Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Osteomielitis adalah inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi organisme. Meskipun
tulang pada kondisi normal resisten terhadap kolonisasi bakteri , pada beberapa kasus seperti
pembedahan, trauma, terkena infeksi bakteri dan pemakaian protesa dapat merusak integritas
tulang dan dapat menyebabkan timbulnya infeksi. Osteomielitis juga dapat disebabkan
penyebaran secara hematogen setelah terjadi bakterimia.
Penanganan yang cepat dan spesifik pada osteomyelitis dan pemberian antibiotic yang
sesuai dengan kuman sangat penting. Penyebab utama infeksi pada tulang adalah Staphylococcus
aureus Post traumatic osteomyelitis memberikan kontribusi 47% dari seluruh kasus
osteomyelitis.
Pada pederita diametes mellitus angka kejadian osteomyelitis akan meningkat oleh
karena adanya mikroangiopati yang berpengaruh terhadap proses penyembuhan tulang.

1.2 Rumusan masalah
1.2.1. Rumusan masalah umum
Apakah terdapat hubungan antara pasien fraktur tibia terbuka dengan angka kejadian
osteomyelitis ?


2

1.2.2. Rumusan masalah khusus
Apakah terdapat hubungan antara pasien dengan fraktur tibia terbuka dengan kejadian
osteomyelitis ?
Apakah terdapat perbedaan antara pasien dengan diabetes mellitus dan non diabetes
mellitus pada fraktur tibia terbuka dengan kejadian osteomyelitis ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN UMUM
Membuktikan adanya hubungan antara fraktur tibia terbuka pada penderita diabetes
mellitus dan non diabetes mellitus terhadap kejadian osteomyelitis
1.3.2 TUJUAN KHUSUS
1. Menganalisa pasien dengan fraktur tibia terbuka yang mengalami osteomyelitis
2. Menganalisa hubungan terhadap angka kejadian osteomyelitis pada penderita diabetes
mellitus dan non diabetes yang mengalami fraktur tibia terbuka

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan ilmu dalam menemukan hubungan antara
fraktur tibia terbuka dengan kejadian osteomyelitis
2. Bila didapatkan hubungan antara penderita fraktur tibia terbuka dengan diabetes mellitus
dengan peningkatan kejadian osteomyelitis, diharapkan dapat digunakan sebagai aplikasi
praktis dalam tindakan pembedahan

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. OSTEOMYELITIS
2.1.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Osteomielitisdi definisikan sebagai suatu peradangan pada tulang yang disebabkan oleh
organisme penyebab infeksi. Infeksi mungkin terbatas padabagian tulang atau mungkin
melibatkan berbagai daerah, seperti sumsum, korteks, periosteum, danjaringan lunak sekitarnya.
Infeksiumumnyadisebabkan olehorganisme tunggal, tetapiinfeksipolymicrobialdapat terjadi,
terutama dikaki yang terkena diabetik.
1
Osteomielitis dapat juga diklasifikasikan oleh durasi
(akut ataukronis), patogenesis (trauma, continous infeksi, hematogen, pembedahan), letak ,
lingkup, atau jenis pasien.
Meskipunbeberapa klasifikasi osteomyelitis telah dijelaskan oleh penulis yang berbeda,
dua yang paling banyakdigunakan dalam literatur medis dan dalam praktek klinissistem
klasifikasi menurut Waldvogel dkk danCierny dkk.
2
Di bawah sistem Waldvogel, osteomielitis
adalah pertama kali dijelaskan berdasarkan durasi, baik akutatau kronis. Kedua, penyakit ini
diklasifikasikan menurutsumber infeksi, seperti hematogen ketika berasaldari fokus bakteremia
atau ketikaberasal dari infeksi di jaringan di dekatnya. Sebuah akhirkategori klasifikasi
merupakan insufisiensi vaskular.
2



4

Tabel 1. Sistem Staging Cierny Mader


Gambar 1: Grafis pembagian osteomyelitis menurut tipe anatomis sesuai dg pembedahan dan
rekonstruksinya diambil dari Cierny G: Chronic osteomyelitis:results of treatment.In
Greene WB,ed.Instructional course lectures vol 39 Rosemont III, American Academy
of Orthopaedic Surgeons 1990:39:495



