Anda di halaman 1dari 24

http://rizsa82.wordpress.

com/2009/05/17/ginjal/

Glomerulonefritis Akut
{ 17/05/2009 @ 9:32 am } { IKA }
PENDAHULUAN
Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat
membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak
diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap hari berkisar antara 1-2
liter. Selain fungsi tersebut, ginjal berfungsi antara lain mempertahankan kadar cairan tubuh dan
elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah. Begitu banyak fungsi ginjal sehingga
bila ada kelainan yang mengganggu ginjal akan menimbulkan berbagai penyakit.
1,2

Istilah glomerulonefritis, pertama kali digunakan oleh Klebs pada tahun 1876. Ia menguraikan
bahwa glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel penyerang ginjal
(sel glomerulus). Glomerulonefritis menahun adalah penyakit paling sering menimbulkan gagal
ginjal dikemudian hari. Kelainan ini terjadi akibat gangguan utama pada ginjal (primer) atau
sebagai komplikasi penyakit lain (sekunder), misalnya komplikasi penyakit diabetes mellitus,
keracunan obat, penyakit infeksi dan lain-lain. Pada penyakit ini terjadi kebocoran protein atau
kebocoran eritrosit.
2

Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya
angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat
kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis.
Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus,bukan pada struktur
jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial maupun sistem
vaskulernya.
2

Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering
mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan
perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Hasil penelitian
multisenter di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian
disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-
laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat
fatal.
3

Berikut ini akan disajikan sebuah laporan kasus glomeruloefritis akut pada seorang anak berusia
3 tahun bulan yang dirawat di RSU Ulin Banjarmasin.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
1,2

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu
mekanisme imunologis sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya
korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit
dan prognosis.
3

Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian
atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12, 14, 16, 25, dan 29.
Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali
oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi
skarlatina, diisolasinya kuman Streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya
titer anti-streptolisin pada serum penderita. Antara infeksi bakteri dan timbulnya
glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman Streptococcus beta
hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak
diketahui sebabnya. Kemungkinan faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.
1

Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai
dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini
timbul setelah infeksi kuman Streptococcus beta hemoliticus golongan A di saluran pernafasan
bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada
anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun. Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi
5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
1

Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman Streptococcus beta hemoliticus golongan
A di saluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi
saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini.
2,3

Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti keracunan timah
hitam tridion, penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus
eritematosus.
1,4

Anatomi Glomerulus
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh simpai
Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula (juxtamedullary)
lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens,
membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata, dan kemudian berpadu lagi
menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub
vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis.
Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang
disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan
normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang
mempunyai sitoplasma yang berpenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral,
yang terletak di atas membrane basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut
sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai
podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM =
glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen
kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga
lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara
externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang
terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan
membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada
kutub tubuler.
5

Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli
mengajukan hipotesis sebagai berikut :
6,7,8

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran basalis glomerulus
dan kemudian merusaknya.
2. Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membran basalis
ginjal.
Klasifikasi
5

a. Kongenital (herediter)
1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang
seing disertai tuli syaraf dan kelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom
alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua
pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan
hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita
sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria
mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran
nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak
terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
1. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria massif,
sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa
bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hampir semua bayi pada saat lahir, juga sering
dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratoris sindrom nefrotik
(hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan
sindrom nefrotik jenis lainnya.
b. Glomerulonefritis Primer
1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak
spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30%
pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30% berikutnya menunjukkan
gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45%
menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai
riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira
glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
1. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan
dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan
lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan
insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian
berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang
dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan
sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria
terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
1. Nefropati IgA (penyakit burger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik,
hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan
gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan
terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria
makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi
misalnya olahraga dan imunisasi.
c. Glomerulonefritis sekunder
Glomerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca
streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah Streptococcus beta hemolitikus grup A
yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis
pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab
mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
Manifestasi Klinik
Penyakit ginjal biasanya dibagi menjadi kelainan glomerulus dan non glomerulus berdasarkan
etiologi, histologi, atau perubahan faal yang utama. Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus
yang sering dijumpai adalah hipertensi, sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun
gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non
glomerulus, biopsi ginjal masih sering dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti.
7,8

