Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN HASIL PRAKTIK KERJA LAPANGAN

( PKL 2 )



FASILITATOR : dr. DONNA NOVINA KAHANJAK
KELOMPOK : 4 ( EMPAT )
NAMA ANGGOTA :
RUGAS PRIBAWA FAA 111 0013
M. ANUGRAH AKBAR FAA 111 0045
RANDY MIKEN FAA 111 0021
ALIVIA SOERAYA FAA 111 0043
CHNTYA NURUL FATHIA FAA 111 0034
CORINA NOVITA SARI FAA 111 0038
DINA WULANDARI FAA 111 0006
DEA INTAN SORAYA FAA 111 0033
IRENE THERESIA FAA 111 0024
LOVINA DANAYANTHI FAA 111 0016


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2011


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
BAB I
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Tata cara praktik lapangan .......................................................................... 1
1.3 Tujuan Kegiatan .......................................................................................... 2
1.4 Rancangan Kegiatan .................................................................................... 12
BAB II
2.1 Dasar Teori ................................................................................................... 3
BAB III
3.1 Hasil dan Pembahasan ................................................................................ 10
BAB IV
4.1 Simpulan dan Saran ..................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 11
LAMPIRAN ............................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas nikmat dan karuniaNyalah kami dapat menyelesaikan Laporan Praktik Lapangan II di
Puskesmas Tangkiling Palangka Raya dengan baik dan lancar. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada dr. Donna Novina Kahanjak selaku tutor pembimbing kami yang telah meluangkan
waktunya dalam mendampingi dan membimbing kami dari awal sampai akhir pembuatan
laporan.
Laporan Praktik Lapangan II berisikan hasil pengamatan terhadap kegiatan komunikasi
para provider kesehatan (dokter, perawat, bidan) dengan pasien yang berkunjung ke Puskesmas
Tangkiling Palangka Raya dengan harapan laporan ini dapat memberikan pengetahuan yang
bermakna bagi para mahasiswa dalam mencapai tujuan pemahaman komunikasi yang efektif,
beretika, berempati, serta mengindahkan nilai kemanusiaan dan etik profesi.
Kami mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya jika dalam penulisan ini
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Kritik dan saran yang kreatif dan inovatif sangat
kami harapkan sebagai referensi dalam keikutsertakan kami dalam membangun dunia
pendidikan. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan terselesaikannya laporan ini.


Palangka Raya, 24 Oktober 2011


Tim Penyusun








BAB I

1.1 Latar Belakang


1.2 Tata Cara Praktik Lapangan II
a. Praktik lapangan dipimpin oleh tutor
b. Tempat yang akan dikunjungi oleh setiap kelompok dipersiapkan dahulu oleh tutor,
yaitu fasilitas layanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dll) yang dapat digunakan
untuk mempraktikkan empati dan komunikasi.
c. Tutor lebih dahulu memberikan pengarahan praktik lapangan kepada mahasiswa.
Tujuan kegiatan adalah mempraktikkan komunikasi efektif sambil mengobservasi
aspek-aspek, perilaku, etika, empati, nilai dan sistem nilai, hubungan antar manusia,
serta etik profesi di tempat tersebut.
d. Setiap mahasiswa mencatat segala sesuatu yang dilakukan, dialami, dan diamatinya
selama kegiatan tersebut, termasuk faktor-faktor penghambat dan penunjang
komunikasi efektif yang dialaminya.
e. Tutor bertanggung jawab atas kelancaran praktik lapangan dan member bimbingan
kepada mahasiswa bila diperlukan.
f. Hasil praktik lapangan dibahas dalam kelompok dan dirangkum dalam laporan
kelompok.

1.3 Tujuan Kegiatan
Tujuan dilakukannya kegiatan observasi provider dengan pasien di puskesmas yakni
agar dapat meningkatkan suatu pemahaman akan kemampuan berkomunikasi secara efektif
terhadap provider dan pasien, dengan aspek-aspek yang mendukung berdasarkan empati,
etika, hubungan antar manusia, serta etik profesi di tempat itu.