5



Terdapat beberapa macam klasifikasi osteomielitis, selain klasifikasi menurut Cierny-
Mader dan Waldvogel ada lagi klasifikasi menurut waktu onset penyakit, serta klasifikasi Kelly.
1. Klasifikasi menurut waktu onset penyakit:
a. Osteomielitis akut (penyakit berkembang dalam waktu kurang dari 2 minggu setelah
onset)
b. Osteomielitis subakut (penyakit berkembang dalam beberapa minggu setelah onset)
c. Osteomielitis kronis (penyakit berkembang dalam beberapa bulan setelah onset)
2. Klasifikasi Waldvogel
3
:
a. Osteomielitis hematogen akut (osteomielitis primer)
Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi tulang oleh kuman yang menyebar melalui
sirkulasi. Osteomielitis jenis ini lebih banyak dijumpai pada anak-anak (85% penderita
berusia kurang dari 17 tahun), dan lebih sering dialami oleh laki-laki. Pada anak-anak,

6

osteomielitis jenis ini biasanya terjadi pada tulang panjang, sedangkan pada dewasa
biasanya terjadi pada vertebrae thoracalis atau lumbalis.
b. Osteomielitis contiguous focus (osteomielitis sekunder)
Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi langsung pada tulang dari fokus infeksi di
dekatnya (misalnya infeksi pada trauma jaringan lunak, fraktur terbuka, luka bekas
operasi, ulkus dekubitus, dan lain-lain). Osteomielitis ini memiliki puncak distribusi yang
bifasik, yakni banyak dijumpai pada usia muda sekunder akibat trauma dan luka bekas
operasi serta pada usia tua sekunder akibat ulkus dekubitus.
c. Osteomielitis dengan insufisiensi vaskular (osteomielitis sekunder)
Osteomielitis jenis ini biasanya dialami oleh para penderita diabetes mellitus. Sebagian
besar penderita berusia antara 40-70 tahun.
Klasifikasi Waldvogel hingga kini tetap dianggap sebagai klasifikasi utama osteomielitis,
tetapi klasifikasi ini lebih didasarkan atas etiologi penyakit sehingga kurang dapat
digunakan untuk menentukan penatalaksanaan selanjutnya berupa pemberian antibiotika
ataupun pembedahan. Oleh karena itu, berbagai sistem klasifikasi lain telah
dikembangkan dengan menekankan pada aspek-aspek klinis tertentu dari osteomielitis.
3. Klasifikasi Kelly:
a. Osteomielitis hematogen
b. Osteomielitis pada fraktur dengan union
c. Osteomielitis pada fraktur dengan non-union
d. Osteomielitis pascaoperasi tanpa fraktur
Sistem klasifikasi ini menekankan pada etiologi penyakit dan hubungannya dengan
penyembuhan fraktur.
3-7


7



2.2.3. Faktor resiko yang mempengaruhi penyembuhan tulang
- Faktor resiko sistemik
- Malnutrisi
- Gangguan liver dan ginjal
- Diabetes mellitus
- Gangguan respirasi
- Defisiensi imun ( AIDS, defisiensi granulosit )
- Tumor ganas
- Terlalu muda atau terlalu tua
- Nikotin
- Supresi imun ( kemoterapi, transplantasi )
- Faktor resiko local
- Limfedema kronik
- Makroangiopati
- Kerusakan yang ekstensif
- Neuropathy

