Anda di halaman 1dari 6

KONTROL POSISI AKTUATOR PNEUMATIK

DENGAN KATUP ON/OFF SECARA PWM


Roche Alimin
Juru!n Te"ni" Mein# F!"ul$! Te"nolo%i In&u$ri
Uni'eri$! Kri$en Pe$r!
Jl( Si)!l!n"er$o *+,-*++# ./,0.
r!limin12e$er(2e$r!(!c(i&
Abstrak
Gerakan pada aktuator pneumatik pada umumnya hanya dapat berhenti pada kedua ujung terminalnya. Dengan
tujuan melebarkan aplikasi dari sistem pneumatik maka pada penelitian ini dikembangkan sistem kontrol yang memampukan
sebuah aktuator pneumatik untuk dapat berhenti pada setiap posisi sepanjang langkahnya.
Katup solenoid on-off 3/2 dengan sinyal PW diuji !oba untuk digunakan menggantikan katup ser"o proporsional
dengan pertimbangan lebih ekonomis. #edangkan algoritma kontrol yang diuji!oba adalah Kontrol Kon"ensional dan
Kontrol $u%%y.
&asil dari penelitian ini menunjukkan bah'a periode PW yang terjadi masih !ukup besar dan efek pegas udara
bertekanan pada sistem pneumatik menghalangi penerapan Kontrol Kon"ensional (P)D* untuk dapat bekerja dengan baik.
#edangkan penggunaan Kontrol $u%%y menghasilkan nilai steady state error yang !ukup baik (dengan angka maksimal +
,uanta le"el pemba!aan en!oder*.
Keywords: Kontrol pneumatik, kontrol posisi, PWM
*( PENDA3ULUAN
Aktuator pneumatik menawarkan beberapa
keuntungan untuk aplikasi-aplikasi di industri
manufaktur, antara lain karena gerakannya yang
cepat dan murah jika dibandingkan dengan jenis
lainnya, seperti hidraulik atau motor listrik. Secara
umum, untuk gerak linier, aktuator dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
aktuator linier pneumatik, aktuator linier hidraulik
dan motor listrik linier. Masing-masing jenis aktuator
linier tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan.
Sayangnya kelebihan aktuator linier pneumatik yang
cukup menonjol, yaitu kemampuan gerak liniernya
yang cepat, tidak diimbangi dengan kemampuan
untuk berhenti pada setiap posisi geraknya. Aktuator
linier pneumatik hanya dapat berhenti pada kedua
ujung (endpoint-nya. Sehingga sistem kontrol yang
umum digunakan adalah -ang-bang. Sedangkan
untuk dapat berhenti pada setiap posisi gerakannya
dibutuhkan sistem kontrol yang lebih ekstra, yaitu
sistem kontrol umpan balik dengan menggunakan
katup proporsional (Maeda, !"""# Situm, $%%!# Shu
&ing, $%%$# 'hayati, $%%(, )arnichkun, $%%!.
*etapi karena desain dari katup ini sendiri sangat
komplek maka harganya sangat mahal, dan sebagai
alternatif lain yang lebih murah adalah dengan
mengfungsikan dua buah katup on/off sebagai ganti
katup ser+o proporsional. ,arga satu buah katup
tersebut hanya sekitar !-. dari katup proporsional.
/sumber: $esto0
)enggunaan dua buah katup on/off 3/2
dimungkinkan apabila sinyal input untuk katup
tersebut berupa sinyal PW (Pulse Width
odulation*, serta kedua katup tersebut diatur
dengan fase saling berlawanan.
Akibat sulitnya memodelkan sistem pneumatik
maka untuk algoritma kontrolnya, penggunaan
kontrol fu%%y logi! masih merupakan solusi yang
diunggulkan dalam penelitian ini. ,al ini disebabkan
kontrol fu%%y logi! tidak bergantung pada model
matematika sistem tetapi lebih didasarkan pada
logika pengalaman, seperti penentuan jumlah input
membership fun!tion, bentuk membership fun!tion
dan rule base yang akan dipakai.
