Anda di halaman 1dari 15

ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No.

3; Oktober 2013 1
Journal of Business and Entrepreneurship
Survei Index Kepuasan Supplier
Sebagai Penerapan Pemasaran Holistik
(Studi Kasus PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk)
Dian Kurnia Rizki
PT Telkom Indonesia (DWS)
The purpose of this journal is to measure supplier satisfaction index from six
suppliers of Telkom Wholesale Service Division (DWS) who have been cooperating
for couple years as implementation of holistic marketing. In addition, the journal
also analyzes the gap between the suppliers expectation and satisfaction. Finally,
the number of satisfaction with the level of importance of each variable is mapped
on the quadrant operation IPA or Important Performance Analysis. The results of
this study stated that the suppliers are quite satisfied with the cooperation although
there are several variables that need to be concerned further. Through these results,
it is expected to be a basic consideration for improvement of cooperation in the
future, so that the supplier satisfaction will be better.
Keywords: Supplier Satisfaction Index; marketing holistic; GAP Analysis;
Important Performance Analysis
Survei Index Kepuasan Supplier
Sebagai Penerapan Pemasaran Holistik
(Studi Kasus PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telkom Divisi Wholesale Service
(DWS) merupakan salah satu divisi di PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk yang
menjalankan salah satu dari portofolio
bisnis Telekomunikasi yaitu penyewaan
jaringan infrastruktur telekomunikasi dan
interkoneksi. Pelanggan dari Telkom
DWS adalah operator lain atau OLO
(Other License Operator), contohnya XL
Axiata, Indosat, Axis, dan Bakrie
Telecom. Dalam menjalankan bisnisnya
di tahun 2012, Telkom DWS
berkewajiban untuk menerapkan
corporate value Telkom (5C) sebagai
bentuk komitmen. Salah satu corporate
value dari 5C itu adalah co-creation of
win-win partnership yang merupakan
komitmen perusahaan untuk memper-
2 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
lakukan mitra bisnis sebagai rekanan yang
setara. Salah satu key behaviour dari
corporate value tersebut adalah secara
aktif mencari feedback dari mitra kerja.
Co-creation of win-win partnership
sebagai coporate value tersebut
merupakan contoh implementasi dari
penerapan konsep holistik marketing
(Kotler dan Keller, 2009) yang salah satu
komponennya adalah relationship
marketing termasuk dengan para supplier.
Perhatian khusus yang diberikan pada
kesetaraan hubungan dengan para mitra
bisnis, termasuk para supplier, disebabkan
oleh eratnya hal tersebut dengan proses
penyelenggaraan layanan kepada para
pelanggan oleh Telkom DWS agar tidak
terkendala. Seperti yang dikatakan oleh
(Snyder, 2003), bahwa mitra yang tidak
puas, tidak akan berkontribusi secara
maksimal dan akan memberikan layanan
yang kurang berkualitas.
Selain dapat memperlancar proses
pelayanan kepada OLO, komitmen ini
dirasa penting dalam menangkap peluang
bisnis dan memenangkan persaingan pasar.
Berdasarkan hasil olahan data, dari TriTech
dan beberapa laporan tahunan Operator
Telekomunikasi, menunjukan bahwa
pertumbuhan jumlah subscriber bertambah
sangat signifikan dari tahun ke tahun baik
untuk pengguna seluler, FWA (Fixed
Wireless Access), dan FWL (Fixed Wire
Line). Naiknya kebutuhan jaringan
infrastruktur juga disebabkan oleh
perkembangan dari trend layanan paket
data retail seperti paket Blackberry, paket
internet, atau mobile banking. Paket
layanan retail tersebut membutuhkan
jaringan infrastruktur dengan kapasitas
yang besar untuk menjaga kualitas nya.
Memperhatikan besarnya peluang bisnis
yang besar di pasar, maka keberadaan mitra
yang puas karena kerjasama yang saling
menguntungkan sangat diperlukan.
Meskipun peluang bisnis cukup
signifikan di pasar, namun tingkat
kompetisi di industri ini juga cukup tinggi.
Berdasarkan data olahan dari dokumen
internal perusahaan, berikut ini adalah peta
persaingan di pasar jaringan infrastruktur
telekomunikasi di Indonesia :
Gambar 1. Data Competition Matrix
Pasar Infrastruktur Jaringan
Telekomunikasi di Indonesia 2011
Sumber: Telah diolah kembali dari dokumen
internal perusahaan.
Berdasarkan data di atas, terlihat
bahwa posisi Telkom, yang diwakili oleh
DWS, saat ini merupakan market leader
dilihat dari faktor kekuatan pasar serta jenis
layanan yang ditawarkan. Pesaing terberat
Telkom saat ini adalah Indosat yang berada
di posisi kedua karena ketersediaan
jaringan yang juga cukup besar. Sedangkan
perusahaan lainnya merupakan para
pemain yang relatif baru sehingga masih
jauh dari posisi Telkom saat ini. Untuk
mempertahankan posisinya, Telkom DWS
perlu melakukan efisiensi dan efektifitas
dalam proses penyelenggaraan layanannya
ke OLO sehingga kualitas layanan terjamin
dan mampu menawarkan harga yang lebih
kompetitif. Oleh sebab itu, diperlukan
adanya kerjasama yang baik dengan para
supplier sesuai yang dikatakan oleh
(Trend, 2005) bahwa satu-satunya jalan
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 3
Journal of Business and Entrepreneurship
untuk bertahan di persaingan pasar yang
ketat, adalah dengan menjadikan supplier
sebagai mitra yang setara. Hal ini karena
para supplier memiliki peran yang sangat
penting dalam meningkatkan posisi saing
dan tingkat efisiensi supply chain (Park,
Shin, & Tai-Woo, 2010).