Tanda utama kelainan glomerulus adalah proteinuria, hematuria, sembab, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara bersama seperti
misalnya pada sindrom nefrotik, gejala klinisnya terutama terdiri dari proteinuria massif dan
hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sembab.
3

Riwayat Penyakit
Sebagian besar anak dengan kelainan glomerulus menunjukkan proteinuria atau hematuria yang
ditemukan pada saat pemeriksaan urine atau hipertensi yang ditemukan pada saat pemeriksaan
fisik. Sebagian kecil pasien menunjukkan tanda sembab sebagai gejala awal, sehingga diperlukan
perhatian riwayat penyakit pasien dan keluarganya.
3,7,8

Gejala yang sering ditemukan adalah hematuria atau kencing seperti merah daging, kadang-
kadang disertai sembab ringan disekitar mata atau seluruh tubuh. Umumnya sembab berat
terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan
glomerulonefritis akut pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal
kembali. Hipertensi timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal, suhu badan tidak tinggi,
tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama.
3,7,8

Riwayat yang spesifik pada anak dengan proteinuria, misalnya sembab periorbital, pratibial,
skrotum atau anasarka pada sindroma nefrotik yang pada awalnya berupa sembab muka pada
waktu bangun tidur dan menghilang pada siang hari, tetapi kemudian sembab akan menetap bila
bertambah hebat atau menjadi anasarka. Hal ini sering dikira sebagai reaksi alergi, bertambahnya
berat badan dengan cepat akibat ekspansi cairan ekstraseluler (dengan keluhan pakaian menjadi
sempit atau perut buncit) jumlah urine berkurang. Pada kasus yang lebih berat terdapat
anoreksia, sakit kepala, muntah dan bahkan kejang kadang disertai tanda penurunan fungsi ginjal
seperti anoreksia, apatis, mudah lelah, lambat tumbuh, dan anemia.
3,7,8

Pemeriksaan Fisik
Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran berat dan
tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan kemungkinan
adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti artritis, ruam kulit,
gangguan kardiovaskular, paru dan sistem syaraf pusat.
3,7,8

Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan
filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi
air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan
kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relatif kurang terganggu, ion natrium dan air
diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium
juga berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolik.
3,7,8

Laboratorium
Bila ditemukan proteinuria tersendiri (isolated proteinuria), hematuria mikroskopik atau
hipertensi ringan pada anak yang tampak sehat, harus dilakukan evaluasi lebih lanjut. Hematuria
mikroskopik dan hipertensi ringan biasanya hanya bersifat sementara. Hematuria nyata tanpa
gejala lain biasanya berasal dari glomerulus dan bila telah diketahui adanya kelainan yang
bermakna, harus segera dilakukan pemeriksaan selanjutnya.
9,10,11

Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan
air). Pada pemeriksaan urine didapatkan jumlah urine berkurang dan berat jenis urine meninggi.
Hematuria makroskopik ditemukan pada 50% penderita, ditemukan juga adanya albumin,
eritrosit leukosit, silinder leokosit dan hialin.
9,10,11

Albumin serum sedikit menurun demikian juga komplemen serum (globulin beta-1C) serta
ureum dan kreatinin darah meningkat. Anemia sering dijumpai pada gagal ginjal akut atau gagal
ginjal kronik. Hematuria harus diukur pada semua anak. Sebanyak 90% anak dengan
glomerulonefritis akut menunjukkan peningkatan streptozim dan penurunan komplemen C3.
Kadar C3 biasanya normal kembali dalam waktu 4-8 minggu dan steptozim dalam waktu 4-
6bulan. Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita.
6

Biopsi ginjal diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus, sebelum biopsi
dilakukan pengukuran besar ginjal dan strukturnya untuk memastikan adanya dua buah ginjal
dan menyingkirkan kemungkinan tumor dan kelainan lain yang merupakan indikasi kontra biopsi
ginjal.
9