8

2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Bagian kaki sebelah bawah, dari lutut hingga ke pergelangan kaki, berpartisipasi dalam
struktur dan fungsi sendi. Berfungsi sebagai dukungan menahan beban untuk tubuh dan juga
merupakan saluran untuk pasokan neurovaskular dari kaki, serta lokasi penting untuk unit
ekstrinsik nya myotendinous.
Tibia, dengan jaringan ikat sekitarnya, menentukan bentuk bagian bawah kaki. Secara
kasar penampang ligamentum triangular eksternal melintang langsung ke sisi anterior ke arah
puncak. Permukaan anteromedial subkutan tidak memiliki otot atau perlekatan ligamen dari pes
anserinus tendon tibialis dan ligamen kolateral lutut pada ligamentum deltoid pergelangan kaki.
Ini mudah teraba adanya permukaan yang cekung di medial saat mendekati maleolus medial.
Permukaan anterolateral dibentuk oleh dinding medial kompartemen anterior otot kaki,
dengan tibialis anterior dan, lebih distal lagi ada anyaman neurovaskular dan muskulus ekstensor
longus halusis yang berdekatan. Permukaan posterior tibia itu , terbenam di bawah permukaan
dan kompartemen otot sebelah dalam , memiliki lampiran , dalam arah proksimal ke distal ,
untuk semimembranosus tersebut , popliteus , soleus , tibialis posterior , dan fleksor digitorum
longus otot .
Gambar 2. Anatomi Tulang Tibia.


9

Vaskularisasi os tibial daerah diaphyseal biasanya mencapai tibia
dengan cara arteri nutrisi yang tunggal, cabang proksimal A. tibialis posterior. Setelah melewati
paling bagian proksimal dari tibialis posterior , berjalan miring
memasuki poros tibialis posterior pada permukaan dalam bagian proksimal dari sepertiga tengah
tulang sehingga mudah terluka oleh karena fraktur melalui foramen kortikal. Dalam kanal
meduler, proksimal dan distal beranastomosis dengan pembuluh darah endosteal metafisis.
Fraktur displace diaphysis akan cenderung mengalami devaskularisasi dari arteri nutrisi .
Jika jaringan lunak perifer juga secara signifikan terkena injuri maka seluruh supplai pembuluh
darah bisa hilang juga, beberapa sentimeter atau lebih dari tempat injuri. Gabungan hilangnya
suplai darah di daerah meduler dan periosteal mengganggu penyembuhan fraktur dan
mengakibatkan risiko paska trauma pada tibia adalah osteomielitis. Melalui distribusi
intraosseousnya ,sistem arteri meduler dari tibia menyediakan makanan untuk sebagian besar
diaphysis yang terluka.
Hanya sepertiga perifer dari korteks diaphyseal dipasok oleh anastomosing pembuluh
darah periosteal. Hal ini memungkinkan regenerasi arteri revaskularisasi dari tulang kortikal
bagian dalam, yang juga didukung oleh perekrutan sirkulasi kolateral periosteal jika jaringan
lunak sekitarnya cukup sehat. Namun, sampai revaskularisasi telah terjadi, tulang kortikal yang
mati
tidak dapat berpartisipasi dalam penyembuhan atau melawan infeksi. Setelah patah tulang ,
perubahan suplai darah tibialis berlangsung dramatis .
Pembuluh perifer direkrut untuk mengambil alih banyak dari pasokan arteri korteks dan
revascularisasi daerah nekrosis , serta memberikan nutrisi untuk metabolik aktif dalam

10

pembentukan callus perifer. Proses ini membutuhkan jaringan sehat di sekitarnya dan yang
paling efektif di daerah otot yang menutupi tulang tibia. Permukaan yang hanya ditutupi dengan
periosteum , jaringan subkutan , dan kulit kurang mampu untuk mendapatkan keuntungan dari
suplai darah extraosseous .
Gambar 3. Suplai arteri tibia,a nutrisia yang merupakan cabang tunggal dari a tibialis posterior.








