Anda di halaman 1dari 13

Sindrom Bayi Mati Mendadak, Etiologi dan

Epidemiologi
T O Rognum, Unversity of Oslo, Oslo, Norway
R W Byard, Forensic Science Centre, Adelaide, SA, Australia
2005, Elsevier Ltd. All Rights Reserved

Etiologi
Mengapa Beberapa Bayi Mati Mendadak dan Tidak Diharapkan Tanpa
Penjelasan?
Karena alasan dari Sindrom Bayi Mati Mendadak (SBMM) tidak dapat dijeaskan,
makan judul etiologi sendiri adalah sebuah kontradiksi. Namun, asosiasi kuat
antara tidur posisi terlungkup dan SBMM telah membawa kita pada pandangan
bahwa alasan SBMM mungkin sudah ditemukan.
Lebih lagi, dari sudut pandang epidemiologis, faktor resiko dari SBMM bisa
berupa faktor etiologis bahkan jika mekanisme fatal tidak diketahui. Kepahaman
asosiasi kasusal antara kolera dan polusi air minum dan limbah sudah diketahui
30 tahun sebelum Vibrio cholerae dideskripsikan sebagai patogen. Selanjutnya,
resiko SBMM seperti tidur posisi terlungkup, suhu terlalu panas, dan asap
rokok bisa dilihat sebagai factor etiologis. Bagaimanapun, ini penting untuk
diingat bahwa banyak sekali bayi yang tidur terlungkup dan terekspos factor
resiko lainnya berhasil bertahan.
Etiologi SBMM mungkin multifaktorial. Menurut hipotesis triple-risk kematian
bisa terjadi ketika bayi dalam fase pertumbuhan yang sangat riskan, mempunyai
predisposisi SBMM, dan terekspos sebuah pemicu.

Definisi Pertama SBMM
Cerita bayi mati mendadak sebagai sindrom ada sejak 1969 dimanan Beckwith
merumuskan definisi SBMM. Definisi original dideskripsikan sebagai kondisi
fatal yang tidak termasuk semua penyebab kematian yang diketahui; contohnya,
kematian mendadak bayi atau anak kecil yang tidak diharapkan baik dalam
riwayat penyakit, dan dimana pemeriksaan setelah kematian gagal menunjukkan
alasan yang cukup untuk kematian.
Definisi keranjang sampah ini diubah oleh Sylvia Limerick pada tahun 1973:
Saat teori - teori berkompetisi, kemudian para ahli meyimpulkan, dalam
kebingungan, pasti ada kesalahan di setiap hukum,, karena alasan alasan yang
tidak bisa dijelaskan, sampai masalah ini diselesaikan dalam pengecualian.

Distribusi Umur
Definisi pertama mengspesifikasikan kelompok umur bayi dan anak kecil.
Namun, Beckwith dan lainnya mengobservasi bahwa distribusi umur yang lebih
kecil dengan tingkat insidensi yang tinggi ada di antara bulan kedua dan
keempat (Gambar 1).
Setelah kampanye penurunan resiko diadakan sekitar tahun 1990 dan rasio
SBMM turun secara dramatis di Negara Negara industri, distribusi umur
menjadi lebih luas dan puncak umur yang tipikal bagi bayi kecil yang baru lahir
menjadi kurang signifikan (Gambar 1).
Epidemi SBMM dimulai tahun 1960 dan 1970 sebagai kebiasaan membiarkan
bayi tidur terlungkup. Ini dimulai karena adanya kepercayaan bahwa bayi tidak
akan teraspirasi dan bisa tumbuh lebih cepat jika tidur dengan posisi terlungkup.
Ada beberapa observasi bahwa korban SBMM ditemukan meninggal dalam
posisis terlungkup, tapi mungkin kampanye nasional pertama yang diadakan
untuk menghindari bayi tidur posisi terlungkup adalah di Belanda tahun 1987
oleh de Jonge. Efek kampanye ini sangat dramatis di negara industri (Gambar 2),
menghasilkan penurunan ratio SBMM sampai 80%.

