Anda di halaman 1dari 50

1

LAPORAN
PENELITIAN


PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN KOHONEN UNTUK
CLUSTER ANALYSI S GAYA BELAJAR MAHASISWA


Disusun Oleh:
Wiji Lestari, S.Si, M.Kom





PROGRAM STUDI: SISTEM INFORMASI
SEKOLAH TINGGI MANAGEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
(STMIK) DUTA BANGSA SURAKARTA
2014



2

ABSTRAK

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN KOHONEN UNTUK
CLUSTER ANALYSIS GAYA BELAJAR MAHASISWA

Gaya belajar merupakan sifat unik seseorang dalam memproses informasi.
Gaya belajar berperan penting dalam pembelajaran. Pada penelitian ini akan
dihasilkan penerapan jaringan syaraf tiruan Kohonen untuk cluster analysis gaya
belajar mahasiswa. Data masukan gaya belajar berasal dari Memletic Learning Styles
Inventory dengan subjek penelitian mahasiswa program studi Sistem Informasi
STMIK Duta Bangsa Surakarta.
Cluster analysis adalah suatu metode untuk mengelompokkan sejumlah data
menjadi beberapa cluster. Data-data yang mempunyai kedekatan akan
dikelompokkan dalam satu cluster. Jaringan syaraf tiruan Kohonen merupakan
algorima pada jaringan syaraf tiruan dengan pembelajaran tidak terawasi. Algoritma
SOM dapat digunakan untuk analisis pada clustering.
Pada penelitian ini bertujuan menghasilkan sistem clustering untuk pemetaan
gaya belajar mahasiswa. Data input digunakan sekelompok mahasiswa yang akan
dikelompokkan dengan cluatering. Proses clustering menggunakan Jaringan sysraf
tiruan Kohonen dengan parameter-parameter clustering tertentu. clustering
kecerdasan majemuk digunakan jumlah cluster 7, epochs 500 dan parameter
Kohonen 0,01. Dari hasil clustering dapat dipetakan gaya belajar dari sekelompok
mahasiswa.

Kata kunci : gaya belajar; cluster analysis; jaringan syaraf turuan Kohonen






3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuhan menciptakan manusia dengan keberagamannya, tidak ada dua manusia
yang sama. Begitupun dengan mahasiswa, dalam belajar mempunyai cara belajar
dengan karakteristik masing-masing. Mahasiswa dalam belajar memiliki berbagai
macam cara, ada yang belajar dengan cara mendengarkan, ada yang belajar dengan
membaca, serta belajar dengan cara menemukan. Cara belajar tersebut akan menjadi
sebuah kebiasaan belajar dan kemudian membentuk sebuah gaya yang biasa disebut
gaya belajar atau learning style. Gaya belajar secara khusus akan melekat pada
setiap individu. Gaya belajar dipengaruhi oleh pengalaman, jenis kelamin, etnis
(Philbin, dkk., 1995). Menurut Hood (dalam Tri Wulandari, 2009) setiap orang
memiliki gaya belajar yang berbeda, khususnya dalam menerima dan mengelola
informasi. Perbedaan tersebut membuat setiap orang berperilaku berbeda yaitu sesuai
dengan apa yang diminatinya. Mahasiswa yang mengenali gaya belajarnya sendiri
akan dapat membantu dalam memahami materi yang diberikan dosen sehingga
dengan mudah memproses materi (Wulandari, 2009). Jika mudah dalam memproses
materi dan mudah mengingat maka mudah dalam mengerjakan ujian/evaluasi
sehingga prestasi belajar meningkat.
Keberadaan dan manfaat gaya belajar telah lama dikenalkan, namun masih
menjadi perdebatan sampai sekarang. Teori tentang gaya belajar masih terus
bermunculan. Ada berbagai macam gaya belajar mahasiswa, antara ahli pendidikan
yang satu dengan lainnya mempunyai perbedaan dalam mengelompokkan gaya
belajar. Ada berbagai versi dalam pengelompokkan gaya belajar mahasiswa.
Kolb(1985) membagi gaya belajar ke dalam gaya diverger, gaya assimilator, gaya
converger, dan gaya accomodator. Menurut Canfield (1998) gaya belajar individu
dibedakan dalam beberapa jenis yaitu social, independent, applied dan conceptual.
Gardner (dalam Denig, 2004) membagi gaya belajar ke dalam gaya belajar visual
learners, kinesthetics learners, intrapersonal learners, verbal/linguistic learners,


4

musical/rhythmic learners, logical/mathematical learners dan naturalistic learners.
Pembagian gaya belajar yang umum adalah auditory, visual, dan kinesthetiks.
Pembelajaran yang dilaksanakan saat ini kebanyakan belum memperhatikan
gaya belajar mahasiswa. Mahasiswa dalam suatu kelas dianggap sama dalam
memahami materi pembelajaran. Sehingga tidak jarang ditemui mahasiswa kurang
antusias dalam mengikuti pembelajaran. Kunci menuju sukses pembelajaran adalah
menemukan keunikan gaya belajar mahasiswa. Siapa pun dapat belajar apa saja, jika
diberi kesempatan untuk melakukannya dengan gaya unik mereka, dengan kekuatan
pribadi mereka. Dengan memahami gaya belajar mahasiswa maka dosen atau
pengajar dapat memilih dan merancang model pembelajaran yang sesuai.
Pembelajaran konstrukstivistik (Lawson, 1980) bisa mewadahi keberagaman
siswa. Dalam lingkungan pembelajaran tersebut, masing-masing mahasiswa
memperoleh ruang gerak yang luas untuk memecahkan masalah materi pembelajaran
sesuai dengan gaya belajar mereka. Hal ini diperkuat lagi oleh kenyataan, bahwa
dalam pembelajarannya para dosen atau pengajar cenderung melaksanakan gaya
pengajaran tradisional yang behavioristik. Pembelajaran yang mengabaikan keunikan
gaya belajar mahasiswa yang tampaknya masih merupakan gaya utama pengajaran di
kelas-kelas kita, memberikan lingkungan yang tidak sejahtera bagi sebagian besar
mahasiswa yang cenderung bergaya divergen (Hudson, 1996), bahkan tabrakan gaya
kognitif tersebut sangat potensial mengakibatkan mahasiswa frustasi dalam belajar.
Identifikasi kecenderungan gaya belajar mahasiswa biasanya dilakukan dengan
pengisian kuisioner kemudian datanya diolah dengan manual maupun komputasi.
Identifikasi dan pengelompokkan tersebut berdasarkan indikator-indikator gaya
belajar. Beberapa website yang dapat memuat indikator indikator gaya belajar
diantaranya dapat dilihat di http://lookingahead.heinle.com disini terdapat 30
pertanyaan indikator gaya belajar dengan 5 opsi pilihan. Di situs http://www.vark-
learn.com terdapat 14 pertanyaan indikator gaya belajar dengan 4 opsi.
Soloman,dkk (2008) membuat kuisioner indikator gaya belajar yang disebut Index of
Learning Styles of Questionnaire yang berisi 44 pertanyaan dengan 2 opsi pilihan.
Sementara pada Learning Style Inventory di
http://www.personal.psu.edu/bxb11/LSI/LSI.htm terdapat 24 pertanyaan indikator
dengan 3 opsi. Memletics Learning Styles Inventory (www.memletics.com) berisi 70


5

pertanyaan dengan 3 opsi bernilai 0, 1, dan 2. C.I.T.E Learning Styles Inventory
berisi 45 pertanyaan dengan 4 opsi. Barsch Learning Style Inventory terdiri 24
pertanyaan dengan 3 opsi(often, sometimes, seldom). Sedangkan dalam Learning
Styles Modality Preference Inventory (Middlesex Community-Technical College)
memuat 30 pertanyaan dengan 3 opsi(often, sometimes, never/seldom). Howard
Gardners Seven Intelligences Questionnaire di
http://www.standards.dfes.gov.uk/sie/documents, memuat 28 kuis dengan skor dari 0
samapi 5. Sedangkan menurut Muir(2001) ada beberapa web site yang baik untuk
identifikasi gaya belajar, diantaranya : http://www.uncwil.edu/sasp/online-
tutor/learnst.html (tactile/kinesthetic, visual, auditory), http://www.edu.psc-
cfp.gc.ca/tdc/continu/english/invento.htm (Entusiastic, imaginative, practical or
logical), http://diogenes.baylor.edu/Library/LIRT/inventory.html (visual, auditory,
tactile), http://alaike.lcc.hawaii.edu/Irc/Istest.html (visual, auditory, kinesthetic),
http://www.active-learning-site.com/inventory1.html Vart Inventory (visual, aural,
read, kinesthetic).
Pemetaan gaya belajar mahasiswa ke dalam kelompok-kelompok yang
mempunyai kesamaan atau kedekatan dalam gaya belajar mereka sangat diperlukan.
Hal ini dikarenakan banyaknya acuan dan indikator identifikasi gaya belajar
mahasiswa. Dengan memahami pemetaan gaya belajar dalam suatu kelas akan
membantu dosen pada pemilihan model pembelajaran. Adanya pemetaan juga akan
memudahkan pembuatan kelompok belajar mahasiswa dan pemilihan tutor teman
sebaya di kelas.
Identifikasi dan pengelompokkan gaya belajar mahasiswa diperlukan suatu cara
clustering, yang disebut cluster analysis. Cluster analysis ini bertujuan untuk
mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik diantara objek-objek
tersebut. Dari analisis cluster kita dapat mengetahui kelompok-kelompok yang
terbentuk dengan ciri khas dari tiap kelompok. Banyak objek yang dapat
dikelompokkkan dengan analisis cluster, diantaranya adalah produk (barang dan
jasa), benda, manusia (responden, konsumen) (Supranto, 2004). Pada pemetaan gaya
belajar siswa , analisis cluster digunakan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan
kedekatan indikator-indikator gaya belajarnya. Dengan adanya clustering gaya
belajar dalam suatu kelas akan diketahui keberagaman gaya belajar siswa.