Penatalaksanaan
Pengobatan terpenting adalah suportif, hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan vasodilator
perifer (hidralasin, nifedipin). Diuretik diperlukan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi.
Sebagian pasien hanya memerlukan terapi anti hipertensi jangka pendek (beberapa hari sampai
beberapa minggu). Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative untuk menenangkan pasien
sehingga dapat cukup beristirahat. Pasien dengan gejala ensefelopati hipertensif memerlukan
terapi anti hipertensi yang agresif, diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara
intramuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian maka selanjutnya reserpin diberikan per
oral dengan dosis 0,03 mg/kgBB/hari. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum
harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis peritoneum atau
hemodialisis. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomeruloefritis akut tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (lasix) 1mg/kgBB/kali secara intra vena dalam 5-10 menit dapat
mengurangi efek buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus. Pemberian penicillin
pada fase akut akan mengurangi menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada.
Pemberian antibiotika ini dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pasien glomerulonefritis akut dengan
gagal ginjal akut memerlukan terapi yang tepat, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kortikosteroid dan imunosupresan tidak diberikan oleh karena tidak terbukti berguna untuk
pengobatan.
Pada Fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgBB/hari) dan rendah garam (1 g/hari).
Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah
normal. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oliguria maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
3,7,8,10

Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada penyakit ini adalah :
3,7,8,10

1. Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yang tidak
mendapat pengobatan secara tuntas.
2. Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang dapat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat
pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan dialysis peritoneum (bila perlu).
3. Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan
karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
4. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan oleh spasme
pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung
dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
5. Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritropoetik yang
menurun.
Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal
kembali. Fungsi ginja l(ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal
dalam waktu 3-4 minggu.
Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sedimen urine yang menetap (proteinuria dan
hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Gejala fisik
menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi normal pada minggu ke 2 dan
hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap selama 4-6 minggu. LED meninggi
terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa
bulan.
Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi
umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan urine
selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi
penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena
umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh
sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis
kronis.
3,10

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
1. Identitas Penderita
Nama : An. AZ
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 3 tahun 2 bulan
2. Identitas Orang Tua Penderita
AYAH : Nama Ayah : Tn. R
Pekerjaan : Tukang Ojek
Pendidikan : SMP
Alamat : Jl. Kelayan Gg. Gerilya Tata Benua
IBU Nama ibu : Ny. R
Pendidikan : SMP
Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Kelayan Gg. Gerilya Tata Benua
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan : Ibu kandung penderita
Tanggal/ Pukul : 28 Agustus 2008/ 14.30 Wita
1. Ke1uhan Utama : Bengkak seluruh tubuh
1. Riwayat Penyakit Sekarang :
Anak mengalami bengkak seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Bengkak
awalnya terjadi pada mata saja, timbul saat bangun tidur, dan menghilang saat siang hari. Lama
kelamaan bengkak menjadi menetap dan meluas hingga ke seluruh tubuh.
Sejak 7 hari sebelum masuk Rumah sakit, BAK anak berwarna merah kehitaman, tidak ada rasa
nyeri saat BAK, tidak ada kesulitan untuk BAK, tidak ada nyeri pinggang, nyeri perut dan tidak
ada riwayat terjatuh sebelumnya. Anak juga menjadi jarang BAK, hanya dua kali dalam sehari
dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.
Sejak 10 hari sebelum masuk Rumah Sakit anak menderita panas, panas tidak naik, panas turun
dengan obat penurun panas, siang dan malam sama, selama panas tidak ada kejang, mengigau
dan menggigil. Nafsu makan menurun dan minum kurang dari biasanya, buang air besar normal.
Tidak ada perdarahan gusi maupun mimisan. Anak juga ada menderita batuk dan pilek.
Tidak ada riwayat pemakaian obat tertentu, dan riwayat keluarga yang menderita sakit ginjal.
Sejak anak sering bermain di tanah, muncul luka-luka yang akhirnya menjadi koreng menetap
bila digaruk.
Anak kemudian dibawa ke poliklinik RSUD ULIN dan disarankan untuk dirawat inap.
1. Riwayat Penyakit Dahulu :
Anak belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat Antenatal :
Menurut penuturan ibu, dia rajin memeriksakan kandungannya ke bidan setiap bulan dan
mendapat imunisasi TT
Riwayat Natal :
Spontan/tidak spontan : spontan
Nilai APGAR : ibu tidak tahu
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
Lingkar kepala : Ibu lupa
Penolong : Bidan
Tempat : Rumah bidan
Riwayat Neonatal :
Anak lahir langsung menangis dan warna seluruh badan kemerahan.
1. Riwayat Perkembangan/Pertumbuhan :
Tiarap : 3 bulan
Merangkak : 5 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 1 tahun 2 bulan
Saat ini : sekarang anak bisa berlari dan lancar berbicara
1. Riwayat Imunisasi :
Nama
Dasar
(bulan)
Ulangan (umur
dalam bulan)
BCG 2 -
Polio 1 2 4 6 -
Hepatitis B 2 4 6 -
DPT 2 4 6 -
Campak 9 -
1. Riwayat Makanan :
Sejak lahir anak tidak menyusu ASI, anak diberi susu Lactogen I, frekuensi sesuka anak dan
banyaknya 100 cc. Sekarang anak makan dengan porsi piring dilengkapi dengan lauk dan
pauk.
1. Riwayat Penyakit Keluarga :
Penderita
Susunan keluarga :

