Anda di halaman 1dari 18

Seperti yang telah dijelaskan bahwa didalam menjelaskan konseling seseorang tidak akan

lepas dari teknik apa yang digunakan dalam konseling tersebut. [1] Yang dimaksud teknik
konseling di sini adalah cara- cara tertentu yang digunakan oleh seorang konselor dalam proses
konseling untuk membantu klien agar berkembang potensinya serta mampu mengatasi masalah
yang dihadapi dengan mempertimbangkan kondisi- kondisi di lingkungannya yakni nilai- nilai
sosial, budaya, dan agama.
Bagi seorang konselor, menguasai teknik- teknik konseling merupakan suatu
keniscayaan. Dalam proses konseling, penguasaan terhadap teknik konseling merupakan kunci
keberhasilan untuk mencapai tujuan konseling. Seorang konselor yang efektif harus mampu
merespons klien secara baik dan benar sesuai keadaan klien saat itu. Rsespons yang baik berupa
pertanyaan- pertanyaan verbal dan non verbal yang dapat menyentuh, merangsang, dan
mendorong sehingga klien terbuka untuk menyatakan secara bebas perasaan, pikiran, dan
pengalamannya (Sopyan, S. Wilis, 2004: 157).
Sebagai suatu proses, implementasi teknik- teknik konseling akan melalui beberapa tahap
kegiatan. Tahap- tahap tersebut adalah:
1. Persiapan konseling
Pada tahap ini, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh konselor untuk memulai proses
konseling yaitu, membentuk kesiapan untuk konseling, memperoleh riwayat kasus, dan evaluasi
psikodiagnostik.
a. Kesiapan untuk konseling
Untuk dapat melakukan konseling secara efektif dan agar konseling berhasil dan berdaya
guna, konselor harus melakukan persiapan. Begitu juga klien, agar dapar berpartisipasi secara
aktif sesuai tuntutan konseling, harus siap untuk mengikuti konseling. Tanpa partisipasi dari klien
atau tanpa kesiapan klien, proses konseling bisa gagal.
Hal- hal yang berkenaan dengan kesiapan konseling terutama yang berhubungan dengan
klien adalah:
1) memotivasi klien untuk memperoleh bantuan
2) pengetahuan klien tentang konseling
3) kecakapan intelektual
4) tingkat tilikan terhadap masalah dan dirinya sendiri
5) harapan- harapan terhadap peran konselor
6) sistem pertahanan diri
Motivasi klien untuk memperoleh bantuan akan menentukan jalannya proses konseling.
Klien yang mengikuti sesi konseling karena mengikuti keinginan guru wali kelas atau orang lain
termasuk konselornya sendiri (terpaksa), akan berbeda partisipasinya dalam konseling jika
motivasi mereka benar- benar ingin memperoleh bantuan. Begitu pun klien yang mengetahui
tentang konseling. Klien yang tidak mengetahui tentang konseling, ia tidak akan maksimal
memanfaatkan jasa konselor.
Dalam proses konseling harus ada respons- respons tertentu dari klien. Klien yang
kemampuan intelektualnya rendah, akan sulit merespons proses konseling. Ada klien yang
mampu melihat masalahnya sendiri dan ada yang tidak. Klien yang mampu melihat masalahnya
sendiri, akan mampu berpartisipasi secara aktif dalam konseling sehingga proses konseling akan
berjalan secara lancar. Sebaliknya, klien yang tidak mampu melihat masalahnya sendiri, akan
sulit untuk berpartisipasi dalam proses konseling. Klien yang banyak berharap dan mengerti
peran- peran konselor, ia akan memanfaatkan jasa konselor secara maksimal, sebaliknya yang
tidak mengerti tentang peran- peran konselor, maka ia tidak akan banyak berharap bahwa
konselor dapat membantunya untuk memecahkan masalah.
Agar klien siap dalam mengikuti konseling, disarankan kepada konselor agar melakukan
hal- hal berikut:
1) memulai pembicaraan dengan berbagai pihak tentang berbagai topik masalah dan pelayanan
konseling yang diberikan,
2) menciptakan iklim kelembagaan yang kondusif sehingga merangsang siswa untuk memperoleh
bantuan,
3) menghubungi sumber- sumber referal (rujukan) misalnya dari organisasi dan sekolah,
4) memberikan informasi kepada klien tentang dirinya dan prospeknya,
5) melalui proses pendidikan itu sendiri, dan
6) melakukan orientasi pra konseling.
b. Riwayat kasus
Riwayat kasus adalah suatu kumpulan fakta yang sistematis tentang kehidupan klien
sekarang dan masa lalu. Secara sederhana riwayat kasus bisa dikatakan melakukan identifikasi
terhadap masalah- masalah yang dialami klien. Menurut Surya (1988: 160), riwayat kasus dapat
dibuat dalam bentuk:
1) Riwayat konseling psikoterapeutik, yang lebih memusatkan pada masalah- masalah
psikoterapeutik dan diperoleh melalui wawancara konseling,
2) Catatan komulatif (commulative record), yaitu suatu catatan tentang berbagai aspek yang
menggambarkan perkembangan seseorang,
3) Biografi dan autobiografi,
4) Tulisan- tulisan yang dibuat sendiri oleh siswa yang berkasus sebagai dokumen pribadi
(mungkin dalam bentuk catatan anekdot),
5) Grafik waktu tentang kehidupan siswa yang berkasus.