Kepuasan supplier adalah perasaan
kesetaraan dalam hubungan supply chain
antara penjual dan pembeli meskipun
terdapat ketidakseimbangan posisi tawar
(Benton & Maloni, 2005). Seperti yang
dikatakan Leenders, Johnson, Flynn, &
Fearon (2006), tanpa kepuasan, supplier
akan menghasilkan out put berkualitas
rendah, yang ikut menurunkan kualitas
layanan perusahaan sehingga volume
penjualan akan terganggu dan sebagai
konsekuensinya keuntungan perusahaan
akan berkurang. Selain itu, hubungan
Telkom DWS dengan OLO akan terganggu
karena tidak mampu memenuhi permintaan
sesuai target waktu yang disepakati di
awal.
TUJUAN PENELITIAN
Sesuai pemaparan di atas, maka
diperlukan pengukuran kepuasan supplier
yang telah mengikatkan diri dengan
Telkom DWS melalui Perjanjian Kerja
Sama (PKS). Seperti yang dikatakan oleh
Essig dan Amann (2009), tanpa
pengukuran kepuasan supplier, maka akan
sulit menjaga hubungan baik antara
supplier dan buyer. Padahal, hubungan ini
sangat penting bagi Telkom DWS baik
dalam proses delivery layanan ke OLO
maupun sebagai salah satu bentuk
komitmen terhadap corporate value yaitu
co-creation of win-win partnership yang
merupakan penerapan dari konsep holistic
marketing.
Berdasarkan hal tersebut, maka
secara spesifik, tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui variabelvariabel yang
menjadi penentu kepuasan supplier
terhadap Telkom DWS dalam
menjalankan kewajibannya sebagai-
mana yang tercantum pada Perjanjian
Kerja Sama (PKS).
b. Mengetahui tingkat kepentingan
variabel-variabel yang mempengaruhi
kepuasan supplier.
c. Mengetahui performansi pada variabel
tersebut pada kepuasan secara
keseluruhan, per supplier, dan per
tahapan kerjasama.
d. Mengetahui variabel yang terdapat gap
antara ekspektasi dengan harapan
supplier sehingga perlu diperhatikan
lebih untuk perbaikan kerjasama ke
depan.
TINJAUAN TEORI
Kepuasan Supplier
Menurut Benton dan Maloni (2005),
kepuasan supplier adalah perasaan
kesetaraan dalam hubungan supply chain
antara penjual dan pembeli meskipun
terdapat ketidakseimbangan posisi tawar.
Sedangkan menurut Essig & Amann
(2009), kepuasan supplier adalah perasaan
adil yang dirasakan oleh supplier dalam
pemenuhan kebutuhannya, berdasarkan
pada insentif buyer dan kontribusi supplier
dalam hubungan jual beli di pasar B2B.
Berdasarkan hasil penelitian Meena dan
Sarmah (2012), terdapat empat faktor yang
mempengaruhi kepuasan supplier. Tiga
dari empat faktor tersebut yaitu kebijakan
pembelian, kebijakan pembayaran dan
kebijakan koordinasi. Berikut ini adalah
penjelasan detail terkait faktor tersebut:
4 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
a. Kebijakan Pembelian
Pada umumnya, kebijakan pembelian
di sebuah perusahaan itu adalah
kebijakan yang terkait proses order dan
penyelenggaraan layanan atau produk
yang berpengaruh langsung terhadap
kepuasan supplier (Essig dan Amann,
2009; Maunu, 2003). Selain itu, masih
terkait pembelian, kepuasan supplier
juga dipengaruhi langsung dengan
jadwal pembelian yang tepat (Lascelles
dan Dales, 1989; Essig dan Amann,
2009; Maunu, 2003). Menurut
Soetanto dan Proverbs (2002),
kejelasan dalam parameter teknis juga
mempengaruhi kepuasaan.
b. Kebijakan Pembayaran
Menurut Soetanto dan Proverbs (2002),
Essig dan Amann (2009), Maunu (2003)
dan Wong (2000), pembayaran yang
tepat waktu, proses pembayaran dan
penerimaan barang atau layanan
memiliki pengaruh langsung terhadap
kepuasan supplier. Verhoef et al. (2001)
menjelaskan bahwa kebijakan
pembayaran yang buruk dapat
mengakibatkan supplier melakukan
penjualan ke pihak lainnya. Selain itu,
tingkat kemampuan finansial
perusahaan juga berpengaruh pada
kepuasan karena erat kaitannya dengan
kemampuan pembayaran dan skema
harga yang ditawarkan oleh supplier
(Soetanto dan Proverbs 2002; Burt et
al., 2008; Essig dan Amann, 2009). Oleh
sebab itu, kebijakan pembayaran di sini
dapat diartikan sebagai kebijakan
perusahaan terkait proses pembayaran.
c. Kebijakan Koordinasi
Komunikasi antara perusahaan dengan
supplier merupakan faktor yang
penting untuk setiap hubungan yang
baik dan menurut Essig dan Amann
(2009) serta Maunu (2003),
komunikasi dan kemudahan dalam
penyelenggaraan layanan memiliki
pengaruh langsung terhadap kepuasan
supplier. Tidak hanya itu saja, Eissig
dan Amann (2009) juga menjelaskan
bahwa Earnest Money Deposit (EMD),
ketepatan waktu dalam pengembalian
barang yang ditolak, garansi bank serta
ketepatan waktu pemesanan kepada
supplier juga mempengaruhi tingkat
kepuasan para supplier. Perilaku para
pegawai di perusahaan terhadap
supplier juga dianggap mempengaruhi
tingkat kepuasan mereka (Moorman et
al., 1992). Sehingga, kebijakan
koordinasi di sini dapat diartikan
kebijakan perusahaan terkait
koordinasi dalam penyelenggaraan
layanan.
