APBI didirikan tanggal 20 September 1989 dimaksudkan untuk menanggapi
tantangan dari industri pertambangan batubara di Indonesia. APBI bukanlah organisasi pemerintah, non profit dan non politik yang mencakup hulu (eksplorasi dan eksploitasi) dan hilir (pemasaran jasa distribusi, pemanfaatan dan pertambangan) aspek industri batubara di Indonesia. APBI terdaftar sebagai anggota dari Kamar Dagang Indonesia pada 16 Oktober 2004. Landasan hukum organisasi secara konstitusional berdasarkan UUD 1945, Pasal 33 dan 20, secara structural berdasarkan UU NO 1/1987 tentang kamar dagang Indonesia dan operasional berdasarkan aklamasi disepakati seluruh anggota majelis APBI-ICMA tanggal 20 September 1989. Kini APBI memiliki 118 anggota yang terdiri dari 77 perusahaan batubara dan 41 perusahaan jasa pertambangan yang tersebar di Pulau Jawa, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah. Seluruh anggotanya memproduksi sekitar 80 persen dari total produksi batubara nasional. Selain itu, APBI juga menjadi mitra para instansi pemerintah dan bekerjasama dengan semua pemangku kepentingan, terkait dengan memberikan pandangan industri tentang bagaimana mendorong lingkungan yang menguntungkan untuk investasi dan kompetisi. Menurut Ketua APBI, Bob Kamandanu awalnya anggota APBI adalah semua pengusaha tambang yang ada di bawah Asosiasi Pertambangan Indonesia (API). Saat itu API terbagi menjadi dua kelompok yaitu mineral dan energi, maka APBI memutuskan untuk berpisah karena batubara lebih condong ke suplai energi. Pada awalnya APBI hanya beranggotakan para pengusaha tambang besar yang tergabung dalam PKB2B. Di masa kepemimpinannya, karena APBI merupakan organisasi yang suaranya didengar pemerintah, maka APBI memutuskan untuk mengajak konsesi-konsesi kecil untuk bergabung menjadi anggota bukan hanya para pemain besar. Pasalnya Bob tidak ingin apa yang tengah diperjuangkannya untuk kemajuan industri tambang dengan melakukan pendekatan maupun konsultasi kepada pemerintah justru dinikmati oleh para pengusaha lain yang bukan menjadi member APBI. Saya tidak mau yang lain hanya menjadi penumpang gelap yang menikmati hasil perjuangan kami tanpa menjadi member. Makanya saya membuat aturan untuk semua perusahaan tambang maupun perusahaan non tambang baik perusahaan besar maupun kecil untuk menjadi anggota APBI, ujarnya saat ditemui tim GEO ENERGI, awal Maret 2013 di kantornya. APBI memiliki visi menetapkan standar keunggulan dalam setiap usaha pertambangan batubara dan memimpin industri batubara ke tingkat baru tanggungjawab produktivitas, keselamatan, keunggulan, sosial dan kesadaran lingkungan. Dengan misi, meningkatkan produksi batubara dan pemanfaatan, mengatasi chalenges dan peluang mempengaruhi hadir batubara dan masa depan. Afektif berfungsi sebagai advokat batubara. Mengakomodasi dan melayani kebutuhan, keinginan dan aspirasi dari keanggotaan. Dan mendorong lingkungan yang menguntungkan untuk investasi dan kompetisi. APBI memiliki tujuan untuk menjadi sebuah wadah yang bisa diperhitungkan oleh pemerintah. Menyadari bahwa setiap industri memiliki regulasi yang mengaturnya, maka tidak mungkin para pengusaha ini akan berjalan sendiri-sendiri untuk mensukseskan bisnisnya. Saya bersyukur APBI sebagai salah satu asosiasi pertambangan batubara yang masih didengar oleh pemerintah. Setiap kali pemerintah akan mengeluarkan regulasi tentang batubara, maka mereka akan duduk dulu bersama kita ujarnya. APBI berusaha untuk mendengarkan apa yang diinginkan oleh pemerintah. Dalam beberapa kali kesempatan pihak pemerintah mengatakan ingin mendapatkan pemasukan yang lebih besar. Jika pajak dan royalti lebih tinggi, maka secara otomatis harga jual akan semakin mahal, dengan begitu apa yang sudah dihasilkan tidak akan terjual maupun diambil alih oleh para produsen. Ini akan menjadi kerugian. Lebih baik kita stay, kita perbaiki penataan lingkungannya, menjadi supplier yang baik, maka akan menambah volumenya, tukasnya.