Anda di halaman 1dari 7

Patogenesis

Patogenesis dari osteomielitis telah dieksplorasi pada berbagai hewan percobaan; pada studi ini
ditemukan bahwa tulang yang normal sangat tahan terhadap infeksi, yang hanya bisa terjadi sebagian
besar diakibatkan oleh inokulum, trauma, atau adanya benda asing. (Daniel, 1997).

Kuman bisa masuk tulang dengan berbagai cara, termasuk beberapa cara dibawah ini :

Melalui aliran darah.
Kuman di bagian lain dari tubuh misalnya, dari pneumonia atau infeksi saluran kemih dapat masuk
melalui aliran darah ke tempat yang melemah di tulang. Pada anak-anak, osteomielitis paling umum
terjadi di daerah yang lebih lembut, yang disebut lempeng pertumbuhan,di kedua ujung tulang panjang
pada lengan dan kaki.

Dari infeksi di dekatnya.
Luka tusukan yang parah dapat membawa kuman jauh di dalam tubuh. Jika luka terinfeksi, kuman dapat
menyebar ke tulang di dekatnya.



Kontaminasi langsung
Hal ini dapat terjadi jika terjadi fraktur sehingga terjadi kontak langsung tulang yang fraktur dengan
dunia luar sehingga dapat terjadi kontaminasi langsung. Selain itu juga dapat terjadi selama operasi
untuk mengganti sendi atau memperbaiki fraktur. (anonym, 2011).

Beberapa penyebab utama infeksi, seperti s.aureus, menempel pada tulang dengan mengekspresikan
reseptor (adhesins) untuk komponen tulang matriks (fibronektin, laminin, kolagen, dan
sialoglycoprotein tulang); Ekspresi kolagen- binding adhesin memungkinkan pelekatan patogen pada
tulang rawan. Fibronektin-binding adhesin dari S. Aureus berperan dalam penempelan bakteri untuk
perangkat operasi yang akan dimasukan dalam tulang, baru-baru ini telah dijelaskan (Gambar 1).
(Daniel, 1997).

S. Aureus yang telah dimasukan ke dalam kultur osteoblas dapat bertahan hidup secara intraseluler.
Bakteri yang dapat bertahan hidup secara intraseluler (kadang-kadang merubah diri dalam hal
metabolisme, di mana mereka muncul sebagai apa yang disebut varian koloni kecil) dapat menunjukan
adanya infeksi tulang persisten. Ketika mikroorganisme melekat pada tulang pertama kali, mereka akan
mengekspresikan fenotip yang resiten terhadap pengobatan antimikroba, dimana hal ini mungkin dapat
menjelaskan tingginya angka kegagalan dari terapi jangka pendek. (Daniel, 1997).

Remodeling ulang yang normal membutuhkan interaksi koordinasi yang baik antara osteoblas dan
osteoklas. Sitokin (seperti IL-1, IL-6, IL-15, IL 11dan TNF) yang dihasilkan secara lokal oleh sel inflamasi
dan sel tulang merupakan factor osteolitik yang kuat. Peran dari faktor pertumbuhan tulang pada
remodeling tulang normal dan fungsinya sebagai terapi masih belum jelas. Selama terjadi infeksi, fagosit
mencoba menyerang sel yang mengandung mikroorganisme dan, dalam proses pembentukan radikal
oksigen toksik dan melepaskan enzim proteolitik yang melisiskan jaringan sekitarnya. Beberapa
komponen bakteri secara langsung atau tidak langsung digunakan sebagai factor-faktor yang
memodulasi tulang (bone modulating factors). (Daniel,1997).

Kehadiran metabolit asam arakidonat, seperti prostaglandin E, yang merupakan agonis osteoklas kuat
dihasilkan sebagai respon terhadap patah tulang, menurunkan jumlah dari inokulasi bakterial yang
dibutuhkan untuk menghasilkan infeksi. (Daniel,1997).
Nanah menyebar ke dalam pembuluh darah, meningkatkan tekanan intraosseus dan mengganggu aliran
darah. Nekrosis iskemik tulang pada hasil pemisahan fragmen yang mengalami devaskularisasi, disebut
sequestra. Mikroorganisme, infiltrasi neutrofil, dan congesti atau thrombosis pembuluh darah
merupakan temuan histologis utama dalam osteomielitis akut. Salah satu penampakan yang
membedakan dari osteomielitis kronis adalah tulang yang mengalami nekrotik, yang dapat diketahui
dengan tidak adanya osteosit yang hidup. (Daniel, 1997).