Meskipun kepuasan supplier erat
kaitannya dengan supply chain
management, namun hal ini juga bukan
bagian terpisah dari marketing. Menurut
AMA (American Marketing Association)
tahun 2007, ditetapkan pengertian baru
tentang pemasaran yaitu sebagai fungsi
organisasi dan serangkaian proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan dan
memberikan nilai kepada pelanggan untuk
mengelola hubungan pelanggan dengan
cara yang menguntungkan organisasi dan
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
organisasi. Dari pengertian tersebut, maka
konsep marketing tidak lagi terbatas pada
penjualan saja, namun juga meliputi
beberapa konsep marketing.
Pemasaran holistik
Menurut Kotler et all (2009), konsep
marketing merupakan upaya perusahaan
untuk melakukan kegiatan marketing.
Salah satunya adalah konsep pemasaran
holistik. Konsep ini didasarkan pada
pengembangan, desain, dan implementasi
program marketing, proses, dan aktivitas
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 5
Journal of Business and Entrepreneurship
yang menunjukan kekuatan serta
keterikatan mereka. Pada konsep tersebut,
seluruh hal memiliki pengaruh ke
marketing, seperti pelanggan, pegawai,
perusahaan lain, kompetitor, bahkan
keseluruhan masyarakt. Sehingga
diperlukan adanya suatu perspektif yang
terintegrasi. Pemasaran holistik terdiri dari
4 komponen yaitu relationship marketing,
integrated marketing, internal marketing
dan social responsibility marketing.
Relationship marketing yang bertujuan
untuk menciptakan hubungan jangka
panjang dengan para stakeholder seperti
pelanggan, supplier, distributor dan mitra
perusahaan lainnya. Oleh karena itu,
penelitian ini dapat dikatakan merupakan
penerapan dari pemasaran holistik.
METODOLOGI
Objek Penelitian
Yang menjadi objek pada penelitian
ini adalah PT Telkom Indonesia khususnya
Divisi Wholesale Service atau disebut
Telkom DWS yang menyewakan
infrastruktur telekomunikasi kepada
operator lain yang disebut juga OLO
(Other Licensed Operator).
Operasional Variabel
Untuk menjaga relevansi penelitian,
hasil penelitian Meena dan Sarmah (2012)
mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan supplier
disesuaikan dengan dokumen Perjanjian
Kerjasama (PKS) antara Telkom DWS dan
para supplier. Mengacu pada beberapa
dokumen PKS yang berlaku, kegiatan
kerjasama dibagi menjadi beberapa tahap
yaitu sebelum pemesanan (pre-order),
pemesanan (order), instalasi (installation),
pembayaran (collection & payment), dan
setelah instalasi (after installation).
Berikut ini merupakan operasional variabel
yang digunakan pada kuisioner dalam
penelitian ini:
Tabel 1. Operasional Variabel
a. Kejelasan ketentuan hak dan
kewajiban kedua belah pihak.
b. Ketepatan waktu proses sirkulir PKS/
amandemen di sisi Telkom
a. Kejelasan pengajuan order (target
RFS, perangkat, kapasitas, dan
informasi lain yang relevant di luar
data lokasi)
b. Kejelasan koordinat dan alamat
lengkap yang akan dilakukan
instalasic. K e l e n g k a p a n
administrasi dalam proses order.
a. Kemudahan proses pemberian izin
untuk survei/peninjauan lokasi/
pemasangan perangkat.
Kebijakan
Pembelian
Kebijakan
Pembelian
Kebijakan
Pembelian
Kebijakan
Pembelian
Kebijakan
Pembelian
Kebijakan
Koordinasi
C1a3
C1b3
D1a3
D1b3
D1c3
E1a3
E1b3
E1c3
Pre-Order
Order
Installation
No Tahap Coding Variabel Kategori Faktor
1
2
3
6 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
b. Koordinasi internal Telkom dalam
pelaksanaan instalasi.
c. Dukungan internal Telkom dalam
pelaksanaan proses integrasi.
d. Proses tanda tangan Berita Acara
Layak Operasi
a. Ketepatan waktu pembayaran biaya
sewa.
b. Ketepatan jumlah pembayaran sesuai
dengan Berita Acara Kemitraan.
c. Kemudahan proses pengajuan klaim
ganti rugi atas kerusakan.
d. Ketepatan waktu pembayaran ganti
rugi jika terjadi kerusakan.
e. Ketepatan jumlah pembayaran ganti
rugi jika terjadi kerusakan.
a. Pemeliharaan kualitas perangkat
milik mitra.
b. Kecepatan menginformasikan apabila
ada gangguan dari pelanggan.
c. Kecepatan memberitahukan
informasi pemutusan perangkat
sesuai permintaan pelanggan.
d. Kecepatan memberitahukan
informasi relokasi perangkat sesuai
permintaan pelanggan.
Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Pembayaran
Kebijakan
Pembayaran
Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Pembayaran
Kebijakan
Pembayaran
Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Koordinasi
Kebijakan
Koordinasi
Collection &
Payment
After
Installation
No Tahap Coding Variabel Kategori Faktor
E1d3
F1a3
F1b3
F1c3
F1d3
F1e3
G1a3
G1b3
G1c3
G1d3
4
5
Desain Kuesioner
Pengambilan data primer dilakukan
dengan menggunakan kuisioner yang
terstruktur yang disebar oleh pihak ketiga
secara langsung dan dilakukan dengan face
to face interview kepada masing-masing
perwakilan supplier. Selain itu, untuk
menjaga agar hasil dari kuisioner tidak bias
karena terdapat konflik kepentingan di
supplier, maka penyebaran kuisioner
dilakukan oleh pihak ketiga atau bukan
oleh Telkom DWS sendiri. Tipe pertanyaan
pada kuesioner ini adalah pertanyaan
tertutup dan terbuka. Sedangkan skala yang
digunakan pada penelitian mengenai
kepuasan supplier adalah Likert dengan
skala 1 5 (Meena dan Sarmah, 2012;
Essig dan Amann, 2009).
