Anda di halaman 1dari 13

Skenario 1 : Urin seperti air cucian daging

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal


1.1 Anatomi makroskopik ginjal












1.2 Anatomi mikroskopik ginjal


m
















2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal
2.1 Fungsi ginjal
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengantur jumlah dan kosentrasi sebagian besar ion CES, termasuk Na, Cl, K, dll
3. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga berperan dalam penganturan jangka
panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai
pengantur keseimbangan garam dan H2O
4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh
5. Memelihara osmolaritas (kosentrasi zat terlarut) cairan tubuh terutama melalui
penganturan keseimbangan H2O
6. Mengekskresikan (eleminasi) produk produk sisa dari metabolisme tubuh, misalnya
urea asam urat dan kreatinin (jika menumpuk dalam tubuh bersifat toksik)
7. Mengekskresikan banyak senyawa asing, misalnya obat, pestisida, dll.
8. Mengekskresikan eritropoetin.
9. Mensekresikan renin dan mengubah vit.D menjadi bentuk aktifnya.

2.2 Mekanisme pembentukan urin
Penyaringan ( Filtrasi )
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik
dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam
vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi
air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan
kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol
eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel
epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman
disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang
menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri
atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium
kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau
fenestrate (Guyton.1996).
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute
menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan
oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi.
Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang
medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektiv
permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan
air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.1996).
Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya
molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga
mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu
beban listirk (electric charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation (
positive ) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam
plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan
urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus
berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak
mengandung protein (Guyton.1996).
2. Penyerapan ( Absorsorbsi)
Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari
filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak
sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi
ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di
reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan
mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari
komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur
transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical
membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati
basolateral membrane plasma (Sherwood, 2001).
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler
bergerakdari vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable
yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari
difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi
optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan
mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di
sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi
interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik
transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan
dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan
pimpinan ( countertransport ) (Sherwood, 2001).
Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary
active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion.
Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi
melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi.
Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood,
2001)
3. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat
glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi
penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih
berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan
garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal
mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari
zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood.2001).
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang
komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang
bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03, dalam urin primer dapat mencapai 2%
dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino
meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air
terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001).
4. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam,
2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm
dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang
bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme
antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002).
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan
yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya
bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat
dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat
digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001).
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun
bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk
sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang
beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah
merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan
dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat
merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan
mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air
rendah (Sherwood.2001).
SISTEM URINARI
1. Konsep Klirens
Ginjal adalah suatu organ yang berfungsi untuk membersihkan plasma darah dari zat-
zat buangan seperti urea dan nitrogen nonprotein lain yang terbentuk sebagai hasil
proses metabolic. Jika plasma tersaring saat melalui glomerulus dan bergerak
melewati tubulus nefron, plasma akan menjadi bersih dari zat-zat yang tidak
terabsorbsi ulang atau hanya sebagian terabsorbsi ulang. Plasma klirens dapat
dinyatakan dalam ml/menit, itu adalah volume darah per menit yang telah bersih dari
zat. Volume ini dapat dihitung dengan memakai rumus berikut:
Plasma Klirens (ml/menit) = Laju ekskresi urinaria (mg/menit)
Konsentrasi plasma (mg/ml)
Misalnya saja plasma klirens terhadap urine, jika jumlah urea yang memasuki urine
per menit adalah 12 mg (laju ekskresi urinaria) dan konsentrasi urea dalam plasma 0,2
mg/ml (konsentrasi plasma), maka plasma klirens terhadap urea adalah 60 per menit.
Dengan demikian hanya separuh lebih sedikit urea yang difiltrasi melalui glomerulus
dalam setiap aliran yang diekskresi dalam urine.