c. Evaluasi psikodiagnostik
Dalam bidang medis, diagnosis diartikan sebagai suatu proses memeriksa gejala,
memperkirakan sebab- sebab, mengadakan observasi, menempatkan gejala dalam kategori, dan
memperkirakan usaha- usaha penyembuhannya. Dalam bidang psikologis, proses diagnosis
mempunyai beberapa arti dan sulit dipisahkan secara tegas sebagaiman halnya dalam bidang
medis. Secara umum diagnosis dalam bidang psikologis berarti pernyataan tentang masalah klien,
perkiraan sebab- sebab kesulitan, kemungkinan teknik- teknik konseling untuk memcahkan
masalah, dan memperkirakan hasil konseling dalam bentuk tingkah laku klien di masa yang akan
datang. (Surya, 1988: 162)
Selanjutnya menurut Surya (1988) psikodiagnostik mempunyai dua arti
yaitu,pertama sebagai suatu klasifikais deskriptif masalah- masalah yang sama dengan klasifikasi
psikiatris untuk gangguan neurosis, psikosis, dan karakter yang selanjutnya disebut diagnosis
diferensial. Kedua, psikodiagnosis sebagai suatu prosedur menginterpretasikan data kasus, yang
selanjutnya disebut diagnosis struktural.
Penggunaan tes psikodiagnosis dalam konseling berfungsi untuk:
1) menyeleksi data yang diperlikan bagi konseling
2) meramalkan keberhasilan konseling
3) memperoleh informasi yang lebih terinci
4) merumuskan diagnostic yang lebih tepat
Dalam proses konseling memerlukan teknik- teknik tertentu sehingga konseling bisa
berjalan secara efektif dan efisien atau berdaya guna dan berhasil guna. Adapun teknik dalam
konseling adalah sebagai berikut:
1) Teknik rapport
Teknik rapport dalam konseling merupakan suatu kondisi saling memahami dan
mengenal tujuan bersama. Tujuan utama teknik ini adalah untuk menjambatani hubungan antara
konsleor dengan klien, sikap penerimaan dan minat yang mendalam terhadap klien dan
masalahnya. Implementasi teknik ini dalam konseling adalah:
a) pemberian salam yang menyenangkan
b) menetapkan topik pembicaraan yang sesuai
c) susunan ruang konseling yang menyenangkan
d) sikap yang ditandai dengan: kehangatan emosi, realisasi tujuan bersama, dan menjamin
kerahasiaan klien
e) kesadaran terhadap hakekat klien secara alamiah
2) Perilaku attending
Attending merupakan upaya konselor menghampiri klien yang diwujudkan dalam bentuk
perilaku seperti kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa lisan.
Perilaku attending berkenaan dengan teknik penerimaan konselor terhadap klien. Teknik
penerimaan menggambarkan cara bagaimana konselor menerima klien dalam proses atau sesi
konseling. Atau cara bagaimana konselor bertindak agar klien merasa diterima dalam proses
konseling. Teknik ini dalam proses konseling bisa diwujudkan melalui ekspresi wajah (misalnya
ceria atau cemberut). Selanjutnya juga bisa diwujudkan dalam bentuk tekanan atau nada suara
dari konselor (tinggi, mendatar, rendah) dan jarak duduk antara konselor dan klien.
3) Teknik structuring
Structuirng adalah proses penetapan batasan oleh konselor tentang hakikat, batas- batas,
dan tujuan proses konseling pada umumnya dan hubungan tertentu pada
khususnya. Structuring memberikan kerangka kerja atai orientasi terapi kepada
klien.Structuring ada yang bersifat implisit di mana secara umum peranan konselor diketahui oleh
klien dan ada yang bersifat formal berupa pernyataan konselor untuk menjelaskan dan
membatasai proses konseling.
4) Empati
Empati merupakan kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirasakan oleh klien,
merasa dan berpikir bersama klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empatidilakukan
bersamaan dengan attending, karena tanpa attending tidak akan ada empati.
5) Refleksi perasaan
Refleksi perasaan merupakan suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk
katap- kata yang segar dan sikap yang diperlukan terhadap klien. Refleksi perasaan juga
merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan
(tahap awal konseling) dilakukan dan sebelum pemberian informasi serta tahap interpretasi
dimulai.
6) Teknik eksplorasi
Eksplorasi merupakan keterampilan konselor untuk menggali perasaan,
pengalaman, dan pikiran klien. Eksplorasi ada tiga macam
yaitu, eksplorasiperasaan, eksplorasi pikiran, dan eksplorasi pengalaman.