11

2.2. Fraktur Terbuka
2.2.1. Pengertian fraktur terbuka
Banyak definisi yang dikemukakan untuk patah tulang terbuka yang semua mengandung
pengertian yang sama. Salah satu definisi patah tulang terbuka yang masih dipakai sampai
sekarang dikemukakan olek Apley D sebagai berikut : Patah tulang terbuka adalah patah tulang
yang disertai kerusakan kulit ditempat fraktur yang memungkinkan bakteri menginfeksi
hematom fraktur, yang mana kerusakan kulit dapat secara in out maupun out in. Jenis kerusakan
kulit tersebut dapat berupa terpotong, terkoyak atau kehilangan kulit.
2.2.2. Gradasi
Gradasi patah tulang terbuka dipengaruhi oleh mekanisme trauma, lebarnya luka kulit, kerusakan
jaringan lunak dan ada tidaknya komplikasi gangguan neuro vaskuler.Kriteria mengenai gradasi
patah tulang terbuka yang dianut adalah menurut Gustilo dan Anderson.
Ada 3 gradasi patah tulang terbuka, yaitu :
Grade I :
Luka kecil, diameter < 1 cm, biasanya luka tusukan dari fragmen tulang. Terdapat kerusakan
jaringan yang sedikit.Fraktur bersifat simple, transversal, short obliq dan tidak kominutif.
Grade II :
Luka kulit > 1 cm, terdapat kerusakan jaringan yang sedang tanpa kehilangan kulit, otot maupun
tulang.


12

Grade III :
Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak meliputi kulit, otot dan struktur neovaskuler
dengan kontaminasi luka yang hebat.Biasanya disebabkan oleh trauma dengan kecepatan tinggi.
Derajat IIIA : Tulang yang patah dapat ditutupi oleh jaringan lunak, atau terdapat
penutup periosteal yang cukup pada tulang yang patah.

Derajat IIIB : Kerusakan atau kehilangan jaringanlunak yang luas disertai dengan
pengelupasan periosteum dan komunisi yang berat dari patahan tulang tersebut. Tulang terekspos
dengan kontaminasi yang massif.

Derajat IIIC : Semua patah tulang terbukadengan kerusakan vaskuler yang perlu diberbaiki,tanpa meilhat
kerusakan jaringan lunak yang terjadi(Apley dan Solomon, 2001 dan Gustillo et al,
1990).

2. 2. 3 Komplikasi
Acute wound infection
o Gustilo grade I: infection rate 0%; amputation rate 0-2%
o Gustilo grade II: infection rate 0%; amputation rate 2-7%
o Gustilo grade IIIA: infection rate 7%; amputation rate 2.5%
o Gustilo grade IIIB: infection rate 10-50%; amputation rate 5.6%
o Gustilo grade IIIC: infection rate 25-50%; amputation rate 25%
Tetanus
Osteomyelitis.

13

Neurovascular injury
Kompartment syndrome

2.3. Diabetes Melitus
2.3.1 Pengertian
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan ciri-ciri
hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya
8
Diabetes melitus dikenal sebagai non-communicable disease yangmerupakan salah satu
penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara-negaraberkembang. Diabetes seringkali
tidak terdeteksi dan mulai terjadinya diabetesadalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan,
sehingga morbiditas dan mortalitas diniterjadi pada kasus yang tidak terdeteksi.
Ada 2 tipe diabetes melitus, yaitu
9
:
1. Diabetes melitus tipe I
Penyakit autoimun yang menyebabkan destruksi sel beta, umumnya menjurus
ke defisiensi insulin absolute.
2. Diabetes melitus tipe II
Ada bervariasi, predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
ataupun yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin.





14

2.3.2 Komplikasi
Komplikasi pada diabetes melitus dapat dibagi dalam 2 kategori yaitu:

1. Komplikasi metabolik akut
2. Komplikasi vaskular jangka panjang

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akutdari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius padadiabetes melitus tipe I
adalah ketoasidosis diabetik. Apabila kadar insulin sangatmenurun, pasien mengalami
hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunanlipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan
oksidasi asam lemak bebas disertaipembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan
aseton). Peningkatanketon dalam plasma akan mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi ketonmeningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuriayang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik sehingga pasien
akan dehidrasidan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami
syok.Akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma danmeninggal.
Komplikasi metabolik akut yang terjadi pada pasien diabetes melitus tipe IIadalah hiperglikemia,
hiperosmolar, koma nonketotik.Hiperglikemia berat dengankadar glukosa serum > 600mg/dl.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas,dieresis osmotic dan dehidrasi berat. Pasien dapat
menjadi tidak sadar dan meninggalbila tidak segera ditangani.Manifestasi klinis penyakit
vaskular, retinopati, atau nefropati biasanya barutimbul 15-20 tahun sesudah awitan diabetes.