6

Keberagaman gaya belajar tersebut dilihat dari banyaknya cluster. Sehingga gaya
belajar siswa di suatu kelas tersebut dapat kelihatan homogen ataupun heterogen.
Dengan clustering juga dapat ditentukan kedekatan dalam hal gaya belajar antara
siswa yang satu dengan yang lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diajukan
dalam penelitian ini adalah:
1. Adanya kesulitan dalam memetakan keberagaman gaya belajar mahasiswa
2. Masih kurangnya aplikasi cluster analysis dengan jaringan syaraf tiruan
untuk memetakan gaya belajar mahasiswa.

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini
bertujuan menghasilkan suatu clustering analisis untuk pemetaan gaya belajar
mahasiswa dengan jaringan syaraf tiruan.
1.4 Manfaat

1. Manfaat bagi pengguna adalah adanya pemetaan mahasiswa dalam cluster-
cluster sesuai dengan gaya belajar mahasiswa, sehingga dalam pembelajaran
dosen dapat memilih model pembelajaran untuk mahasiswanya dan mahasiswa
juga bisa belajar dengan maksimal.
2. Manfaat bagi IPTEk adalah adanya aplikasi jaringan syaraf tiruan atau artificial
neural network pada cluster analisis pemetaan gaya belajar mahasiswa.



5

3 BAB II
4 TINJAUAN PUSTAKA


1.1 Penelitian-penelitian yang Terkait
Cluster analysis dapat menggunakan jaringan syaraf tiruan. Jaringan syaraf
tiruan sendiri telah banyak diaplikasikan dalam bidang komputer, teknik, ilmu
murni, perdagangan, financial dan lain-lain. Diantaranya adalah pengklasifikasian
jenis tanah (Nafisah, Puspitodjati, & Wulandari, 2008), dalam penelitiannya
digunakan metode jaringan syaraf tiruan Backpropagation untuk mengenali pola
dalam pengklasifikasian jenis tanah ke dalam jenis gravel, sand, slit/sloam, clay,
heavy clay, atau peat, dengan perangkat lunak (software) Weka 3.5.7. Contoh
aplikasi yang lain adalah pemodelan multivariat deret waktu sumber daya air
(Ferianto & Iwan, 2003), prakiraan harga minyak sawit (Salya, 2006), prakiraan
keuntungan saham (Zhang & Schniederjans, 2004) dan prakiraan kebutuhan energi
(McMenamin & Monoforte, 1998).
Cluster analisis dapat menggunakan jaringan syaraf tiruan Kohonen atau Self
Organizing Maps (SOM). Jaringan syaraf tiruan Kohonen atau SOM telah banyak
dimanfaatkan untuk pengenalan pola baik berupa citra, suara, dan lain-lain. Jaringan
SOM sering pula digunakan untuk ekstraksi ciri (feature) pada proses awal
pengenalan pola. Ia mampu mereduksi dimensi input pola ke jumlah yang lebih
sedikit sehingga pemrosesan komputer menjadi lebih hemat. Da Silva, dkk (2009)
melakukan clustering learning objects (Bertambahnya ketersedian sumber
pembelajaran digital di internet) dengan Self Organizing Maps (SOM). Jaringan
syaraf tiruan Kohonen SOM juga digunakan untuk memetakan uncover automobile
bodily injury claims Fraud (Brockett, dkk, 1998). Mahonen (1995) menggunakan
jaringan Kohonen untuk mengklasifikasikan bintang dan galaksi. Gopalakrishan,
dkk (2008) menggunakan jaringan Kohonen Self Organizing Maps untuk analisis
cluster dan visualisasi dengan sampel bahan-bahan kimia. Budi,dkk (2008)
menggunakan jaringan syaraf tiruan SOM untuk cluster analisis dalam pemetaan


6

talenta pemain basket. Sementara Jaringan Kohonen juga dipakai untuk clustering
data pencemaran udara sektor industri di Jawa tengah (Warsito, dkk, 2008) .
1.2 Gaya Belajar
Gaya belajar menunjuk pada keadaan psikologi yang menentukan bagaimana
seseorang menerima informasi, berinteraksi, serta merespon pada lingkungan
belajarnya. Gaya belajar memiliki beberapa variabel antara lain faktor persepsi dan
pemrosesan informasi, faktor motivasi, dan faktor psikologi (Pranata, 2002). Setiap
individu mempunyai karakteristik unik dalam belajar. Dunn & Dunn (1991)
menggambarkan keunikan tersebut sebagaimana tanda tangan masing-masing orang.
Dalam konteks tersebut tak ada suatu gaya belajar yang lebih baik atau lebih buruk
daripada gaya belajar yang lain (Dunn, dkk, 1989). Kunci menuju sukses
pembelajaran adalah menemukan keunikan gaya belajar pembelajar. Barbara
Prashing (1998) menegaskan, siapa pun dapat belajar apa saja, jika diberi
kesempatan untuk melakukannya dengan gaya unik mereka, dengan kekuatan pribadi
mereka. Menurut Deporter dan Hernacki (dalam Tri Wulandari, 2009) gaya belajar
merupakan suatu kombinasi dari bagaimana individu menyerap lalu mengatur dan
mengelola informasi. Litzinger dan Osif (dalam Tri Wulandari, 2009)
mendiskripsikan gaya belajar sebagai suatu perbedaan cara yang digunakan oleh
anak-anak dan orang dewasa dalam berfikir dan belajar yang merupakan suatu
perilaku yang diminati dan konsisten. Menurut Philbin (dalam Prastiti, 2008) gaya
belajar adalah cara belajar yang melekat pada diri individu/siswa yang dipengaruhi
oleh pengalaman, jenis kelamin, dan ras.
Gregore (dalam Butler, 1986) membedakan gaya individu dalam memproses
pemahaman informasi ke dalam gaya konkrit dan gaya abstrak yang acak dan
teratur. Seseorang yang memiliki gaya konkrit teratur cenderung lebih menyukai
pengalaman langsung yang diberikan menurut susunan yang logis. Mereka yang
memiliki gaya ini paling cocok belajar dengan menggunakan buku kerja, instruksi
terprogram, demonstrasi, serta kerja studio yang tersusun rapi. Sementara itu, mereka
yang memiliki gaya konkrit acak cenderung menggunakan pendekatan trial and
error untuk mengambil keputusan yang cepat dari pengalaman yang dihadapi.
Pemilik gaya ini lebih cocok belajar dengan menggunakan game, stimulasi, projek


7

belajar mandiri, serta projek belajar keterampilan proses. Mereka yang memiliki
gaya abstrak teratur cenderung memahami pesan symbol maupun verbal secara
mendalam, khususnya jika pesan-pesan tersebut disusun secara logis. Pemilik gaya
ini lebih cocok belajar dengan membaca dan mendengarkan. Di pihak lain, mereka
yang memiliki gaya abstrak acak cenderung memahami pesan dengan merespon
gaya bicara dan tekanan suara pembicara yang menyampaikan pesan. Pemilik gaya
ini lebih cocok untuk belajar dalam latar interaktif seperti diskusi kelompok dan
tanya jawab, serta pembelajaran yang memanfaatkan media audio-visual seperti film
dan tv.
Pask (1972) memilah gaya belajar menurut langkah-langkah belajar kedalam
gaya serialis dan gaya holis. Seseorang yang memiliki gaya serialis memilih belajar
dengan berproses dalam langkah-langkah kecil yang logis, berusaha untuk
mendapatkan kejelasan pada setiap bagian sebelum melangkah lanjut, serta mengejar
jalur linear dalam tugas pembelajaran serta menghindari setiap penyimpangan.
Mereka yang memiliki gaya holis melangkah secara lebih jauh, mengambil bagian-
bagian pesan yang tidak terkait secara logis, serta mempelajari hal-hal di luar urutan
linear. Seorang holis memilih untuk belajar dalam cara-cara yang berbeda, dan
mendekati ide-ide dari sudut pandang yang berbeda pula.
Perbedaan gaya belajar lainnya bertolak dari gaya berpikir konvergen dan gaya
berpikir divergen (Guilford,dalam Pranata, 2002). Gaya konvergen utamanya
berfokus pada pengambilan pesan dan menghasilkan atau mengkonversi suatu
jawaban tunggal yang tepat atas sesuatu masalah. Sebaliknya, gaya divergen tidak
berfokus pada suatu jawaban yang tepat--penekanannya pada kemampuan untuk
menghasilkan jawaban-jawaban yang jangkauannya luas. Jika masalah-masalah yang
membutuhkan pemikiran konvergen bersifat tertutup, masalah-masalah yang
membutuhkan pemikiran divergen bersifat terbuka. Ditinjau dari segi pendekatan
pemecahan masalah, gaya kognitif juga dibedakan kedalam gaya berpikir lateral dan
gaya berpikir linear (de Bono, 1977). Gaya berpikir lateral menggunakan
pendekatan yang fleksibel dalam pemecahan masalah. Mereka yang memiliki gaya
ini cenderung mendekati pemecahan masalah dari banyak tinjauan, bahkan tinjauan
yang sering tidak pernah terpikirkan oleh kebanyakan orang. Sementara itu, gaya
linear menggunakan pendekatan terfokus dalam pemecahan masalah. Pemilik gaya