Sampel
Pada penelitian, digunakan teknik
judgmental sampling para senior leader
Telkom DWS untuk menentukan sampel
dari total 13 supplier yang telah
bekerjasama dengan Telkom DWS sampai
2012. Selanjutnya, para supplier dipilih
berdasarkan dua kriteria. Pertama, para
supplier paling tidak telah bekerjasama
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 7
Journal of Business and Entrepreneurship
dengan Telkom DWS selama 1 tahun. Hal
ini memperhatikan bahwa minimal jangka
waktu sewa dengan supplier adalah 6
bulan, sehingga dalam waktu setahun
diharapkan semua tahapan kegiatan dalam
perjanjian dengan supplier sudah
dilakukan, maka responden dari masing-
masing supplier dapat menjawab
pertanyaan pada kuisioner. Adapun kriteria
yang kedua adalah nilai transaksi dengan
supplier tersebut minimal mencapai seratus
juta rupiah per tahunnya. Nilai minimal
transaksi ini ditentukan karena jika
transaksi dengan supplier mencapai nilai
tersebut, maka menurut kebijakan
perusahaan, supplier tersebut dapat
dikategorikan supplier utama yang penting
mengingat nilai transaksi yang cukup besar.
Dari total 13 supplier yang saat ini
telah bekerja sama dengan Telkom DWS,
maka terdapat enam perusahaan yang
memenuhi kriteria supplier untuk dijadikan
sampel. Demi menjaga kerahasiaan
perusahaan, maka penulisan nama supplier
yang menjadi sampel menggunakan inisial.
Berikut ini adalah nama-nama supplier dari
Telkom DWS:
Tabel 2.
Daftar Sampel Supplier Telkom DWS
No Nama Supplier Jenis Layanan
1 PT Pg Sewa link
(sirkit langganan)
2 PT T Sewa link
(sirkit langganan)
3 PT P Sewa radio IP
4 PT C Sewa radio IP
5 PT V Sewa radio IP
6 PT M Sewa radio IP
Masing-masing supplier dipilih 5 -key
informan sebagai responden dari kuisioner
penelitian ini sehingga total responden
berjumlah 30 orang dari 6 perusahaan
supplier Telkom DWS. Mengacu pada
Phillips (1981), pemilihan key informan
tersebut berdasarkan kualifikasi khusus
yaitu memiliki status tertentu misalnya
seperti CEO atau COO perusahaan,
memiliki pengetahuan yang khusus
misalnya orang keuangan, legal, atau teknis
lapangan, atau key informan tersebut
merupakan account manager/sales team
yang banyak berhubungan dengan Telkom
DWS.
Metode Analisa Data
Index Kepuasan Supplier (IKS)
Mengacu pada rumus yang digunakan
oleh Meena dan Sarmah (2012) yang
mengacu rumus dari Anderson dan Fornell
(2000) dan Fornel et all (2001), maka
rumus menghitung IKS adalah:
IKS =
Keterangan:
Wi = Bobot variabel
= Nilai rata-rata variabel
n = Jumlah variabel
9 = Skala yang digunakan
Masih menurut Meena dan Sarmah (2012),
berikut ini adalah arti dari nilai IKS:
< 60 = tidak memuaskan
60 80 = cukup memuaskan
> 80 = sangat memuaskan
Metode perhitungan IKS adalah untuk
mencapai tujuan penelitian yaitu
mengetahui kepuasan supplier secara
keseluruhan, kepuasan masing-masing
8 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
supplier, dan kepuasan mereka per tahapan
kerjasama.
Importance Attribute Performance (IPA)
IPA pertama kali diperkenalkan oleh
John A. Martilla dan John C. James (1977).
Metode ini digunakan untuk mengaitkan
performansi sebuah variabel penelitian
dengan tingkat kepentingannya
berdasarkan informasi dari responden.
Dengan mengetahui tingkat kepentingan
dan performansi masing-masing variabel,
selanjutnya dapat dipetakan variabel
tersebut dalam 4 kuadran, di bawah ini,
untuk analisa lebih lanjut.
Gambar 2. Pemetaan variabel IPA
Keterangan:
Concentrate here (Konsentrasi di sini)
Menurut para responden, tingkat
kepentingan variabel yang terletak pada
kuadran ini adalah tinggi, namun
menurut mereka, performansi
perusahaan pada variabel ini masih
rendah. Sehingga, diharapkan
perusahaan akan berkonsentrasi untuk
memperbaiki semua variabel yang
terletak pada kuadran tersebut.
Keep up the good work (Pertahankan
prestasi)
Responden menganggap penting
variabel yang ada pada kuadran dua ini,
selain itu mereka juga telah merasa puas
terhadap performansi perusahaan untuk
variabel tersebut. Sehingga, untuk
menjaga kepuasan responden,
perusahaan sebaiknya mempertahankan
prestasi nya.
Low priority (Prioritas rendah)
Meskipun responden menilai rendah
performansi perusahaan pada variabel
yang terletak pada kuadran ini, namun
mereka juga tidak menganggap hal
tersebut adalah sesuatu yang penting.
Sehingga, variabel-variabel tersebut
merupakan prioritas rendah bagi
perusahaan untuk menjaga kepuasan
mereka.