,( METODOLOGI PENELITIAN
,(* G!m4!r!n Si$em Perco4!!n
'ontrol posisi aktuator pneumatik sedikitnya
membutuhkan beberapa komponen inti, seperti unit
sensor, unit penguat dan unit kontroler. )ada gambar
berikut ini adalah skema rangkaian dari komponen-
komponen inti tersebut.
Gambar +. #kema .angkaian Dasar #istem
Kontrol /mpan -alik 0ktuator
Pneumatik
Sistem kontrol umpan balik mutlak diperlukan
untuk keperluan ini. Sinyal umpan balik dari unit
sensor akan dibandingkan dengan sinyal target oleh
unit kontroler. Seterusnya sinyal tersebut akan
dikondisikan dan dikuatkan sebelum akhirnya sampai
1nit 'ontroler 1nit )enguat
Aktuator
)neumatik
)osisi
Aktual
)osisi
*arget
1nit Sensor
$$2
pada katup pneumatik untuk mengatur gerakan
aktuator pneumatik.
3erdasarkan rangkaian pneumatik umpan balik
seperti pada gambar di atas, maka untuk tujuan
pengontrolan posisi aktuator pneumatik linier dengan
penggunaan katup solenoid on/off 3/2, dapat
dirangkai sistem pneumatik seperti pada gambar
berikut ini.
Gambar 2. #kema .angkaian #istem Pneumatik
/mpan -alik
'eterangan nomor:
!. Silinder pneumatik aksi ganda rodless
$. 'atup kontrol aliran satu arah
4. 'atup on/off solenoid 45$
(. Sumber dan pengatur udara bertekanan
-. )otensiometer linier
6. 1nit sensor
2. 1nit kontroler dan unit penguat
7. Alat ukur tekanan
3eberapa kondisi dan kerja yang harus dilakukan
agar sistem pneumatik umpan balik seperti pada
gambar di atas dapat berjalan adalah sebagai berikut:
*erdapat sensor posisi yang dilengkapi dengan
unit antar muka (interfa!e yang berguna untuk
mendapatkan informasi posisi dari piston dan
mengubahnya menjadi sinyal yang dimengerti
oleh unit kontroler.
)erancangan sebuah algoritma kontrol buka-
tutup katup yang mengatur pergerakan posisi
dan kecepatan dari piston seperti yang
diinginkan.
8mplementasi dari algoritma kontrol dengan
pemrograman mikrokontroler (unit kontrol
untuk sistim pneumatik yang telah dibuat.
9isain sebuah unit penggerak untuk menguatkan
sinyal output yang berasal dari mikrokontroler,
untuk menggerakkan piston.
1ntuk mengontrol pergerakan piston pneumatik,
mikrokontroler membutuhkan input eksternal
informasi posisi yang diinginkan operator, yaitu
interfa!e dari setting point posisi dan kecepatan,
serta interfa!e konstanta-konstanta kontrol
kon+ensional.