No Nama Umur L/P Keterangan
1 Tn. R 30 tahun L Sehat
2 Ny. R 26 tahun P Sehat
3
An. R 3 tahun 2
bulan
P
Sakit
Riwayat penyakit keluarga= DM(-), HT(-), Asma (-)
1. Riwayat Sosial Lingkungan
Anak tinggal di rumah (rumah kayu) dengan ukuran 3,5 x 3,5 m, terdiri 1 kamar, dengan jendela
3 buah, dan ventilasi cukup. MCK di sungai, air minum menggunakan air ledeng yang dijual
menggunakan gerobak dorong dan dimasak sebelum dikonsumsi. Pembuangan sampah di sungai.
Jarak rumah dengan tetangga kurang lebih 2 meter. Orang tua penderita mengaku di lingkungan
sekitar rumah (tetangga dekat dan keluarga terdekat) tidak ada menderita sakit tenggorokan dan
gatal-gatal pada kulit.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak lemah
Kesadaran : Compos mentis, GCS : 4 5 6
Pengukuran Tanda vital :
Tekanan Darah : 140/100 mmHg (N = 100/60 mmHg)
Nadi : 118 x/menit, regular
Suhu : 36,6C
Respirasi : 30 x/menit
Berat badan : 25 kg (75,09 % menurut standar BB/U)
Panjang/tinggi badan : 117 cm (92,12 % menurut standar TB/U)
(90,04% menurut standar BB/TB)
Lingkar Kepala : 35 cm
Kulit : Warna : sawo matang
Sianosis : Tidak ada
Hemangiom : Tidak ada
Turgor : Cepat kembali
Kelembaban : Cukup
Pucat : Tidak ada
Lain-lain : -
Kepala : Bentuk : Mesosefali
UUB : datar
UUK : suda menutup
Rambut :Warna : Hitam
Tebal/tipis : Tipis
Distribusi : Merata
Alopesia : Tidak ada
Mata : Palpebra : edema (+), tidak cekung
Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Diameter : 3 mm / 3mm
Simetris : Isokor
Reflek cahaya : +/+
Kornea : Jernih
Telinga :Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada
Hidung : Bentuk : Simetris
Pernafasan Cuping Hidung : +
Epistaksis : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Mulut : Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa bibir basah, warna merah muda
Gusi : Tidak mudah berdarah
Gigi : Tidak tumbuh
Lidah : Bentuk : simetris
Pucat/tidak : Tidak pucat
Tremor/tidak : Tidak tremor
Kotor/tidak : Tidak kotor
Warna : Merah muda
Faring : Hiperemi : Tidak ada
Edem : Tidak ada
Membran/pseudomembran : Tidak ada
Tonsil : Warna : Merah muda
Pembesaran : Tidak ada
Abses/tidak : Tidak ada
Membran/pseudomembran : Tidak ada
Leher :
- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat
Tekanan : Tidak meningkat
- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada
- Kaku kuduk : Tidak ada
- Massa : Tidak ada
- Tortikolis : Tidak ada
Toraks :
Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : Simetris
Retraksi : - Lokasi : -
Dispnea : -
Pernafasan : Thorakal
Palpasi : Fremitus vokal : Simetris
Perkusi : Sonor kanan-kiri
Auskultasi:
Suara Napas Dasar : vesikuler
Suara Tambahan: Rhonki (-/-), Wheezing (-/-), stridor (-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat
Palpasi : Apeks : Tidak teraba, Lokasi : -
Thrill -/ - : Tidak ada
Perkusi : Batas kanan : ICS II-IV LPS Kanan
Batas kiri : ICS II- V LMK Kiri
Batas atas : ICS II LPS Kanan
Auskultasi :
Frekuensi : 88 x/menit, Irama : Reguler
Suara Dasar : S1 dan S2 Tunggal
Bising : Tidak ada, Derajat : -
Lokasi : -
Punctum max : -
Penyebaran : -
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : supel
Palpasi : Hati : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Massa : Tidak ada
Perkusi : Timpani/pekak : Timpani
Asites : -
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Lain-lain : -
Ekstremitas :
- Ekstremitas atas : Akral hangat, edem (+/+) dan tidak ada parese