15


Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melitus yaitu:
1. Makroangiopati diabetik bila mengenai pembuluh darah besar (arteri koroner,serebral, dan
kaki)
2. Mikroangiopati diabetik bila mengenai pembuluh darah kecil atau kapiler(seperti pada
retinopati, nefropati, mikroangiopati pada kapiler otak, tungkaibawah dan juga pada neuropati
diabetik akibat mikroangiopati pada vasanervosum)Endotel yang utuh dan sempurna akan
resisten terhadap penempelan trombositdan juga agregasi trombosit.Adanya lesi pada endotel
akan memudahkan timbulnyakedua proses ini dan kebocoran. Gangguan faal endotel pada
penderita diabetesmelitus akan mempermudah timbulnya mikro-makroangiopati diabetik,
gangguanfaal endotel tersebut antara lain. Penglepasan PGI2 menurun (prostacyclin adalah suatu
vasodilator, sangatpenting untuk melawan terjadinya agregasi trombosit)
2. Turunnya plasminogen activator akan menurunkan plasmin danmempermudah tebentuknya
fibrin dan mikrotrombus
3. Turunnya lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah danmempermudah
timbulnya aterosklerosis (makroangiopati). Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran
histopatologi berupaaterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan
insufisiensiinsulin dapat menjadi penyebab penyakit vaskular tersebut. Faktor-faktor urutan
terjadinya makroangiopati diabetik:
1. Rusaknya endotel
2. Adhesi-agregasi trombosit membentuk mikrotrombus
3. Proliferasi otot polos (oleh insulin dan growth hormone)
4. Penebalan membran basal

16

5. Penumpukan lipoprotein (VLDL,IDL,LDL)
6. Koagulasi (fibrinogen)
Mikro-makroangiopati diabetes melitus dapat menimbulkan beberapakelainan pada organ-organ
tubuh,antara lain :
1. Otak
Penderita diabetes mempunyai kecenderungan 2 kali lebih mudah mengalamiserangan otak
daripada non-diabetes. Manifestasi mikro-makroangiopati padaotak biasanya terdapat dalam 2
bentuk:
a. Sindrom lobus frontalis: daya ingat menurun,berangsur-angsur akanmenuju ke dementia.
Proses ini selain terutama akibat mikroangiopati, tapijuga makroangiopati.
b. Trombosit serebral: karena mudahnya trombosit mengalami agregasi,makaterbentuklah
mikrotrombus, dan timbul hemiparese yang kadang-kadangdisertai gangguan bicara.
2. Syaraf
Perubahan biokimia dalam jaringan syaraf akan mengganggu kegiatanmetabolik sel Schwann
dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatankonduksi motorik akan berkurang pada tahap dini
neuropati. Selanjutnyatimbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan propioseptik, dan
gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks tendon dalam, kelemahanotot dan sendi.
3. Mata
Muncul retinopati diabetik yaitu komplikasi diabetes yang muncul pertamakali.13
4. Jantung
5. Ginjal
Terjadi proteinuria, hipertensi dan hilangnya nefron. Jika hilangnya nefronterus berlanjut maka
pasien akan mengalami insufisiensi ginjal dan uremia.

17

6. Tungkai
Pada penderita diabetes mellitus mempunyai komplikasi iskemi lebih sering daripada
penderita non diabetes mellitus, ini akan mempengaruhi setelah melewati fase iskemi. Cedera
jaringan akan memicu sumsum tulang untuk melepaskan progenitor ke dalam sirkulasi perifer.
Namun apakah diabetes mellitus dapat merusak sel sel induk dalam sumsum tulang secara
langsung atau mengubah secara mikro belum diketahui. Keseimbangan sumsum tulang
tergantung interaksi antara sel sel induk dan lingkungan mikro yang mendukung, dimana sel sel
induk bisa memperbaharui diri atau mati. Pada penderita diabetes mellitus akan terjadi
mikrovaskuler yang akan menyebabkan perfusi menurun yang nantinya akan menyebabkan
keadaan hipoperfusi. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi oksigen dan obat pada
daerah cedera sehingga akan mengganggu penyembuhan.