Insiden
Morbiditas
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonates adalah sekitar 1 kasus per
1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%.
Prevalensi osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM).
insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. (Randall, 2011).

Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal ke jaringan lunak yang terkait
atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan rasa nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas
yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis. Sebanyak10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral
mengembangkan temuan neurologis atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak
dengan osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena dalam (DVT).
Perkembangan DVT juga dapat menjadi penanda adanya penyebarluasan infeksi. (Randall, 2011).

Komplikasi vaskular tampaknya lebih umum dijumpai dengan Staphylococcus Aureus yang resiten
terhadap methacilin yang didapat dari komunitas (Community-Acquired Methicillin-Resistant
Staphylococcus Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya diakui. (Randall, 2011).

Mortalitas
Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau keberadaan kondisi medis
berat yang mendasari. (Randall, 2011).



Ras
Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras. (Randall, 2011).

Jenis kelamin
Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa kanak-kanak, memuncak pada
masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada orang dewasa. (Randall, 2011).

Usia
Secara umum, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal. Osteomielitis akut hematogenous
merupakan suatu penyakit primer pada anak. Trauma langsung dan fokus osteomielitis berdekatan
lebih sering terjadi pada orang dewasa dan remaja dari pada anak. Osteomielitis vertebral lebih sering
pada orang tua dari 45 tahun. (Randall, 2011).



Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah digunakan untuk mendeskripsikan ostemielitis. Sistem tradisional
membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis
akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya berhubungan
dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen
akut khususnya setelah pemasangan prosthesa dan sebagainya. (David,1987).

Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 3 bulan. Sedangkan osteomielitis kronik
merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini berhubungan
dengan adanya nekrosis tulang pada episentral yang disebut sekuester yang dibungkus involukrum.
(David,1987).

Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan infeksi
muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen, penyebaran kontinyu (dengan
atau tanpa penyakit vaskular) dan kronik. Penyebaran infeksi hematogen dan kontinyu dapat bersifat
akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan adanya trauma atau infeksi lokal jaringan
lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus diabetikum. (Anonym, 1992)

Cierny-Mader mengembangkan suatu sistem staging untuk osteomielitis yang diklasifikasikan
berdasarkan penyebaran anatomis dari infeksi dan status fisiologis dari penderitanya. Stadium 1
medular, stadium 2 korteks superfisial, stadium 3 medular dan kortikal yang terlokalisasi, dan
stadium 4 medular dan kortikal difus. (Anonim,1992)

A. Osteomielitis hematogenik akut.
Osteomielitis akut hematogen merupakan infeksi serius yang biasanya terjadi pada tulang yang sedang
tumbuh. Penyakit ini disebut sebagai osteomielitis primer karena kuman penyebab infeksi masuk ke
tubuh secara langsung dari infeksi lokal di daerah orofaring, telinga, gigi, atau kulit secara hematogen.
Berbeda dengan osteomielitis primer, infeksi osteomielitis sekunder berasal dari infeksi kronik jaringan
yang lebih superfisial seperti ulkus dekubitum, ulkus morbus hensen ulkus tropikum, akibat fraktur
terbuka yang mengalami infeksi berkepanjangan, atau dari infeksi akibat pemasangan protesis sendi.
(Adam,2004)

Pada awalnya terjadi fokus inflamasi kecil di daerah metafisis tulang panjang. Jaringan tulang tidak dapat
meregang, maka proses inflamasi akan menyebabkan peningkatan tekanan intraoseus yang
menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut mengalami iskemi dan
nekrosis. Bila terapi tidak memadai, osteolisis akan terus berlangsung sehingga kuman dapat menyebar
keluar ke sendi dan sirkulasi sistemik dan menyebabkan sepsis. Penyebaran ke arah dalam akan
menyebabkan infeksi medula dan dapat terjadi abses yang akan mencari jalan keluar sehingga
membentuk fistel. Bagian tulang yang mati akan terlepas dari tulang yang hidup dan disebut sebagai
sekuester. Sekuester meninggalkan rongga yang secara perlahan membentuk dinding tulang baru yang
terus menguat untuk mempertahankan biomekanika tulang. Rongga ditengah tulang ini disebut
involukrum. (Hidiyaningsih, 2012).