1.4 Rancangan Kegiatan
Selasa, 18 Oktober 2011
Minggu II Modul EBP3KH

Rabu, 19 Oktober 2011
Minggu II Modul EBP3KH



























BAB II
2.1 Dasar Teori
2.1 Defenisi komunikasi
Komunikasi adalah hubungan antar dan antara manusia baik individu atau kelompok.dalam
kehidupan sehari hari disadari atau tdak disadari komunikasi merupakan bagian dari kehidupan
manusia itu sendiri,paling tidak paling tidak sejak ia dilahirkan sudah berkomunikasi dengan
lingkungan
(`1)
. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai transmisi informasi dan pemahaman
melalui penggunaan simbol-simbol biasa atau umum. Proses komunikasi merupakan tahap-tahap
antara komunikator dengan komunikan yang menghasilkan pentransferan dan pemahaman
makna. Menurut Stephen P. Robbins proses komunikasi meliputi 7 (tujuh) bagian, yakni:
1. Sumber komunikasi;
2. Pengkodean;
3. Pesan;
4. Saluran;
5. Pendekodean;
6. Penerima;
7. Umpan balik.

2.1 a Proses Komunikasi
Sumber komunikasi atau komunikator mengawali proses komunikasi dengan pesan yang
dikemas dengan pengkodean tertentu berupa simbol-simbol. Pesan adalah sesuatu yang
dikomunikasikan. Semuanya itu disampaikan dengan kemasan kode tertentu. Pengemasan suatu
pesan melalui proses encoding memberikan kontribusi:
Komunikator Encoding
Komunikator
Komunikator Decoding
Umpan
Balik
Pesan

Encoding adalah proses untuk memilih simbol-simbol yang digunakan untuk membentuk pesan.
Simbol-simbol ini bias berbentuk verbal dan non verbal.Kemudian pesan tersebut disampaikan
melalui berbagai saluran yang disebutmedia penyaluran pesan. Penyaluran pesan secara umum
dapat dibagi menjadi saluran tatap muka dan melalui media. Saluran tatap muka terjadi saat
komunikator dengan komunikan dapat bertemu langsung dan bertatap muka tanpa media
perantara. Sedangkan contoh komunikasi melalui media adalah surat, dokumen, telepon, dan
email. Pertemuan jarak jauh menggunakan real-time video atau dikenal dengan teleconference,
dapat digolongkan sebagai saluran melalui media. Sebelum pesan diterima, komunikan harus
menerjemahkan simbol-simbol yang diterima ke dalam suatu ragam yang dapat dipahami oleh
komunikan. Inilah yang disebut sebagai decoding pesan. Sebagaimana saat encoding, tahap
decoding juga dipengaruhi oleh keterampilan, sikap, pengetahuan dan sistem sosial budaya.
Tahapan terakhir dari proses komunikasi adalah umpan balik.

2.1.b JENIS KOMUNIKASI

Komunikasi dapat diklasifikasikan menurut berbagai sudut pandang. Di sini kita akan
klasifikasikan komunikasi dalam 3 sudut pandang saja, yaitu menurut cara komunikasi, pihak
yang terlibat dalam komunikasi, dan kode yang digunakan Klasifikasi komunikasi menurut
caranya terdiri dari komunikasi lisan dan tulisan. Komunikasi lisan adalah komunikasi dimana
komunikatornya yang menyampaikan pesan secara langsung oleh pihak komunikan tanpa media
berupa tulisan atau teks. Termasuk dalam komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka,
wawancara, komunikasi lewat telepon, presentasi dan teleconference. Sedangkan komunikasi
tulisan adalah penyampaian pesan secara tertulis dari komunikator kepada komunikannya.
Termasuk dalam komunikasi tulisan adalah surat-menyurat, dokumentasi kegiatan dalam bentuk
tertulis, konfirmasi, sms, dan penyampaian laporan tertulis. Komunikasi dapat diklasifikasikan
menurut pihak yang terlibat dalam komunikasi, yaitu:
1. Komunikasi intrapersonal.
Komunikasi ini melibatkan diri sendiri sebagaikomunikator dan komunikannya. Contohnya,
ketika berintrospeksi diri, makaakan terjadi dialog di dalam pikiran seseorang. Dialog ini adalah
bentuk darikomunikasi intrapersonal.