,(, C!r! Ker5! &!n S2ei6i"!i Si$em
Perco4!!n
Secara ringkas cara kerja dan spesifikasi sistem
pneumatik yang dirancang (seperti pada gambar di
atas adalah sebagai berikut: Sebuah silinder aksi
ganda jenis rodless (!, dengan panjang -%% mm,
digunakan sebagai aktuator pneumatik yang akan
diatur pergerakaannya (posisi. :ambar dari silinder
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3. 1ipe #ilinder Pneuamtik 0ksi Ganda yang
Digunakan2 .odless
#umber 3
http://www.festo.com/Iet!omino/"##$#c.htm
Silinder pneumatik tersebut dikopel secara
langsung dengan sebuah potensiometer linier (-
yang difungsikan sebagai unit sensor (displa!ement
en!oder dari pergerakan silinder tersebut. )anjang
potensiometer tersebut disamakan dengan panjang
silinder pneumatik, yaitu -%% mm dan mempunyai
tingkat resolusi !% ;m dan nilai tahanan maksimum
-'<. &ilai resistansi dari potensiometer tersebut
akan berubah-ubah sesuai dengan gerakan silinder
pneumatik. 9engan memberikan catu daya pada
potensiometer tersebut maka nilai-nilai resistansi tadi
akan dikon+ersi menjadi nilai-nilai tegangan. Sinyal
berupa tegangan ini adalah sinyal analog dan harus
diubah terlebih dahulu menjadi sinyal digital, dengan
cara mengumpankannya ke sebuah 0nalag to Digital
4on"erter (0D4* (6, sebelum akhirnya masuk ke
unit kontroler (2 (mikrokontroler -asi! #tamp 2P.
)ntegrated 4ir!uit ()4* 0D4 yang dipakai adalah )4
563+, yang merupakan 7 bit 0D4. Sehingga
pergerakan full range silinder pneumatik akan
menghasilkan kesensitifan pembacaan sebesar
-%%5$-6, yaitu kurang lebih !,"6 mm per pembacaan
sinyal data (,uanta le"el. 9ua gambar di bawah ini
adalah gambar potensimeter linier tersebut beserta
dengan gambar rangkaian 0D4-nya.
Gambar 7. Potensiometer 8inier
$$7
#umber3
http3//'''.festo.!om/)9etDomino/3++:+!.htm

Gambar ;. #kema /nit #ensor (Potensimeter 8inier
dan 0D4*
Sinyal digital dari unit sensor ini adalah sinyal
umpan balik yang akan diterima oleh unit kontroler
untuk dibandingkan dengan sinyal setting dari
operator. &ilai error dari kedua sinyal inilah yang
akan dipakai sebagai dasar bagi unit kontroler untuk
memberikan sinyal keluaran berupa Pulse Witdh
odulation (PW* bagi katup pneumatik solenoid
on/off 3/2 ($. Ada $ buah katup pneumatik solenoid
on/off 3/2 yang dipasang pada masing-masing port
silinder pneumatik. 'eduanya diberi sinyal PW
yang mempunyai fase berlawanan. Sehingga dengan
mengatur duty !y!le dari kedua katup tersebut maka
pergerakan dari silinder pneumatik dapat
dikendalikan. 3erikut ini adalah gambar katup
solenoid on/off 3/2 beserta dengan gambar
simbolnya.
Gambar <. Kiri3 Katup #olenoid 3/2.
Kanan3 #imbolnya
=leh karena sinyal digital PW dari unit
kontroler masih lemah, maka sinyal ini hanya
difungsikan sebagai sinyal masukan dari rangkaian
transistor yang berfungsi sebagai penguat dan relay.
Sebagai unit kontroler, yang mana tempat
diimplementasikannya algoritma kontrol yang
diusulkan, digunakan D1--asi! ini #ystem dengan
-asi! #tamp 2P sebagai prosesornya. Sebagai
kontroler, D1--asi! ini #ystem mempunyai tugas
sebagai berikut:
penentu besaran error
pengeksekusi algoritma kontrol
generator sinyal PW bagi katup solenoid
3/2.
:ambar mikrokontroler D1--asi! ini #ystem
diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar :. ikrokontroler D1--asi! ini #ystem
#umber 3 http3//'''.inno"ati"e!reati"e.!om
3erikut ini adalah gambar fisik sistem kontrol
posisi aktuator linier pneumatik yang berhasil
dirancang untuk tujuan percobaan ini.
