Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KELOMPOK

Sharring Jurnal
Development and Validation of a Diabetes
Foot Self-Care Behavior Scale











Oleh : Kelompok 5 (Reguler 1)

Ardiana Ius 115070200111007
Alfin Firstian R 115070200111009
Etri Nurhayati 115070201111019



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013

Delelopment and Validation of Diabetes
Foot Self-Care Behavior Scale
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang terjadi di
seluruh negara di dunia, dan terus menerus mengalami peningkatan jumlah yang
signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 terdapat 366 juta orang penderita DM
(diabetisi) di dunia, dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta
orang di tahun 2030. Sebagian besar diabetisi ini hidup di Negara berpenghasilan
rendah dan sedang. Indonesia sendiri dengan jumlah populasi diabetisi 7,292 juta di
tahun 2011, diprediksi akan meningkat menjadi 11,802 juta di tahun 2030 (Whiting,
Guariguata, Weil & Shaw, 2011). Berdasarkan data tersebut, peningkatan jumlah
diabetisi di Indonesia lebih tinggi (23,6%) dibandingkan di tingkat dunia (20,26%).
Diabetes yang berhubungan dengan hiperglikemi sering berefek pada sistem
imun, neurologi dan sirkulasi serta menjadi penyebab tertinggi dari infeksi jamur pada
kaki dan neuropati perifer pada pasien diabetes dibandingkan pada pasien tanpa
diabetes. Neuropati perifer inilah yang juga menyebabkan berkurangnya sirkulasi
darah yang menyebabkan iskemik ulserasi kaki dan penyembuhan luka yang buruk.
Oleh karena itulah, Perawatan kaki yang dilakukan diabetisi sehari-hari
seharusnya dilakukan secara tepat, guna menghindari berbagai faktor risiko yang bisa
menyebabkan ulkus kaki diabetes. Penggunaan sepatu dan kaos kaki yang tepat,
menjaga kelembaban kaki belum tentu dipahami oleh diabetisi. Peran perawat sebagai
edukator diharapkan mampu membuat diabetisi paham dan mampu melakukan cara
perawatan kaki yang tepat sehari-hari. Kondisi inilah yang membuat pengkajian awal
mengenai perawatan dan pemantauan perilaku perawatan kaki diabetes secara mandiri
sangat diperlukan. Karena hal tersebutlah kami mengambil jurnal yang berjudul
Development and Validation of a Diabetes Foot Self-Care Behavior Scale dengan
harapan agar angka kejadian amputasi pada pasien Diabetes Mellitus dengan ulkus
akan menurun dan panduan pengkajian pada ulkus kaki pasien Diabetes Mellitus
dapat diterapkan dan kebermanfaatan dari hal tersebut dapat dirasakan oleh pasien.


B. Tujuan
Studi ini bertujuan untuk mengembangkan suatu metode untuk mengukur
skala terhadap perilaku perawatan mandiri kaki diabetes. Studi ini mengenalkan
sebuah alat mengukuran yang disebut DFSBS atau Diabetes Foot Self-care Behaviour
Scale. Studi ini memperlihatkan bagaimana DFSBS disusun dan dinilai kecukupannya
sebagai alat ukur. Pada kelompok etnis Cina terdapat dua alat pengukuran yang
disebut C-DSCS dan SDSCA. C-DSCS adalah Chinese Version of The Diabetes Self
Care. Alat pengukuran ini sering digunakan di Taiwan. Penilaian C-DSCS
menggunakan 5 poin skala yaitu dari skala 1 hingga 5 yang berarti tidak pernah
hingga selalu. C-DSCS menilai perilaku perawatan kaki termasuk penggunaan alas
kaki yang tepat, pemeriksaan perawatan kaki, dan manajemen kuku dan kaki.
Sedangkan SDSCA adalah subscale foot care of the summary of diaebetes self care
activity questionare. SDSCA ini menilai perilaku responden dalam merawat kaki
diabetes selama 1 minggu periode.
C. Metode
Peneliti mengembangkan DFSBS awal dengan 18 item penilaian dan
menggunakan cross-sectional survey untuk membuat psychometric properties.
Psychometrics properties ini digunakan untuk mengeksklusikan item-item yang tidak
signifikan atau tidak sesuai. DFSBS itu sendiri terdiri dari 2 bagian. Yang pertama
menilai berapa hari klien melakukan perawatan kaki yang tepat selama 1 minggu
periode. Hasilnya dikelompokkan menjadi 0 hari, 1-2 hari, 3-4 hari, 5-6 hari, dan 7
hari. Yang kedua menilai seberapa sering klien melakukan perawatan kaki dengan
tepat. Hasilnya dinilai dengan skor 1-5 yang diartikan sebagai tidak pernah hingga
selalu. Psychometrics properties sendiri terdiri dari 2 hal yaitu discrimination index
dan factor loading. Item DFSBS akan dikeluarkan apabila discrimination index > .05
dan factor loading < .40.
D. Sample/Setting
Responden terdiri dari 295 responden dari 2 rumah sakit di Taiwan bagian
utara. Responden adalah pasien diabetes tipe 2 yang telah dilakukan pengkajian
monofilamen. Responden akan diinklusi apabila responden memliki paling tidak 1
poin insensitif dari 4 tempat tes dengan 10-g monofilamen Semmes Weinstein dan
apabila responden berusia lebih dari 20 tahun. Sedangkan responden akan dikeluarkan
apababila responden tidak dapat berjalan, memiliki lesi yang tidak dapat disembuhkan
pada kakinya, atau responden dengan gangguan kognitif atau gangguan komunikasi.
Data-data dikumpulkan dari Maret 2010 hingga Mei 2011.
E. Analisa Hasil
1. Secara umum didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Rata-rata partisipan adalah yang berusia 66,93 tahun (SD = 11,05 tahun)
b. Sebanyak 151 partisipan adalah laki-laki
c. Sebanyak 213 partisipan yang mendapatkan pendidikan 6 tahun
d. Sebanyak 106 partisipan memiliki riwayat ulkus pada kaki
e. Partisipan menjalani interview dengan 18 item dalam kurang dari 10 menit
2. Analisa item dalam DFSBS
Dalam discrimination analysis ditemukan 2 item yang tidak signifikan yaitu
pengkajian mengenai hiasan pada kuku dan aplikasi hangat pada kaki. Sebanyak
285 partisipan memotong kuku secara lurus dan sebanyak 267 partisipan tidak
pernah menggunakan aplikasi hangat pada kaki mereka
3. Validasi
Dari 18 item awal DFSBS terdapat 7 item yang lulus uji kecukupan.