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (+/+) dan tidak ada parese
- Neurologis :
Tanda
Lengan Tungkai
Kanan
Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas bebas bebas Bebas
Tonus Normal normal normal Normal
Trofi Eutrofi eutrofi eutrofi Eutrofi
Klonus (-) (-) (-) (-)
Refleks
Fisiologis
Normal normal normal Normal
Refleks
patologis
Hoffman (-)
Tromner (-)
Hoffman (-)
Tromner (-)
Babinsky (-),
Chaddok (-)
Babinsky (-),
Chaddok (-)
Sensibilitas Normal Normal Normal Normal
Tanda
meningeal
- -
Laseq (-), Kerniq
(-)
Laseq (-), Kerniq
(-)
Susunan Saraf : Dalam batas normal
Genitalia : Laki-laki, skrotum edema (+/+)
Anus : Ada dan tidak ada kelainan
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
SEDERHANA
Darah Lengkap (14 Agustus 2008)
Hb : 11,3 g%
Leukosit : 14.400 /mmk (N=5.000-10.000)
Eritrosit : 4,4 x 10
6
/L
Hitung Jenis Leukosit:
Neutrofil : 62 %
Limfosit : 68% (N=20-40%)
Hematokrit : 34 Vvol% (w=37-43)
Trombosit : 360.000/mmk (N=150.000-440.000)
RDW-CV : 12,3 %
MCV : 76,6 Fl
MCH : 25,7 pq
Kimia Darah :
Albumin : 3,5 g/dl
Total Protein : 6,6 g/dl
Globulin : 3 ,1 g/dl
Ureum : 22 mg/dl
Kreatinin : 0,9 mg/dl
Natrium : 141 mg/dl
Kalium : 3,6 mmol/l
Klorida : 113 mmol/l
RESUME
Nama : An. AZ
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 3 tahun 2 bulan
Berat badan : 25 Kg
Keluhan Utama : kencing berwarna merah
Uraian : 7 hari hematuria, nyeri (-), nyeri pinggang (-), nyeri perut (-), trauma (-).
Frekuensi miksi <<, 10 hari demam, remiten, batuk pilek (+), ma/mi (</<). Infeksi kulit (+).
Riwayat keluarga menderita sakit ginjal (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak lemah
Kesadaran : Composmentis, GCS : 4 5 6
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Denyut Nadi : 88 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,6C
Kulit : Kuning langsat, kelembaban cukup, turgor cepat kembali
Kepala : Mesosefali, UUB datar
Leher : Pembesaran KGB (-), tortikolis (-)
Mata : Anemis (-), Ikterik (-), palpebra edema (+)
Telinga : Simetris, sekret (-), serumen minimal
Hidung : Simetris, sekret (-), PCH (-)
Mulut : Mukosa bibir basah dan sianosis (-)
Toraks/Paru : Suara nafas vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-), stridor (-/-)
Jantung : S1 dan S2 Tunggal, Bising (-)
Abdomen : H/L/M tidak teraba, bising usus (+) normal, ascites (+)
Ekstremitas : Edem (+), parese (-), akral hangat.
Susunan saraf : Tidak ada kelainan
Genitalia : Laki-laki, edema skrotum (+)
Anus : Ada dan tidak ada kelainan
V. DIAGNOSA
Diagnosa banding : Glomerulonefritis Akut
- Sindrom Nefrotik
- SLE
Diagnosa Kerja : Suspek Glomerulonefritis Akut
Status Gizi :
WHO-NCHS
BB/U = -2,0 (normal)
TB/U = = -1,8 (normal)
BB/TB = = -2,1 (kurus)
CDC 2000
IBW = x 100%
= x 100%
= 75,6% (moderate malnutrition)
VI. PENATALAKSANAAN
Venflon
Inj Lasix 2 x 20 mg
Inj Ampisilin 3 x 500 mg
Captopril 3 x 12,5 mg
Tensi setiap 6 jam
Urin tampung
Bed rest
Diet rendah protein, rendah garam dan tinggi kalori
VII. PROGNOSIS :
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
VIII. USUL PEMERIKSAAN
- Cek Albumin, Protein total, kolesterol, asam urat, ureum, kreatinin, titer ASTO
- USG Abdomen
FOLLOW UP
Hari Perawatan
I II III IV V VI VII VIII IX X
Pemeriksaan
Subyektif
Panas - - - - - - - - - -
Sesak - - - - - - - - - -
Batuk + +< - - - - - - - -
BAB - - - + + - + + - -
BAK merah + + + + +< +< +< +< - -
Objektif
N RR T TD