2. Karakteristik urine
Urine adalah cairan yang diekskresi oleh ginjal yang disimpan dalam kandung kemih,
dan dikeluarkan melalui uretra. Urine terdiri dari 95 % air dan mengandung zat-zat
terlarut sebagai berikut:
a. Zat buangan nitrogen yang meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari
katabolisme asam nukleat dan kreatinin dari proses penguraian keratin fosfat
dalam jaringan otot.
b. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah
c. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal
dalam jumlah kecil
d. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, ammonium, sulfat, fosfat, kalsium,
dan magnesium
e. Hormone atau katabolit hormone ada secara normal dalam urine
f. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara
normal ditemukan dalam jumlah kecil
g. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar
badan keton, zat kapur, dan batu ginjal atau kalkuli.
3. Hipertensi
Seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan arteri rata-ratanya lebih tinggi daripada
batas atas yang dianggap normal. Dalam keadaan istirahat bila tekanan arteri rata-
ratanya lebih tinggi dari 110 mmHg maka orang tersebut dapat dikatakan hipertensi.
Efek letal yang timbul dari hipertensi itu disebabkan oleh 3 hal, yaitu:
a. Kelebihan bean kerja pada jantung
b. Tekanan yang tinggi dapat berakibat rupturnya pembuluh darah di otak yang
disebut infark serebral dan secara klinis dapat mengakibatkan penderita menjadi
stroke.
c. Terjadinya berbagai perdarahan pada ginjal yang mengakibatkan organ tersebut
rusak dan dapat menyebabkan gagal ginjal, uremia, dan kematian.
Volume cairan ekstrasel dan volume darah kembali hampir sepenuhnya ke nilai
normal bersama dengan turunnya curah jantung. Terdapat 2 faktor, yaitu:
1. Kenaikan tahanan arteriol akan menurunkan tekanan kapiler sehingga cairan
dalam ruang jaringan diabsorbsi kembali ke dalam darah.
2. Peningkatan tekanan arteri tersebut sekarang menyebabkan ginjal mengekskresi
volume cairan yang berlebihan yang semula di akumulasi dalam tubuh.
3. Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis
3.1 Definisi
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan di mulai
dalam glomerolus dam bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
3.2 Klasifikasi
Distribusi
Difus : mengenai semua glomerolus, bentuk yang paling sering terjadi
menyebabkan gagal ginjal kronik
Fokal : hanya sebagian glomerolus yang abnormal
Lokal : hanya sebagian rumbai glomerolus yang abnormal misalnya satu
simpai kapiler
Bentuk klinis glomerulonefritis difus
Akut : jenis gangguan klasik dan jinak yang hampir selalu diawali oleh infeksi
streptokokkus dan disertai endapan kompleks imun pada membran basalis glomerolus
dan perubahan proliferatif selular.
Subakut : bentuk glomerolus yang progresif cepat di tandai dengan perubahan
ploriferatif selular nyata yang merusak glomerolus sehingga dapat menyebabkan
kematian karena uremia dalam jangka waktu beberapa bulan sejak timbul penyakit.
Kronik : glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju perubahan
sklerotik dan obliteratif pada glomerolus, ginjal mengisut dan kecil, kematian akibat
uremia, seluruh perjalanan penyakit berlangsung dari 2 sampai 40 tahun.
Mekanisme kekebalan patogenik dan pola imunofluoresensi
Komplek imun, granular : antibodi (Ab) terhadap antigen (Ag) nonglomerular
eksogen maupun endogen berperan dalam pembentukan kompleks Ag-Ab dalam
sirkulasi dan secara pasif terperangkap dalam GBM. Fiksasi komplemen dan
pelepasan mediator imunologik mengakibatkan cidera glomerolus; terdapat deposit
disepanjang permukaan epitel yang tampaknya memiliki pola granular atau
berbungkah seperti yang terlihat pada pemeriksaan mikroskopik imunofluoresensi.
Jenis ini menyertai GN pascastreptokokkus, GN membranosa idiopatik, GN penyakit
serum, endokarditis bakterial subakut, malaria dan purpura anafilaktoid.
Nefrositoksik (anti-GBM) linear : bentuk antibodi yang bereaksi dengan MBG
pasien sendiri sebagai antigennya (anti MBG atau antibodi antiginjal). Penyakit
autoimun sejati berbeda dengan GN kompleks imun, yaitu MBG hanya berperan
sebagai pendamping yang tidak berdosa; endapan imun terletak pada subendotel dan
mengakibatkan gambaran linier seperti pita pada mikroskop imunofluoresensi;
disertai GN progresif cepat (RPGN) dan sindrom Goodpasture.
Gambaran histologik
Perubahan minimal : disebut juga nefrosis lipoid atau penyakit podosit; glomeruli
tampak normal atau hampir normal pada mikroskop cahaya, sedangkan pada
mikroskop elektron terlihat adanya penyatuan podosit; hanya bentuk GN mayor yang
tidak memperlihatkan imunopatologi; biasanya berwujud sebagai sindrom nefrotik
pada usia anak umur 1-5 tahun; berespon baik dengan terapi kortikosteroid; prognosis
sangat baik.
Perubahan prolliferatif : endapan imunoglobin, komplemen, dan fibrin akan
menyebabkan proliferasi sel sel endotel, mesangium dan epitel; kemudian
mengakibatkan pembentukan sabit yang dapat melingkari dan menyumbat rumbai
glomerolus (tanda yang berbahaya). Sering ditemui pada RPGN dan GN kronik yang
sudah lanjut.
Perubahan membranosa: endapan epimembranosa dari bahan imun disepanjang
GBM mengakibatkan GBM menebal, tetapi hanya seedikit atau hampir tidak ada
peradangan atau proliferasisel meskipun lumen kapiler akhirnya akan mengalami
obliterasi. Lesi merupakan lesi yang sering dijumpai pada orang dewasa pasien
sindrom nefrotik, berespon buruk pada terapi kortikosteroid dan imunosupresif.
Prognosis pada umumnya jelek dan perlahan lahan berkembang menjadi gagal ginjal.
Perubahan membranosa juga lazim terjadi pada penyakit penyakit nefritis sistemik
seperti diabetes melitus dan SLE.
Peubahan membranoproliferatif : disebut juga dengan GN mesangiokapiler,
lobular, atau hipokomplementemik; bahan kompleks imun diendapkan antara GBM
dan endotel sehingga GBM menebal dan terjadi proliferasi sel mesangium, sehingga
glomerolus tampak berlobus atau seperti kumparam kawat jika dilihat dengan
mikroskop cahaya; ditandai dengan kadar komplemen serum yang rendah, hematuria
dan sindrom nefrotik. Berespon buruk terhadap terapi dan umumnya perlahan-lahan
berkembang menjadi gagal ginjal.
Glomerulonefritis fokal: lesi proliferatif atau sklerosis yang terjadi secara acak di
seluruh ginjal (fokal lawannya difus) dan seringkali hanya mengenai sebagian dari
rumbai glomerolus (lokal); setidaknya terjadi pada sebagian penyakit SBE (subacute
bacterial endocarditis), SLE, poliartitis nodosa, sindrom goodpasture dan purpura;
kadang terjadi GN fokal idiopatik pada anak ; prognosis baik.
Sindrom klinis
Sindrom nefritis akut: nefritis akut yang timbul mendadak biasanya menyertai GN
pasca streptokokkus, tetapi dapat juga terjadi pada berbagai penyakit ginjal lainya dan
sebagai eksaserbasi akut GN kronik.
Sindom nefrotik:kompleks klinis yang ditandai dengan proteinuria masif (>3,5
g/hari), hipoalbuminuria, edema dan hiperlipidemia. Terjadi pada bnyak penyakit
ginjal primer dan sistemik; 50% pasien GN kronik pernah mengalaminya, setidaknya
sekali.
Kelainan urine asimtomatik : stadium .aten pada GN kronik ditandai dengan
proteinuria minimal dan/ hematuria tapi tanpa gejala. Fungsi glomerolus relatif stabil
atau mungkin memperlihatkan perkembangan yang lambat (silent azotemia).
Sindrom uremik: stadium akhir gagal ginjal asimtomatik.