Perkembangan Historis
SBMM dideskripsikan dalam Perjanjian Lama ( 1 Raja Raja 3 : 19: pada waktu
malam anak perempuan ini mati, karena ia menidurinya). Kepercayaan bayi
meninggal karena orang tuanya menidurinya bertahan selama ribuan tahun.
Beberapa perkembangan teori dari penyebab SBMM adalah:
- pada zaman dahulu: orang tua meniduri bayinya
- 1830: status thymolymphaticus: korban yang mati mempunyai kelenjar
timus yang membesar yang menekan trakea mereka, menimbulkan
sufokasi
- 1950: inflamasi virus pada saluran pernafasan
- 1954: hipogammaglobulinemia
- 1960: alergi susu sapi
- 1967: hipoparatiroid
- 1969: definisi internasional pertama SBMM
- 1971: WHO International Classification of Disease (ICD) menstatistikan
kematian SBMM
- 1972: model triple risk: fase perkembangan yang riskan + predisposisi
- even pemicu
- 1972 -1982: apnea berulang diterima secara umum sebagai mekanisme
mati SBMM
- 1976: hypoxemia kronik/ episode hipoksik berulang menyebabkan
kematian
- 1985: posisi tidur terlungkup dan factor resiko lainnya seperti kepanasan
dan asap rokok
- 1990: penurunan rasio SBMM di banyak negara berkembang,
mekasnisme fatal masih belum terpecahkan
- 1995: meningkatkan kesadaran akan perlukaan sebagai salah satu alasan
SBMM
- 2003: frase :factor resiko genetic diperkenalkan. Ibu menjadi
bertanggung jawab atas kematian bayinya.


Perkembangan Terbaru dalam Riset Epidemiologis
Faktor Resiko Tidur Terlungkup, Asap Rokok, Kepanasan, Tidur
bersebelahan
Banyak negara Barat mengalami epidemi SBMM selama tahun 1970 dan 1980. Di
Norwegia, rasio SBMM memuncak tahun 1989 dengan 2,4 kematian per 1000
lahir hidup (Gambar 2).

Tidur Posisi Terlungkup
Setelah kampanye tidur terlentang pertama (Gambar 3) tahun 1989 1990,
rasio SBMM di Norwegia berkurang setengahnya dalam 1 tahun, dan sejak 1993
menjadi kurang dari 0,5 kematian per 1000 lahir hidup (Gambar 2). Banyak
penulis menunjukkan bahwa penurunan rasio SBMM parallel dengan penurunan
jumlah bayi tidur terlungkup. Ketika bayi tidur terlungkup, rasio kematian akibat
SBMM nya menjadi 13,9 dibandingkan dengan tidur dengan posisi terlentang.
Tabel 1. Posisi tidur dan resiko SBMM (Nordic Council 1997)
Posisi tidur SBMM (%) Controls (%) Odds ratio
Terlungkup 54 20 13.9
Menyamping 33 36 3.5
Terlentang 13 44 1.0


Wajah Menghadap Bawah
Situasi paling berbahaya adalah tidur terlungkup dengan wajah menghadap
matras daripada posisi terlentang dengan kepala diatas: Odds Rationya menjadi
58.9 (95% confidence interval 25-138) (Tabel 2).

Tabel 2. Posisi wajah saat ditemukan (Nordic Council 1997)
Posisi bayi SBMM (%) Controls (%) Odds ratio
Menghadap matras 38 14 58.9
Menyamping 54 77 1.7
Menghadap atas 8 22 1.0

Wajah Terselubungi
Jika wajah terselubungi saat bayi ditemukan meninggal, Odds Rationya menjadi
6.8, seperti jika bayi terjerat seprai, Odds Rationya adalah 2.9 (Tabel 3).
Tabel 3, Muka terselubungi / terjerat saat ditemukan (Nordic Council
1997)
Posisi bayi SBMM (%) Controls (%) Odds ratio
Wajah terselubungi 29 5 6.8
Terjerat pakaian 4.6 2 2.9

Orang Tua Merokok
Ibu yang merokok bervariasi di negara Skandinavia: 24% kontol adalah perokok
di Swedia, dibandingkan dengan 35 36% di Norwegia dan Denmark. Di
Norwegia, 72% dari SBMM, ibunya merokok (Tabel 4).
Tabel 4. Ibu merokok (Nordic Council 1997)
Nordic Country SBMM (%) Controls (%)
Denmark 60 36
Norwegia 72 35
Swedia 56 24

Menurut hitungan jumlah rokok per hari, resiko SBMM bertambah menjadi Odds
Ratio 12,7 jika ibu merokok lebih dari 20 batang per hari (Tabel 5). Respon
terhadap ayah yang merokok kurang signifikan.
Tabel 5. Kebiasaan orang tua merokok (Nordic Council 1997)
Jumlah rokok per hari Odds ratio ibu Odds ratio ayah
0 1 1
1 9 2.4 0.65
10 19 5.3 2.2
20+ 12.7 2.1

