada batangnya), berbunga, dan berbiji dikotil. Dari spesies yang ada, spesies yang terdapat di Pasifik Barat dapat diklasifikasikan menjadi 2 group, yaitu: (1) maluense (spesies: Canarium lamili, Canarium salomonense, Canarium harveyi) dan (2) vulgare (Canarium vulgare, Canarium indicum, Canarium ovatum) (Leenhouts, 1959, Yen, 1994, Keneddy dan Clarke, 2004). Kenyataan bahwa kemiripan ketiga spesies Canarium indicum, Canarium vulgare, dan Canarium ovatum yang termasuk dalam group vulgare juga dikemukakan oleh Coronel (1996) dan Thomson dan Evans (2004). Menurut Evans (1994) ketiga spesies yang dominan tersebut berbeda-beda asalnya Canarium vulgare dari Indonesia, Canarium ovatum dari Filipina, dan Canarium indicum berasal dari Indonesia, Papua New Guinea, Solomon, dan Vanuatu. Leenhouts (1959) mengemukakan bahwa Canarium indicum dan Canarium vulgare sangat mirip (overlap). Terutama jika didasarkan pada stipula dan morfologi buahnya (bentuk, ukuran, ketebalan shell, dan warna skin buah). Namun demikian, Canarium indicum mempunyai produksi lebih tinggi dari spesies yang lain dan ukuran lebih besar sehingga paling sesuai untuk dijadikan komoditi komersil (Yen, 1994). Genus Canarium memiliki sekitar 100 spesies yang kebanyakan tumbuh di hutan lembab dataran rendah di daerah Melanesia (Kennedy dan Clarke, 2004). Namun demikian, spesies domestik yang paling banyak terdapat di Indonesia antara lain, Canarium lamili (Irian Jaya), Canarium vulgare (Sangihe Talaud, Sulawesi, Seram, Morotai, Tanimbar, dan Flores), dan Canarium indicum (Sulawesi utara, Ambon, Ternate, pulau Seram, dan Kai) (Leenhouts, 1959, Yen, 1994). Dari sebaran distribusi dan nilai komersial dari tiga spesies yang disebut diatas yang paling berpotensi adalah Canarium indicum. Canarium indicum ini dikenal juga dengan nama Canarium amboinense Hochr., Canarium commune L., Canarium. mehenbethene Gaertn., Canarium moluccanum Blume, dan Canariumanarium zephyrinum Rumphius (Thomson dan Evans, 2004). Tempat tumbuh tanaman kenari umumnya di hutan primer dengan kondisi tanah bervariasi; berkapur, berpasir, maupun tanah liat. Selain itu, tanaman ini tumbuh baik di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (Thomson dan Evans, 2004).zPada kondisi dengan kesuburan optimal, tanaman ini bisa mencapai ketinggian 40 sampai 50 meter dan diameter batang bagian bawah 1 1,5 meter (Gambar 1.1). Daunnya majemuk menyirip ganjil terdiri dari 6 8 pasang berhadapan, lonjong, dan pangkal meruncing. Daun tanaman kenari berukuran panjang daun 7 28 cm dan lebar 3,5 11 cm. Tanaman ini termasuk tanaman berbunga. Bunganya kecil berwarna putih kekuningkuningan dengan mahkota berbentuk segi tiga. Tanaman ini menghasilkan buah dan biji (kernel) yang biasanya dimanfaatkan sebagai pangan camilan. Biji (kernel) tersebut mengandung lemak dan protein tinggi. Berdasarkan pada kandungan lemak dalam biji kenari, tanaman ini dapat dibandingkan dengan beberapa tanaman lain yang bijinya mengandung lemak tinggi yaitu almond, cashew, walnut, brazilnut, hazelnut, pecan, dan macadamia. Semua tanaman tersebut termasuk dalam golongan tree nut, yaitu tanaman kacang-kacangan sumber minyak yang dominan dalam perdagangan. Buah kenari berbentuk lonjong (ovoid) sampai agak bulat, dengan dimensi morfologi 2-4 x 3-6 cm, dan pada umumnya berwarna hijau pada saat masih mentah, berubah menjadi hijau tua agak kegelapan sampai kehitaman pada saat buah matang. Warna hitam terjadi karena degradasi klorofil pada kulit buah. Secara morfologi, buah kenari terdiri dari bagian kulit luar (exocarp), daging buah (mesocarp), dan bagian tempurung dan isinya (endocarp). Bagian kulit luar dan daging buah ada yang tebal dan ada yang tipis tergantung pada spesies kenari. Bagian tersebut biasanya dibuang begitu saja, belum banyak dimanfaatkan oleh manusia. Bagian endocarp, sering disebut sebagai nut-in-shell (NIS), terdiri dari tempurung dan biji yang dibungkus oleh kulit ari (testa). Tempurung biji kenari biasanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Biji yang dipisahkan dari testa adalah bagian yang dapat dimakan (edible portion), inilah yang dimaksud dengan kenari yang biasa digunakan untuk makanan. Nut-in-shell (NIS) mempunyai 3 6 sisi atau bulat, biasanya memiliki 2-3 biji, tergantung pada spesies dan kultivar (Gambar 1.2.). Dimensi morfologis dari NIS adalah panjang 28 62 mm, lebar 20 - 35 mm denganzberat basah 8 - 20 g (Gambar 1.3). Biji kenari dilindungi oleh kulit ari atau testa, yang dalam keadaan masih segar mudah sekali dilakukan pengupasan, tetapi pada biji yang telah kering, kulit ari menyatu dengan bagian bijinya (biji yang demikian disebut dengan nut in testa, (NIT). Bagian NIT lebih sulit dilakukan pengupasan, kecuali direndam dalam air hangat beberapa saat sebelumnya. Atau biasanya, biji kenari harus direndam dalam air dingin selama kurang lebih satu jam. Pemisahan biji kenari dari tempurung dan kulit ari memberikan bagian yang dapat dimakan (Gambar 1.4). Bagian yang dapat dimakan dari biji kenari adalah 25 persen dari NIS kering (Thomson dan Evans, 2004). Komposisi kimia biji kenari sangat tergantung pada spesies, keadaan tanah, iklim, dan lokasi tumbuh. Berdasarkan pada komposisi kimia, biji kenari mengandung lemak (65 70%) sebagai komponen utamanya. Oleh sebab itu biji kenari dapat dijadikan sebagai sumber minyak nabati.
Gambar 1.2. Kenari (Canarium indicum L. var. indicum), A: Cabang dan daun kenari. B: NIS (Nut in Shell) dari beberapa kultivar
BAB III METODE PENELITIAN
BAHAN PENELITIAN Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kenari .
Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Etanol p.a. , DPPH Siga 90%, aquades.
METODE KERJA Penyiapan bahan penelitian Biji kenari dicuci bersih, ditiriskan, dan dilanjutkan dengan proses pengeringan di bawah sinar matahari langsung. Biji kenari yang telah dikeringkan ditumbuk hingga menjadi serbuk dan diayak. Serbuk yang didapat disimpan dalam wadah tertutup rapat.
Penyiapan Ekstrak Etanol Biji Kenari (Canarium indicumL. ) Pembuatan ekstrak etanol biji kenari dilakukan dengan dua cara yaitu, pengadukan dan reflux.
Uji Kuantitatif Peredaman Radikal Bebas DPPH dengan Spektrofotometri sinar tampak.
Larutan DPPH 0.004% (b/v) sebanyak 4,0 ml ditambahkan larutan uji sebanyak 2,0 ml didiamkan selama waktu reaksi terpilih, lalu diamati pada panjang gelombang maksimum. Pengukuran dilakukan sebanyak lima replikasi. Sebagai pembanding digunakan larutan DPPH 40,0 bpj 4,0 ml ditambah etanol 96% 2,0 ml.
ANALISIS DATA Analisis Statistik t-test Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang bermakna antara daya antioksidan dari ekstrak etanol biji kenari yang didapat dari hasil ekstraksi dengan metode ekstaksi pengadukan dan reflux, maka dilakukan analisa statistik menggunakan metode t- test terhadap nilai EC50 yang didapat. Bila hasil t hitung lebih besar daripada t-tabel pada alfa = 0,05 maka terdapat perbedaan yang bermakna antara daya antioksidan ekstrak etanol biji kenari yang didapat dan hasil ekstraksi secara pengadukan dibanding secara reflux (Schefler, 1979).
DAFTAR PUSTAKA
. Amisan S . 2012 . Pameran Kuliner di Golden Kawanua Tawarkan Produk Khas Manado (Online). Tersedia di : http://manado.trubunnews.com (diakses 12 Mei 2014).
Anna LK. 2010. 6 Alasan Harus Makan Kacang (Online). Tersedia di : http://health.kompas.com. (diakses 12 Mei 2014).
Djakarsi GSS, Nurali EJN, Sumual MF, Lalujan LE. 2011. Analysis of Bioactive Compound Canarium Nut (Canarium indicum L. ). Universitas Sam Ratulangi in cooperation with with USAID Texas A&M University. Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami & Radikal Bebas : Potensi dan Aplikasinya dalam Kesehatan. Yogyakarta, Kanisius, 11, 17-18, 21, 79-81. Youngson Robert. 2005. Antioksidan : Manfaat Vitamin C & E Bagi Kesehatan. Terjemahan oleh Susi Purwoko. Jakarta : Arean, 1. Anonimous, 1999. Introducing the Molucca Nut. Project Bird Watch and Yayasan Wallacea. PO Box 110-P, Ubud, Bali-Indonesia.
Anonimous, 2004. Plants Profil. Natural resources conservation service USDA.
Coronel, R.E., 1996. Pili Nut (Canarium ovatum Engl.) International Plant Genetic Resources Institute. Rome, Italy.
Evans, B., 1994. Overview of resource potential for indigenous nut production in South Pacific Indigenous Nuts. Edited by Steven, M.L., R.M. Bourke, and B.R. Evans. Proceedings of a workshop, 31 October 4 November, Vanuatu. Pp. 10-35.
Kennedy, J and W.Clarke, 2004. Cultivated Landscapes of the Southwest Pasific. Resource Management in Asia-Pasific, Canberra. Version 1.1.
Leenhout, P.W., 1956. Burseraceae. In Van Steenis, C.G.G.J. Ed. Flora Malesiana Series 1, vol. 5. Pp. 256-296. Noordhoff-Kolff N.V., Djakarta.
Leenhout, P.W., 1959. Revision of the the Burseraceae of the Malaysian area in woder sense. Canarium Stickm. Blumea, 9(2):275-647. Sui, L., F. Zee, R.M. Manshardt, Mallikarjuna, and K. Aradhya, 1997. Enzyme polymorphisms in Canarium. Scientia Horticulture, 68: 197-206.
Thomson, L.A.J and Barry Evans, 2004. Canarium indicum var. indicum and C. harveyi (canarium nut) Burseraceae (torchwood family). Species Profiles for Pacific Island Agroforestry www.traditionaltree.org.
Yen, D.E., 1994. Melanesian Arboriculture: Historical perspective with emphasis on genus Canarium in South Pacific Indigenous Nuts. Edited by Steven, M.L., R.M. Bourke, and B.R. Evans. Proceedings of a workshop, 31 October 4 November, Vanuatu. Pp. 36-44.