8

linear cenderung melihat masalah dari satu tinjauan yaitu seperti pandangan orang
pada umumnya serta cenderung memecahkan masalah tersebut lewat langkah-
langkah hirarkis. Jika pola pemikiran gaya lateral terkesan bebas berpikir, pola
pemikiran gaya linear terkesan kaku. Witkin (dalam Oldach, 1995) menggunakan
istilah ketergantungan lapangan untuk mendeskripsikan gaya kognitif dari seseorang
yang terlalu dipengaruhi.
David Kolb (Styles of Learning Inventory, 1985) mengemukakan sebuah model
gaya belajar. David Kolb mengemukakan adanya empat kutub kecenderungan
seseorang dalam proses belajar, kutub-kutub tersebut antara lain :
a. Kutub Perasaan/Feeling (Concrete Experience)
Anak belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman
kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap
perasaan orang lain. Dalam proses belajar, anak cenderung lebih terbuka dan
mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
b. Kutub Pemikiran/Thinking (Abstract Conceptualization)
Anak belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada analisis logis dari
ide- ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau
perkara yang dihadapi. Dalam proses belajar, anak akan mengandalkan
perencanaan sistematis serta mengembangkan teori dan ide untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
c. Kutub Pengamatan/Watching (Reflective Observation)
Anak belajar melalui pengamatan, penekanannya mengamati sebelum menilai,
menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna
dari hal-hal yang diamati. Dalam proses belajar, anak akan menggunakan
pikiran dan perasaannya untuk membentuk opini/pendapat.
d. Kutub Tindakan/Doing (Active Experimentation)
Anak belajar melalui tindakan, cenderung kuat dalam segi kemampuan
melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain
lewat perbuatannya. Dalam proses belajar, anak akan menghargai
keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang
lain, dan prestasinya.


9

Menurut Kolb, tidak ada individu yang gaya belajarnya secara mutlak
didominasi oleh salah satu saja dari kutub tadi. Yang biasanya terjadi adalah
kombinasi dari dua kutub dan membentuk satu kecenderungan atau orientasi belajar.
Empat kutub di atas membentuk empat kombinasi gaya belajar. Pada model di atas,
empat kombinasi gaya belajar diwakili oleh angka 1 hingga 4, dengan penjelasan
seperti di bawah ini:
1. Gaya Diverger
Kombinasi dari perasaan dan pengamatan (feeling and watching). Anak
dengan tipe diverger unggul dalam melihat situasi kongkret dari banyak sudut
pandang yang berbeda. Pendekatannya pada setiap situasi adalah "mengamati"
dan bukan "bertindak". Anak seperti ini menyukai tugas belajar yang
menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide (brainstorming), biasanya juga
menyukai isu budaya serta suka sekali mengumpulkan berbagai informasi.
2. Gaya Assimillator
Kombinasi dari berpikir dan mengamati (thinking and watching). Anak
dengan tipe assimilator memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian
informasi serta merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat, dan
jelas. Biasanya anak tipe ini kurang perhatian pada orang lain dan lebih
menyukai ide serta konsep yang abstrak, mereka juga cenderung lebih teoritis.
3. Gaya Converger
Kombinasi dari berfikir dan berbuat (thinking and doing). Anak dengan tipe
converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori.
Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas
teknis (aplikatif) daripada masalah sosial atau hubungan antar pribadi.
4. Gaya Accomodator
Kombinasi dari perasaan dan tindakan (feeling and doing). Anak dengan tipe
accommodator memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman
nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan
melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru dan menantang. Mereka
cenderung untuk bertindak berdasarkan intuisi/dorongan hati daripada
berdasarkan analisa logis. Dalam usaha memecahkan masalah, mereka


10

biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan
masukan/informasi) dibanding analisa teknis.
Gaya belajar berdasarkan modalitas dapat digolongkan menjadi tiga yaitu gaya
belajar visual (lebih peka terhadap indra penglihatan), gaya belajar auditory (lebih
peka terhadap indra pendengaran), gaya belajar kinesthetic (lebih peka dengan
bergerak, bekerja dan menyentuh). Adapula yang membagi gaya belajar menjadi
empat yaitu dengan menambah satu bentuk gaya belajar yaitu gaya belajar read/write
(lebih peka dengan membaca dan menulis). Istilah gaya belajar tersebut biasa disebut
dengan VAK (visual, auditory, kinesthetic) atau VARK (visual, auditory, read/write,
kinesthetic) (Syafarini, 2005). Ciri-ciri dari masing masing gaya belajar tersebut
adalah :
a. Auditory Learner
1. Mampu mengingat dengan baik materi yang didiskusikan dalam kelompok
atau kelas.
2. Mengenal banyak sekali lagu/iklan TV, dan bahkan dapat menirukannya
secara tepat dan komplit.
3. Suka berbicara.
4. Kurang suka tugas membaca (dan pada umumnya bukanlah pembaca yang
baik).
5. Kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya.
6. Kurang baik dalam mengerjakan tugas mengarang/menulis.
7. Kurang memperhatikan hal-hal baru dalam lingkungan sekitarnya.
b. Visual Learner
1. Senantiasa melihat bibir guru yang sedang mengajar.
2. Saat petunjuk untuk melakukan sesuatu diberikan, biasanya anak ini akan
melihat teman-teman lainnya baru dia sendiri bertindak.
3.Cenderung menggunakan gerakan tubuh (untuk
mengekspresikan/mengganti sebuah kata) saat mengungkapkan sesuatu.
4. Kurang menyukai berbicara di depan kelompok, dan kurang menyukai
untuk mendengarkan orang lain.
5. Biasanya tidak dapat mengingat informasi yang diberikan secara lisan.
6. Lebih menyukai peragaan daripada penjelasan lisan.


11

7. Biasanya anak semacam ini dapat duduk tenang di tengah situasi yang
ribut/ramai tanpa merasa terganggu.
c. Kinesthetic/Tactile Learner
1. Suka menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya.
2. Sulit untuk berdiam diri.
3. Suka mengerjakan segala sesuatu dengan menggunakan tangan.
4. Biasanya memiliki koordinasi tubuh yang baik.
5. Suka menggunakan objek yang nyata sebagai alat bantu belajar.
6. Mempelajari hal-hal yang abstrak (simbol matematika, peta, dsb) bagi anak
ini adalah hal yang sangat sulit.
7. Cenderung terlihat "agak tertinggal" dibanding teman sebayanya. Padahal
hal ini disebabkan oleh tidak cocoknya gaya belajar anak dengan metode
pengajaran yang selama ini lazim digunakan.
Model dan teori tentang gaya belajar yang dikenal luas ( Karagiannidis , 2004)
seperti terlihat dalam tabel 1.
Tabel 2.1. Gaya Belajar
No Nama Kategori Gaya Belajar
1 Kolb Learning Styles
Inventory
Divergers(concrete, reflective), Asimilators
(abstract, reflective), Convergers (abstract,
active), Accomodators (concrete, active)
2 Dunn and Dunn Learning
Style Assessment
Instruments
Enviromental, Emotional, Sociological, Physical
Factor
3 Felder Silverman
Index of Learning Styles
Sensing-intuitive, Visual-verbal, Indicative-
deductive, Active-reflective, Sequential-global
4 Riding-Coqnitive Style
Analysis
Wholists- analytics, Verbalisers-imagers


12

5 Honey and Mumford
Learning Styles
Questionnaire
Theorist, Activist, Reflector, Pragmatist
6 Gregoric Mind and
Gregoric Style Delineator
Abstract sequential, Abstract random, Concrete
sequential, Concrete random
7 McCarthy-4mat System Innovative, Analytic, Commonsense, Dynamic
8 Gardner Multiple
Intelegence Inventory
Linguistic, Logical-mathematical, Musical,
Body-kinesthetic, Spatial, Interpersonal,
Intrapersonal
9 Grasha-Riechmann-
Student Learning Scale
Competitive-colaborative, Avoidant-participant,
Dependent-independent
10 Herman Brain
DominanceModel
Quadrant A(left brain, celebral), Quadrant B
(left brain, limbic), Quadrant C (right brain,
limbic), Quadrant D (right brain, celebral)
11 Mayer-Briggs Type
Indicator
Extroversion, Introversion, Sensing, Intuition,
Thingking, Feeling, Judgement, Perception
Memang pada kenyataannya tidak semudah pengelompokan di atas, dan sebenarnya
tidak ada anak yang murni 100% mempunyai gaya belajar tertentu. Setiap anak pasti
memiliki kombinasi dari beberapa gaya belajar. Namun, biasanya seorang anak
memiliki kecenderungan untuk lebih dominan pada satu kelompok gaya belajar
tertentu.
2.3 Cluster Analysis
Cluster analysis adalah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi objek
atau individu yang serupa dengan memperhatikan beberapa kriteria (Kuncoro, 2003).
Analisis cluster yaitu analisis untuk mengelompokkan elemen yang mirip sebagai
objek penelitian menjadi kelompok (cluster) yang berbeda dan mutually exclusive
(Supranto, 2004). Definisi lain adalah upaya menemukan sekelompok objek yang
mewakili suatu karakter yang sama atau hampir sama (similar) antar satu objek