F. Analisa Diskusi
Pada akhir penelitian, DFSBS terdiri dari 7 item yaitu menngecek atau
mengkaji bagian bawah kaki dan diantara jari kaki, mencuci di antara jari kaki,
mengeringkan diantara jari kaki setelah mencuci, memberikan losien/ pelembut pada
kaki, menginspeksi bagian dalam sepatu, memulai memakai sepatu baru dimana
dalam tujuh hal ini sudah mencakup perawatan rutin dari kaki. Pengkajian pada
DFSBS memiliki rentang yang lebih luas mengenai perilaku perawatan kaki
dibandingkan pada SDSCA. Tetapi karena terdapat beberapa item yang tidak
termasuk dalam indikasi, beberapa item yang berhubungan dengan alaskaki, kuku
kaki, dan manajement kaki yang abnormal dikeluarkan dari C-DSCS. Hal ini terjadi
karena pada penelitian sebelumnya bebrapa item yang berhubungan dengan alas kaki
dan management kuku kaki memiliki tingkat hubungan yang rendah.
Faktor lingkungan mungkin menjelaskan mengapa item yang berhubungan
dengan perilaku alas kaki tidak mencermikan keseluruhan perilaku perawatan kaki.
Contohnya saja, meskipun pasien diabetes sangat memperhatikan tentang kesehatan
kaki, namun mereka yang tinggal di daerah tropis dan subtropis jarang memakai kaus
kaki dan sepatu terutama selama bulan-bulan pada musim panas. Misalnya di Negara
Taiwan yang mengalami kondisi panas dan lembab selama musim panas. Untuk
mencegah infeksi jamur pada kaki, beberapa pasien memakai sandal di luar dan
menjaga rumah mereka tetap bersih sehingga memungkinkan mereka tidak memakai
alas kaki di rumah. Hal ini menjadi kontroversi pada beberapa tenaga kesehatan,
namun beberapa pasien didaerah tesebut tetap melakukan tindakan tersebut untuk
mencegah infeksi bakteri.
Sedangkan alasan mengapa manajemen kuku kaki tidak bisa mencerminkan
perilaku perawatan kaki secara keseluruhan dapat dijelaskan terkait dengan adanya
karakteristik populasi yang dikombinasikan dengan faktor lingkungan populasi
tersebut. Sebagian besar peserta (96,6%) mengatakan bahwa mereka memotong kuku
mereka secara lurus, item yang berkaitan dengan hal ini juga tidak dapat
mencerminkan perilaku perawatan kaki secara keseluruhan. Selain itu, berhungan
dengan penggunaan alat-alat untuk pemotongan kuku, faktor-faktor fisik tertentu
mungkin menjelaskan mengapa alat yang berhubungan dengan perilaku memotong
kuku tidak mencerminkan perilaku perawatan kaki secara keseluruhan. Mycosis pada
kuku adalah penyakit yang umum pada pasien dengan diabetes.
Manajement perawatan kuku kaki sendiri di Taiwan biasa dilakukan oleh
pekerja di salon salon kecantikan dimana pemerintah tidak mengeluarkan sertifikasi
profesional untuk podiatrists untuk melakukan manajemen kuku kaki. Pasien dengan
kelainan berat pada kuku yang dihasilkan karena mycosis kuku mungkin perlu
memotong kuku dengan gunting atau box pemotong. Oleh karena itulah dalam
pelaksanaan manajement perawatan kuku kaki dimana pasien tidak memiliki kelainan
tersebut tidak akan memiliki pengalaman melakukan perawatan kuku kaki secara
kusus, sehingga untuk pertanyaan yang berhubungan dengan manajemen kuku kaki
belum bisa memberikan jawaban yang mencerminkan kinerja aktual atau keseluruhan
perilaku perawatan kaki.
Hasil analisis faktor eksplorasi menunjukkan validitas yang baik untuk
DFSBS. DFSBS sendiri juga memberikan hasil yang positif dimana ia memiliki
korelasi dengan perawatan kaki pada subscale C-DSCS dan SDSCA. Penelitian
sebelumnya mendapatkan hasil bahwa pasien yang memiliki riwayat ulkus pada kaki
memiliki perilaku perawatan kaki yang lebih baik dibandingkan pasien yang tidak
memiliki riwayat tersebut dimana hal ini menunjukan kesesuaian dengan hasil
penelitian yang dilaksanakan dan mampu mendukung validasi.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa DFSBS telah memberikan validasi
dan realibilitas yang bagus dimana telah mencakup mengenai item perawatan kaki
yang telah diusulkan sebagai kunci dari perilaku perawatan kaki secara mandiri. Oleh
karena itu DFSBS dapat digunakan untuk memberikan penilaian terhadap perilaku
perawatan kaki pada pasien dengan Diabetes.
Namun masih ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian
jurnal yang membutuhkan penelitian lebih lanjut. Dimana pengembanagn awal dari
item pada DFSBS didasarkan pada literatur perilaku perawatan kaki secara mandiri
dan panduan perawatan kaki diabetes dan diperlukan pula pengembangan kelompok
fokus agar dapat memasukkan pandangan dan pengalaman yang dirasakan pasien.
Selain itu pada penelitian ini seluruh partisipan memiliki komplikasi neuropati
diabetes sehingga diperlukanpula pembanding dari partisipan yang tidak mengalamu
neuropati diabetes untuk mengetahui tigkat keefektifannya serta pada DFSBS ini tidak
semua perilaku perawatan kaki pada kaki diabetes tercantum sehingga skala ini tidak
boleh digunakan sebagai alat pendidikan klien.