Penderita kebanyakan adalah anak laki-laki. Lokasi infeksi tersering adalah di daerah metafisis tulang
panjang femur, tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Daerah metafisis menjadi daerah sasaran infeksi
diperkirakan karena : 1) daerah metafisis merupakan daerah pertumbuhan sehingga sel-sel mudanya
rawan terjangkit infeksi; 2) dan metafisis kaya akan rongga darah sehingga risiko penyebaran infeksi
secara hematogen juga meningkat; 3) pembuluh darah di metafisis memiliki struktur yang unik dan
aliran darah di daerah ini melambat sehingga kuman akan berhenti di sini dan berproliferasi.
(Sjamsuhidajat, 2004).

Secara klinis, penderita memiliki gejala dan tanda dari inflamasi akut. Nyeri biasanya terlokalisasi
meskipun bisa juga menjalar ke bagian tubuh lain di dekatnya. Sebagai contoh, apabila penderita
mengeluhkan nyeri lutut, maka sendi panggul juga harus dievaluasi akan adanya arthritis. Penderita
biasanya akan menghindari menggunakan bagian tubuh yang terkena infeksi.Etiologi tersering adalah
kuman gram positif yaitu Staphylococcus aureus. . (Sjamsuhidajat, 2004).

Gejala klinis osteomielitis akut sangat cepat, diawali dengan nyeri lokal hebat yang terasa berdenyut.
Pada anamnesis sering dikaitkan dengan riwayat jatuh sebelumnya disertai gangguan gerak yang disebut
pseudoparalisis. Dalam 24 jam akan muncul gejala sistemik berupa seperti demam, malaise, cengeng,
dan anoreksia. Nyeri terus menghebat dan disertai pembengkakan. Setelah beberapa hari, infeksi yang
keluar dari tulang dan mencapai subkutan akan menimbulkan selulitis sehingga kulit akan menjadi
kemerahan. Oleh karenanya, setiap selulitis pada bayi sebaiknya dicurigai dan diterapi sebagai
osteomielitis sampai terbukti sebaliknya. (Hidiyaningsih, 2012)).

Pada pemeriksaan laboratorium darah, dijumpai leukositosis dengan predominasi sel-sel PMN,
peningkatan LED dan protein reaktif-C (CRP). Aspirasi dengan jarum khusus untuk membor dilakukan
untuk memperoleh pus dari subkutan, subperiosteum, atau fokus infeksi di metafisis. Kelainan tulang
baru tampak pada foto rongent akan tampak 2-3 minggu. Pada awalnya tampak reaksi periosteum yang
diikuti dengan gambaran radiolusen ini baru akan tampak setelah tulang kehilangan 40-50% masa
tulang. MRI cukup efektif dalam mendeteksi osteomielitis dini, sensitivitasnya 90-100%. Skintigrafi
tulang tiga fase dengan teknisium dapat menemukan kelainan tulang pada osteomielitis akut, skintigrafi
tulang khusus juga dapat dibuat dengan menggunakan leukosit yang di beri label galium dan
indium.(Sjamsuhidajat, 2004).

Osteomielitis akut harus diterapi secara agresif agar tidak menjadi osteomielitis kronik. Diberikan
antibiotik parenteral berspektrum luas berdosis tinggi selama 4-6 minggu. Selain obat-obatan
simtomatik untuk nyeri, pasien sebaiknya tirah baring dengan memperhatikan kelurusan tungkai yang
sakit dengan mengenakan bidai atau traksi guna mengurangi nyeri, mencegah kontraktur, serta
penyebaran kuman lebih lanjut. Bila setelah terapi intensif 24 jam tidak ada perbaikan, dilakukan
pengeboran tulang yang sakit di beberapa tempat untuk mengurangi tekanan intraoseus. Cairan yang
keluar dapat dikultur untuk menentukan antibiotik yang lebih tepat. (Sjamsuhidajat, 2004).

Diagnosis banding pada masa akut yaitu demam reumatik, dan selulitis biasa. Setelah minggu pertama,
terapi antibiotik dan analgetik sudah diberikan sehingga gejala osteomielitis akut memudar. Gambaran
rongent pada masa ini berupa daerah hipodens di daerah metafisis dan reaksi pembentukan tulang
subperiosteal. Gambaran rongent dan klinis yang menyerupai granuloma eosinofilik, tumor Ewing, dan
osteosarkoma. Komplikasi dini osteomielitis akut yaitu berupa abses, atritis septik, hingga sepsis,
sedangkan komplikasi lanjutnya yaitu osteomielitis kronik, kontraktur sendi, dan gangguan
pertumbuhan tulang. (Sjamsuhidajat, 2004)