2. Komunikasi interpersonal.
Komunikasi ini melibatkan lebih dari satu orangsebagai pihak komunikatornya dan
komunikannya. Misalnya, ketika seorang anggota tim menyampaikan kesulitannya dalam
melaksanakan pengujian kepada ketua tim, maka di sini terlihat bahwa ada 2 orang yang terlibat
dalam komunikasi, 1 orang berperan sebagai komunikator, seorang lagi menjadi
komunikan. Komunikasi kelompok termasuk dalam jenis komunikasi ini.

3. Komunikasi Massa.
Komunikasi ini melibatkan pihak komunikan dalam jumlah besar, kepada masyarakat umum
atau biasa kita sebut publik. Contoh komunikasi ini adalah siaran radio, berita koran, acara TV,
temu pers, dan sebagainya. Komunikasi juga dapat diklasifikasikan menurut kode yang
digunakan, yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi
yang menggunakan kode-kode bahasa seperti kata-kata dan kalimat.
(2)
( Kepribadian menurut definisi
G.W. Allpont Pengembangan Kepribadian, 2007.)




2.2 KOMUNIKASI EFEKTIF, EMPATIK, DAN PERSUASIF

Kita dapat membedakan komunikasi berdasarkan interaksi yang terjalin antara
komunikator dengan komunikannya, yaitu:
1. Komunikasi Efektif,
2. Komunikasi Empatik, dan
3. Komunikasi Persuasif.

2.2 a Komunikasi efektif
Komunukasi efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar komunikan dapat memahami pesan
yang disampaikan oleh komunikator dan komunikan memberikan umpan balik yang sesuai
dengan pesan. Umpan balik yang sesuai dengan pesan tidak selalu berupa persetujuan.
Komunikan dapat saja memberikan umpan balik berupa ketidaksetujuan terhadap pesan, yang
terpenting adalah dimengertinya pesan dengan benar oleh komunikan dan komunikator
memeroleh umpan balik yang menandakan bahwa pesannya telah dimengerti oleh komunikan.
Agar komunikasi efektif terjadi terdapat 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Keselarasan elemen-elemen komunikasi dengan pesan.
Elemen-elemenkomunikasi harus mendukung isi pesan. Elemen-elemen komunikasi tersebut
adalah komunikator, encoding, saluran, decoding, dan komunikannya. Komunikasi akan efektif
jika terdapat keselarasan isi pesan dengan elemenelemen lain dari proses komunikasi.

2. Minimalisasi hambatan komunikasi.
Komunikasi akan efektif jika hambatan berhasil diminimalkan. Hambatan komunikasi dapat
terjadi pada tiap elemen komunikasi termasuk pada situasi komunikasi.

2.2 b Komunikasi Empatik
Komunikasi empatik adalah komunikasi yang menunjukkan adanya saling pengertian antara
komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini menciptakan interaksi yang membuat satu
pihak memahami sudut pandang pihak lainnya Komunikasi empatik bisa dipahami dari kata
empati. Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain
pada saat tertentu, dari sudut pandang dan perspektif orang lain tersebut1. Jadi komunikasi
empatik dapat menjadi sarana untuk menjalin saling pengertian antara dua pihak. Berkaitan
dengan audit, komunikasi empatik dapat dijadikan sarana untuk menghapus salah persepsi
auditan atas tujuan audit. Auditan sering mempersepsikan pekerjaan audit sebagai pekerjaan
cari-cari kesalahan. Jika auditor berhasil mengembangkan komunikasi empatik, maka diharapkan
auditan dapat memahami bahwa tujuan utama dari audit adalah agar auditan dapat
menyelesaikan tanggung jawabnya secara lebih efektif. Agar komunikasi empatik tercipta, maka
komunikator harus memperlihatkan:

1. Ketertarikan terhadap sudut pandang komunikan.
Sikap ini akanmendorong komunikan untuk lebih terbuka.



2. Sikap sabar untuk tidak memotong pembicaraan.
Banyak informasi yang didapat jika komunikator bersabar untuk memeroleh penjelasan detail
dari sudut pandang komunikan. Jika informasi yang diperoleh telah cukup dan komunikan hanya
berputar-putar menjelaskan hal yang sama, maka komunikator perlu menyampaikan kembali
pengertian yang telah didapatnya dan menarik perhatian komunikan pada masalah berikutnya.