18

BAB III
KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 KERANGKA TEORI













Mikroangiopathi
Fraktur Tibia Terbuka Kuman
Osteomyelitis
Diabetes Mellitus

19

3.2 KONSEP







3.3 HIPOTESIS
3.3.1 HIPOTESIS MAYOR
Didapatkan hubungan antara fraktur tibia terbuka dengan kejadian osteomielitis
3.3.2 HIPOTESIS MINOR
1. Terdapat korelasi antara penderita diabetes mellitus dengan fraktur tibia terbuka terhadap
peningkatan kejadian osteomyelitis
2. Terdapat peningkatan kejadian osteomyelitis pada penderita fraktur tibia terbuka dengan
diabetes mellitus dengan non diabetes mellitus


FRAKTUR TIBIA TERBUKA
Diabetes Mellitus
Non Diabetes Mellitus
Osteomielitis + / -
Osteomielitis + / -

20

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik, dengan rancangan penelitian retrospektif,
dimana dilakukan pengumpulan data dari rekam medis instalasi rekam medis rumah sakit dokter
Kariadi (RSDK) Semarang.Kelompok penelitian dibagi menjadi dua yaitu kelompok fraktur
tibia terbuka dengan diabetes mellitus dan kelompok fraktur tibia terbuka non diabetes mellitus

4.2. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

4.2.1. POPULASI
Populasi penelitian adalah pasien osteomyelitis yang rawat jalan di RSDK Semarang.
Jumlah populasi tersebit diambil dari rekam medis yang terdapat di instalasi rekam medis
RSDK Semarang.

4.2.2. SAMPEL
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah dengan total sampling, dimana
keseluruhan populasi adalah sample yaitu jumlah total penderita osteomielitis yang rawat jalan
di Rumah Sakit dr. Kariadi (RSDK) Semarang selama 1 Januari 2008 sampai 31 Desember
2012.
22
Kriteria inklusi adalah pasien osteomyelitis yang rawat jalan di RSDK Semarang selama
1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2012, kriteria eksklusi adalah pasien osteomielitis yang
rawat inap di RSDK Semarang selama 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2012

21


4.3. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN
Data dikumpulkan dari rekan medis RSDK. Data yang diambil adalah nilai gula darah
pasien osteomyelitis dan pasien dengan fraktur tibia terbuka

4.4. VARIABEL PENELITIAN
Variabel bebas adalah semua fraktur tibia terbukai. Variabel tergantung adalah penderita
diabetus melitus dan non diabetes melitus pada pasien dengan fraktur tibiaterbuka

4.5. DEFINISI OPERASIONAL
1. Osteomielitis adalah peradangan pada tulang yang disebabkan oleh organisme penyebab
infeksi. . Skala pengukuran nominal.
2. Fraktur tibia terbuka adalah fraktur tibia yang pada garis fraktur terdapat hubungan
dengan dunia luar. Skala pengukuran nominal
3. Kadar gula darah adalah pengukuran nilai glukosa yang diambil dari pemeriksaan gula
darah sewaktu . Skala pengukuran rasio.

4.6. CARA PENGUMPULAN DATA
Data yang dikumpulkan dari rekam medis RSDK disusun dalam bentuk tabel.Dari tiap
kelompok didokumentasikan kadar gula darah dan kejadian osteomielitis.