Possible overkill (Terlalu berlebih)
Responden merasa performansi yang
baik dari perusahaan pada tiap-tiap
variabel di kuadran ini, hanya saja,
mereka menganggap variabel tersebut
memiliki kepentingan yang rendah.
Sehingga, meskipun hal tersebut baik
untuk diteruskan, namun sebaiknya
sumber daya yang alokasikan
dipindahkan untuk variabel pada
kuadran 1 misalnya.
Analisa gap
Metode analisa ini digunakan pada
penelitian untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan (gap) antara harapan
responden dan tingkat kepuasan mereka
pada variabel yang diukur. Untuk menguji
ada tidaknya gap tersebut dan berapa besar
nilai gap nya, digunakan pair sample t test
atau Wilcoxon test dengan menggunakan
confidence level 95%. Pair sample t test
digunakan untuk menguji nilai gap secara
keseluruhan responden yang berjumlah 30
orang atau menurut Central Limit Theorm,
data nya dapat diasumsikan berdistribusi
normal. Pada test ini, berdasarkan Levine
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 9
Journal of Business and Entrepreneurship
et.all (2011), jika nilai hasil t-hitung berada
di antara nilai upper tail dan lower tail nya,
maka tidak terdapat perbedaan yang
signifikan secara statistik antara nilai
harapan dengan nilai kepuasan yang
diberikan oleh supplier dan sebaliknya.
Sedangkan Wilcoxon test digunakan untuk
menguji nilai gap per perusahaan supplier
di mana jumlah responden hanya ada 5
sehingga data tidak terdistribusi normal
atau dapat dikategorikan sebagai non
parametrik. Pada test ini, jika nilai sig <
0,05 maka terdapat perbedaan yang
signifikan secara statistik antara nilai
harapan dengan nilai kepuasan yang
diberikan oleh supplier dan sebaliknya.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Perubahan Operasional Variabel
Dari hasil penyebaran kuisioner
kepada 3 responden pertama pada supplier
yang berbeda, diketahui bahwa terdapat
beberapa operasional variabel yang tidak
relevan karena meskipun tercantum dalam
dokumen perjanjian kerjasama, namun
tidak pernah terjadi di lapangan.
Operasional variabel tersebut adalah:
a. Kemudahan proses pengajuan klaim
ganti rugi atas kerusakan
b. Ketepatan waktu pembayaran ganti rugi
jika terjadi kerusakan
c. Ketepatan jumlah pembayaran ganti
rugi jika terjadi kerusakan.
Oleh sebab itu, ketiga variabel tersebut
dihapus dari kuisioner karena akan
mempengaruhi hasil penelitian jika tetap
dipertahankan. Sehingga, operasional
variabel pada tahapan kerjasama collection
and payment, dari total 5 variabel, menjadi
tinggal 2 variabel.
Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas
Uji reliabilitas dilakukan dengan
melihat nilai Cronbachs Alpha variabel.
Berdasarkan hasil SPSS, nilai Cronbach
Alpha mencapai 0,843 untuk seluruh
variabel penelitian. Sedangkan nilai
Crobach Alpha pada tingkat kepentingan,
harapan dan kepuasan masing-masing
variabel adalah diatas 0,7. maka dapat
dikatakan bahwa baik secara keseluruhan
maupun masing-masing variabel penelitian
sudah cukup reliable (Essig dan Amann,
2009). Sedangkan untu pengukuran uji
validitas, berdasarkan Essig dan Amann
(2009), dilakukan menggunakan metode
analisa faktor dengan melihat nilai
component matrix. Berdasarkan hasil
olahan SPSS, di mana nilai component
matrixnya nya lebih dari 0,5, maka
penelitian ini dapat dikatakan valid
(Malhotra, 2010).
Hasil Perhitungan Index Kepuasan Supplier
(IKS)
Index Kepuasan keseluruhan Supplier
Berikut ini adalah grafik dari IKS Telkom
DWS dari 6 supplier:
Gambar 3. Grafik Index Kepuasan
Keseluruhan Supplier Telkom DWS
Dari gambar di atas, secara
keseluruhan, IKS para supplier Telkom
DWS adalah 70% atau dapat dikatakan
cukup memuaskan. Adapun dari ke enam
supplier, PT Pg memiliki index kepuasan
10 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
paling tinggi (74%) terhadap kerjasama
yang selama ini dijalin dengan Telkom
DWS, sedangkan PT T memiliki index
kepuasan paling rendah (64%) meskipun
nilainya masih di atas 60%.
Sedangkan perbandingan grafik index
kepuasan supplier Telkom DWS per
variabel tahapan kerjasama adalah:
Gambar 3. Grafik Index Kepuasan
Supplier Telkom DWS (per variabel)
Dari gambar grafik di atas dan
mengacu keterangan grafik sesuai tabel
3.1, maka dapat dianalisa bahwa rata-rata
para supplier memberikan nilai cukup
memuaskan pada tahapan kerjasama pre
order adalah karena mereka merasa bahwa
ketentuan hak dan kewajiban dalam
perjanjian kerjasama (PKS) sudah jelas,
serta proses sirkulir PKS pada internal
Telkom DWS dirasa sudah tepat waktu.
Sedangkan pada tahapan kerjasama
installation, meskipun juga dinilai cukup
memuaskan, namun nilai nya lebih rendah
daripada tahapan kerjasama pre order. Hal
ini karena supplier merasa kemudahan
proses pemberian izin di Telkom terkadang
agak sulit dan harus melalui prosedur yang
terlalu ketat. Selain itu, koordinasi internal
Telkom saat integrasi perangkat tidak
seragam karena tergantung area instalasi
perangkat. Misalnya, koordinasi internal
Telkom di area Jawa dirasa lebih baik
daripada di area Bali dan Nusa Tenggara.