G. Aplikasi di Indonesia
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes yang paling
sering terjadi. Dari penelitian diketahui bahwa satu diantara enam pasien diabetes
mengalami komplikasi kaki diabetik dengan jumlah total 4 juta insiden setiap tahun di
seluruh dunia; dari jumlah tersebut sejumlah 1 juta amputasi telah dilakukan setiap
tahun atau satu amputasi setiap 30 detik. Sebagaimana telah terbukti bahwa
pencegahan dan pengelolaan yang baik dari kaki diabetik dapat mengurangi amputasi
sekitar 49-85%. (Perkeni : 2010)
Menurut perawat di RS PKU Muhammadiya, edukasi terkait perawatan kaki
dan pengkajian kaki risiko ulkus diabetes sudah sejak lama (lebih dari 3 tahun) tidak
dilakukan. Format pengkajian kaki diabetes juga belum dimiliki RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Fokus yang dilakukan perawat masih pada perawatan
luka ulkus kaki diabetes. Kondisi pelayanan keperawatan yang belum melakukan
pengkajian kaki diabetes ini bukan tidak mungkin akan meningkatkan angka kejadian
ulkus, ulkus berulang, bahkan angka amputasi pada kaki diabetisi di R RS. PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
Dengan adannya penelitian ini dimana ia mampu memberikan bukti dari
validalitas realibilitas dari DFSBS atau perawatan kaki diabetes secara mandiri,
diharapkan dapat membantu para tenaga kesehatan untuk memantau perilaku
perawtaan kaki pada pasien diabetes dengan pemeriksaan yang relatif simpel ( dengan
memantau 7 item yang telah ditentukan ) dan tidak membutuhkan waktu yang terlalu
lama sehingga kegiatan pemantauan perilaku perawtan kaki ini bisa dilaksanakan
sesuai batas waktu kunjungan. Walaupun DFSBS sendiri belum bisa dijadikan media
untuk pendidikan klien, tetapi hal ini masih bisa diterapkan di Indonesia karena sangat
menguntungkan untuk memantau perawatan kaki pasien.





Daftar Pustaka
Chin, Yen Fan.2013. Develompment and Validation og a Diabetes Foot Self-Care
Behaviour Scale. Diakses pada 18 November 2013
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov)
Ariyani. 2012. The Relationship Between Foot Care and Diabetic Foot Ulcer and
PKU Muhamadiyah Hospital Yogyakarta. Diakses pada 21 November
2013. ( http://lontar.ui.ac.id )

Anda mungkin juga menyukai