22

BAB V
HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

5.1. ANALISA SAMPEL
Sampel penelitian ini merupakan penderita baru yang secara klinis dicurigai menderita
osteomyelitis yang datang di unit gawat darurat maupun poli bedah orthopedi RSUP dr Kariadi
Semarang sejak bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Desember 2012, didapatkan jumlah
sampel sebanyak 17 penderita. Jumlah ini tidak mencerminkan semua populasi osteomyelitis
tibia secara keseluruhan karena penderita yang datang dengan fraktur tertutup, fraktur terbuka
tibia dengan dislokasi, sudah dilakukan orif, fiksasi eksternal maupun tanpa adanya komplikasi.
Disertai keganasan ditempat lain ; keganasan payudara, kulit, kepala dan leher, ovarium, testis,
lambung, paru, pankreas dan keadaan leukemi, limfoma maligna, sarkoma serta myeloma.
Menderita penyakit lain ; sirosis hepatis, enteritis, hepatitis, tukak lambung dan tukak
duodenum. Penderita lama yang dikelola rawat jalan dan penderita baru yang gagal meneruskan
program penelitian tidak termasuk sampel penelitian. Kelemahan dari data ini, selain jumlahnyan
yang hanya 17 pasien, kami tidak mempresentasikan jumlah penderita yang gagal dalam
penelitian maupun yang tidak termasuk sampel penelitian.
Kegagalan penderita masuk dalam sampel penelitian, pada umumnya disebabkan karena
penderita pulang paksa sebelum tindakan paripurna, penderita menolak tindakan operasi dan
penderita meninggal dunia.
Dalam penentuan staging secara umum tidak ditemukan kesulitan, hal ini disebabkan
karena pemeriksaan staging dilakukan secara berurutan dan saling menguatkan. Dengan

23

pemeriksaan klinis maupun penunjang kita sudah mencoba menentukan grading fraktur terbuka
akan diperkuat dengan pemeriksaan langsung pada saat operatif dan sebagai standart akan
dibuktikan dengan pemeriksaan klinis tentang status lokalis dari tibianya sendiri.
5.2. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Jumlah sampel penelitian sebanyak 17 penderita, kesemuanya adalah seluruh pasien dengan
fraktur tibia fibula grade I,II dan III dengan distribusi kami bedakan berdasarkan jenis kelamin
dan initial debridement yang kami lakukan kurun waktu 1 Januari 2008 sampai dengan 31
Desember 2012 sesuai tabel dan grafik dibawah ini:

Tabel 2. Karakteristik umur dan jenis kelamin terhadap kejadian Osteomyelitis

Variabel
Osteomyelitis
p
+
Umur 47,17 22,781 39,75 19,832 0,359

Jenis kelamin
Laki-laki 3 (60,0%) 10 (76,9%) 0,583


Perempuan 2 (40,0%) 3 (23,1%)

Keterangan :

Independent T test

Fishers Exact Test









24

Grafik 1. Grafik rerata umur

Grafik 2. Grafik osteomielitis berdasar jenis kelamin





Dari table diatas didapatkan angka terjadinya osteomielitis pada fraktur tibia terbuka lebih sering
terjadi pada laki laki 3 ( 60% ) dibanding perempuan 2 ( 40% ) dengan kejadian tersering pada
umur 47 tahun ( 47,17 22,781 ). Untuk variable jenis kelamin dan umur didapatkan nilai p >
0,05 atau tidak signifikan, jadi dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin dan umur tidak ada
hubungan bermakna terhadap kejadian osteomielitis pada fraktur tibia terbuka.
36
38
40
42
44
46
48
+ -
47.17
39.75
R
e
r
a
t
a

U
m
u
r

Osteomyelitis
0
10
20
30
40
50
60
70
80
+ -
60
76.9
40
23.1
%

Osteomyelitis
Laki-laki Perempuan

25


Analisa data berikutnya bahwa dari 18 pasien dibedakan untuk yang diabetes mellitus atau non
diabetes mellitus dilihat untuk kejadian osteomielitis. Didapatkan bahwa hanya 5 pasien yang
mengalami osteomielitis yaitu 2 pasien diabetes mellitus ( 11,1 % ) dan 3 pasien non diabetes
mellitus ( 16,7 % )

Tabel 3. Pengaruh DM terhadap kejadian Osteomyelitis

DM
Osteomyelitis
p
+
+ 2 (40,0%) 2 (15,4%) 0,533


3 (60,0%) 11 (84,6%)

Keterangan :

Fishers Exact Test



Dari table diatas didapatkan untuk variable diabetes mellitus dan non diabetes mellitus pada
angka kejadian terjadinya osteomielitis pada fraktur tibia terbuka mempunyai nilai p > 0,05 atau
tidak signifikan, jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna terjadinya
osteomielitis pada penderita diabetes mellitus dan non diabetes mellitus yang mengalami fraktur
tibia terbuka.