Hasil Perhitungan Analisa Gap
Dari hasil tabel pair t-test, diketahui
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara nilai harapan dan kepuasan para
supplier terhadap Telkom DWS pada
masing-masing variabel. Berikut ini adalah
gambaran analisa gap seluruh supplier dari
Telkom DWS:
Gambar 4. Analisa Gap Keseluruhan
Supplier Telkom DWS
Berdasarkan data di atas, secara
keseluruhan, gap yang dirasakan oleh para
supplier Telkom DWS adalah sebesar 0,81.
Adapun nilai gap yang terkecil antara
harapan dan kepuasan dirasakan oleh PT C
yaitu 0,47. Sedangkan nilai gap terbesar
dirasakan oleh PT T yang nilai gap nya
mencapai 1,08. Secara garis besar, para
supplier menetapkan standar harapan yang
cukup tinggi kepada Telkom DWS. Hal ini
karena mereka melihat Telkom DWS
sebagai salah satu divisi dari perusahaan
BUMN yang dinilai memiliki good
governance yang baik, sehingga dianggap
mampu memenuhi harapan terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhi kepuasan
supplier dengan baik. Hanya saja, pada
kenyataan di lapangan, dengan segala
keterbatasan Telkom sebagai BUMN, hal ini
dapat menjadi penghambat pemenuhan
harapan tersebut. Sehingga pada akhirnya,
nilai kepuasan yang dirasakan supplier tidak
setinggi nilai harapannya.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 11
Journal of Business and Entrepreneurship
Sedangkan gambar grafik yang
menunjukan analisa GAP per variabel nya
adalah:
Gambar 5. Grafik Analisa Gap
Keseluruhan Supplier Telkom DWS (per
variabel)
Mengacu pada tabel 3.1 tentang
keterangan singkat kode variabel kepuasan
sebelumnya dan gambar grafik di atas,
diketahui bahwa nilai kepuasan pada
variabel pemeliharaan perangkat mitra
memiliki nilai gap yang paling kecil yaitu
0,5 lebih rendah daripada nilai harapannya
karena kegiatan operation & maintenance
(O&M) pada umumnya berlangsung lancar
dan rutin.
Sayangnya, nilai gap yang paling besar
adalah pada variabel kemudahan proses
pemberian izin dengan nilai gap mencapai
1,07. Supplier mengharapkan bahwa proses
pemberian izin dapat berlangsung lebih
lancar. Hanya saja pada kenyataannya,
meskipun koordinasi Divisi dan Area sudah
baik, namun karena ada beberapa hal terkait
keamanan perangkat internal maupun
pelanggan lain yang tidak diketahui kantor
Divisi, mengakibatkan proses perizinan di
kantor Area harus melalui proses yang ketat
dan cukup memakan waktu.
Hasil Importance Performance Analysis
(IPA)
Berikut ini adalah hasil pemetaan IPA
dari masing-masing tahapan kerjasama:
Gambar 6. Grafik IPA Kepuasan
Supplier Telkom DWS
Dalam kuadran satu, terdapat variabel
tahapan kerjasama installation. Para
supplier Telkom DWS merasa tahapan
kerjasama ini cukup penting. Hanya saja,
pada tahapan ini terdapat variabel terkait
kemudahan proses pemberian izin dan
koordinasi internal Telkom saat instalasi
yang menurut nilai index kepuasan
beberapa mitra tidak puas, namun secara
average dengan nilai pada variabel terkait
koordinasi internal Telkom saat integrasi
dan penandatanganan Berita Acara Layak
Operasi (BALOP), tahapan ini dapat
dikatakan memuaskan.
Pada kuadran dua, terdapat variabel
tahapan kerjasama order. Para supplier
Telkom DWS menganggap bahwa tahapan
ini sangat penting bagi mereka, meskipun
kepuasan mereka terhadap Telkom pada
tahapan ini tidak terlalu tinggi. Data order
seperti titik koordinat, kapasitas,
konfigurasi perangkat dan kelengkapan
administrasi merupakan modal awal bagi
supplier untuk mengerjakan pekerjaan
mereka. Sayangnya, dalam beberapa kasus,
Telkom DWS tidak memberikan info
secara lengkap.
Variabel tahapan kerjasama after
installation masuk dalam kuadran tiga
karena para supplier menilai kurang puas
terhadap Telkom DWS meskipun mereka
juga menilai bahwa hal tersebut tidak
12 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
terlalu penting bagi mereka dibandingkan
2 tahapan yang telah dijelaskan
sebelumnya. Hal ini menjadi kurang
penting karena permintaan relokasi,
pemutusan perangkat, dan gangguan jarang
terjadi.
Berdasarkan gambar kuadran empat
di atas, diketahui bahwa performansi
Telkom DWS pada tahapan pre order dan
colletion and payment sudah berlebihan.
Dapat dikatakan berlebihan karena
meskipun performansi nya sangat bagus
dan supplier merasa puas, namun
sebenarnya hal itu bukan menjadi sesuatu
yang penting bagi supplier.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Survei index kepuasan supplier yang
dilakukan oleh Telkom DWS tidak hanya
untuk mendukung corporate value Telkom
yaitu co-creation and win-win partnership,
tapi juga sebagai contoh penerapan dari
konsep holistik marketing terutama di
pasar B2B yang salah satu komponennya
adalah relationship marketing termasuk
dengan para supplier.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi kepuasan
supplier. Mengacu pada penelitian Meena
dan Sarmah (2012), faktor-faktor tersebut
adalah terkait kebijakan pembelian,
kebijakan pembayaran, dan kebijakan
koordinasi. Untuk menjaga relevansi
dengan dokumen PKS antara Telkom
dengan para supplier, maka ketiga faktor
tersebut disesuaikan dalam lima tahapan
kerjasama yaitu pre order, order,
installation, collection & payment dan
after installation yang dijabarkan lebih
detail pada operasional variabel penelitian
ini.