13

dengan objek lainnya pada suatu kelompok dan memiliki perbedaan (not similar)
dengan objek-objek pada kelompok lainnya (Budi, dkk, 2008). Analisis cluster
termasuk dalam analisis statistik multivariat metode interdependen. Sebagai alat
analisis interdependen maka tujuan analisis cluster tidak untuk menghubungkan
ataupun membedakan dengan sampel/variabel lain. Analisis cluster merupakan salah
satu alat analisis yang berguna sebagai peringkas data. Dalam meringkas data ini
dapat dilakukan dengan jalan mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan
karakteristik tertentu di antara objek-objek yang hendak diteliti (Tim Penelitian dan
Pengembangan, 2005).
Cluster analysis adalah suatu alat untuk mengelompokkan sejumlah n obyek
berdasarkan p variat yang secara relatif mempunyai kesamaan karakteristik diantara
obyek obyek tersebut, sehingga keragaman di dalam suatu kelompok tersebut lebih
kecil dibandingkan keragaman antar kelompok. Obyek dapat berupa barang, jasa,
tumbuhan, binatang dan orang (responden, konsumen, atau yang lainnya). Obyek
tersebut akan diklasifikasikan ke dalam satu atau lebih cluster (kelompok) sehingga
obyekobyek yang berada dalam satu cluster akan mempunyai kemiripan atau
kesamaan karakter. Jika terdapat n obyek dan p variat, maka observasi x
ij
dengan i =
1, 2,, n dan j = 1, 2, , p, dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.2 Clustering.
Var 1 Var 2 . Var j . Var p
Objek 1
Objek 2
.

Objek n




14

Adapun ciri-ciri cluster adalah:
1. Homogenitas (kesamaan) yang tinggi antar anggota dalam satu cluster (within-
cluster).
2. Heterogenitas (perbedaan) yang tinggi antar cluster yang satu dengan cluster
yang lainnya (between-cluster).
Analisis cluster mempunyai beberapa istilah penting, antara lain:
1. Skedul aglomerasi (agalomeration schedule), ialah jadwal yang memberikan
informasi tentang objek atau kasus yang akan dikelompokkan pada setiap tahap
pada suatu proses analisis cluster yang hierarkis.
2. Rata-rata cluster (cluster centroid), ialah nilai rata-rata variabel dari semua
objek atau observasi dalam cluster tertentu.
3. Pusat cluster (cluster centers), ialah titik awal dimulainya pengelompokkan di
dalam cluster nonhierarki.
4. Keanggotaan cluster (cluster membership), ialah keanggotaan yang
menunjukkan cluster untuk setiap objek yang menjadi anggotanya.
5. Dendogram, disebut juga grafik pohon, output SPSS yang memvisualisasikan
hasil analisis cluster yang dilakukan peneliti. Garis vertikal atau tegak
menunjukkan cluster yang digabung bersama. Posisi garis pada pada skala
menunjukkan jarak untuk mana cluster digabung. Dendogram harus dibaca dari
kiri ke kanan.
6. Distances between cluster centers, ialah jarak yang menunjukkan bagaimana
terpisahnya pasangan individu cluster (Supranto, 2004).

Proses clustering yang baik akan menghasilkan cluster dengan kualitas tinggi ,
yaitu(Budi, dkk, 2008) :
Tingkat kesamaan yang tinggi dalam satu class (high intra class similarity).
Tingkat kesamaan yang rendah antar class (low inter class similarity).
Similarity yang dimaksud merupakan pengukuran secara numeric terhadap dua
objek. Nilai similarity ini akan ini akan semakin tinggi bila dua objek yang
dibandingkan tersebut memiliki kemiripan yang tinggi pula. Selain itu metode
clustering juga harus dapat diukur kemampuannya dalam usahanya untuk


15

menemukan suatu pola tersembunyi pada data yang tersedia. Dalam mengukur nilai
similarity ini ada beberapa metode dalam menentukan jarak dua point .
Pada dasarnya terdapat 2 tipe clustering, yaitu (Schatzmann, 2003) :
Partitional Clustering : Tipe cluster yang benar benar terpisah antara
sekelompok objek dengan sekelompok objek lainnya. Seperti pada gambar
2.1








Gambar 2.1. Partitional Cluster

Hierarchicial clustering : Sekelompok cluster yang terorganisasi sebagai
suatu pohon hirarki (hierarchical tree). Seperti pada gambar 3.






Gambar 2.2 Hierarchical Clustering

2.4 Jaringan Syaraf Tiruan Kohonen

Jaringan syaraf tiruan Kohonen atau Algoritma Self Organizing Map (SOM)
merupakan suatu metode jaringan syaraf tiruan yang diperkenalkan oleh Professor
Teuvo Kohonen pada tahun 1981. SOM merupakan salah satu bentuk topologi dari
Unsupervised Artificial Neural Network (Unsupervised ANN) dimana dalam proses


16

pelatihannya tidak memerlukan pengawasan (target output) (Kohonen, 1990). SOM
digunakan untuk mengelompokkan (clustering) data berdasarkan karakteristik/fitur-
fitur data. Arsitektur dari SOM dapat dilihat pada Gambar.


Gambar 2.3 JST Kohonen (Budi, 2008)
Jaringan syaraf tiruan Kohonen termasuk dalam pembelajaran tak terawasi
(unsupervised learning). Pada jaringan ini, suatu lapisan yang berisi neuron-neuron
akan menyusun dirinya sendiri berdasarkan input nilai tertentu dalam suatu
kelompok yang dikenal dengan istilah cluster. Selama proses penyusunan diri, cluster
yang memiliki vektor bobot paling cocok dengan pola input (memiliki jarak paling
dekat) akan terpilih sebagai pemenang. Neuron yang menjadi pemenang beserta
neuron-neuron tetangganya akan memperbaiki bobot - bobotnya.
Terdapat m unit kelompok yang tersusun dalam arsitektur sinyal-sinyal
masukan (input) sejumlah n. Vektor bobot untuk suatu unit kelompok disediakan dari
pola-pola masukan yang tergabung dengan kelompok tersebut. Selama proses
pengorganisasian sendiri, unit kelompok yang memiliki vektor bobot paling cocok
dengan pola masukan (ditandai dengan jarak Euclidean paling minimum) dipilih
sebagai pemenang. Unit pemenang dan unit tetangganya diperbaharui bobotnya.
Setiap neuron terkoneksi dengan neuron lain yang dihubungkan dengan bobot atau
weight. Bobot tersebut berisi informasi yang akan digunakan untuk tujuan tertentu.
Algoritma pembelajaran tanpa supervise pada Jaringan Kohonen untuk diterapkan
dalam pengelompokan data (clustering data) adalah sebagai berikut (Warsito, 2008):


17

1. Menetapkan besaran-besaran berikut :
a. Jumlah variabel = m
b. Jumlah data = n
c. jumlah cluster maksimum = K
2. Inisialisasi Bobot
a. Bobot input (w
ij
):


dengan :
w
ij
= adalah bobot antara variable input ke-j dengan dengan neuron
pada kelas ke-i.
MinPi = nilai minimum pada variabel input ke-i.
MaxPi = nilai maksimum dari variabel input ke-i.

b. Bobos Bias(b
i
):

]

dengan :
bi = bobot bias neuron ke-i.
K = jumlah neuron target.
c. Set parameter learning rate ( ).
d. Set maksimum epoh (MaxEpoh).
3. Set Epoh = 0
4. Mengerjakan untuk Epoh < Max Epoh
a. Epoh = Epoh + 1
b. Memilih data secara acak, misalnya data ke z.
c. Mencari jarak data ke-z dengan bobot input ke-i (D
i
):


Penjumlahan negative jarak plus bobot bias (a
i
) :
a
i
= - D
i
+ b
i

Mencari ai terbesar :


18

Max A = max(ai) , dengan i = 1, 2, 3, , K.
Idx = 1, sedemikian hingga ai = MaxA
d. Set output neuron ke-I (y
i
)
y(i) = 1 ; jika i = dx
y(i) = 0 ; jika i dx
e. Update yang menuju neuron idx


W(idx,j) = w(idx,j) + (p(z,j) w(idx,j)
f. Update bobot bias

(())




Proses pembelajaran akan berlangsung terus hingga mencapai maksimum epoh.
Jaringan Kohonen dapat mengenali dan mengklasifikasikan pola-pola dengan
melakukan pelatihan (training) dari polapola vektor input (masukan) data dengan
vektor bobot sebagai penghubung antara layar masukan dan layar kompetisi dalam
proses pelatihan. Dari proses pelatihan jaringan tersebut akan terbentuk cluster-
cluster dari pola-pola yang dilatihkan. Klasifikasi pola-pola tersebut nantinya dapat
digunakan sebagai proses pengenalan pola-pola yang diujikan. Proses klasifikasi
mencakup cara pengelompokan pola berdasarkan keserupaan ciri yang dimilikinya
(clustering) dan pemberian label kelas atas masing-masing kelompok tersebut.
Proses pembelajaran akan berlangsung terus hingga mencapai maksimum epoh.
Jaringan Kohonen dapat mengenali dan mengklasifikasikan pola-pola dengan
melakukan pelatihan (training) dari polapola vektor input (masukan) data dengan
vektor bobot sebagai penghubung antara layar masukan dan layar kompetisi dalam
proses pelatihan. Dari proses pelatihan jaringan tersebut akan terbentuk cluster-
cluster dari pola-pola yang dilatihkan. Klasifikasi pola-pola tersebut nantinya dapat
digunakan sebagai proses pengenalan pola-pola yang diujikan. Proses klasifikasi
mencakup cara pengelompokan pola berdasarkan keserupaan ciri yang dimilikinya
(clustering) dan pemberian label kelas atas masing-masing kelompok tersebut.