B. Osteomielitis Subakut.
Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh
organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran
radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka
ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan
adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis
tulang panjang, maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewings
Sarcoma. (Hidiyaningsih, 2012)

Brodie Abses.
Lesi ini, awalnya ditemukan oleh Brodie pada tahun 1832, merupakan bentuk lokal osteomielitis
subakut, dan sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Insiden tertinggi (sekitar 40%) pada dekade
kedua. Lebih dari 75% kasus terjadi pada pasien laki-laki. Onset ini sering membahayakan, dan untuk
manifestasi sistemik pada umumnya ringan atau tidak ada. Abses, biasanya terlokalisasi di metaphysis
dari tibia atau tulang paha, dan dikelilingi oleh sclerosis reaktif. Sesuai teori tidak terdapatnya sekuester,
namun gambaran radiolusen mungkin akan terlihat dari lesi ke lempeng epifisis. Abses tulang mungkin
menyebrang ke lempeng epifisis namun jarang terlokalisir.(Adam, 2004)

C. Osteomielitis Kronik.
Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak diobati. Kondisi ini
dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Infeksi kronis seringkali
berhubungan dengan implan logam ortopedi yang digunakan untuk mereposisi tulang. Inokulasi
langsung intraoperatif atau perkembangan hematogenik dari logam atau permukaan tulang mati
merupakan tempat perkembangan bakteri yang baik karena dapat melindunginya dari leukosit dan
antibiotik. Pada hal ini, pengangkatan implan dan tulang mati tersebut harus dilakukan untuk mencegah
infeksi lebih jauh lagi. Gejala klinisnya dapat berupa ulkus yang tidak kunjung sembuh, adanya drainase
pus atau fistel, malaise, dan fatigue. Penderita osteomielitis kronik mengeluhkan nyeri lokal yang hilang
timbul disertai demam dan adanya cairan yang keluar dari suatu luka pascaoperasi atau bekas patah
tulang. Pemeriksaan rongent memperlihatkan gambaran sekuester dan penulangan baru. (Hidiyaningsih,
2012)

Penangan osteomielitis kronik yaitu debridemant untuk mengeluarkan jaringan nekrotik dalam ruang
sekuester, dan penyaliran nanah. Pasien juga diberikan antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur.
Involukrum belum cukup kuat untuk menggantikan tulang asli yang telah hancur menjadi sekuester
sehingga ekstrimitas yang sakit harus dilindungi oleh gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan
debridement serta sekuesterektomi ditunda sampai involukrum menjadi kuat. (Hidiyaningsih, 2012)

Chronic Recuiment Multifocal Osteomielitis.
Pada dasarnya hal ini sudah menjadi pembahasan umum bahwa orang yang sudah terkena penyakit
osteomielitis akan sulit untuk sembuh. Walaupun sudah diberikan antibiotik yang bagus. Hal ini
dikaitkan dari pathogenesis osteomielitis itu sendiri. Kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui
hematogen menyebabkan suatu kondisi untuk mempredisposisikan bakteri bermigras melalui celah
endotel dan melekat pada matriks tulang. Selain itu rendahnya tekanan oksigen pada daerah ini juga
akan menurunkan aktivitas fagositik dari sel darah putih. Infeksi hematogen ini akan menyebabkan
terjadinya thrombosis pembuluh darah local yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis
avaskular yang kemudian akan menjadi abses. Pada awalnya terjadi inflamasi kecil di daerah metafisi
tulang panjang. Jaringan tulang tidak dapat meregang, maka proses inflamasi akan menyebabkan
peningkatan intraoseus yang menghalangi aliran darah lebih lanjut. Akibatnya jaringan tulang tersebut
mengalami nekrosis dan iskemi. Sehingga akan terbentuknya sekuster. Sekuester yang berada di
lingkungan yang avaskular dan nekrotik akan menjadi tempat yang menguntungkan untuk
berkembangbiak bakteri. Dimana tempat avaskular tersebut tidak mampu dijangkau oleh antibiotik dan
sel-sel fagositik. Setelah fase akut terlewati, tidak menutup kemungkinan untuk muncul sequelae infeksi
di tulang dari sequestrumnya yang belum tuntas.Karena orang yang terkena penyakit osteomielitis
biasanya pada orang-orang yang memiliki immunokompremise. (Song, 2001).

Anda mungkin juga menyukai