7) Teknik paraphrasing (menangkap pesan utama)
Tujuan paraphrase antara lain adalah mengatakan kembali esensi atau inti ungkapan
klien, untuk mengatakan kembali kepada klien bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk
memahami apa yang dikatakan klien, mengendapkan apa yang dikemukakan klien dalam bentuk
ringkasan, memberi arah wawancara konseling, mengecek kembali persepsi konselor tentang apa
yang dikemukakan klien.
8) Teknik bertanya
Teknik bertanya ada dua macam yaitu bertanya terbuka (open question) dan bertanya
tertutup (closed question).
9) Dorongan minimal (minimal encouragement)
Dorongan minimal yaitu suatu dorongan langsung yang singkat terhadap apa yang telah
dikatakan klien.
10) Interpretasi
Interpretasi merupakan upaya konselor mengulas pikiran, perasaan, dan perilaku atau
pengalaman klien berdasarkan atas teori- teori tertentu. Tujuannya adalah untuk memberikan
rujukan, pandangan atau tingkah laku klien, agar klien mengerti dan berubah melalui pemahaman
dari hasil rujukan baru.
11) Teknik mengarahkan (directing)
12) Teknik menyimpulkan sementara (summarizing)
Tujuan dari teknik ini adalah memberikan kesempatan kepada klien untuk mengambil
kilas balik (feed back) dari hal- hal yang telah dibicarakan bersama konselor, untuk
menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap, untuk meningkatkan kualitas
diskusi, mempertajam atau memperjelas fokus atau arah wawancara konseling.
13) Teknik- teknik memimpin
Memimpin dalam konseling bisa memiliki dua arti, pdrtama menunjukkan keadaan di
mana konselor berada di dalam atau di luar pikiran klien. Kedua, keadaan di mana konselor
mengarahkan pikiran klien kepada penerimaan perkataan konselor.
Teknik ini bertujuan agar pembicaraan klien tidak menyimpang dari fokus yang
dibicarakan dan agar arah pembicaraan terfokus pada tujuan konseling.
14) Teknik fokus
Fokus akan membantu klien untuk memusatkan perhatiannya pada pokok pembicaraan.
Ada empat fokus dalam konseling, pertama fokus pada diri klien. Kedua, fokus pada orang
lain. Ketiga, fokus pada topik. Keempat, fokus mengenai budaya.
15) Teknik konfrontasi
Dalam konseling dikenal juga dengan memperhadapkan. Teknik konfrontasi adalah
suatu teknik yang menantang klien untuk melihat adanya inkonsistensi (tidak konsisten) antara
perkataan dengan perbuatan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan kepedihan.
Tujuannya adalah mendorong klien untuk mengadakan penelitian diri secara jujur (introspeksi
diri secara jujur), meningkatkan potensi klien, membawa klien kepada kesadaran adanya
diskrepansi (kondisi pertentangan antara harapan seseorang dengan kondisi nyata di lingkungan)
dari klien dengan, inkonsistensi, konflik atau kontradiksi dalam dirinya.
16) Penjernihan (Clarifying)
Tujuannya adalah pertama mengundang klien untuk menyatakan pesanya secara jelas,
ungkapan kata- kata yang tegas, dan dengan alasan- alasan yang logis.Kedua, agar klien
menjelaskan, mengulang dan mengilustrasikan perasaannya.
17) Memudahkan (Fasilitating)
Fasilitating adalah suatu teknik membuka komunikasi agar klien dengan mudah
berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara bebas.
18) Diam sebagai suatu teknik
Diam dalam konseling bisa dijadikan sebagai suatu teknik. Dalam konseling, diam bukan
berarti tidak ada komunikasi. Komunikasi tetap ada, yaitu melalui perilaku non verbal.
Dalam konseling, diam bisa memiliki beberapa makna, pertama penolakan atau
kebingungan klien. Kedua, klien atau konselor telah mencapai akhir suatu ide dan ragu
mengatakan apa selanjutnya. Ketiga, kebingungan yang didorong oleh kecemasan atau
kebencian. Keempat, klien mengalami perasaan sakit dan tidak siap untuk berbicara.Kelima, klien
mengharapkan sesuatu dari konselor. Keenam, klien sedang memikirkan apa yang
dikatakan. Ketujuh, klien baru menyadari kembali dan ekspresi emosional sebelumnya (Surya,
1988: 165).
Tujuan teknik ini adalah menanti klien yang sedang berpikir, sebagai protes apabila klien
berbicara berbelit- belit (nglantur), menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien
bebas berbicara (Surya, 1988: 165).
19) Mengambil inisiatif
Teknik ini diterapkan apabila: (1) untuk mengambil inisiatif apabila klien kurang
bersemangat, (2) klien lambat berpikir untuk mengambil keputusan, dan (3) klien kehilangan arah
pembicaraan.
20) Memberi nasihat
21) Pemberian informasi
22) Merencanakan
Rencana yang baik harus merupakan hasil kerja sama antara konselor dengan klien.
23) Menyimpulkan
Pada akhir sesi konseling, bersama klien konselor membuat suatu kesimpulan.