92 34 36,5 130/90

84 40 36,8 130/100

84 40 36,8 130/100

78 36 36,5 110/80 \

80 34 36,3 110/90

100 40 37,5 110/80

84 30 37 110/70

80 30 36,5 110/70

80 36 36 110/60

82 28 36 90/50

Berat Badan (kg) 25 24,5 21 19 18 18 17 17 17 17

Lingkar Perut (cm) 51 49 47 45 44 43 43 42 42 42

Urin Tampung (l) 1,6 1,5 1 1,5 0,6 1 0,8 1 0,8 0,6

Pemeriksaan Fisik

Edem Palpebra + < - - - - - - - -

Ascites - - - - - - - - - -

Edema ekstremitas sup. + + < - - - - - - -
Edema ekstremitas inf. + + < - - - - - - -
Edema skrotum + < - - - - - - - -
Penatalaksanaan
Venflon + + + + + + + + + +
Captopril 3 x 12,5 mg + + + + + + - - - -
Lasix 2 x 20 mg + + + + - - - - - -
Inj Ampicillin 3 x 500 mg + + + + + + + + + +
Hasil Laboratorium
Jenis Pemeriksaan 15/08/2008 19/08/2008 25/08/2008
Hematologi Hb 11,3 g/dl 11,6 g/dl 12,8 g/dl
Leukosit 14.400/l 8900/ l 10.700/ l
Eritrosit 4,4 juta/ l 4,58 juta/ l 5,07 juta/ l
Hematokrit 34 vol% 35 vol% 40 vol%
Trombosit 360.000/ l 331.000/ l 488.000/ l
RDW-CV 12,8% 14,2% 14,8%
MCV 76,6 fl 77,3 fl 78,1 fl
MCH 25,7 pg 25,3 pg 25,2 pg
MCHC 33,5 % 32,8% 32,3%
HITUNG JENIS Neutrofil % 62,0 % 39,7% 33,0%
Limfosit % 31,1% 38,9% 49,5%
Basofil% - 0,9% 0,8%
Eosinofil% - 11,1% 5,8%
Monosit% - 9,4% 10,9%
KIMIA, FAAL
LEMAK, DAN
JANTUNG
Kolesterol Total 208 204 218
HATI Albumin 3,5 g /dl 3,6 g/dl 4,6 g/dl
Total Protein 6,6 g/dl 6,9 g/dl 7,7 g/dl
Globulin 3,1 g/dl 3,0 g/dl 2,0 g/dl
SGOT 26 U/L
SGPT 15 U/L
GINJAL Ureum 35 mg/dl 51 mg/dl
Kreatinin 1 mg/dl 1 mg/dl
Asam Urat 7,4 g/dl 3 g/dl
ELEKTROLIT Natrium 141 mmol/l
Kalium 3,6 mmol/l
Klorida 113 mmol/l
URINALISA Warna Kuning
Kemerahan
Kuning
Agak Keruh
BJ 1,015 1,020
pH 6,5 6,5
Keton - -
Protein/albumin +1 -
Glukosa - -
Bilirubin - -
Darah Samar +3 +3
Nitrit - -
Urobilinogen 0,2 0,2
Leukosit +1 -
Sedimen Urin Leukosit 5-10 1-2
Eritrosit 20-25 15-20
Silinder - -
Epitel +1 +1
Bakteri - -
Kristal - -
Titer ASTO 300 IU/ml
Hasil USG Abdomen tanggal 15 Agustus 2008 :
Liver : Besar normal, sudut tajam, tepi rata, intensitas echoparenkim homogen normal, sistem
bilier normal, tak tampak nodul.
Kelenjar Getah Bening normal
Lien dan ginjal normal
Ascites minimal
Kesimpulan : Ascites minimal
PEMBAHASAN
Sindrom dari glomerulonefritis akut adalah adanya kelainan pada glomerulus berupa proteinuria,
hematuria, edema, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri
atau secara bersama. Dari anamnesis penderita, didapatkan keluhan utama berupa kencing
berwarna merah, tanpa rasa nyeri, dan tidak ada riwayat trauma. Selain itu didapatkan pula
keluhan berupa edema yang berawal dari palpebrae dan menyebar hingga seluruh tubuh. Gejala
klinis ini mengarah kepada kelainan glomerulus. Hal ini dilengkapi pula dengan ditemukannya
hipertensi dan edema anasarka pada pemeriksaan fisik dan ditemukannya eritrosit 20-25 lpb pada
pemeriksaan sedimen urin serta proteinuria pada pemeriksaan laboratorium.
Adanya riwayat ISPA 10 hari dan riwayat sakit kulit sebelumnya mengarahkan kepada