Tanda Infeksi Sebelum Kematian dan Sinergi Faktor Resiko
Gejala infeksi sebelum kematian muncul di setengah korban SBMM,
dibandingkan dengan 25% normal kontrol hidup. Gejala infeksi, lingkungan yang
merokok, dan wajah yang terselbungi adalah factor reiko, yang bersama dengan
tidur posisi terlungkup, mempunyai lebih dari efek tambahan terhadap resiko
SBMM (Tabel 6).
Tabel 6. Faktor kombinasi (Nordic Council 1997)
Faktor Odds Ratio
Gejala infeksi + terlungkup 29
Muka terselubungi + terlungkup 17
Lingkungan merokok + terlungkup 8.1

Menyusui
Menyusui sudah diakui protektif. Odds ratio untuk tidak menyusui adalah 1.7,
2.7 jika disesuaikan dengan umur, dalam penelitian Nordic. Namun, ini tidak
didukung dengan data dari UK.
Tidur berdampingan (Cosleeping)
Seorang dewasa berbagi tempat tidur dengan bayi meningkatkan resiko SBMM
dengan Odds Ratio 1.7 (Tabel 7).


Tabel 7. Berbagi tempat tidur (Nordic Council 1997)
Umur bayi yang berbagi
tempat tidur
SBMM (%) Controls (%) Odds ratio
21 13 1.7
1 12 minggu 2.6
13 minggu + 0.7









Resiko dari berbagi tempat tidur ini tergantung usia; ini bertambah menjadi
Odds Ratio 2.6 antara usia 1 sampai 12 minggu, dimana resiko tidak bertambah
pada bayi diatas 12 minggu (Tabel 7). Beberapa kematian bisa karena asfiksia
kecelekaan dan bukan SBMM, memisahkan jumlah dan kategori kematian
tersebut tidak mudah.
Berbagi tempat tidur menjadi bertambah popular di negara negara barat: di
Norwegia tenggara 25% dari semua bayi tidur dengan orang tuanya (Gambar 4)
dan 42% dari semua SBMM terjadi ketika bayi ada di tempat tidur yang sama
dengan orang tuanya. Sangat mudah untuk membayangkan situasi berbahaya
yang mungkin terjadi jika bayi tertekan diantara punggung orang dewasa dan
sofa (gambar 5), terutama jika orang dewasa tersebut keracunan atau kecapaian
dan kurang bisa bereaksi dan merespon bayi. Sangat berbahaya untuk berbagi
tempat tidur dengan ibu yang merokok daripada ibu yang tidak merokok, dan
bayi yang lebih muda lebih riskan saat berbagi tempat tidur.

Rasio SBMM yang Bervariasi Menurut Letak Geografis
Penanganan Diagnostik yang Berbeda?
SBMM mempunyai kode ICD sendiri di tahun 1971, memfasilitasi perbandingan
rasio SBMM diantara negara negara berbeda (Figure 6).
Namun, sangat tidak mungkin bahwa variasi besar dalam rasio SBMM di seluruh
dunia ini akurat, dan sangat mungkin bahwa variasi ini dipengaruhi oleh budaya
dan kebiasaan diagnostik yang berbeda; contonya, gambar dari Jepang,
dipresentasikan di konferensi ESPID (European Society for the Study and
Prevention of Infant Death) di Yerusalem bulan Juni 1999, menunjukkan bahwa
kenaikan rasio SBMM di Jepang parallel dengan penurunan kematian bayi
karena sufokasi. Penemuan ini mengindikasikan adanya perubahan diagnostik.

Namun, perubahan yang berarti diantara negara negara mungkin terjadi. Di
negara negara Nordic, rasio SBMM sangat berbeda antara tahun 1970 dan
1980; Norwegia dan Denmark mempunyai rasio yang lebih tinggi daripada
Finlandia dan Swedia. Perbedaan ini terbukti benar dalam studi multinasional
melibatkan 10 patologis dari pusat pusat berbeda.

SBMM Proposi Kecil cari Semua Kematian Bayi Mendadak
Diantara tahun 1984 dan 1989, kasus SBMM berkonstitusi 80% dari semua
kematian bayi dan anak kecil yang mendadak dan tidak diharapkan di Norwegia
tenggara. Pada periode setelah tahun 1990, proposi SBMM menurun sampai
56% (Gambar 7).