24) Teknik mengakhiri
Untuk mengakhiri sesi konseling, dapat dilakukan konselor dengan cara: (1) mengatakan
bahwa waktu sudah habis, (2) merangkum isi pembicaraan, (3) menunjukkan kepada pertemuan
yang akan datang (menetapkan jadwal pertemuan sesi berikutnya), (4) mengajak klien berdiri
dengan isyarat gerak tangan, (5) menunjukkan catatan- catatan singkat hasil pembicaraan
konseling, (6) memberikan tugas- tugas tertentu kepada klien yang relevan dengan pokok
pembicaraan apabila diperlukan.


TEKNIK-TEKNIK BIMBINGAN DAN KONSELING
TEKNIK-TEKNIK BIMBINGAN DAN KONSELING
1. PENDAHULUAN
Kehadiran layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di Indonesia dijalani melalui proses
yang cukup panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu, bersamaan dengan munculnya kebutuhan
akan penjurusan di.SMA pada saat itu. Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian
nama, dalam kurikulum 1975 sampai kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan ,
kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling. sampai dengan
sekarang. Akhir-akhir ini ada sebagaian para ahli meluncurkan sebutan Profesi Konselor, meski secara
formal istilah ini belum digunakan. Bersamaan dengan perubahan nama tersebut, didalamnya terkandung
berbagai usaha perubahan untuk memantapkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi. Kendati
demikian harus diakui bahwa untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi yang
dapat memberikan manfaat banyak, hingga saat ini tampaknya masih perlu kerja keras dari semua pihak
yang terlibat dengan profesi konselor.
Dalam tataran teoritis, teori-teori bimbingan dan konseling hingga saat ini boleh dikatakan sudah
berkembang cukup mantap, dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya dan bahkan relatif mendahului
teori-teori yang dikembangkan dalam pembelajaran untuk mata pelajaran mata pelajaran di sekolah.
Perkembangan teori bimbingan dan konseling terutama dihasilkan oleh perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program studi bimbingan dan konseling, baik yang bersumber dari penelitian maupun
hasil pemikiran kritis para ahli. Di sisi lain, teori-teori bimbingan dan konseling yang dihasilkan melalui
penelitian oleh para praktisi di sekolah-sekolah tampaknya belum berkembang sepenuhnya sehingga
kurang memberikan kontribusi bagi perkembangan profesi bimbingan dan konseling.
Kendala terbesar yang dihadapi untuk mewujudkan bimbingan dan konseling sebagai profesi yang handal
dan bisa sejajar dengan profesi-profesi lain yang sudah mapan justru terjadi dalam tataran praktis.
Manfaat bimbingan dan konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat, karena
penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas. Kesan lama, Guru Pembimbing sebagai polisi
sekolah atau Polisi Susilapun hingga kini masih melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya
di kalangan siswa dan guru bahkan dikalangan kepala sekolah.
Sebagaimana dimaklumi bahwa dalam pendekatan sentralistik-birokratik, Guru Pembimbing dalam
melaksanakan tugasnya sudah ditentukan dan dipolakan sedemikian rupa oleh pusat, melalui berbagai
bentuk aturan, ketentuan, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis dan sebagainya. Akibatnya, ruang gerak
Guru Pembimbing menjadi terbatasi, sehingga pada akhirnya menjadi kurang terbiasa dengan budaya
kreatif dan inovatif. Aturan dan ketentuan yang kaku dan ketat telah menggiring dan memposisikan Guru
Pembimbing pada iklim kerja yang tidak lagi didasari oleh sikap profesinal, namun justru lebih banyak
sekedar menjalankan kewajiban rutin semata. Maka, muncullah berbagai sikap yang kurang
menguntungkan, seperti : kerja yang sifatnya rutinitas, masa bodoh dan tidak peduli terhadap prestasi
kerja.
Dengan hadirnya otonomi pendidikan sampai ketingkat satuan pendidikan dengan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS), yang mengedepankan pendekatan desentralistik-profesional, maka ruang gerak Guru
Pembimbing menjadi lebih leluasa. Proses kreatif dan inovatif justru menjadi lebih utama. Guru
Pembimbing didorong untuk memiliki keberanian dan membiasakan diri untuk menemukan cara-cara
baru yang lebih efektif dan efisien dalam melaksanakan berbagai kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling. Dengan kata lain, memasuki alam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Guru Pembimbing
dituntut bekerja secara profesional.
Dari sini, timbul pertanyaan hal-hal apa yang perlu disiapkan untuk menuju ke arah profesionalisme itu ?
Dalam hal ini, tentu saja Guru Pembimbing seyogyanya dapat berusaha mengembangkan secara terus
menerus kapasitas pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, yang justru merupakan prasyarat
untuk menjadi seorang profesional.
Guru Pembimbing seyogyanya tidak merasa cepat berpuas diri dengan kapasitas pengetahuan dan
keterampilan yang saat ini dimilikinya, akan tetapi justru harus senantiasa berusaha untuk memutakhirkan
pengetahuan dan keterampilannya sealan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi
dan komunikasi sehingga tidak menjadi terpuruk secara profesional.