3. Sikap tenang, meskipun menangkap ungkapan emosi yang kuat.
Beberapa sudut pandang bersifat sangat pribadi, sehingga saat mengungkapkannya keterlibatan
emosi tidak dapat dihindari. Sebagai contoh, komunikan mengungkapkan kemarahannya saat
menceritakan ketidaksetujuannya terhadap suatu keputusan.

4. Bersikap bebas prasangka, atau tidak evaluatif, kecuali jika sangat
diperlukan.
Untuk dapat memahami sudut pandang orang lain, kita hindari sikap evaluatif. Sikap evaluatif
dapat membuat komunikan menyeleksi hal-hal yang perlu disampaikan dan tidak, dengan
pertimbangan apakah sudut pandangnya akan diterima atau tidak, disetujui atau tidak, oleh
komunikator.Te
knik Komunikasi
5. Sikap awas pada isyarat permintaan pilihan atau saran.
Sikap ini memperlihatkan adanya dukungan atau bantuan yang bisa diharapkan komunikan dari
komunikator. Pemberian dukungan dan bantuan akan mengembangkan empati pada diri auditan,
kesiapan untuk membalas dukungan dan bantuan yang diterimanya.

6. Sikap penuh pengertian.
Sebagai contoh, komunikan mendesak untuk memperoleh persetujuan dari komunikator atas
sudut pandangnya. Komunikator tidak setuju. Komunikator cukup menyatakan bahwa dia dapat
mengerti sudut pandang tersebut, tidak perlu menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuannya.
Komunikasi persuasif dapat dilihat sebagai derajat interaksi yang lebih tinggi dibanding
komunikasi efektif dan empatik.
(3)
(1 Definisi dari Henry Backrack, seperti dikutip oleh Tommy
Suprapto dalam bukunya, Teknik Jitu
Persuasi dan Negosiasi, Cetakan 1, Yogyakarta: Media Pressindo, 2008.)

2.2 c Komunikasi persuasif
Bertujuan untuk membuat komunikan memberikan umpan balik sesuai keinginan komunikator.
Pengertian persuasif sendiri adalah perubahan sikap akibat paparan informasi dari pihak lain. 2
Dalam audit, komunikasi persuasif banyak digunakan, mulai dari permintaan kesediaan auditan
untuk membantu kelancaran audit, hingga mendorong auditan untuk melaksanakan rekomendasi
audit. Agar komunikasi persuasif terjadi, maka komunikator perlu mengembangkan
komunikasi efektif dan empatik. Komunikasi persuasif dapat dikembangkan melalui:

1. Kejelasan penyampaian pesan.
Agar pesan dapat tersampaikan dengan jelas, maka perlu memerhatikan keselarasan elemen-
elemen komunikasi dan meminimalkan hambatan komunikasi.

2. Pemahaman sudut pandang dan keinginan komunikan.
Komunikator dapat meminta komunikan melakukan sesuatu sesuai keinginan komunikator,
hanya jika, komunikan melihat bahwa tindakan tersebut sesuai dengan keinginan si komunikan
sendiri. Untuk mengetahui sudut pandang komunikan dan keinginan auditan, komunikasi
empatik dapat dilaksanakan terlebih dahulu, sebelum meningkatkannya menjadi komunikasi
persuasif. Dari uraian tentang komunikasi persuasif, kita dapat mengambil suatu kesimpulan
bahwa syarat komunikasi persuasif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan
empatik. Komunikasi-komunikasi ini dapat dikembangkan jika auditor memiliki keterampilan
untuk menyusun dan menyampaikan pesan dalam kode verbal dan nonverbal, serta keterampilan
mendengarkan. .
(4)
(Definisi dari Severin dan Tankard, seperti dikutip oleh Tommy Suprapto,
ibid.)