Sesuai dengan tujuan penelitian
berikutnya, berdasarkan hasil perhitungan
nilai index nya (70%), dapat dikatakan
bahwa ke enam supplier Telkom DWS
yang menjadi responden merasa cukup
puas dengan kerjasama selama ini. Dari
keenam supplier tersebut, PT Pg
memberikan index kepuasan paling tinggi
yaitu mencapai 76%, sedangkan PT T
memberikan index kepuasan yang paling
rendah yaitu 64%. Untuk nilai index
kepuasan masing-masing tahapan
kerjasama, maka tahapan pre order dinilai
paling baik yaitu 72%, sedangkan yang
paling rendah adalah pada tahapan
installation (68%).
Jika melihat lebih detail pada tahapan
kerjasama dan variabel dari masing-masing
tahapan tersebut, ditemukan bahwa
tahapan kerjasama pre order, index
kepuasan para supplier cukup baik.
Menurut analisa GAP nya, dua variabel
pendukungnya baik terkait kejelasan hak
dan kewajiban masing-masing pihak pada
dokumen perjanjian serta variabel yang
terkait ketepatan waktu proses sirkulir
tanda tangan, meskipun terbukti terdapat
perbedaan yang signifikan secara statistik,
namun angka perbedaanya tidak terlalu
besar dibandingkan yang lain. Menurut
supplier, dokumen perjanjian sudah
mengakomodir kebutuhan akan dua belah
pihak. Dan meskipun pada beberapa kasus
proses sirkulir tanda tangan perjanjian,
Telkom DWS cenderung lama, namun hal
ini masih diterima mengingat Telkom
merupakan perusahaan BUMN yang
birokratisnya cukup tinggi. Dari segi
kinerja Telkom DWS pada tahapan
kerjasama pre order juga terbukti baik
sesuai dengan analisa IPA nya, di mana pre
order masuk dalam kuadran possible
overkill atau terlalu berlebihan. Meskipun
secara perfomansi dapat dikatakan baik,
namun jika mempertimbangkan tingkat
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 13
Journal of Business and Entrepreneurship
kepentingan tahapan tersebut di mata
supplier, pre order dianggap tidak terlalu
penting bagi mereka. Sehingga sebaiknya
Telkom DWS tidak berfokus pada tahapan
itu untuk mengelola kepuasan supplier.
Di sisi lain, nilai index kepuasan
supplier tidak terlalu tinggi untuk tahapan
kerjasama installation. Hal ini disebabkan
oleh nilai index kepuasan yang lebih
rendah terkait proses perizinan pengerjaan
dan terkait koordinasi internal Telkom pada
saat instalasi. Dari analisa GAP nya,
diketahui bahwa dua variabel ini memiliki
nilai GAP yang cukup besar dan terbukti
terdapat perbedaan yang signifikan secara
statistik. Meskipun proses perizinan ini
harus dilakukan secara hati-hati karena
menyangkut perangkat yang erat kaitannya
dengan peta kekuatan Telkom, namun
supplier merasa bahwa proses perizinan
yang ada terlalu berbelit belit dan sangat
memakan waktu. Padahal para supplier
tersebut juga memiliki tengat waktu yang
singkat untuk memenuhi kebutuhan dari
Telkom DWS. Sedangkan terkait dengan
koordinasi internal Telkom pada saat
instalasi, dengan adanya sumber daya
Telkom di seluruh area Indonesia bahkan
hingga tingkat kabupaten, supplier
berharap bahwa koordinasinya akan
berjalan lancar. Namun keadaan di
lapangan sering ditemui kasus di mana
koordinasi tidak berjalan dengan lancar
baik terkait koordinasi antara kantor Divisi
dengan Area maupun antara kantor Area
sendiri. Kedua hal tersebut yang
menjadikan performansi Telkom DWS
tidak terlalu baik padahal supplier
menganggap tahapan kerjasama
installation adalah tahapan yang penting.
Oleh sebab itu, berdasarkan analisa IPA
nya hal ini masuk dalam kuadran 1
(concentrate here) atau hal yang perlu
segera diperhatikan. Sehingga dalam upaya
untuk memperbaiki kepuasan supplier
bekerjasama dengan Telkom DWS, perlu
difokuskan kepada proses perizinan dan
koordinasi internal saat instalasi.
Implikasi Manajerial
Implikasi manajerial dari penelitian
ini bagi Telkom DWS adalah sebagai
bahan dasar pertimbangan untuk
perbaikan bentuk kerjasama yang lebih
baik dengan para supplier dalam upaya
mendukung salah satu corporate value
Telkom yaitu co-creation and win-win
partnership dan penerapan dari konsep
holistik marketing.
a. Adapun yang sebaiknya menjadi fokus
utama dalam perbaikan bentuk
kerjasama adalah pada tahapan
installation terutama terkait proses
perizinan dan instalasi. Untuk
melakukan hal tersebut, Telkom DWS
perlu berkoordinasi untuk perizinan dan
instalasi dengan divisi Telkom yang lain
seperti Divisi Infrastruktur
Telekomunikasi (DIVINFRATEL) dan
Divisi Akses (DIVA) karena kedua
divisi tersebut lah yang memiliki
wewenang terkait pengerjaan
infrastruktur di Telkom. Koordinasi
yang dilakukan tidak hanya pada tingkat
kantor Divisi saja, namun juga harus
sampai pada kantor Area di seluruh
Indonesia karena surat izin dikeluarkan
dari kantor area dan pengerjaan
instalasi harus dilakukan dengan
sepengetahuan mereka.
b. Meskipun perbaikan di tahapan
installation perlu difokuskan karena
performansi nya yang kurang baik,
namun Telkom DWS juga perlu
memperhatikan yang lain. Misalnya
dengan memastikan kepada para
supplier bahwa mereka betul
memahami tata cara pembayaran
14 ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Telkom DWS sebagaimana telah
tercantum pada dokumen perjanjian.