Upaya peningkatan kapasitas pengetahuan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, bisa saja dilakukan melalui berbagai bacaan atau buku
yang berhubungan dengan dunia bimbingan dan konseling, atau bahkan bila perlu dilakukan dengan cara
melalui penjelajahan situs-situs dalam internet, yang memang banyak menyediakan berbagai informasi
terkini, termasuk yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling. Sedangkan secara langsung, dapat
dilakukan dengan cara melibatkan diri dalam berbagai aktivitas forum keilmuan, seperti : seminar,
penataran dan pelatihan, atau mengikuti kegiatan MGP , aktif dalam organisasi profesi ABKINdan
melalui jenjang pendidikan formal.
Secara realita saat ini latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh Guru Pembimbing masih beragam,
baik dilihat dari program studi/jurusan maupun jenjangnya. Bagi Guru Pembimbing yang berlatar
belakang pendidikan program studi bimbingan, barangkali tidak ada salahnya untuk berusaha menempuh
pendidikan lanjutan pada jenjang yang lebih tinggi. Sementara, bagi kawan-kawan Guru Pembimbing
yang kebetulan bukan berlatar belakang pendidikan bimbingan, dalam rangka memantapkan diri sebagai
Guru Pembimbing, tidak ada salahnya pula untuk mencoba terjun menekuni dunia akademis dalam
bimbingan dan konseling; sehingga pada gilirannya, dalam melaksanakan berbagai tugas bimbingan dan
konseling benar-benar telah ditopang oleh fondasi keilmuan yang mantap dan memadai.
Sedangkan untuk meningkatkan keterampilan berbagai teknik bimbingan, salah satu cara yang dipandang
cukup efektif adalah dengan berusaha secara terus menerus dan seringkali mempraktekkan berbagai
teknik yang ada. Misalkan, untuk menguasai teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik konseling,
tentunya Guru Pembimbing harus mempraktekkan sendiri secara langsung yang diikuti dengan evaluasi
terhadap apa yang telah dilakukan, kemudian membandingkannya dengan keharusan-keharusan
berdasarkan teori yang ada, sehingga akan bisa diketahui kelemahan dan keunggulannya. Memasuki tahap
praktek konseling berikutnya tentunya sudah disertai usaha perbaikan, dengan bercermin dari
kekurangan- kekurangan pada praktek konseling sebelumnya.
Hal ini secara terus menerus dilakukan dari satu praktek konseling ke praktek konseling berikutnya, dan
sebaiknya disertai pula dengan pencatatan terhadap apa yang telah dilakukan yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan refleksi sekaligus sebagai bukti fisik dari usaha kajian ilmiah yang disebut penelitian
tindakan bimbingan. Walaupun demikian perlu dicatat, bahwa keleluasaan dalam menjalankan tugas ini
tidak diartikan segala sesuatunya menjadi serba boleh, hal-hal yang menyangkut prinsip dan etika profesi
bimbingan tetap harus dijaga dan dipelihara, sejalan dengan tuntutan profesionalisme sehingga tidak
justyru menambah permasalahan baru di kalangan profesi guru pembimbing.
2. PEMBAHASAN
Subjek sasaran bimbingan dan konseling adalah individu sebagai pribadi dengan karakteristiknya yang
unik. Artinya tidak ada dua orang individu yang memiliki karekteristik yang sama. Atas dasar
karakteristik pribadinya, guru pembimbing memberikan bantuan agar individu dapat berkembang optimal
melalui proses pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan aktualisasi diri.. Untuk itu
seyogyanya Guru Pembimbing memahami pribadi setiap individu yang dibimbing sehingga dapat
melakukan tugasnya membantu siswa ke arah perkembangan yang optimal. Untuk hal ini, maka menurut
Moh Surya( 1998: 4.1), Guru Pembimbing dituntut paling tidak memiliki dua kemampuan dan
keterampilan yaitu : (1) Kemampuan dan keterampilan memahami individu yang dibimbing dan (2)
Kemampuan dan keterampilan berupa teknik membantu individu. Dengan demikian teknik-teknik
bimbingan dan konseling, mencakup teknik memahami individu dan teknik-teknik membantu individu.
2.1. Pemahaman Individu.
Pemahaman individu adalah merupakan awal dari kegiatan bimbingan dan konseling. Tanpa adanya
pemahaman terhadap individu, sangat sulit bagi Guru Pembimbing untuk memberikan bantuan karena
pada dasarnya bimbingan adalah bantuan dalam rangka pengembangan pribadi. Adapun hal-hal yang
perlu dipahami dari seorang individu dalam rangka pelaksanaan bimbingan dan konseling, adalah sebagai
berikut :
1) Identitas diri, yaitu berbagai aspek yang secara langsung menjadi keunikan pribadi..
2) Kondisi jasmaniah dan kesehatan.
3) Kapasitas ( umum/Intligensi dan khusus/Bakau) dan kecakapan
4) Sikap dan minat
5) Watak dan tempramen.
