2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal 2.1 Fungsi ginjal 1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh 2. Mengantur jumlah dan kosentrasi sebagian besar ion CES, termasuk Na, Cl, K, dll 3. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga berperan dalam penganturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengantur keseimbangan garam dan H2O 4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh 5. Memelihara osmolaritas (kosentrasi zat terlarut) cairan tubuh terutama melalui penganturan keseimbangan H2O 6. Mengekskresikan (eleminasi) produk produk sisa dari metabolisme tubuh, misalnya urea asam urat dan kreatinin (jika menumpuk dalam tubuh bersifat toksik) 7. Mengekskresikan banyak senyawa asing, misalnya obat, pestisida, dll. 8. Mengekskresikan eritropoetin. 9. Mensekresikan renin dan mengubah vit.D menjadi bentuk aktifnya.
2.2 Mekanisme pembentukan urin Penyaringan ( Filtrasi ) Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton.1996). Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.1996). Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton.1996). 2. Penyerapan ( Absorsorbsi) Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral membrane plasma (Sherwood, 2001). Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan ( countertransport ) (Sherwood, 2001). Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood, 2001) 3. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi ) Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood.2001). Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001). 4. Augmentasi Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002). Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001). Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood.2001). SISTEM URINARI 1. Konsep Klirens Ginjal adalah suatu organ yang berfungsi untuk membersihkan plasma darah dari zat- zat buangan seperti urea dan nitrogen nonprotein lain yang terbentuk sebagai hasil proses metabolic. Jika plasma tersaring saat melalui glomerulus dan bergerak melewati tubulus nefron, plasma akan menjadi bersih dari zat-zat yang tidak terabsorbsi ulang atau hanya sebagian terabsorbsi ulang. Plasma klirens dapat dinyatakan dalam ml/menit, itu adalah volume darah per menit yang telah bersih dari zat. Volume ini dapat dihitung dengan memakai rumus berikut: Plasma Klirens (ml/menit) = Laju ekskresi urinaria (mg/menit) Konsentrasi plasma (mg/ml) Misalnya saja plasma klirens terhadap urine, jika jumlah urea yang memasuki urine per menit adalah 12 mg (laju ekskresi urinaria) dan konsentrasi urea dalam plasma 0,2 mg/ml (konsentrasi plasma), maka plasma klirens terhadap urea adalah 60 per menit. Dengan demikian hanya separuh lebih sedikit urea yang difiltrasi melalui glomerulus dalam setiap aliran yang diekskresi dalam urine.
2. Karakteristik urine Urine adalah cairan yang diekskresi oleh ginjal yang disimpan dalam kandung kemih, dan dikeluarkan melalui uretra. Urine terdiri dari 95 % air dan mengandung zat-zat terlarut sebagai berikut: a. Zat buangan nitrogen yang meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme asam nukleat dan kreatinin dari proses penguraian keratin fosfat dalam jaringan otot. b. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah c. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal dalam jumlah kecil d. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, ammonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan magnesium e. Hormone atau katabolit hormone ada secara normal dalam urine f. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal ditemukan dalam jumlah kecil g. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan keton, zat kapur, dan batu ginjal atau kalkuli. 