19

BAB III
METODE PENELITIAN


3.1 Analisis Kebutuhan
Pada tahap ini mengidentifikasi semua kebutuhan untuk pengembangan
aplikasi cluster analysis untuk pemetaan gaya belajar mahasiswa dengan jaringan
syaraf tiruan Kohonen. Aplikasi yang akan dibuat adalah untuk membuat clustering
keberagaman gaya belajar berdasarkan Memletics learning styles Inventory dengan
jaringan syaraf tiruan Kohonen.
3.1.1 Kebutuhan Perangkat Keras dan Lunak
Untuk mengembangkan dan menjalankan sistem ini perlu adanya dukungan
sistem perangkat komputer yang memadai baik hardware maupun software. Dalam
melakukan pemilihan hardware maupun software tersebut perlu dipertimbangkan
beberapa hal antara lain sebagai berikut:
Tabel 3.1: Tabel Kebutuhan Minimum Sistem.

Kebutuhan Keterangan
Sistem Opersai MS Windows XP atau sesudahnya
Prosesor Intel Pentium IV 1, 5 GHz atau selebihnya
Memori 512 MB
Ruang Harddisk 20 GB




20

3.1.2 Instrumen Indikator Gaya Belajar
Untuk mendapatkan data-data input skor indikator-indikator gaya belajar
digunakan instrument tes berupa Memletics Learning Styles Inventory. Instrumen tes
diujikan ke mahasiswa sehingga mendapatkan data input skor-skor gaya belajar.
Untuk instrumen tes indikator gaya belajar terdiri dari 70 indikator (lihat lampiran 1).
Untuk pertanyaan nomor 8, 11, 29, 32, 38, 43, 57, 59, 65 dan 69 merupakan indicator
gaya belajar visual. Pertanyaan nomor 7, 15, 25, 30, 35, 39, 44, 48, 52 dan 63
merupakan indicator gaya belajar verbal. Pertanyaan nomor 3, 21, 28, 33, 42, 47, 51,
55. 60 dan 66 merupakan indicator gaya belajar aural. Pertanyaan nomor 19, 24, 26,
34, 36, 45, 53, 56, 61 dan 68 merupakan indicator gaya belajar physical. Pertanyaan
nomor 2, 4, 16, 22, 31, 41, 49, 58, 64 dan 70 merupakan indicator gaya belajar
logical. Pertanyaan nomor 6, 10, 13, 18, 20, 23, 27, 40, 50 dan 62 merupakan
indicator gaya belajar social. Pertanyaan nomor 1, 4, 9, 12, 14, 17, 37, 46, 54 dan 67
merupakan indicator gaya belajar solitary.

3.1.3 Jaringan Syaraf Tiruan Kohonen
Pada jaringan ini, suatu lapisan yang terdiri neuron-neuron akan menyusun
dirinya sendiri berdasarkan input nilai tertentu dalam suatu kelompok yang dikenal
dengan istilah cluster. Algoritma jaringan Kohonen :
1. Inisialisasi neuron input x
1
, x
2
, x
3
, x
i
.
2. Inisialisasi neuron output sebanyak y
1
, y
2
, y
3
, y
j
.
3. Menentukan bobot antara neuron input dan neuron output dengan nilai antara
x
min
dan x
max
.
4. Mengulangi langkah 5 sampai 8 hingga tidak ada perubahan bobot atau
iterasi/epochs telah maksimal sehingga output-nya telah konvergen.
5. Pemilihan salah satu input dari vektor input yang ada.
6. Penghitungan jarak antar input data terhadap bobot dengan masing-masing
neuron input dengan rumus :


7. Dari seluruh bobot ( D
i
) dicari yang paling kecil. Index dari bobot ( D
i
) yang
paling mirip disebut winning neuron.


21

8. Untuk setiap bobot w
ij
diperbaharui bobot koneksinya dengan menggunakan
rumus yang dapat dilihat pada persamaan:

]
9. Meng-update bobot bias:
10. Simpan bobot yang telah konvergen.
Diagram alur algoritma Kohonen ditunjukkan seperti gambar berikut :


22

Mulai
Jumlah Cluster
Epoch Maksimum
Parameter Kohonen
Inisialisasi Bobot Vektor
Inisialisasi Bobot Bias
Memilih Data secara
Acak
ya
Tidak
Selesai
Epochs = Epochs + 1
Epochs = 0
Epochs <
Epochs Max
Mencari Jarak
Update Bobot dan Bias
Uji Kondisi Penghentian
Menetukan Jarak
Minimum

Gambar 3.1: Diagram Jaringan Kohonen


23

3.1.4 Matlab sebagai Tool

Pengaturan mandiri (Self Organizing Maps) merupakan perluasan dari jaringan
kompetitif. Jaringan ini sering disebut jaringan Kohonen. Jumlah neuron target sama
dengan maksimum jumlah cluster yang hendak dibuat. Dalam iterasinya, bobot
neuron yang diubah tidak hanya bobot garis yang terhubung ke neuron pemenang
saja tetapi juga bobot ke neuron-neuron di sekitarnya. Neuron sekitar neuron
pemenang ditentukan berdasarkan jaraknya dari neuron pemenang. Ada 4 macam
jark antara 2 neuron, yaitu jarak Euclid (dist), jarak persegi (boxdist), jarak link
(linkdist), dan jarak Manhattan (mandist).
Neuron-neuron yang terdapat pada lapisan kompetitif akan mendistribusikan
dirinya sendiri ke vektor input yang sesuai secara terus menerus. Jaringan kompetitif
dapat dibangun dengan fungsi newc. Implementasi jaringan Kohonen dengan Matlab
adalah pendefisian jaringan dengan perintah newc yang formatnya adalah sebagai
berikut :
net = newc (PR, S, KLR, CLR)
dengan :
PR : matrik ordo Rx2 yang berisi nilai minimum dan maksimum R buah elemen
masukan.
S : Jumlah neuron target
KLR : Laju pehaman Kohonen (default = 0.01)
CLR : Laju pemahaman Conscience(default=0.001)
Jaringan syaraf ini akan menginisialisasi bobot-bobot input pada titik tengah dari
minimum dan maksimum input. Sedangkan bobot bias untuk lapisan input akan
diinisialisasi dengan formula :

. Sama dengan model-model


yang lain, bobot dan bias masing-masing disimpan dalam net.IW {1,1} dan net.b {1}.
Pelatihan jaringan juga akan dilakukan dengan perintah train.





24

3.1.5 Data Neuron I nput
Data input diambil dari sampel mahasiswa program studi Sistem Informasi
angkatan 2012 yang berjumlah 30 mahasiswa sebgai responden. Data-data input dari
indikator gaya belajar ini dijadika neuron input pada jaringan syaraf tiruan Kohonen.
Data-data input merupakan matrik dengan jumlah kolom 70 yang merupakan
pertanyaan indikator-indikator gaya belajar dan jumlah baris sebanyak mahasiswa
sebagai sampel.

3.2 Sistem Clustering Gaya Belajar
Pembangunan sistem merupakan kelanjutan dari desain sistem. Pembangunan
sistem meliputi data input, interface sistem, coding dan proses clustering. Sistem ini
terdiri dari proses input data sebagai neuron-neuron input, proses clustering yang
berfungsi untuk mengelompokkan data-data input dalam cluster-cluster, proses
analisis hasil clustering dan Proses pemetaan yang berfungsi memetakan data-data
input pada kelompok-kelompok gaya belajar dan kecerdasan majemuknya.
Mulai
Membuat Data Input
Melakukan Proses
Clustering
Hasil
Clustering
Melakukan Analisis Hasil
Clustering
Analisis Hasil
Clustering
Pemetaan Mahaiswa
Selesai

Gambar 3.2 Diagram Sistem Clustering.