6) Cita-cita sekolah dan pekerjaan.Aktivitas social
7) Hobi dan pengisian waktu Luang.
8) Kelebihan atau keluarbiasaan dan kelainan-kelainan yang dimiliki.
9) Latar belakang keluarga siswa.
2.1.1. Sumber Data Untuk Pemahaman Individu
Pemahaman individu siswa dapat dilakukan melalui beberapa sumber yaitu :
1) Sumber pertama yaitu siswa itu sendiri yang dapat dilakukan melalui wawancara, observasi ataupun
teknik pengukuran.
2) Sumber kedua, yaitu orang tua siswa dan keluarga terdekat siswa, guru-guru yang pernah mengajar dan
bergaul lama dengan siswa, temannya, dokter pribadi dsb.
2.1.2. Teknik-Teknik Pemahaman individu.
Adapun teknik-teknik pemahaman individu dapat dikelompokkan menjadi teknik tes dan non tes. Teknik
tes bisa membuat sendiri dan bisa pula mohon bantuan dari ahli lain yang kompeten untuk itu.
Teknik tes dalam pelayanan bimbingan dan konseling dapat dikelompokkan menjadi :
1) tes intligensi,
2) tes bakat,
3) tes bakat,
4) tes/Inventory minat,
5)tes bakat dan
6) tes prestasi belajar
sedangkan teknik non tes terdiri dari :
1) observasi
2) Catatan anekdot
3) Daftar Cek( Check List).
4) Skala Penilaian( rating Scale)
5) Wawancara.
6) Angket
7) Biografi atau auto biografi
8) Sosiometri
9) Studi dokumentasi
10) Studi kasus( case study)
2.2. Teknik-Teknik Memberi Bantuan
Teknik memberi bantuan dibedakan menjadi dua yaitu teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik
konseling.
2.2.1. Teknik Bimbingan.
Bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu dalam rangka mencegah dan menghindari
terjadi masalah dalam kehidupannya dapat menggunakan beberapa pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan individual, yaitu memberikan bimbingan secara individu sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristiknya.
2) Kelompok, yaitu melayani sejumlah peserta didik yang memiliki kebutuhan yang sama.
3) Klasikal, yaitu melayani peserta didik secara klas tanpa adanya pemisahan.
4) Dengan cara alih tangan, yaitu meminta bantuan pihak lain yang dipandang lebih competen. Alih
tangan dapat berlangsung secara internal dan eksternal. Secara internal apabila alih tangan dilakukan pada
lingkup area satu sekolah. Sedangkan eksternal apabila dialihkan pada pihak-pihak lain di luar sekolah,
seperti psikoloog, dokter.
Dalam pelaksanaan bimbingan dapat menggunakan beberapa teknik, seperti : wawancara, dialog, diskusi
kelompok, bimbingan kelompok, simulasi, bermain peran, demonstrasi, ceramah, karya wisata,
mendatangkan nara sumber, studi pustaka dan sebagainya.
2.2.2. Teknik-Teknik Konseling.
2.2.2.1. Konseling Perorangan
1). Pengertian
Konseling Perorangan adalah merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang
bermasalah guna mengentaskan masalahnya, demi tercapainya tujuan dan kebahagian hidupnya.
Konseling perorangan dilakukan dengan wawancara interpersonal antara Guru Pembimbing dengan siswa
yang dibantu.
2) Tahap-Tahapan Dalam Konseling Perorangan
4.1. Tahap Awal :
Pada tahap ini dilakukan pembinaan hubungan baik dengan siswa yang dibantu. Kontak awal antara
pembimbing dengan siterbimbing akan sangat mempengaruhi wawancara konseling. Pada tahap awal ini
yang perlu dilakukan adalah :
a. Penataan ruangan/fisik/mencari tempat yang kondusif
b. Sambutan dan perhatian terhadap kehadiran klien
c. Penjelasan maksud dan tujuan konseling
d. Penjelasan peranan dan tanggung jawab masing-masing
4.2. Tahap Kegiatan :
Pada tahap ini si pembimbing dengan beragam ketrampilan wawancara konselingnya berupaya untuk
mendorong siswa ke arah pemahaman diri dan lingkungannya dalam kaitannya denga masalah yang
sedang dihadapinya.
4.3. Tahap Akhir,
Tujuan tahap ini adalah agar siterbantu mampu menciptakan tindakan dan merencanakan, melakukan
sesuatu tindakan sesuai dengan kesepakatan dan pemahaman selama proses wawancara konseling
berlangsung. Pada tahap ini perlu pula digali kesan siswa/klien selama proses wawancara berlangsung.
3) Teknik-Teknik Konseling Perorangan
Secara umum dalam wawancara konseling dikenal tiga teknik atau pendekatan khusus, yaitu : a) Direktif
Konseling, b) Non Direktif Konseling, c) Eklektik Konseling.
a) Direktif Konseling
Teknik ini dicetuskan oleh Edmond G. Williamson. Dengan teknik ini, proses konseling kebanyakan
berada ditangan konselor. Dengan kata lain konselor lebih banyak mengambil inisiatif sedangkan klien
tingla menerima apa yang dikemukakan oleh konselor
Ciri-Ciri Direktif Konseling :
Sebagian besar tanggung jawab dan pengambilan keputusan ada di tangan konselor.