glomerulonefritis akut pasca streptococcus (GNAPS). GNA didiagnosis banding dengan
Sindrom Nefrotik karena ditemukan gejala yang mirip yaitu adanya edem pada seluruh tubuh
dan proteinuria. Namun, karena tidak didapatkannya hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia
pada pemeriksaan laboratorium, maka hal ini menyingkirkan sindrom nefrotik sebagai diagnosis
kerja.
Untuk memastikan GNA sebagai diagnosis kerja perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan titer
antibodi terhadap antigen streptococcus (titer ASTO) dan pemeriksaan kadar komplemen C3.
Bila didapatkan peninggian titer ASTO dan menurunnya kadar komplemen C3, maka hal ini
akan menguatkan GNA sebagai diagnosis kerja. Pada penderita ini didapatkan peninggian titer
ASTO yaitu 300 IU/ml, dimana peningkatan titter ASTO > 250 IU/ml menandakan adanya
proses infeksi streptococcus yang bersifat akut.
8
Pemeriksaan komplemen C3 tidak dilakukan
mengingat mahalnya biaya pemeriksaan kadar komplemen C3 dan Rumah Sakit yang belum
mampu melakukan pemeriksaan tersebut. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium yang sudah mengarah ke diagnosis GNA, maka diagnosis GNA sebagai diagnosis
kerja sudah dapat dibenarkan.
Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan USG untuk melihat besar kedua ginjal dan strukturnya
untuk memastikan adanya dua buah ginjal dan menyingkirkan kemungkinan tumor dan kelainan
bentuk yang dapat menimbulkan hematuria dimana hal ini merupakan kontraindikasi untuk
dilakukannya biopsi. Menurut Behrmann (2000), biopsi perlu dilakukan pada kasus ini bila
didapatkan indikasi berupa hematuria yang berulang, hematuria yang menetap, tidak adanya
bukti infeksi streptococcus, penurunan fungsi ginjal, dan kadar komplemen C3 yang tetap rendah
selama tiga bulan berturut-turut. Pasien ini belum memerlukan tindakan biopsi ginjal mengingat
belum ada indikasi untuk dilakukannya biopsi ginjal.
Pada penderita ini didapatkan hematuria yang disertai leukositosis, neutrofilia, dan leukosit >5-
10 pada pemeriksaan sedimen urin mengindikasikan adanya keterlibatan infeksi bakteri. Oleh
karena itu, pada penatalaksanaannya diberikan antibiotika sistemik untuk mengatasi penyebaran
infeksi lebih lanjut. Anttibiotika yang diberikan pada pasien ini berupa Amipicillin yang
merupakan golongan penicillin dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari. Antibiotika ini diberikan
selama 10 hari.
Penatalaksanaan pada kasus ini bersifat suportif. Diuretika diberikan untuk mengatasi retensi
cairan dan hipertensi. Pada pasien ini diberikan injeksi lasik 2 x 20 mg yang diberikan atas
indikasi adanya edema.
Obat golongan ACE inhibitor diberikan karena selain dapat menurunkan tekanan darah juga
mempunyai efek tambahan yakni dapat mengatasi proteinuria. Captopril diberikan 3 x 12,5 mg
untuk mengatasi hipertensinya. Pada hipertensi yang ringan (<140/100 mmHg), istirahat dan
pembatasan pemasukan cairan akan dapat menurunkan tekanan darah dalam waku satu minggu.
12