Gambar 6. Perangkat Keras #istem Per!obaan
'eterangan nomor:
!. Silinder pneumatik rodless -%% mm
$. )otensiometer linier - '< -%% mm
4. 'atup solenoid on/off 45$
(. .elay board
-. Mikrokontroler -asi! #tamp 2P
6. >angkaian 0D4 563+
2. Po'er supply5adaptor ? !$ +olt
7. Adaptor - +olt dan $( +olt
". 1 di"ider
)ada sistem percobaan di atas tidak digunakan
sistem pengakusisian data untuk posisi maupun
kecepatan gerak dari piston silinder. 9engan
demikian untuk pengamatan hanya dilakukan secara
kasat mata saja.
,(0 Alir!n D!$!/Sin7!l Si$em Perco4!!n
Aliran data5sinyal dari sistem percobaan dapat
dilihat pada gambar berikut.
Gambar =. 0liran Data/#inyal Dari #istem
Per!obaan
)osisi
set 'ontrol er
)@M
generator
Actuator
Aal+e
A9B
9*-3asic Mini
System
Sensor )osisi
Cinier
)osisi
Aktual
D
-
$$"
'eberadaan posisi aktual dibaca oleh potensiometer
linier (sebagai sensor untuk dibandingkan dengan
posisi setting baru yang diinginkan. =leh sebab
proses pembandingannya dilakukan di
mikrokontroler maka sinyal dari sensor yang berupa
sinyal analog diubah terlebih dahulu oleh unit 0D4.
,asil dari proses pembandingan tersebut adalah
error antara posisi setting dan posisi aktual yang
terjadi. Sinyal error ini akan menjadi inputan baik
bagi kontroler. Sinyal error ini juga diturunkan
menjadi sinyal error kecepatan (melalui algoritma
program untuk diumpankan sebagai inputan kedua
bagi kontroler. 'ontroler sekaligus menerjemahkan
outputnya menjadi sinyal PW.
,(+ L!n%"!h Perco4!!n
1ntuk mengetahui unjuk kerja dari sistem
kontrol maka pertama-tama akan dilakukan
percobaan untuk mengetahui range daripada duty
!y!le PW yang dapat diterima oleh sistem
pneumatik yang dibangun. 8dealnya range duty !y!le
berkisar antara %E!%%., tetapi oleh karena
keterbatasan dari katup solenoid on/off 3/2 yang
dipergunakan (mungkin juga komponen sistem yang
lain maka besar duty !y!le yang akan digunakan
dibatasi sampai dengan range tertentu (akan
diketahui dari percobaan. Cangkah selanjutnya
adalah menentukan periode minimal PW yang
dapat dilakukan oleh sistem pneumatik tersebut.
Setelah itu baru dilakukan pencarian metode-metode
pengontrolan yang lebih baik untuk tujuan
pengontrolan posisi silinder pneumatik tersebut dan
pengambilan datanya.
0( 3ASIL DAN PEM8A3ASAN
Akusisi data dilakukan oleh P4 lewat program
editor -asi! #tamp 2P, dimana monitor P4 juga
difungsikan sebagai &) (&uman a!hine
)nterfa!e-nya. 9engan demikian pembacaan steady
state error dapat dilakukan dengan cara
membandingkan data setting dan data aktualnya.
0(* Perio&e PWM 7!n% Di&!2!$"!n
)ada pengujian pertama kali didapatkan bahwa
range dari duty-!y!le PW berkisar antara 4%. s5d
6-. dengan periode !%% ms. ,al ini berkaitan
dengan kemampuan kecepatan relay dan katup
solenoid on/off 3/2 yang digunakan, khususnya
kecepatan relay yang hanya mampu minimal !%% ms.
9engan mengganti relay dengan transistor untuk
proses s'it!hing-nya maka periode PW-nya dapat
dikecilkan lagi sampai menjadi 7% ms. Ada $ hal
yang membatasi nilai minimal periode PW ini.