Konselor menyimpulkan berbagai data, informasi, fakta mengenai masalah klien.
Konselor bersama klien mempelajari berbagai macam data dan informasi dalam rangka pengambilan
keputusan.
Klien menerima keputusan langsung dari konselor
Klien melaksanakan keputusan dan menyempurbnakan keputusannya.
Williamson juga menyarankan langkah-langkah dalam konseling secara berturut-turut, yaitu : analisis,
sintesis, diagnosis, prognosis, treatment, follow-up.
b) Non Direktif Konseling.
Teknik ini sering juga disebut Client Centered counseling yang memberikan gambaran bahwa yang
menjadi pusat dalam konseling adalah klien. Dengan teknik ini aktivitas konseling sebagian besar ada
ditangan klien. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Carl Rogers.
Ciri-Ciri Non Directive Counseling :
Menekankan pada aktivitas dan tanggung jawab klien.
Menuntut konselor untuk mengadakan hubungan secara efektif dengan klien.
Masalah-masalah yang dipecahkan adalah masalah-masalah actual.
Penekanan konseling pada sikap menerima dan memahami.
Klien memecahkan masalahnya sendiri melalui perasaannya sendiri.
c. Eclectic Counseling
Teknik ini dipelopori oleh F.P Robinson. Teknik ini pada prinsipnya menggunakan penggabungan antara
direktif dan non direktif konseling. Konselor menggunakan kedua pendekatan secara melengkapi sesuai
dengan situasi dan kondisi klien serta sifat masalah klien.. Kondisi ini menuntut bahwa seorang konselor
harus fleksibel dengan keahlian yang memadai dan pengalaman yang cukup Langkah-langkah konseling
ini tidak dapat dirumuskan secara jelas karena dapat saja konselor menggunakan kedua pendekatan
seperti di atas secara bergantian atau secara bersama-sama sekaligus sesuai dengan sifat masalah dan
kondisi klien.
4) Ragam Keterampilan Konseling :
a. Memperhatikan (Atending), dapat diartikan sebagai ketrampilan konselor untuk menjadikan siswa
terlibat dan terbuka dalam wawancara konseling. Ketrampilan ini mencakup : kontak mata, bahasa badan
dan bahasa verbal. Ciri-ciri memperhatikan yang baik adalah : mengangguk bila setuju, wajah tenang,
ceria, senyum, posisi tubuh condong ke depan kearah siswa yang dibantu, akrab penuh humor dan variasi,
gerakan tangan sifatnya spontan dan tidak kaku, mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian, sabar
menunggu ucapan siswa yang dibantu hingga selesai, menunggu bereaksi pada saat yang tepat, perhatian
terarah pada siswa yang dibantu.
b. Merasakan (Empati), adalah kemampuan pembimbing untuk merasakan apa yang dirasakan siswa yang
dibantu, merasa dan berpikir bersama klien dan bukan berpikir dan merasa tentang klien.
c. Memantulkan kembali (Refleksi), adalah memantilkan perasaan, pikiran dan pengalaman siswa sebagai
hasil pengamatan pembimbing terhadap perilaku verbal dan non verbalnya.
d. Menggali (Eksplorasi), adalah tekhnik untuk menggali perasaan, pikiran dan pengalaman siswa yang
dibantu. Hal ini dilakukan karena pada umumnya klien menyimpan rahasia bathin, menutup diri atau
tidak mampu mengungkapkan perasaan, pikiran dan pengalaman kehidupannya secara terbuka.
e. Menangkap Pesan Utama, adalah sipembimbing agar mampu menangkap inti atau pokok permasalahan
dari pernyataan-pernytaan siswa yang cukup panjang.
f. Bertanya, dalam hal ini pembimbing dalam proses wawancara konseling sebaiknya bertanya dengan
kata-kata yang mampu membuka diri siswa seperti : apakah? bagaimanakah, adakah,dapatkah,
dsbnya. Hindarkan penggunaan kata Tanya yang sifatnya menyelidiki, seperti : mengapa, untuk apa
g. Dorongan Minimal, adalah suatu ketrampilan pengulangan langsung dengan singkat tentang apa yang
dikatakan siswa dan selanjutnya untuk diberikan komentar singkat, seperti :
ohya.,terus,lalu,danselanjutnya
h. Mengulas (Interpretasi) adalah ketrampilan pembimbing untuk mengulas pemikiran, perasaan dan
pengalaman klien dengan mrujuk pada teori dan pengalaman.
i. Mengarahkan (directing), adalah ketrampilan untuk memotivasi klien untuk berbuat atau melakukan
sesuatu.
j. Menyimpulkan, adalah ketrampilan pembimbing pada saat yang tepat untuk bersama sama dengan klien
menyimpulkan setahap demi setahap tentang pembicaraan yang telah di lakukan dan alternative jalan
keluar yang akan dilakukan oleh siswa sehubungan dengan pembahasan yang sedang berlangsung.