5.3. KESIMPULAN
Tidak ada hubungan antara penderita dengan diabetes mellitus dengan kejadian
osteomielitis pada fraktur terbuka tibia
Tidak ada hubungan antara penderita non diabetes mellitus dengan kejadian osteomielitis
pada fraktur terbuka tibia
Kurang banyaknya sampel yang diambil berpengaruh terhadap hasil penelitian yang
diharapkan


26

DAFTAR PUSTAKA

1. Canale & Beaty: Campbell's Operative Orthopaedics, 11th ed.Copyright 2007 Mosby,
An Imprint of Elsevier
2. Jason H. Calhoun, M.D., F.A.C.S.,M.M. Manring, Ph.D and Mark Shirtliff, Ph.D.
Osteomyelitis of the Long Bones The Ohio State University Medical Center, Columbus,
Ohio : Semin Plast Surg 2009;23:5972. Copyright#2009 by Thieme Medical
Publishers, Inc., 333 Seventh Avenue, New York, NY 10001, USA.
3. Waldvogel, F. A., Medoff G., Swartz M. N. 1990. Osteomyelitis: A Review of Clinical
Features, Therapeutic Considerations and Unusual Aspects. North England Journal of
Medicine; January 22
nd
, 1990; 282 (4): 198-206.
4. Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue.
5. King, Randall W. 2006. Osteomyelitis. (online) (available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic349.htm).
6. Bo-Eisa, Ahmad. 2005. Osteomyelitis. (online) (available from:
http://www.emedicine.com/orthoped/topic429.htm).
7. Siregar, Pahurum U. T. 1998. Osteomielitis. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Jakarta: Binarupa Aksara.
8. Ma r t o n o H , P r a n a k a K , R a h a y u R A , J o n i B , H u d a I S ,
Mu r t i Y . D i a b e t e s me l i t u s p a d a l a n j ut u s i a . Da l a m : Da r mo no , S
uh a r t on o T, d k k ( e d i t o r ) . Naskah lengkap diabetes melitus. Semarang : Badan Pe
nerbit UniversitasDiponegoro, 2007 : 301-16

27

9. Samreen Riaz, Diabetes mellitus, Department of Microbiology and Molecular Genetics,
Punjab University, New Campus, Lahore. Pakistan, April 2009
10. Ameya S. Kamat : Infection Rates in Open Fractures of the Tibia:Is the 6-Hour Rule
Fact or Fiction? Department of Orthopaedic Surgery, Wellington Public Hospital, 8D/39
Taranaki Street, Te Aro, Wellington 6011, New Zealand Received 7 June 2011; Revised
28 July 2011; Accepted 22 August 2011 Copyright 2011
11. Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue.
12. Kindsfater K, Jonassen EA. Osteomyelitis in grade II and III open tibia fractures with
late debridement. J Orthop Trauma.1995;9:121127
13. Patzakis MJ, Wilkins J. Factors influencing infection rate in open
fracture wounds.Clin Orthop.1989;243:3640
14. Gus t a vi a ni R. Di a gno s i s d a n kl a s i f i ka s i di a b e t e s me l i t us .
Da l a m : Su do yo AW, Seti yohadi B, dkk (editor). Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006: 1879-85

15. Diagnosis and Classification of Diabetes, AMERICAN DIABETES ASSOCIATION,
January 2012, vol 35

16. A Oikawa, M Siragusa, F Quaini et all. Diabetes mellitus induced bone marrow
microangiopathy. American heart society. Bristol Univ. UK. 2009









28

Anda mungkin juga menyukai