25

3.2.1 Data I nput
Data input berasal dari kuisioner indikatorindikator kecerdasan majemuk yang
berasal dari Gardners multiple intelegence inventory scales. Data input memuat
data mahasiswa dan kriteria-kriteria kecerdasan majemuk sebagi centroid-nya.
Kolom sebagai urutan mahasiswa dan baris adalah urutan skor indikator kecerdasan
majemuk . Dalam satu kolom terdiri dari skor indikator dari data dengan urutan
tertentu. Dalam satu baris memuat sekor indikator dari semua data input dalam
kriteria sama. Untuk memudahkan proses selanjutnya dalam Matlab, maka data input
dibuat ke dalam bentuk matrik data input dengan ekstensi.txt, data pada penelitian ini
adalah :


Gambar 3.3 Data Input Gaya Belajar



26


Untuk pengembangan penerapan lanjut datadata input dapat ditambah,
dirubah maupun dikurangi. Setelah data input di load maka data ini digunakan
sebagai neuron-neuron input dalam clustering dengan jaringan Kohonen. Pada data
input kecerdasan majemuk terdiri dari 70 baris yang memuat skor gaya belajar
(learning styles) dan 30 kolom yang memuat jumlah data mahasiswa yang akan di
clustering.
3. 2 .2 User I nterfaceSistem
User interface system adalah sebagai berikut :


Gambar 3.4 GUI Clustering Gaya Belajar.

Seperti terlihat pada gambar 3.5 proses clustering gaya belajar terdiri dari 3 tombol
yaitu load data, digunakan untuk memanggil data input yang dipilih, tombol proses
clustering untuk memberikan perintah kepada software Matlab melakukan proses
clustering dengan jaringan syaraf tiruan Kohonen dan tombol keluar untuk keluar


27

dari menu ini. Selain itu juga ada input teks yang harus diisikan untuk keperluan
clustering seperti jumlah cluster maksimum, jumlah epochs, dan parameter Kohonen
(default =0,01). Hasil clustering waktu dan jarak total akan muncul di dynamic text .
Hasil lain akan mucul dalam bentuk grafik.
Untu k memilih data input klik tombol Load Data, maka akan muncul :

Gambar 3.5 Me-load Data Input Data

Setelah klik Load Data maka akan muncul kotak Load Data File, untuk
memilih input gaya belajar maka klik Data_GI 01.txt. Data input selanjutnya akan
dijadikan neuron-neuron input pada proses clustering oleh Matlab.
Setelah memilih data input kemudian mengisi nilai parameter-parameter
clustering seperti jumlah cluster maksimum, jumlah epochs, dan parameter
Kohonen. Seperti terlihat pada gambar di bawah :


28


Gambar 3.6 Pengisian Nilai Parameter Clustering Gaya Belajar.
Setelah itu tekan tombol clustering. Selanjutnya matlab akan melakukan
clustering dengan neuron input dari data input terpilih dan parameter clusteringnya
sesuai dengan data-data pada input teks. Clustering dilaksanakan sejumlah epochs
yang diisikan. Selanjutnya akan tampil :


29


Gambar 3.7 Hasil Clustering Gaya Belajar dalam GUI.
Dari gambar 3.7 hasil clustering adalah terdiri dari 2 grafik dan 2 data input pada
dynamic text. Grafik yang ditampilkan adalah grafik cluster dengan distribusi bobot
cluster dan grafik epochs dengan jarak total. Sedangkan data output-nya adalah
waktu dan jarak total proses clustering.
3.2.3 Coding
Tahap coding adalah tahap yang akan membahas tentang listing program dan
penjelasannya. Coding ini digunakan untuk mengembangkan aplikasi Clustering
Analysis untuk pemetaan kecerdasan majemuk mahasiswa dengan algoritma
SOM.Pengembangan aplikasi cluster analysis ini menggunakan software Matlab 7.0.
Untuk pengembangan user interface-nya menggunakan Matlab GUI dan coding pada
M.file (Coding lengkap di lampiran). Flow char procram clustering sebagai berikut :


30


Mulai
Load Data
Jumlah Cluster
Epoch Maksimum
Parameter Kohonen
Epochs = 0
Inisialisasi Vektor Bobot
Menghitung Jarak
Jarak
Minimum
Modifikasi Vektor Bobot
Vektor Bobot Akhir
Epochs < Epochs Max
ya
ya
Tidak
Selesai
Epochs = Epochs + 1
Tidak
Hasil Clustering

Gambar 3.8 Diagram Proses Clustering.




31

3.2.4 Proses Clustering
Proses clustering kecerdasan majemuk dimulai dengan load data input
kecerdasan majemuk. Data input untuk kecerdasan majemuk adalah
data_GB_Mhs_STMIKDB.txt. Proses clustering dengan algoritma SOM
menggunakan parameter-parameter jumlah cluster, epochs maksimum dan parameter
Kohonen. Jumlah cluster digunakan sebagai acuan seberapa jumlah cluster hasil
akhir proses. Epochs maksimum merupakan jumlah iterasi proses clustering yang
diinginkan. Parameter Kohonen digunakan acuan dalam modifikasi bobot vector
ketika jarak minimum. Penentuan nilai parameter-parameter tersebut pada clustering
kecerdasan majemuk dilaksanakan dengan cara seperti di bawah ini :
Untuk memulai proses clustering klik tombol proses clustering. Proses
clustering dilakukan tiap epoch sampai pada jumlah epochs maksimum. Mula-mula
dilakukan inisialisasi bobot vektor yang diambil dari nilai tengah data maksimum
dan data minimum. Vektor bobot awal terdiri dari 7 baris (sesuai dengan jumlah
cluster yang akan terbentuk) dan kolom 70 (sesuai dengan jumlah indikator
kecerdasan majemuk). Inisialisasi bobot untuk clustering gaya belajar merupakan
matrik 8 x 56 dengan nilai 1.0000 yang merupakan nilai tengan dari skor data input.
Proses selanjutnya adalah menghitung jarak antara vektor input data dengan vektor
bobot memakai rumus :


D
j
= jarak data input dengan vektor bobot ke -j (j adalah urutan cluster)
w
ij
= vektor bobot
x
i
= neuron input ke i( i= urutan neuron input)
Jika jarak D(j) minimum maka vector bobot dimodifikasi dengan rumus :
w
ij
(t+1) = w
ji
+(x
i
w
ij
(t))
= parameter Kohonen (default = 0,01).
Proses clustering seperti di atas dilakukan untuk tiap iterasi atau epoch. Proses
clustering pada Matlab ditandai dengan :


32



Gambar 3.9 Proses Clustering per Epoch
Jika iterasi telah sampai pada epochs maksimal maka proses clustering berhenti
dan ditampilkan hasil seperti pada gambar di bawah :

Gambar 3.10 Hasil clustering Gaya Belajar



33

Hasil clustering juga ditampilkan dalam common window seperti berikut :
time = 562.7970
time adalah waktu yang diperlukan untuk proses clustering sesuai dengan parameter-
parameter yang diinputkan.
total_distance = 117.3344
total_distance merupakan jumlah seluruh jarak minimum antara data input dengan
vector bobot.
assignment =
Columns 1 through 13
4 5 3 2 4 1 6 6 2 7 2 5 2
Columns 14 through 26
4 6 4 7 7 6 1 3 1 2 5 1 1
Columns 27 through 30
3 7 5 3


34

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengujian
Aplikasi sistem yang telah dibuat, selanjutnya diuji melalui pengujian sistem
yang meliputi White Box dan Black Box dan pengujian proses clustering yang
berkaitan dengan konvergensi hasil clustering.
4.1.1 Pengujian Sistem Internal
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengujian terhadap sampel data melalui
simulasi terhadap prototipe yang dibangun, kemudian membahas dan menganalisis
kinerja dari hasil pengujian tersebut. Pengujian meliputi white box dan black box.
a. Pengujian White Box
Metode White Box ini adalah metode desain test case yang menggunaan
struktur kontrol desain prosedural untuk memperoleh test case. Dalam hal ini,
pengujian tidak dilakukan terhadap keseluruhan program secara utuh, namun
dilakukan sampel pengujian terhadap aplikasi tertentu yang dijalankan. Sebagai
contoh, akan diuji proses clustering untuk data input tertentu. Secara garis besar
diagram alir dari proses clustering adalah sebagai berikut.


35



Gambar 4.1: Bagan Alir Proses Clustering.
Mulai
Membaca Input
Data
Jumlah Cluster
Epoch Maksimum
Parameter Kohonen
Melakukan proses Clustering
Melatih Jaringan
Menentukan Vektor Bobot
Menghitung Jarak
ya
Selesai
Tidak
Epochs < Epochs Max
Membuat Grafik Clustering
Menentukan Palette
Hasil Clustering


36

Grafik alir dari program tersebut adalah sebagai berikut.


















Gambar 4.2: Diagram alir program.
Kompleksitas Siklomatis (pengukuran kuantitatif terhadap kompleksitas logis suatu
program) dari grafik alir dapat diperoleh dengan perhitungan:
V(G) = E N + 2
Dimana:
E = Jumlah edge grafik alir yang ditandakan dengan gambar panah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10


37

N = Jumlah simpul grafik alir yang ditandakan dengan gambar lingkaran
Sehingga kompleksitas siklomatisnya,
V(G) = 10 10 + 2 = 2
Karena kompleksitas siklomatisnya, V(G) < 10, maka listing program tersebut tidak
rumit.
Basis set yang dihasilkan dari jalur independent secara linier adalah jalur sebagai
berikut:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 3 4 5 8 9 10
Ketika aplikasi dijalankan, maka terlihat bahwa salah satu basis set yang dihasilkan
adalah 1 2 3 4 2 3 4 5 6 7 8 9 10 dan terlihat simpul telah
dieksekusi satu kali. Berdasarkan ketentuan tersebut dari segi kelayakan software,
sistem ini telah memenuhi syarat.
b. Pengujian Black Box
Pengujian selanjutnya dilakukan untuk memastikan bahwa suatu input atau
masukkan akan menjalankan proses yang tepat dan menghasilkan output sesuai
dengan rancangan. Untuk contoh pengujian terhadap aplikasi memberikan hasil
sebagai berikut.