Kasus lain yang berada Di Area Abu Abu
Setelah kampanye tidur terlentang, kasus penelantaran dan kekerasan anak
anak menjadi lebih sering. Namun, ini lebih sering terjadi karena adanya
kenaikan relativ jumlah penurunan kasus SBMM. Kasus abu abu antara
SBMM dan kematian yang bisa dijelaskan menjadi semakin nyata, fakta yang
menjadi tantangan bagi patologis forensic, juga menggaris bawahkan kebutuhan
untuk berkooperasi dengan ahli lainnya (Gambar 8). Eksklusi dari alasan
kematian yang bisa dijelaskan membutuhkan keahlian dari tidak hanya bagian
forensik, tapi juga bagian patologi anak, neuropatologi, radiologi, pediatric,
microbiolig, dan toksikologi.

Riset SBMM
Mekanisme Letal yang Memungkinkan dalam SBMM
Akurasi diagnostik sangat penting dalam riset SBMM. Sejarah riset SBMM sering
sekali menuju kegagalan; karena kurangnya kontrol yang baik, diagnosis yang
salah juga sering menjadi halangan utama.
Tahun 1972 Steinschneider mendeskripsikan 5 bayi yang mempunyai periode
apnea berkepanjangan selama tidur. Dua dari bayi ini meninggal tiba tiba dan
tidak diharapkan beberapa hari setelah keluar dari rumah sakit. Ini merupakan
permulaan era yang dikarakterisasikan dengan banyaknya proyek riset yang
mempelajari pernafasan irregular dan SBMM. Tak lama setelah itu,
dilaporkanlah 2 kematian oleh Steichneider yang diduga karena pembunuhan.
Tragedi ini melatarbelakangi skala besar penjualan monitor apnea di rumah.
Bagaimanapun, di samping kegagalan monitor apnea untuk mencegah atau
memprediksi kematian bayi, pernafasan irregular menyebabkan hipoksemua
yang menjadi factor penting dalam beberapa SBMM. Naeye mendeskripsikan 7
tissue marker untuk hipoksia dalam SBMM, termasuk brainstem astrogliosis.
Beberapa penulis mengkonfirmasi astrogliosis, walaupun beberapa tidak
berhasil menemukannya. Masalah penemuan konrol juga mungkin menjelaskan
kesenjangan faktanya; contohnya, karena infeksi bisa menginduksi astrogliosis,
bayi yang sekarat karena infeksi tidak bisa menjadi kontrol yang baik.

Hipoksia
Episode hipoksia harus bisa bertahan selama beberapa hari sebelum astrogliosis
bisa terlihat. Oleh karena itu dibutuhkan marker hipoksia yang bisa diukur
dalam asosiasi yang lebih dekat dengan periode fatal. Dalam 1988, tingginya
level hypoxanthine dalam vitreous humor korban SBMM dilaporkan (Gambar 9).
Hypoxanthine adalah produk pecahan dari katabolisme ATP dan terakumulasi di
jaringan tubuh dan cairan tubuh dalam keadaan hipoksik. Ini menunjukkan
bahwa bayi SBMM dan bayi yang mati karena indeksi mempunyai distribusi
hypoxanthine yang mirip dalam vitreous humor, dimana bayi dan anak yang
mati karena kecelakaan mempunyai level yang rendah. Hipoksia kronik karena
malformasi jantung atau penyakit paru (Respiratory Distress Syndrome (RDS))
menujuk pada kondisi segera (Gambar 9). Karena eksperimen biantang
menunjunkkan episode hipoksia berulang menginduksi level hypoxanthine yang
lebih tinggi di vitreous humor daripada hipoksia kronik, ini kemungkinan situasi
SBMM. Terlebih lagi, ditemukan proposi bayi dengan gejala yang berpotensi
mengancam jiwa mempunyai sekresi hypoxanthine yang lebih tinggi di ruin
setelah kejadian tersebut daripada kontrol.
Penelitian Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dalam likuor
serebrospinal, vitreous humor, dan serum bayi SBMM menunjukkan adanya
SBMM yang didahului hipoksia berkepanjangan. VEGF adalah faktor penting
untuk neovaskularisasi dan distimulasi hipoksia dan di downregulasi oleh
tingginya kadar oksigen. Terlebih lagi, kadar yang tinggi mengindikasikan
hipoksia dalam likuor serebrospinal; arinta VEGF 3.6 kali lipat lebih tinggi di
kelompok SBMM daripada dalam kelompok kontrol. Penelitian mengenai
hypoxanthine dan VEGF menghasuskan adanya riset lebih lanjut untuk
mengidentifikasi faktor pemicu yang mungkin menginduksi hipoksia dan
rangkaian event yang berakibat SBMM. Pengetahuan tentang faktor pemicu
tersebut menjadi kunci untuk prevensi.

Anda mungkin juga menyukai