Fang pertama adalah batasan dari kecepatan gerak
dari katup solenoid on/off 3/2 yang digunakan. 'atup
tersebut mempunyai kecepatan 7,- ms untuk
bergerak dari keadaan off ke on dan (,- ms untuk
bergerak dari keadaan on ke off. 9ari batasan ini
mengharuskan periode minimal untuk bergerak on-
off adalah !4 ms (7,- D (,- ms. 9engan
mempertimbangkan faktor keamanan maka diambil
angka !( ms. 3atasan yang kedua adalah beda besar
duty-!y!le minimal dimana masih mampu untuk
menggerakkan piston. 9ari percobaan didapatkan
bahwa beda duty-!y!le minimal yang diperlukan di
antara kedua katup yang digunakan adalah sekitar !!
s5d !$ ms (data didapatkan dari beberapa kali
percobaan. 1ntuk itu diambil angka yang paling
tinggi, yaitu !$ ms. 9engan kata lain, bila piston
dalam keadaan diam, idealnya besar duty-!y!le di
antara kedua katupnya adalah -%.--%., dengan fase
yang berlawanan di antara kedua katup tersebut.
9engan angka !$ ms (!-. dari 7% ms tersebut
berarti untuk dapat mulai bergerak maka beda duty-
!y!le di antara kedua katup minimal harus 6-.-4-.
(gerak ke kanan atau 4-.-6-. (gerak ke kiri untuk
besar periode PW 7% ms. 3erdasarkan dengan nilai
beda minimal ini dan juga pertimbangan besar
periode PW maka dapat dirancang besar +ariasi
duty-!y!le yang ingin digunakan untuk
menggerakkan piston, dipilih range !( ms. 3esar
+ariasi ini akan menentukan +ariasi kecepatan
daripada piston. 9engan demikian besar periode
minimal PW yang dapat digunakan agar piston
dapat bergerak adalah: #etengah periode PW >
Gerak minimal katup(+7 ms* ? -eda minimal duty-
!y!le untuk piston mulai bergerak(+2 ms* ? -esar
"ariasi duty-!y!le(+7 ms*. Sehingga didapatkan besar
periode PW sebesar 7% ms.
Gambar +5. @ariasi Duty-4y!le PW yang Dapat
Digunakan
9ari hasil percobaan untuk mendapatkan periode
PW ini dapat dianalisa sebagai berikut. Ada $ hal
yang saling kontradiksi yang terjadi yaitu besar
+ariasi duty-!y!le dan besar periode PW. 9i satu
pihak, periode PW ingin dibuat sekecil mungkin
untuk mencegah gerakan piston yang tersendat-
sendat. *etapi hal ini dibatasi oleh beda duty-!y!le
minimum dan kecepatan maksimum dari gerak katup
on/off, yang memang mempunyai harga pasti untuk
rangkaian percobaan yang dibuat. Satu faktor yang
masih bisa diatur adalah besar +ariasi duty-!y!le
PW. Memperkecil besar periode PW
menyebabkan besar +ariasi duty-!y!le yang kecil
pula. )adahal besar +ariasi duty-!y!le ini akan
menentukan +ariasi kecepatan dari gerakan piston.
9engan +ariasi kecepatan yang kecil maka
pengimplementasian berbagai algoritma kontrol akan
tidak berpengaruh terhadap hasil akhir. 9i lain pihak,
bila besar periode PW yang terlalu besar maka
Minimal !$ ms Minimal !( ms
)eriode )@M
!
%
=ff =n =n
Aariasi 9uty-Bycle
3eda 9uty-Bycle 'ec.=n5off 'atup
$4%
akan mengakibatkan steady state error karena
adanya efek pegas dari udara bertekanan terhadap
piston yang digerakkannya.
Aariasi duty-!y!le yang digunakan di dalam
percobaan mempunyai range hanya !( ms, dengan
periode PW 7% ms. 9engan pertimbangan ini maka
algoritma kontrol yang masih cukup rele+an untuk
diujicobakan adalah kontrol P, P) dan single input
fu%%y logi!.