2.3 MENDENGARKAN SECARA AKTIF
Komunikasi merupakan suatu interaksi dinamis antara komunikator dan komunikan. Interaksi
terjadi dengan baik, jika komunikan dapat memahami pesan dan komunikatordapat memahami
umpan balik dari komunikan. Dalam komunikasi tertulis, kalimat, tata bahasa, dan format
penyajian pesan harus diperhatikan kedua pihak sehingga pesandan umpan balik dapat dipahami.
Sedangkan dalam komunikasi lisan dan tatap muka maka mendengarkan adalah cara untuk
memahami pesan bagi komunikan dan memahami umpan balik bagi komunikator. Berbeda
dengan komunikasi tertulis di mana pemahaman bisa tercapai dengan membaca ulang,
mendengarkan memerlukan perhatian lebih karena pengulangan akan menyebabkan gangguan
dalam komunikasi. Karena itu, baik komunikator maupun komunikan perlu mendengarkan
secara aktif, sehingga pesan maupun umpan balik dapat dipahami dengan benar. Charles J.
Stewart dan William B. Cash, Jr3 menjelaskan 4 pendekatan yang dapat digunakan untuk
mendengarkan secara aktif, yaitu mendengarkan untuk:

1. Pemahaman.
Mendengarkan untuk pemahaman adalah pendekatan utama dalam menerima, memahami,
dan mengingat pesan secara akurat dan lengkap. Tujuan mendengarkan untuk pemahaman adalah
untuk berkonsentrasi pada pesan atau umpan balik agar mengerti dan tetap obyektif, serta
menghindari sikap menilai. Berikut ini panduan mendengarkan untuk pemahaman:
a. Dengarkan pertanyaan dengan seksama.
b. Tenang, tidak terburu-buru.
c. Dengarkan isi dan ide pesan atau umpan balik.
d. Catat hal-hal penting untuk mempertahankan informasi.
e. Gunakan pertanyaan untuk mengklarifikasi informasi.
2. Empati.
Mendengarkan untuk empati adalah suatu cara untuk menunjukkan perhatian yang tulus,
pengertian, dan keterlibatan. Mendengarkan untukempati adalah usaha untuk memosisikan diri
kita dalam sudut pandangkomunikan guna mengerti dan mengapresiasi apa yang dipikir dan
dialami komunikan. Panduan mendengarkan untuk empati, sebagai berikut:
a. Tunjukkan ketertarikan.
b. Jangan memotong pembicaraan.
c. Tetap tenang, meskipun menangkap ungkapan emosi yang kuat.
d. Tetap tidak evaluatif, kecuali jika sangat diperlukan.
e. Saat mendengarkan tetap awas pada isyarat permintaan pilihan atau saran.
f. Menjawablah dengan taktis dan penuh pengertian.
3. Evaluasi.
Mendengarkan untuk evaluasi bertujuan untuk menilai apa yang didengar dan dilihat saat
berkomunikasi. Mendengarkan untuk evaluasi adalah tingkatan berikut dari mendengarkan untuk
pemahaman dan empati, karena kita tidak siap untuk menilai sebelum kita memahami dengan
benar pesan verbal dan nonverbal dari mitra komunikasi kita. Panduan mendengarkan untuk
evaluasi adalah sebagai berikut:
a. Dengarkan secara seksama seluruh pesan dan umpan balik sebelum menilai.
b. Dengarkan dengan seksama simbol verbal dalam bentuk kata-kata, pernyataan maupun
argumentasi, dan perhatikan simbol nonverbal berupa raut wajah, intonasi suara, dan bahasa
tubuh.
c. Jika belum yakin, bertanyalah untuk meminta penjelasan.
d. Hindari bersikap defensif. Misalnya, ada pernyataan dari komunikan bahwa kita belum
mengerti permasalahannya, maka tidak perlu kita menolak dengan mengatakan bahwa kita sudah
tahu, ini sikap defensif. Sebaiknya kita mempersilahkan komunikan untuk menjelaskan
bagaimana persoalan yang sebenarnya menurut dia.
4. Kesepakatan.
Mendengarkan untuk kesepakatan (resolusi) bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan yang
berfokus pada masalah bersama, bukan pada masalah masing-masing pihak, guna kesepakatan
dan penyelesaian untuk kepentingan bersama. Mendengarkan untuk kesepakatan biasanya
digunakan untuk rapat, negosiasi, dan pengambilan keputusan kelompok. Panduan
mendengarkan untuk kesepakatan adalah sebagai berikut:
a. Dorong pertukaran yang seimbang antar pihak yang berkomunikasi.
b. Tumbuhkan kepercayaan bahwa tiap pihak dapat berkontribusi dalam pencapaian kesepakatan
dan pemecahan masalah.
c. Berfokuslah pada komunikasi, bukan pada masalah psikologi. Misalnya,jangan terjebak pada
pembahasan kebutuhan masing-masing pihak terlalu dalam, tetapi berfokuslah pada apakah
kebutuhan masing-masing pihak telah tersampaikan dan dimengerti pihak lain.
d. Berfokus pada apa yang dapat dilaksanakan saat ini. Tidak perlu focus pada apa yang telah
terjadi, atau terlalu banyak memertimbangkan asumsi masa datang yang menjurus pada sikap
berandai-andai.
e. Saling memberikan dukungan atas kontribusi masing-masing pihak dalam upaya pencapaian
kesepakatan, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Keterampilan mendengarkan
adalah keterampilan yang dapat dipelajari. Agar mampu berkomunikasi dengan baik, maka kita
perlu berlatih menggunakan pendekatan mendengarkan yang sesuai dengan pendekatan
komunikasi yang kita hadapi. Misalnya, untuk komunikasi yang empatik, kita gunakan
pendekatan mendengarkan untuk empati. Untuk komunikasi persuasif, kita gunakan pendekatan
mendengarkan untuk kesepakatan.
(5)
(Charles J. Stewart dan William B. Cash, Jr, Interviewing:
Principles and Practices, 11th edition,McGraw-Hill Co., 2006)