Pasien dengan GNA memerlukan protein harian minimum yang normal. Pembatasan protein
akan memperlambat kebutuhan untuk dialisis dengan cara mencegah gejala-gejala uremia yang
disebabkan oleh sisa nitrogen. Menurut Ross (1997), protein yang dianjurkan berkisar 0,6 1,5
mg/kgBB/hari. Diet rendah garam (1-2 mg/hari) dilakukan untuk tidak membebani tubuh dengan
mengikat air lebih banyak. Adanya proteinuria pada pasien ini menunjukkan adanya suatu proses
katabolisme yang berlebihan sehingga tubuh memerlukan lebih banyak asupan karbohidrat untuk
mencegah tubuh menghabiskan persediaan lemak dan proteinnya. Asupan diet yang dianjurkan
adalah 5 kkal/kgBB/hari.
13

Kondisi pasien membaik setelah menjalani perawatan selama 10 hari. Hal ini dapat dilihat dari
tekanan darah yang normal, edema yang menghilang, dan BAK yang tidak berwarna merah lagi.
Pada hasil laboratorium, didapatkan penurunan jumlah leukosit yang menandakan proses infeksi
yang berlangsung telah berhasil diatasi dan tidak dijumpai proteinuria serta penurunan jumlah
eritrosit pada pemeriksaan sedimen urin.
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus glomerulonefritis akut pada seorang anak laki-laki berumur 3
tahun 2 bulan yang datang dengan keluhan utama kencing berwarna merah. Dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang mendukung diagnosis glomerulonefritis akut
pasca infeksi strepococcus. Dalam kasus ini penatalaksanaan bersifat kausatif. Pasien dirawat
selama 10 hari dan pulang dengan perbaikan kondisi klinis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Jakarta, 2000
1. Staf Pengajar IKA UI., Ilmu Kesehatan Anak. Buku 2, Jakarta, Fak Kedokteran UI., 1985
1. Behrmann, Robert Kliegman, Ann. M. Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 17.
EGC, Jakarta 2000
1. Nini Soemyarso dan kawan kawan, lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/ RSU
Dr.Soetomo, Surabaya.
1. S. Himawan, Klasifikasi Histopatologik Glomerulopati Primer dalam Cermin Dunia
Kedokteran Vol 8 no. 2, 1982
1. William W. Hay. Current Pediatric Diagnosis and Treatment 16
th
edition. McGraw-Hill
Education, Europe, 2002
1. Dimitros Papagnou. Glomerulonephritis Acute. Available at
www.emedicine.com/med/topic27.htm. Diakses tanggal 8 September 2008
1. Robert G. Scahcht. Acute post streptococcal glomerulonephritis. Available at
www.emedicine.com/med/topic19.htm. Diakses tanggal 8 September 2008
1. Nyoman Sunarka, Hematuria Pada Anak dalam Cermin Dunia Kedokteran Vol 8 no. 134,
2002
10. John W. Graef. Manual of Pediatric of Therapeutics. Lippincot-Raven Publisher, UK, 1997
11. Erica L. Liebelt. Hematuria in Textbook of Pediatric Emergency 4
th
edition. Williams
Lippin-Lippincot, Marland. 2000
12. Rachmat Kurniawan dan Syarifuddin Rauf. Hypertensive Encephalopaty and Acute Renal
Failure in Acute Post Streptococcal Glomerulonephritis Patient dalam J. Med. Nus Vol 27 no. 3,
2006
13. Suandi, IKG. Diet Pada Anak Sakit. EGC, Jakarta, 1998.

Anda mungkin juga menyukai