3. Hipertensi Seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan arteri rata-ratanya lebih tinggi daripada batas atas yang dianggap normal. Dalam keadaan istirahat bila tekanan arteri rata- ratanya lebih tinggi dari 110 mmHg maka orang tersebut dapat dikatakan hipertensi. Efek letal yang timbul dari hipertensi itu disebabkan oleh 3 hal, yaitu: a. Kelebihan bean kerja pada jantung b. Tekanan yang tinggi dapat berakibat rupturnya pembuluh darah di otak yang disebut infark serebral dan secara klinis dapat mengakibatkan penderita menjadi stroke. c. Terjadinya berbagai perdarahan pada ginjal yang mengakibatkan organ tersebut rusak dan dapat menyebabkan gagal ginjal, uremia, dan kematian. Volume cairan ekstrasel dan volume darah kembali hampir sepenuhnya ke nilai normal bersama dengan turunnya curah jantung. Terdapat 2 faktor, yaitu: 1. Kenaikan tahanan arteriol akan menurunkan tekanan kapiler sehingga cairan dalam ruang jaringan diabsorbsi kembali ke dalam darah. 2. Peningkatan tekanan arteri tersebut sekarang menyebabkan ginjal mengekskresi volume cairan yang berlebihan yang semula di akumulasi dalam tubuh. 3. Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis 3.1 Definisi Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan di mulai dalam glomerolus dam bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. 3.2 Klasifikasi Distribusi Difus : mengenai semua glomerolus, bentuk yang paling sering terjadi menyebabkan gagal ginjal kronik Fokal : hanya sebagian glomerolus yang abnormal Lokal : hanya sebagian rumbai glomerolus yang abnormal misalnya satu simpai kapiler Bentuk klinis glomerulonefritis difus Akut : jenis gangguan klasik dan jinak yang hampir selalu diawali oleh infeksi streptokokkus dan disertai endapan kompleks imun pada membran basalis glomerolus dan perubahan proliferatif selular. Subakut : bentuk glomerolus yang progresif cepat di tandai dengan perubahan ploriferatif selular nyata yang merusak glomerolus sehingga dapat menyebabkan kematian karena uremia dalam jangka waktu beberapa bulan sejak timbul penyakit. Kronik : glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju perubahan sklerotik dan obliteratif pada glomerolus, ginjal mengisut dan kecil, kematian akibat uremia, seluruh perjalanan penyakit berlangsung dari 2 sampai 40 tahun. Mekanisme kekebalan patogenik dan pola imunofluoresensi Komplek imun, granular : antibodi (Ab) terhadap antigen (Ag) nonglomerular eksogen maupun endogen berperan dalam pembentukan kompleks Ag-Ab dalam sirkulasi dan secara pasif terperangkap dalam GBM. Fiksasi komplemen dan pelepasan mediator imunologik mengakibatkan cidera glomerolus; terdapat deposit disepanjang permukaan epitel yang tampaknya memiliki pola granular atau berbungkah seperti yang terlihat pada pemeriksaan mikroskopik imunofluoresensi. Jenis ini menyertai GN pascastreptokokkus, GN membranosa idiopatik, GN penyakit serum, endokarditis bakterial subakut, malaria dan purpura anafilaktoid. Nefrositoksik (anti-GBM) linear : bentuk antibodi yang bereaksi dengan MBG pasien sendiri sebagai antigennya (anti MBG atau antibodi antiginjal). Penyakit autoimun sejati berbeda dengan GN kompleks imun, yaitu MBG hanya berperan sebagai pendamping yang tidak berdosa; endapan imun terletak pada subendotel dan mengakibatkan gambaran linier seperti pita pada mikroskop imunofluoresensi; disertai GN progresif cepat (RPGN) dan sindrom Goodpasture. Gambaran histologik Perubahan minimal : disebut juga nefrosis lipoid atau penyakit podosit; glomeruli tampak normal atau hampir normal pada mikroskop cahaya, sedangkan pada mikroskop elektron terlihat adanya penyatuan podosit; hanya bentuk GN mayor yang tidak memperlihatkan imunopatologi; biasanya berwujud sebagai sindrom nefrotik pada usia anak umur 1-5 tahun; berespon baik dengan terapi kortikosteroid; prognosis sangat baik. Perubahan prolliferatif : endapan imunoglobin, komplemen, dan fibrin akan menyebabkan proliferasi sel sel endotel, mesangium dan epitel; kemudian mengakibatkan pembentukan sabit yang dapat melingkari dan menyumbat rumbai glomerolus (tanda yang berbahaya). Sering ditemui pada RPGN dan GN kronik yang sudah lanjut. Perubahan membranosa: endapan epimembranosa dari bahan imun disepanjang GBM mengakibatkan GBM menebal, tetapi hanya seedikit atau hampir tidak ada peradangan atau proliferasisel meskipun lumen kapiler akhirnya akan mengalami obliterasi. Lesi merupakan lesi yang sering dijumpai pada orang dewasa pasien sindrom nefrotik, berespon buruk pada terapi kortikosteroid dan imunosupresif. Prognosis pada umumnya jelek dan perlahan lahan berkembang menjadi gagal ginjal. Perubahan membranosa juga