C. MEMAHAMI EKSPRESI WAJAH DAN BAHASA TUBUH
Pesan dalam komunikasi menempati posisi sentral. Pesan tidak lain adala stimulus-stimulus
informatif dari komunikator kepada komunikan. Stimulus ini disampaikan dalam bentuk verbal
dan nonverbal. Untuk menghasilkan stimulus verbal yang informatif, maka kita perlu
menyampaikan pesan secara sederhana, ringkas, lengkap, dan sistematis. Dalam komunikasi
tatap muka, pesan dalam bentuk verbal tidak dapat dipisahkan dari pesan nonverbal yang
disampaikan melalui ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Pemahaman atas ekspresi wajah dan
bahasa tubuh akan
membantu komunikator untuk:
1. Menjaga keselarasan kode verbal dalam pesan dengan kode nonverbal
ekspresi wajah dan bahasa tubuh agar komunikasi efektif.
2. Memahami umpan balik komunikan.
3. Menilai kesesuaian kode verbal dan nonverbal komunikan untuk menentukan
validitas informasi. Ekspresi wajah adalah gerakan wajah yang menyampaikan emosi dan sikap
tertentu. Emosi yang terlihat dari ekspresi wajah bersifat universal. Ekspresi wajah bahagia dari
orang Mesir akan sama dengan ekspresi wajah bahagia orang Indonesia. nEmosi-emosi yang
dapat dikenali dari ekspresi wajah adalah:
1. Senang / Bahagia.
2. Sedih.
3. Marah.
4. Tidak suka.
5. Jijik.
6. Takut.
7. Terkejut.
Ekspresi wajah dan emosi yang terkait dapat dilihat pada Lampiran. Bahasa tubuh adalah
gerakan-gerakan anggota tubuh yang merupakan perwujudan dari informasi dan perintah otak.
4 Gerakan-gerakan ini bersifat spontan karena merupakan hasil belajar seseorang berdasarkan
pengaruh-pengaruh genetik dan kebudayaan. Berikut ini contoh-contoh sederhana bahasa tubuh:
1. Kita mengangguk jika setuju.
2. Kita berjongkok karena ketakutan.
3. Kita tertunduk dan menggelengkan kepala saat merasa prihatin.
4. Kita membusungkan dada dan mencondongkan badan ke depan untuk
memberikan tantangan atau menyatakan siap menyambut tantangan.
(6)
Euis Winarti,
Pengembangan Kepribadian, Edisi Kedua, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.

Anda mungkin juga menyukai