38

Tabel 4.1: Hasil Pengujian Black Box.
No Input/Event Output/Next State Hasil Uji
1 Keluar Keluar dari program Sesuai
2 Loading Menampilkan logo Udinus Sesuai
3 Load Data Menampilkan pilihan data
input
Sesuai
4 Proses Clustering Melakukan Proses
Cluastering
Sesuai
5 Keluar Keluar dari proses
clustering
Sesuai

Dari hasil pengujian dapat disimpulkan untuk pengujian Black Box yang meliputi
pengujian input, proses dan outputnya dengan acuan rancangan perangkat lunak telah
terpenuhi dengan hasil sesuai dengan rancangan.




39

4.1.2 Pengujian Proses Clustering
Pengujian proses clustering berguna untuk mengetahui apakah system dapat
digunakan untuk proses clustering berbagai data.
1. Pemilihan Jumlah Cluster
Jumlah maksimum cluster dibuat 7 disesuaikan dengan jumlah jenis kecerdasan
majemuk berdasarkan Memletics Learning Styles Inventory yang berjumlah 7.
2. Pemilihan Epochs
Jumlah epochs merupakan jumlah iterasi proses clustering oleh sistem. Pemilihan
jumlah epochs dipilih pada saat clustering data sudah konvergen atau tetap.
Ketika clustering sudah konvergen penambahan jumlah epochs tidak akan
mengubah hasil clustering. Pada penelitian ini digunakan 1000 epochs.
3. Pemilihan Parameter Kohonen
Parameter Kohonen dipilih nilai default yaitu 0.01.

4.1.3 Pengujian User Acceptance Test
Pengujian user atau pengujian ke pengguna adalah pengujian untuk mengetahui
apakah sistem suadah baik untuk dijalankan dan memberikan manfaat bagi
pengguna.

a. Persiapan Kuesioner
Kuesioner yang diberikan berupa pertanyaan yang berkisar penilaian secara kualitatif
terhadap sistem yang dihasilkan. Pertanyaan berjumlah 8 (delapan) butir pertanyaan.
Point utama pertanyaan adalah sebagai berikut:
1. Kemudahan proses input data dalam proses clustering untuk gaya belajar dengan
jaringan syaraf tiruan Kohonen;
2. Kemudahan proses clustering gaya belajar dengan jaringan syaraf tiruan
Kohonen ;
3. Kejelasan dan kemudahan dalam mengamati hasil-hasil clustering sistem dan
analisisnya.


40

4. Kesesuaian penempatan tombol-tombol menu clustering untuk pemetaan gaya
belajar dengan jaringan syaraf tiruan Kohonen.
5. Manfaat sistem clustering untuk pemetaan gaya belajar dengan Jaringan syaraf
tiruan Kohonen untuk memetakan mahasiswa;
6. Manfaat sistem clustering untuk pemetaan gaya belajar dengan jaringan syaraf
tiruan Kohonen untuk perencanaan strategi pembelajaran;
7. Manfaat sistem clustering untuk pemetaan gaya belajar dengan jaringan syaraf
tiruan untuk pembimbingan dan pelayanan mahasiswa;
8. Manfaat sistem clustering untuk pemetaan gaya belajar dengan jaringan syaraf
tiruan untuk melakukan evaluasi pembelajaran.
Pertanyaan tersebut di atas bila di kelompokan lagi dapat kelompokan menjadi dua
kelompok pertanyaan yang terdapat pada tabel berikut:
b. Pelaksanaan Pengujian
Tahapan-tahapan pengujian adalah sebagai berikut:
a. User diberikan panduan penggunaan program.
b. User melakukan langkah-langkah yang tertera pada panduan penggunaan.
c. User diminta untuk mengisi Kuesioner yang diberikan.
d. Kuesioner dikumpulkan kembali untuk dianalisis.

c. Analisis Hasil Pengujian dan Pembahasan Pengujian
Hasil dari ujicoba sistem yang dibuat memberikan data mentah berupa penilaian
responden sebagai berikut:
Tabel 4.2 Rekap Jawaban Kuesioner Responden.
No Responden
Soal Kuesioner
Total
Rata-
rata
1 2 3 4 5 6 7 8
A B C D E
1 Responden 1 4 4 4 5 5 4 5 4 35,00 4,38
2 Responden 2 5 5 4 4 5 5 4 4 36,00 4,50
3 Responden 3 4 5 4 4 5 5 4 5 36,00 4,50
4 Responden 4 5 4 4 5 4 5 4 4 35,00 4,38


41

5 Responden 5 4 5 4 5 4 5 4 5 36,00 4,50
6 Responden 6 4 4 5 4 4 5 4 4 34,00 4,25
7 Responden 7 4 4 4 4 4 5 4 4 33,00 4,13
8 Responden 8 5 4 4 4 5 4 4 5 35,00 4,38
9 Responden 9 4 4 4 4 4 5 5 4 34,00 4,25
10 Responden 10 5 4 4 5 5 5 4 4 36,00 4,50
Total 44 43 41 44 45 48 42 43 350 43,77
Rata-rata 4,40 4,30 4,10 4,40 4,50 4,80 4,20 4,30 35,00 4,38

Keterangan :
Kolom A : Responden-n
Kolom B : Jawaban penilaian Kuesioner user untuk pertanyaan yang berkaitan
dengan Penggunaan, navigasi dan tampilan sistem. Grid penilaian
yang diterapkan berupa skala 1 (satu) sampai 5 (lima) dengan
runtutan kriteria Sangat Tinggi diberi point 5 dan Sangat Rendah
diberi point 1.
Kolom C : Jawaban penilaian Kuesioner user untuk pertanyaan yang
berhubungan dengan manfaat sistem. Grid penilaian yang
diterapkan berupa skala 5 (lima) sampai 1 (satu) dengan runtutan
kriteria Sangat Tinggi diberi point 5 dan Sangat Rendah untuk point
1

d. Analisis Hasil Pengujian
Rekap rata rata untuk setiap kriteria penilaian dari data hasil pengujian bisa dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Rekap Rata-rata Jawaban Kuesioner Responden.
No Responden
1 2
Rata-
rata
R1 R2
1 Responden 1 4,25 4,50 4,38
2 Responden 2 4,50 4,50 4,50
3 Responden 3 4,25 4,75 4,50
4 Responden 4 4,50 4,25 4,38
5 Responden 5 4,50 4,50 4,50


42

6 Responden 6 4,25 4,25 4,25
7 Responden 7 4,00 4,25 4,13
8 Responden 8 4,25 4,50 4,38
9 Responden 9 4,00 4,50 4,25
10 Responden 10 4,50 4,50 4,50
Total 43,00 44,50 43,77
Rata-rata 4,30 4,45 4,38

Dari tabel tersebut dapat dideskripsikan bahwa rata-rata user yang memberikan
kriteria penilaian antara tinggi dan sangat tinggi untuk sistem yang diujikan. Untuk
Penggunaan, navigasi dan tampilan skor totalnya 43,00 dan rata-rata skornya 4,30
sedangkan untuk manfaat sistem skor totalnya 44,50 dan rata-ratanya 4,45. Maka
dapat disimpulkan sistem clustering untuk pemetaan gaya belajar mahasiswa dengan
jaringan syaraf tiruan baik untuk dijalankan.

4.2 Hasil Clustering Gaya Belajar

Setelah sistem berhasil dibuat, maka langkah selanjutnya adalah penerapan
aplikasi sistem ini terhadap objek penelitian, yaitu sejumlah mahasiswa yang akan
dikelompompokkan berdasarkan gaya belajarnya. Implemantasi Clustering ini
digunakan untuk pemetaan gaya belajar mahasiswa.
Metode implementasi yang diterapkan kepada mahasiswa yang akan
dikelompokkan berdasarkan gaya belajarnya adalah:
1. Mahasiswa diberi panduan untuk mengisi instrumen tes gaya belajar
2. Mahasiswa mengisi instrumen tes gaya belajar.
3. Hasil instrumen tes gaya belajar mahasiswa dikumpulkan untuk dijadikan
data input.
4. Data input selanjutnya diolah menjadi neuron-neuron input untuk proses
clustering.
5. Hasil proses clustering yang berupa cluster-cluster dianalisis.
6. Mahasiswa-mahasiswa dapat dikelompokkan ke cluster-cluster berdasarkan
gaya belajarnya


43

Hasil proses clustering yang dilakukan dengan system kemudian dianalisis
untuk mendapatkan data-data output yang berupa cluster-cluster mahasiswa sesuai
dengan gaya belajarnya.
Hasil clustering untuk data input dipilih pada epochs yang memberikan hasil
output tetap dan mantap sesuai dengan pengujian proses clustering. Hasil clustering
dipilih pada epochs 1000 . Hasil clustering adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4 Hasil Clustering Gaya Belajar.
Cluster Anggota
Cluster 1 M.06, M.20, M.22, M.25, M.26
Cluster 2 M.04, M.09, M.11, M.13, M.23
Cluster 3 M.03, M.21, M.27, M.30
Cluster 4 M.01, M.05, M.14, M.16
Cluster 5 M.02, M.12, M.24, M.29
Cluster 6 M..07, M.08, M.15, M.19
Cluster 7 M.10, M.17, M.18, M.28