Jika para supplier mengerti, maka
diharapkan kepuasan supplier dapat
ditingkatkan.
c. Pelaksanaan rekonsiliasi tagihan secara
rutin terbukti dapat menjaga kepuasan
supplier terkait ketepatan jumlah
pembayaran kepada mereka. Oleh
sebab itu, sebaiknya Telkom DWS
melaksanakan rekonsiliasi tagihan rutin
terhadap seluruh supplier sehingga
dispute terkait jumlah pembayaran
tagihan dapat dihindari.
d. Tidak hanya itu saja, tahapan kerjasama
order terutama terkait pemberian
informasi data detail di surat order juga
perlu menjadi perhatian dari Telkom
DWS. Dalam hal ini, Telkom DWS
dapat berkoordinasi terlebih dahulu
dengan tim lapangan OLO sebagai
pelanggan untuk mengetahui data detail
seperti konfigurasi perangkat, data
koordinat dan alamat lengkap. Setelah
mendapatkan informasi yang cukup,
maka Telkom DWS dapat mengajukan
surat order kepada para supplier.
Dengan upaya ini, diharapkan kepuasan
supplier dapat meningkat karena detail
permintaan sudah diterima dengan baik.
e. Melihat nilai index kepuasannya, PT T
memiliki nilai yang paling rendah. Hal
ini perlu mendapat perhatian lebih dari
Telkom DWS untuk mempertahankan
kepuasan supplier. Meskipun
perusahaan ini merupakan anak
perusahaan dari Telkom, tidak menutup
kemungkinan bahwa mereka akan
memutuskan kerjasama sebagai
supplier jika kepuasan nya tidak
terpenuhi. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan Telkom DWS adalah dengan
memenuhi harapan PT T terutama
terkait kelengkapan dokumen order,
atau dengan cara melakukan benchmark
terhadap apa yang berhasil dilakukan
Telkom DWS kepada PT Pg sehingga
memiliki nilai index yang paling tinggi.
Saran
Meskipun terbukti bermanfaat, hanya
saja penelitian ini memiliki keterbatasan
terutama dalam jumlah respondennya dan
hanya terfokus pada tahapan kerjasama
sesuai dengan dokumen perjanjian antara
Telkom DWS dengan para supplier nya.
Untuk penelitian lanjutan, disarankan
untuk menggunakan dimensi lain sebagai
faktor yang diukur sesuai dengan jurnal-
jurnal sebelumnya. Sebagai contoh,
penelitian selanjutnya dapat mengukur
kepuasan supplier jika dikaitkan dengan
posisi tawar nya pada saat negosiasi harga,
SLG, atau kepuasan mereka terkait
hubungan interpersonal dengan perusahaan
buyer.
DAFTAR PUSTAKA
Benton, W. C., & Maloni, M. (2005); The
influence of power driven buyer/
seller relationships; Journal of
Operations Management 23 , 1-22.
Burt, D.N., Dobler, D.W. & Starling, S.L.
(2008), World Class Supply
Management: The Key to Supply
Chain Management 7
th
ed, Tata
McGraw-Hill, New Delhi
Essig, M., & Amann, M. (2009); Supplier
satisfaction: Conceptial basics and
explorative findings; Journal of
Purchasing & Supply
Management 15 , 103-113.
Hutt, M. D., & Speh, T. W. (2004);
Business marketing management;
Ohio: Thomson - South Western .
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013 15
Journal of Business and Entrepreneurship
Kotler, Keller, et al; Marketing
Management - An Asian
Perspective; Prentice Hall. 2009
Malhotra, Naresh K. (2010); Marketing
Research sixth edition; New
Jersey: Pearson.
Martilla JohnA.,James John C. (1977);
I mp o r t a n c e - Pe r f o r ma n c e
Analysis; Journal of Marketing,
41, 1, 77-79.
Maunu, S. (2003), Supplier satisfaction:
the concept and measurement
system, unpublished PhD thesis,
Department of Industrial
Engineering and Management,
University of Oulu, available at
h t t p : / / h e r k u l e s . o u l u . f i . /
i s b n 9 5 1 4 2 7 1 6 8 8 /
isbn9514271688.pdf
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (2012);
Corporate value & strategy
framework Direktorat Enterprise
& Wholesale; Jakarta: Author
Ramsay, J., & Wagner, B. A. (2009);
Organisational Supplying
Behavior: Understanding supplier
needs, wants and preferences;
Journal of Purchasing & Supply
Management , 127-138.
Snyder, J. (2003); Suppliers lose faith in
GM as partner; Retrieved from
Automotive News Europe:
www.highbeam.com/doc/1G1-
111030457.html
Soetanto, R. & Proverbs, D.G (2002),
Modeling the satisfaction of
contractors: the impact of client
performance; Engineering
Construction & Architectural
Management Review, Vol.9 No.5/
6, 453-65.
Verhoef, P.C., Franses, P.H. and Hoekstra,
J.C. (2001), The impact of
satisfaction and payment equity on
cross-buying; a dynamic model for
a multi-service provider; Journal
of Retailing, Vol. 77 No.3, 78-359.
Wong, A. (2000); Integrating supplier
satisfaction with customer
satisfaction; Total Quality
Management , s427-2432.

Anda mungkin juga menyukai