lazim terjadi pada penyakit penyakit nefritis sistemik seperti diabetes melitus dan SLE. Peubahan membranoproliferatif : disebut juga dengan GN mesangiokapiler, lobular, atau hipokomplementemik; bahan kompleks imun diendapkan antara GBM dan endotel sehingga GBM menebal dan terjadi proliferasi sel mesangium, sehingga glomerolus tampak berlobus atau seperti kumparam kawat jika dilihat dengan mikroskop cahaya; ditandai dengan kadar komplemen serum yang rendah, hematuria dan sindrom nefrotik. Berespon buruk terhadap terapi dan umumnya perlahan-lahan berkembang menjadi gagal ginjal. Glomerulonefritis fokal: lesi proliferatif atau sklerosis yang terjadi secara acak di seluruh ginjal (fokal lawannya difus) dan seringkali hanya mengenai sebagian dari rumbai glomerolus (lokal); setidaknya terjadi pada sebagian penyakit SBE (subacute bacterial endocarditis), SLE, poliartitis nodosa, sindrom goodpasture dan purpura; kadang terjadi GN fokal idiopatik pada anak ; prognosis baik. Sindrom klinis Sindrom nefritis akut: nefritis akut yang timbul mendadak biasanya menyertai GN pasca streptokokkus, tetapi dapat juga terjadi pada berbagai penyakit ginjal lainya dan sebagai eksaserbasi akut GN kronik. Sindom nefrotik:kompleks klinis yang ditandai dengan proteinuria masif (>3,5 g/hari), hipoalbuminuria, edema dan hiperlipidemia. Terjadi pada bnyak penyakit ginjal primer dan sistemik; 50% pasien GN kronik pernah mengalaminya, setidaknya sekali. Kelainan urine asimtomatik : stadium .aten pada GN kronik ditandai dengan proteinuria minimal dan/ hematuria tapi tanpa gejala. Fungsi glomerolus relatif stabil atau mungkin memperlihatkan perkembangan yang lambat (silent azotemia). Sindrom uremik: stadium akhir gagal ginjal asimtomatik.
4. Memahami dan Menjelaskan Glomeruloneftiris akut 4.1 Definisi Jenis gangguan klasik dan jinak yang hampir selalu diawali oleh infeksi streptokokkus dan disertai endapan kompleks imun pada membran basalis glomerolus dan perubahan proliferatif selular. 4.2 Epidemiologi Glomerulonefritis akut pasca streptokokkus paling sering menyerang anak usia 3-7 tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja juga dapat juga terserang. Perbandingan penyakit ini pada laki-laki dan perempuan adalah sekitar 2:1 4.3 Etiologi GNA terjadi setelah infeksi streptokokkus pada tenggorokan atau pada kulit sesudah masa laten 1-2 minggu. Organisme penyebab lazim adalah streptokokkus beta hemolitikus grup A tipe 12 atau 4 dan 1; jarang oleh penyebab lainnya. Didiga terdapat suatu antibodi yang ditunjukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal spesifik. 4.4 Patogenesis Ada peranan kompleks imun dalam GN pascastreptokokkos akut. Antigen tersangka adalah endostreptosin dan ptotein pengikat plasmin nefritis. Kompleks ag-ab terbentuk dalam darah dan bersirkulasike dalam glomerolus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis glomerolus. Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel sel mesangium dan selanjutnya sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler glomerolus menyebabkan protein dan sel darah merah dapatkeluar ke dalam urin mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Ditemukan gambaran tipikal seperti hipokomplementemia dan endapa granular IgG dan komplemen di GBM. Penelitian menunjukan bahwa c3 mengendap di GBM sebelu IgG oleh karena itu cidera primer mungkin disebabkan oleh pengaktifan komplemen. Kompleks komplemen ag-ab inilah yang terlihat sebagai nodul subepitel (atau sebagai bungkusan epimembranosa) pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah bungkah pada mikroskop imunofluoresensi. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya glomerolus tampak membengkak dan hiperselular disertai invasi PMN. 4.5 Patofisiologi Gangguan fisiologik utama yaitu GFR menurun, akibatnya ekskresi air, natrium dan zat nitrogen mungkin berkurang sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium. Di pagi hari sering terjadi edema wajah terutama edema periorbita, meskipun edema lebih nyata di bagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya bergantung pada berat peradangan glomerolus, apakah disertai payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam. Hipertensi hampir selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengan jelas. Kerusakan pada rumbai kapiler glomerolus mengakibatkan hematuria dan albuminuria (hanya sedikit protein yang keluar). Urin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi. Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin memperlihatkan adanya silinderuria, eritrosit dan silinder eritrosit. 4.6 Manifestasi klinis Gambaran yang paling sering ditemukan adalah hematuria, proteinuria, oliguria, edema dan hipertensi. Gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah, anoreksia, kadang-kadang demam, sakit kepala mual dan muntah. Peningkatan titer antistreptolisin O (ASO) dapat menyatakan adanya antibodi terhadap organisme streptokokkus. Kadar komplemen serum mungkin rendah akibat deplesi. Sembab preorbita pada pagi hari (75%) Malaise, sakit kepala, muntah, panas dan anoreksia Asites (kadang-kadang) Takikardia, takipnea, rales pada paru, dan cairan dalam rongga pleura Hipertensi (tekanan darah > 95 persentil menurut umur) pada > 50% penderita Air kemih merah seperti air daging, oliguria, kadang-kadang anuria Pada pemeriksaan radiologik didapatkan tanda bendungan pembuluh darah paru, cairan dalam rongga pleura, dan kardiomegali
4.7 Pemeriksaan Lab dan Penunjang - Air kemih : Proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus) Hematuria makroskopis/mikroskopis Torak granular, torak eritrosit - Darah BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali ASTO >100 Kesatuan Todd Komplemen C3 < 50 mg/dl pada 4 minggu pertama Hipergamaglobulinemia, terutama IgG Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat 4.8 Diagnosis Diagnosis GNAPS dibuat berdasarkan : - Gejala klinis - Laboratorium : Air kemih : harus lengkap Darah : - ASTO > 100 Kesatuan Todd - C3 < 50 mg/dl
4.9 Diagnosis Banding - Hematuria berulang dengan glomerulonefritis fokal (IgA nefropati) Hematuria berulang yang asimtomatis, tanpa penurunan fungsi ginjal Timbunan IgA di glomeruli - Hematuria berulang ringan - Purpura Henoch-Schonlein - Glomerulonefritis progresif
4.10 Tatalaksana 1. Terapi Medikamentosa Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, dengan amoksisilin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis. Diuretik diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Jika terdapat hipertensi, berikan obat antihipertensi, tergantung pada berat ringannya hipertensi. Bedah Tidak diperlukan tindakan bedah. Suportif Pengobaan GNAPS umumnya bersifat suportif. Tirah baring umumnya diperlukan jika pasien tampak sakit misalnya kesadaran menurun, hipertensi, edema. Diet nefritis diberikan terutama pada keadaan dengan retensi cairan dan penurunan fungsi ginjal. Jika terdapat komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi ensefalopati, gagal jantung, edema paru, maka tatalaksananya disesuaikan dengan komplikasi yang terjadi. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll) Rujuk ke dokter nefrologi anak bila terdapat komplikasi gagal ginjal, ensefalopati hipertensi, gagal jantung. 2. Pemantauan Terapi Meskipun umumnya pengobatan bersifat suportif, tetapi pemantauan pengobatan dilakukan terhadap komplikasi yang terjadi karena komplikasi tersebut dapat mengakibatkan kematian. Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vital secara berkala diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan. Tumbuh Kembang Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang anak, kecuali jika terdapat komplikasi yang menimbulkan sekuele. 4.11 Komplikasi Gagal ginjal akut (GNA) Gagal ginjal kronik (GNK) Hipertensi Edema pulmonal Ensefalopati Payah jantung Perdarahan otak 4.12 Prognosis Setelah pengobatan gejala biasanya berkurang dalm beberapa hari, meskipun hematuria mikroskopik dan proteinuria dapat menetap selama berbulan bulan. Diperkirakan lebih dari 90% anak yang menderita penyakit ini dapat sembuh sempurna. Pada orang dewasa prognosis menjadi kurang baik (30-50%). 2-5% dari semua kasusu akut mengalami kematian. Sedangkan sisa pasien lainya dapat berkembang menjadi glomerulonefritis progresif cepat (RPGN), atau glomerulonefritis kronik yang perkembangannya lebih lambat. 4.13 Pencegahan