3erikut ini adalah hasil pengujian kontrol posisi
dengan kontroler P. )eningkatan dan penurunan set
point dilakukan secara inkremental sebesar -% Gl dan
$- Gl.
1abel +. Kontrol posisi dengan kontroler P
No
Poii
Se$ 9:l;
Poii
A"$u!l
9:l;
Error
9:l;
)nkremental ;5 ,l
! !%% !%! !
$ !-% !-4 4
4 $%% $%! !
( $-% $-% %
- $%% !"2 4
6 !-% !-% %
2 !%% "2 4
7 -% (( 6
" - - %
!% -% -4 4
!! !%% !%4 4
!$ !-% !-$ $
!4 $%% $%$ $
!( $-% $-% %
!- $%% !"2 4
!6 !-% !(" !
!2 !%% "6 (
!7 -% (6 (
!" !% 7 $
)nkremental 2; ,l
! -% -- -
$ 2- 7! 6
4 !%% !%4 4
( !$- !$6 !
- !-% !-! !
6 !2- !26 !
2 $%% $%$ $
7 $$- $$2 $
" $-% $-% %
!% $$- $$$ 4
!! $%% !"7 $
!$ !2- !2- %
!4 !-% !(7 $
!( !$- !$( !
!- !%% "2 4
!6 2- 2( !
!2 -% (6 (
)ada tabel di atas terlihat bahwa steady state
error dari kontroler P cukup besar dan mempunyai
keberulangan yang jelek. ,al ini ditenggarai akibat
+ariasi kecepatan yang terlalu kecil (kecepatan terlalu
konstan, sehingga efeknya kurang mewakili perilaku
kontroler P dan cenderung berperilaku sebagai
kontroler umpan balik biasa. 9engan hasil seperti ini,
tidaklah memungkinkan pula menerapkan kontroler
jenis lain seperti kontroler P) atau PD atau bahkan
P)D. Sebagai solusi lain yang masih memungkinkan
untuk diterapkan adalah kontroler fu%%y-logi! dengan
single input. 8nputnya hanya berupa error posisi saja,
tidak seperti pada kontroler yang diusulkan pada
penelitian ini yang mana juga mempertimbangkan
input error kecepatan.
3erikut ini adalah hasil dari pengimplementasian
kontroler fu%%y-logi! dengan single-input-single-
output ke dalam sistem kontrol pneumatik yang diuji.
)rosesnya dilakukan dengan posisi awal -% ,uanta
le"el ke arah $-% ,uanta le"el, dan digerakkan dalam
dua arah. ,asilnya dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
1abel 2. &asil Per!obaan Kontroler $u%%y-
logi! (+ input*
No
Poii
Se$ 9:l;
Poii
A"$u!l
9:l;
Error
9:l;
! $-% $-% %
$ -% (" !
4 $-% $-% %
( -% -! !
- $-% $-% %
6 -% -! !
2 $-% $-% %
7 -% -! !
" $-% $-% %
!% -% -% %
!! $-% $-% %
!$ -% -! !
!4 $-% $-% %
!( -% -! !
!- $-% $-% %
!6 -% -% %
!2 $-% $-! !
!7 -% -% %
!" $-% $-% %
$% -% -% %
$4!
9ari hasil percobaan di atas, meskipun hasilnya
sudah lebih baik dari percobaan yang pertama kali
(kontroler P, tetapi masih seringkali terjadi error
(steady state error pada arah kembalinya (dari $-%
Gl ke -% Gl. Sedangkan dari arah -% Gl ke $-% Gl
tidak terjadi error. 'arena error hanya terjadi pada
satu arah saja maka dapat dianalisa bahwa error lebih
disebabkan oleh konstruksi dari peralatan
pneumatiknya. Ada dua hal yang ditenggarai menjadi
penyebabnya, yaitu kekurang-balan!e-nya
penyetelan flo' !ontrol "al"e yang digunakan pada
kedua ujung silinder, atau konstruksi panjang saluran
udara di dalam silinder yang berbeda cukup
siknifikan panjangnya. )enyebab yang terakhir ini
lebih cenderung untuk dicurigai mengingat sifat fisik
udara yang mampu mampat itu. 'ebetulan meskipun
silinder yang digunakan adalah jenis aksi ganda
tetapi terminalnya hanya terdapat pada salah satu
ujungnya. 9engan demikian untuk dapat mencapai
piston terdapat ketidak-samaan jarak tempuh di
antara kedua ujungnya.