5) Langkah-Langkah Konseling :
a. Analisa : Pengumpulan data, fakta dan informasi tentang diri klien
b. Sintesa : Merangkum dan menyusun data untuk memperoleh ganbaran diri siswa
c. Diagnosa : Perumusan kesimpulan sementara tentang hakekat atau sebab yang dihadapi
d. Prognosa : Ramalan tentang hasil yang dicapai dalam proses konseling
e. Treatment : Proses konseling
f. Tindak lanjut/Follow up:mengevaluasi hasil konseling yang telah dilakukan dan mengambil langkah
selanjutnya
6) Percatatan Konseling
Proses layanan konseling hendaknya dicatat dengan baik dalam satu buku dan ditempatkan pada tempat
yang cukup rahasia. Adapun hal-hal yang perlu dicatat seperti :
a. Nomor konseling
b. Nama klien/kelas
c. Masalah yang dikonsultasikan
d. Hasil proses konseling
e. Catatan-catatan penting untuk diingat/ditindaklanjuti
f. Petugas yang menangani.
2.2.2.2. Konseling Kelompok
1) Pengertian:
Layanan Konseling kelompok adalah layanan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh
kesempatan membahas dan mengentaskan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok.
Masalah yang dibahas adalah masalah masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota
kelompok.
2) Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penyelenggaraan Konseling Kelompok
a. Membina keakraban dalam kelompok
b. Melibatkan diri secara penuh dalam suasana kelompok
c. Bersama-sama mencapai tujuan kelompok
d. Membina dan mematuhi aturan kegiatan kelompok
e. ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok
f. Berkomunikasi secara bebas dan terbuka
g. Membantu anggota lain dalam kelompok
h. memberikan kesempatan kepada anggota lain dalam kelompok
i. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok
3) Tahap-Tahap Penyelenggaran Konseling Kelompok
a. Tahap Pembentukan :
a). Mengungkap pengenalan dan tujuan kegiatan
b). Menjelaskan cara pelaksanaan
c). Menjelaskan Azas-azas kegiatan
d). Saling memperkenalkan dan mengungkap diri
e). Teknik Khusus
f). Permainan pengakraban
b. Tahap Peralihan :
a). Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada tahap berikutnya
b). Membahas suasana yang terjadi
c). Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota
c. Tahap Kegiatan :
a). Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah
b). Menetapkan masalah atau topic yang akan dibahas
c). Anggota kelompok membahas masing-masing topic secara mendalam dan tuntas
d). Kegiatan selingan
d. Tahap Pengakhiran :
a). Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri
b). Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil kegiatan
c). Membahas kegiatan lanjutan
d). mengemukakan pesan dan harapan
3. KESIMPULAN
3.1. Manfaat bimbingan dan konseling sepertinya masih belum dirasakan oleh masyarakat, karena
penyelenggaraannya dan pengelolaannya tidak jelas.
3.2. Kesan lama, Guru Pembimbing sebagai polisi sekolah atau Polisi Susila hingga kini masih
melekat kuat pada sebagaian masyarakat, khususnya di kalangan siswa dan guru bahkan dikalangan
kepala sekolah.
3.3. Guru Pembimbing dituntut paling tidak memiliki dua kemampuan dan keterampilan yaitu : (1)
Kemampuan dan keterampilan memahami individu yang dibimbing dan (2) Kemampuan dan
keterampilan berupa teknik membantu individu.
3.4. Teknik-teknik pemahaman individu dapat dikelompokkan menjadi teknik tes dan non tes.
3.5. Teknik memberi bantuan dibedakan menjadi dua yaitu teknik-teknik bimbingan dan teknik-teknik
konseling.
3.6. Teknik bimbingan secara umum dapat dilakukan dengan pendekatan individual, kelompok, klasikal
dan alih tangan Dalam pelaksanaan bimbingan dapat menggunakan beberapa teknik, seperti :
wawancara, dialog, diskusi kelompok, bimbingan kelompok, simulasi, bermain peran, demonstrasi,
ceramah, karya wisata, mendatangkan nara sumber, studi pustaka dan sebagainya.
3.7. Secara umum dalam wawancara konseling dikenal tiga teknik atau pendekatan khusus, yaitu : a)
Direktif Konseling, b) Non Direktif Konseling, c) Eklektik Konseling.
Kepustakaan
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Layanan Konseling Perorangan, Direktorat Pendidikan
Menengah Umum, Jakarta, 1998
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Layanan Bimbingan Kelompok dan Layanan Konseling
Kelompok, Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Jakarta, 1998
Departemen Pendidikan Nasional.2004. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Bimbingan dan Konseling.
Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan dasar dan Menengah.
Sukardi.D. Ketut. 1983. Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah, Surabaya. Usaha Nasional.
Surya,H.M. 1998. Buku Materi Pokok Bimbingan dan Konseling. Yakarta. Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai