OLEH :
NI KOMANG SURYANINGSIH
0902105079
jaringan
kelenjar/jaringan
fibromuskuler
yang
menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo,
1994 : 193)
BPH adalah pembesaran atau hiperplasyia prostat. Kelenjar prostat membesar,
memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar
urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria
lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong,
Wim de, 1998).
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang
keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi
orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002)
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
cara menutupi orifisium uretra. Prostatektomy merupakan tindakan pembedahan
bagian prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk
memperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urine akut.
2.
Epidemiologi
Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60
tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun.
BPH merupakan tumor jinak yang sering ditemukan pada pria yang berumur lebih
dari 50 tahun dan insidennya semakin meningkat dengan bertambahnya umur.
Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hiperplasia belum diketahui secara pasti.
Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi
yaitu testis dan usia lanjut. Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar
periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :
1)
2)
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah:
1) Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal,
yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat
estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga
timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya
proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan
3) Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati
4)
5)
masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati membran sel langsung
masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5
alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan
reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian
hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi
nuclear receptor yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada
chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan
sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.
4.
Manifestasi klinis
Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas
gejala obstruktif dan gejala iritatif, yaitu:
1) Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika
karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk
berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputusputus.
Gejalanya antara lain:
a) Hesitancy yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor bulibuli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan
tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d) Pancaran lemah: kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra.
e) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil
2) Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot
detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,
sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah :
a) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan
akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor
ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya
resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan
intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-
urin.Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan
iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup
lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot
detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency,
disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu
lagi menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan
sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi.
ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita
harus
mengejan
pada
miksi
yang
menyebabkan
peningkatan
tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
Pathway (terlampir)
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
1) Darah : Ureum dan Kreatinin
a) Elektrolit
b) Blood urea nitrogen
c) Prostate Specific Antigen (PSA)
Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah:
d) Gula darah
2) Urin : Kultur urin dan sensitifitas test
a) Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
b) Sedimen
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine
berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan
sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba
yang diujikan.
3) Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan
untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria.
Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica
urinaria yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi
urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya hidronefrosis, divertikel
kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
2) Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
3) Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka
sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
4) USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan
pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi
aspirasi prostat, menentukan volume vesica urinaria dan jumlah residual urine,
serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti
batu, tumor, dan divertikel.
5) Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan
gambaran kemungkinan tumor di dalam vesica urinaria atau sumber
perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen
di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan mengenai basar prostat
dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan
prostat ke dalam uretra.
6) MRI atau CT jarang dilakukan
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam
potongan.
7.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berdasarkan derajat BPH, yaitu:
1) Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan
dapat diberikan pengobatan secara konservatif.
2) Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi
operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih
ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita
masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa
dicoba dengan pengobatan konservatif.
3) Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari
nokturia,
menghindari
obat-obatan
dekongestal
Medikamentosa
a) Obat Penghambat Adrenergik
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos
di dalam prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat
rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot
polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha
adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan prazosin,
terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat alpha
adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu
1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari
pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari
sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan
antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada
vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.
Kerugian:
Mudah berdarah.
Kerugian:
Mortality rate 1 -5 %.
Komplikasi:
Inkontinensia (<1%).
Perdarahan.
Epididimo orchitis.
Carcinoma.
Ejakulasi retrograde.
Impotensi.
Fimosis.
c) Transperineal
Keuntungan:
Kerugian:
Impotensi.
Inkontinensia.
Perdarahan hebat.
2) Prostatektomi Endourologi
a) Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)
Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi
hampir seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan
perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman,
efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada
sebagian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh
pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan
tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan
pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini
berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.
Saat ini tindakan TURP merupakan tindakan operasi paling banyak
dikerjakan di seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar daerah
yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan
yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan
agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering
dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades).
Kerugian:
Teknik sulit.
Intoksikasi cairan.
Alat mahal.
Ketrampilan khusus.
Komplikasi:
pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir
keluar.
ditekan
menjadi
dehidrasi
sehingga
lumen
uretra
melebar.
Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika
dirusak.
8. Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
Inkontinensia Paradoks
Hematuria
Sistitis
Pielonefritis
Refluks Vesiko-Ureter
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal Ginjal
9. Pencegahan
1) Suplemen Makanan
Suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi pembesaran kelenjar
prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya saw
palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis
minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat
kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan
hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH). Hasilnya,
kelenjar prostat tidak bertambah besar.
2) Zat Gizi
Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di
antaranya adalah:
Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh
lain tidak terlalu berat.
Kram perut
Adanya keasimetrisan
Adanya krepitasi
5) Pemeriksaan persistem
a) Sistem kardiovaskuler
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada
kasus preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah
yang disebabkan oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan
tekanan darah; peningkatan nadi sering dijumpai pada. kasus
postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
b) Sistem pencernaan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari
anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia,
mual, muntah, penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji
adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
Ada kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal
tersebut terjadi karena protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan
pada postoperasi BPH, karena perubahan pola makan dan makanan
c) Sistem Neuromuskuler
Pada pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik,
pinggul tajam dan kuat, nyeri punggung bawah
d) Sistem urinaria
Klien mengeluh urine terus menetes setelah berkemih, aliran urine
tidak lancar, merasa kandung kemih tidak kosong setelah berkemih.
sarafsaraf
rangsang
nyeri
ditanndai
dengan
klien
Intervensi:
Urinary Elimination Management
a) Monitor eliminasi urine yang meliputi frekuensi, konsistensi, bau,
volume, kejernihan dan ada tidaknya benda asing (batu batu kristal ).
Rasional: Abnormalitas yang ditemukan pada proses berkemih dan
urine yang dihasilkan dapat menunjukkan progresifitas perjalanan
penyakit.
b) Catat waktu terakhir miksi klien
Rasional: Sebagai indikator waktu, lamanya retensi urine berlangsung.
c) Monitor intake dan output klien.
Rasional:
Sebagai
indikasi
adanya
abnormalitas
pada
proses
perkemihan klien
d) Kolaborasi pemasangan kateter jika memungkinkan.
Rasional: Kateter dapat membantu melancarkan pembuangan urine
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi penekanan atau
robeknya jaringan viseral dari bagian-bagian traktus urinarius yang
ditandai dengan ditandai dengan klien melaporkan nyeri, klien
tampak melindungi daerah yang nyeri, klien tampak merintih, nadi
meningkat meningkat (>60-100 x/mnt), tekanan darah meningkat
(>140/80 mmhg).
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan
nyeri berkurang atau terkontrol, dengan kriteria hasil:
Level ketidaknyamanan:
Level nyeri:
Kontrol nyeri:
Klien/pendamping
mampu
mendeskripsikan
faktor-faktor
penyebab nyeri
Intervensi:
Manajemen nyeri:
a) Lakukan pengkajian yang komprehensif terhadap nyeri, meliputi
lokasi, karasteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,
serta faktor-faktor yang dapat memicu nyeri.
Rasional: Pengkajian berguna untuk mengidentifikasi nyeri yang
dialami klien meliputi lokasi, karasteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri serta factor-faktor yang dapat memicu nyeri klien
sehinggga dapat menentukan intervensi yang tepat.
b) Observasi tanda-tanda non verbal atau isyarat dari ketidaknyamanan.
Rasional: Dengan mengetahui rasa tidak nyaman klien secara non
verbal maka dapat membantu mengetahui tingkat dan perkembangan
nyeri klien.
pernah diberikan,
sebagai
Urinary Continence:
Intervensi:
Fluid monitoring
a) Kaji riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan kebiasaan elimination.
Rasional : menbantu dalam menetukan balance cairan klien
b) Catat intake dan output secara akurat
Rasional: untuk membantu penghitungan balance cairan secara akurat
Urinary elimination management
a) Monitor eleminasi urine (frekuensi, volume).
Rasional:
frekuensi
dan
volume
urine
menunjukkan
tingkat
Intervensi:
Nausea Management
a) Identifikasi faktor penyebab adanya nausea
Rasional: Untuk menentukan intervensi yang tepat pada klien.
b) Kurangi faktor risiko terjadinya nausea.
Rasional: Menurunkan frekuensi nausea dan beratnya nausea
c) Ajarkan klien untuk tidur dan istirahat yang adekuat untuk mengurangi
nausea
Rasional: Mengurangi respon mual/nausea pada klien.
d) Ajarkan makan sedikit tapi sering dan dalam kondisi hangat
Rasional : Untuk mempertahankan asupan makanan yang adekuat dan
mencegah penurunan berat badan akibat penurunan nafsu makan akibat
mual.
e) Berikan informasi tentang nausea yang muncul, seperti : penyebab dan
lamanya
Rasional: Memberikan informasi yang jelas tentang nausea dapat
membantu pasien mengatasi nauseanya secara mandiri.
f) Kolaborasi pemberian obat antiemetik yang efektif untuk mencegah
mual, jika memungkinkan.
Intervensi:
Anxiety Reduction
a) Observasi adanya tandatanda cemas/ansietas baik secara verbal
maupun nonverbal
Rasional:
Pengungkapan
kecemasan
secara
langsung
tentang
Intervensi:
Environment management comfort
a) Batasi pengunjung saat jam tidur klien
Rasional: memberikan privasi kepada klien untuk istirahat dengan
nyaman.
b) Jaga kebersihan tempat tidur klien
Rasional: memberikan kenyamanan lingkungan klien
c) Atur suhu lingkungan yang nyaman
Rasional : memberikan kenyamanan lingkungan klien
Sleep Enhancement
a) Monitor pola tidur klien dan jam tidur
Intervensi :
Infection control
a) Pertahankan kebersihan lingkungan sekitar klien.
Post Op
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen agen cedera fisik akibat
perlukaan untuk tindakan invasif yang menyebabkan robeknya
jaringan dan
Pain Level
Intervensi:
Kontrol nyeri
a) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri pada klien seperti distraksi,
relaksasi, guided imagery.
Rasional: Mengalihkan nyeri yang dialami klien.
b) Berikan lingkungan yang nyaman, misalnya tingkat kebisingan,
pencahayaan,suhu ruangan.
Rasional: Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau
sensivitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi.
c) Kurangi atau hilangkan faktor pencetus atau yang meningkatkan nyeri
pada klien.
Rasional: Untuk mengurangi perasaan nyeri yang dialami klien
d) Delegatif dalam pemberian analgetik, kortikosteroid atau steroid baik
topical maupun local.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri pada area yang sakit.
Pain Level
a) Kaji skala nyeri serta faktor yang memperberat nyeri klien.
Rasional: Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan
oleh
klien.
Bantu
klien
untuk
menilai
nyeri
dengan
Intervensi:
Infection control
a) Pertahankan kebersihan lingkungan sekitar klien.
Rasional: Lingkungan bersih mengurangi risiko invasi bakteri
penyebab infeksi.
b) Batasi pengunjung.
Rasional: mengurangi transmisi mikroorganisme dari pengunjung ke
klien.
c) Ajarkan klien cara mencuci tangan dengan baik dan benar.
Rasional: Menghindari transmisi kuman dari tangan ke daerah luka
yang menempel di tangan.
d) Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi.
Rasional: Antibiotic yang tepat dapat mengurangi replikasi bakteri.
e) Cek tanda-tanda vital klien seperti (temperature).
Rasional: Peningkatan suhu tubuh klien menandakan terjadinya
infeksi.
4. Implementasi
Implementasi dibuat berdasarkan intervensi yang telah rencanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi dibuat menggunakan SOAP berdasarkan outcome pada intervensi.
Pre Operasi
1) Retensi urine tidak terjadi dengan tanda dan gejala:
RR 16-20 x/mnt
TD 110-120/80 x/mnt
6) Pola tidur klien tidak mengalami gangguang dengan tanda dan gejala:
Post Operasi
1) Nyeri akut terkontrol dengan tanda dan gejala:
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Rizki, dkk. 2007. Faktor-Faktor Risiko terjadinya
Pembesaran Prostat Jinak. http://eprints.undip.ac.id/5282/1/Rizki_Amalia.pdf
(Diakses tgl 1 Juni 2011)
USA : Mosby
Muhammad
Akbar.2008.
Benigna
Prostate
Hyperplasia.
http://ababar.blogspot.com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html
(Diakses tgl 1 Juni 2011)
Oxana.2011.Askep
Benigna
Prostate
Hyperplasia
(BPH).
ttp://oxana.blogdetik.com/2011/02/13/askep-benigna-prostat-hipertropi-bph/
(Diakses tgl 1 Juni 2011)
Price, Silvia A. Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses Penyakit. Edisi 4 : EGC
Sjamsuhidrajat R,