3esar steady state error yang terjadi lebih
dipandang sebagai error ! Gl ketimbang sebagai
error sebesar !,"6 mm. Sebab dengan memakai 0D4
yang lebih tinggi bit-nya, maka besar error akan
berkurang. Semisal apabila digunakan 0D4 !6 bit
maka besar error ! Gl ekui+alen dengan besar error
sekitar 7 Hm. *etapi pencapaian error yang kecil
tersebut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain,
seperti faktor pegas udara, jenis kontroler yang
digunakan dan sebagainya.
+( KESIMPULAN DAN SARAN
)ada penelitian ini, yang mengusulkan
penggunaan katup solenoid on/off 3/2 untuk
menggantikan fungsi katup ser+o proporsional untuk
mengontrol posisi piston silinder pneumatik, masih
belum menunjukkan unjuk kerja yang diharapkan.
)enerapan kontroler P mengalami kegagalan akibat
+ariasi duty-!y!le dari PW yang terbatas, yaitu
dalam range !( ms. ,anya kontroler tunggal fu%%y
logi! saja yang terlihat menghasilkan angka steady
state error yang cukup baik (maksimal ! ,uanta
le"el meskipun tidak mencapai nol (dalam skala
%,%! mm-7 bit.
)eriode PW yang cukup besar (7% ms telah
menyebabkan piston silinder kurang dapat bergerak
mulus dan menyebabkan adanya steady state error
pada saat piston akan berhenti. )enggunaan kontroler
P) belum dapat membantu mengatasi keadaan ini
selama periode PW tidak dapat diperkecil.
1ntuk tujuan pencapaian steady state error nol
(dengan tingkat ketelitian %,%! ;m penelitian ini
dapat dilanjutkan dengan memakai algoritma hibrida
fu%%y logi!-P)D untuk katup proporsional.
)enggunaan katup on/off 3/2 tidak dimungkinkan
untuk pencapaian tujuan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
!. S. Maeda, F. 'awakami, '. &akano. Poi$ion
Con$rol o6 Pneum!$ic Li6$er( *rans. of Iapan
,ydraulic and )neumatic Society, Iapan, !""".
$. J. Situm. Pneum!$ic Ser'o7$em Con$rol
Uin% Fu<<7 Lo%ic Con$roller( )h.9. *hesis,
1ni+ersity of Jagreb, Broatia, $%%!.
4. Shu &ing and :. M. 3one. Me$ho& 6or 3i%her
Accur!c7 Pneum!$ic Ser'o Poi$ion Con$rol(
>esearch report of McMaster Manufacturing
>esearch 8nstitute, McMaster 1ni+ersity,
,amilton, =ntario, Banada. $%%$.
(. '. 'hayati, ). 3igras, C. A. 9essaint. A Ro4u$
Fee&4!c" Line!ri<!$ion Force Con$rol o6 !
Pneum!$ic Ac$u!$or S7$em( Man and
Bybernetics, $%%( 8KKK 8nternational
Bonference on Aolume 2, !%-!4 =ct. $%%(
)age(s: 6!!4 - 6!!" +ol.2.
-. M. )arnichkun, B. &gaecharoenkul. Kinem!$ic
Con$rol o6 A Pneum!$ic S7$em 47 374ri&
Fu<<7-PID( Mechatronics. Klse+ier Science Ctd.
$%%!.
$4$

Anda mungkin juga menyukai