44

BAB V
PENUTUP


5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan mulai dari tahap awal hingga pengujian,
penerapan sistem clustering untuk pemetaan gaya belajar mahasiswa dengan jaringan
syaraf tiruan Kohonen, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Jaringan syaraf tiruan Kohonen dapat digunakan untuk cluster analisis gaya
belajar mahasiswa. Mahasiwa-mahasiswa dikelompokkan dalam cluster-
cluster tertentu yang mempunyai kemiripan gaya belajarnya.
2. Sistem clustering menggunakan parameter-parameter jumlah epochs 1000,
jumlah cluster 7 dan tetapan Kohonen 0.01.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penerapan sistem ini dapat memberikan efek
positif dalam hal efisiensi waktu dan akurasi hasil clustering. Ada beberapa hal yang
diperlukan sebagai saran pengembangan sistem ini antara lain:
1. Ada baiknya jika aplikasi ini didistribusikan dalam bentuk website. Dari
proses input data sampai visualisasi hasil sudah terintegrasi.
2. Untuk penelitian lanjut perlu dibandingkan antara clustering Kohonen
dengan clustering Neurofuzzy atau yang lainnya.
3. Data input menggunakan inventori gaya belajar lain.



45

DAFTAR PUSTAKA


Anni, Catharina Tri. (2005).Psikologi Pendidikan. Semarang : UPT MKK UNNES.
Budi, G.S, Liliana, dan Haryanto, S. (2008). Cluster Analisis untuk Memprediksi
Talenta Pemain Basket Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Self organizing
Maps (SOM). Jurnal Informatika Vol.9, No.1, Mei 2008.
Brockett, Patrick L, Xiaohua Xia,dan Dering, Richard A. (1998). Using Kohonens
Self Organizing Feature Map to Uncover Automobily Bodily Injury Claim
Fraud. The Journal of Risk and Insurance, 1998, vol 65, no 2.
http://www.derrig.com/research/UsingKohonen%27sSelf-
OrganizingFeatureMap.pdf, didownload pada tanggal 5 Maret 2010.
Butler, K. A.(1986). Learning and Teaching Style: In Theory and in Practice.
Columbia: The Learners Dimension, 1986.
Canfield, A., and W. Knight.( 1983). Learning Style Inventory. Los Angeles. CA:
Western Psycological Services
Carbo, M, R. Dunn, dan K. Dunn. (1991)., Teaching Studens to Learn Through Their
Individual Styles. Bosto: allyn & Bacon, 1991.
da Silva, Patric F, dan Mustaro, Notargiacomo. (2009). Clustering of Learning
Object with Self Organizing Maps.
http://fie-conference.org/fie2009/papers/1250.pdf, didownload pada tanggal 5
Maret 2010.
Darsono, Max.( 2000). Belajar Pembelajaran. Semarang. IKIP : Semarang Press.
de Bono, E.(1997). Teaching Thinking. London: Penguin.
Denig, Stephen J. (2004). Multiple Intelegences and Learning Styles: Two
Complementery Dimensions. Teachers College Record Volume 106, Number 1,
January 2004, Copyright r by Teachers College, Columbia University 0161-
4681


46

Dunn, R, J. Beaudry, dan A, Klavas. (1989).. Educational Leadership , Survey of
Research on Learning Styles
Everitt, B.S. (1993). Cluster Analysis. Third Edition. Halsted Press an Imprint of
John Wiley and Sons Inc. New York
Gardner, Howard. Howard Gardners Seven Intelligences Questinnaire.
http://www.standards.dfes.gov.uk/sie/documents/mod6_handsB.pdf,
didownload pada tanggal 5 Maret 2010.
Gopalakrihnan, K., Khaitan, S, dan manik, A. (2008). Enhanced Cluster Analysis
and Visualization using Kohonens Self - Organizing Feature Map Network.
International Journal of Computational Intelligence 4;1 2008.
http://www.waset.org/journals/ijci/v4/v4-1-8.pdf, didownload pada tanggal 5
Maret 2010.
Hadihardaja, I. K., & Sugeng, S. (2005). Pemodelan Curah Hujan Limpasan
Menggunakan Artificial Neural Network dengan Metode Backpropagation.
Jurnal Teknik Sipil ITB, Volume 12 Nomor 4 .
Hudson, L.,(1996). Contrary Imagination. London: Penguin, 1996.
http://lookingahead.heinle.com. Learning Style Inventory
http://www.harding.edu/arc/PDF/CITE.pdf, C.I.T.E learning Styles Inventory
http://www.learning-styles-online.com/inventory/Memletics-Learning-Styles-
Inventory.pdf . Memletics learning Styles Inventory.
http://www.personal.psu.edu/bxb11/LSI/LSI.htm. Learning Style Inventory
http://www.vark-learn.com/Indonesian/page.asp?p=questionnaire . VARK - a Guide
to Learning Styles
Indrawanto, C., Eriyatno, Fauzi, A. M., Machfud, Sukardi, & Soetrisno, N. (2007).
Prakiraan Harga Akar Wangi: Aplikasi Metode Jaringan Syaraf Tiruan. Jurnal
Littri, Vol. 13 No. 1, ISSN 0853-8212.
Janah, Ika N F. (2006). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Materi pokok
kalor dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada


47

Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Tulis Tahun Pelajaran 2005/2006. Skripsi
Universitas Negeri Semarang 2006.
Jong, J. S. (2005). Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Pemrograman Matlab.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Kohonen, Teuvo. (1990). The Self Organizing Map. Proceeding of The IEEE, Vol.
78, No.9, September 1990.
Kolb. D.A. (1985) . Learning Style Inventory Self Scoring Inventory and
Interpretation Buuklt. Boston, NA: MCBER and Company.
Kuncoro, M . (2003). Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga
Kusumadewi, S. (2003). Artificial Intellegence (Teknik dan Aplikasinya).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Lawson, B., (1980). How Designers Think. London: Architectural Press.
Mahonen, P.H dan hakala, P.J. (1995). Automated Source Classification Using
Kohonen Network. The Astrophysical Journal 452 :L77L80, 1995 October
10.
Marimin. (2005). Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Ed
2 IPB Press Bogor .
McMenamin, J. S., & Monoforte, F. A. (1998). Short Termenergy Forecasting with
Neural Network. The Energy Journal Inform Research.
Montgomery, S.M & Groat, L.N. (1998). Student Learning styles and Their
Implication for Teaching. The Center for Research on Learning and Teaching,
The University of Michigan.
Muir, Diana. J., PhD. (2001). Adaptif Online Education to Different Learning Styles.
Intelligent Education, Inc.1131 Creekside Way Roswell, GA 30076 Tel: 678-
795-0925
Nafisah, S., Puspitodjati, S., & Wulandari, 3. (2008). Pengklasifikasian Jenis Tanah
Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Dengan Algoritma Backpropagation.
Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT 2008) (pp.
444-49; ISSN : 1411-6286). Jakarta: Universitas Gunadarma,.


48

Natawidjaja, Rochman. (1979). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Arief Jaya.
Pask, G. dan B, Scott. (1972). Learning Strategies and Individual Competence. Int. F.
Man-Mach. Stnd., 4 (31972).
Phibin, M., Meier, E., Huffman, S., and Bouverse, P. 1995, April. A Survey of gender
and Learning styles. Sex Roles, 32.
Pranata, M. 2002. Menyoal Ketidakcocokan Gaya Belajar Desain. Nirmana Vol. 4,
No. 1, Januari 2002.
Prastiti, S.D, dan Sri Pujiningsih. (2008). Pengaruh Faktor Preferensi Gaya Belajar
terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Akuntansi. Fakultas ekonomi,
Universitas Negeri Malang.
http://fe.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/sawitri_pujiningsih_6.pdf,
Smith, L.( 1996). An Introduction to Neural Networks. Department of Computing
and Mathematics University of Stirling : Scotland
Soloman, B.A., Felder, R.M. (2008). Index of Learning Styles Questionnaire.
http://www.engr.ncsu.edu/learningstyles/ilsweb.html
Supranto, J.(1997). Metode Riset. Jakarta : Rineka Cipta
Supranto, J. (2000). Teknik Sampling Untuk Survei dan Eksperimen, Edisi Baru.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Tim Penelitian dan Pengembangan, Wahana Komputer. (2005). Pengembangan
Analisis Multivariate dengan SPSS 12, Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Infotek
Tri Wulandari, (2009). Perbedaan kemampuan Mengingat Ditinjau dari Gaya
Belajar, Skripsi, Fakultas psikologi, Universitas Muhammmadiyah Surakarta.
Warsito,B., Ispriyanti,D., dan Widayanti,H.(2008). Clustering Data Pencemaran
Udara Sektor Industri di Jawa Tengah dengan Kohonen neural Network. Jurnal
PRESIPITASI Volume 4 No 1 Maret 2008
Zhang, W. Q., & Schniederjans, M. J. (2004). Neural Network Earning Per Share
Forecasting Models: Acomparative Analysis of Alternative Methods. New
York: Decision Sciences.

Anda mungkin juga menyukai