4. Memahami dan Menjelaskan Glomeruloneftiris akut
4.1 Definisi
Jenis gangguan klasik dan jinak yang hampir selalu diawali oleh infeksi streptokokkus dan
disertai endapan kompleks imun pada membran basalis glomerolus dan perubahan proliferatif
selular.
4.2 Epidemiologi
Glomerulonefritis akut pasca streptokokkus paling sering menyerang anak usia 3-7 tahun
meskipun orang dewasa muda dan remaja juga dapat juga terserang. Perbandingan penyakit
ini pada laki-laki dan perempuan adalah sekitar 2:1
4.3 Etiologi
GNA terjadi setelah infeksi streptokokkus pada tenggorokan atau pada kulit sesudah masa
laten 1-2 minggu. Organisme penyebab lazim adalah streptokokkus beta hemolitikus grup A
tipe 12 atau 4 dan 1; jarang oleh penyebab lainnya. Didiga terdapat suatu antibodi yang
ditunjukan terhadap antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal
spesifik.
4.4 Patogenesis
Ada peranan kompleks imun dalam GN pascastreptokokkos akut. Antigen tersangka adalah
endostreptosin dan ptotein pengikat plasmin nefritis. Kompleks ag-ab terbentuk dalam darah
dan bersirkulasike dalam glomerolus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap
dalam membran basalis. Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat
lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis
glomerolus. Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang
diikuti sel sel mesangium dan selanjutnya sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran
kapiler glomerolus menyebabkan protein dan sel darah merah dapatkeluar ke dalam urin
mengakibatkan proteinuria dan hematuria.
Ditemukan gambaran tipikal seperti hipokomplementemia dan endapa granular IgG dan
komplemen di GBM. Penelitian menunjukan bahwa c3 mengendap di GBM sebelu IgG oleh
karena itu cidera primer mungkin disebabkan oleh pengaktifan komplemen.
Kompleks komplemen ag-ab inilah yang terlihat sebagai nodul subepitel (atau sebagai
bungkusan epimembranosa) pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan
berbungkah bungkah pada mikroskop imunofluoresensi. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya
glomerolus tampak membengkak dan hiperselular disertai invasi PMN.
4.5 Patofisiologi
Gangguan fisiologik utama yaitu GFR menurun, akibatnya ekskresi air, natrium dan zat
nitrogen mungkin berkurang sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron
menyebabkan retensi air dan natrium. Di pagi hari sering terjadi edema wajah terutama
edema periorbita, meskipun edema lebih nyata di bagian anggota bawah tubuh ketika
menjelang siang. Derajat edema biasanya bergantung pada berat peradangan glomerolus,
apakah disertai payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Hipertensi hampir selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme
masih belum diketahui dengan jelas. Kerusakan pada rumbai kapiler glomerolus
mengakibatkan hematuria dan albuminuria (hanya sedikit protein yang keluar). Urin tampak
kemerah-merahan atau seperti kopi. Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin memperlihatkan
adanya silinderuria, eritrosit dan silinder eritrosit.
4.6 Manifestasi klinis
Gambaran yang paling sering ditemukan adalah hematuria, proteinuria, oliguria, edema dan
hipertensi. Gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah,
anoreksia, kadang-kadang demam, sakit kepala mual dan muntah. Peningkatan titer
antistreptolisin O (ASO) dapat menyatakan adanya antibodi terhadap organisme
streptokokkus. Kadar komplemen serum mungkin rendah akibat deplesi.
Sembab preorbita pada pagi hari (75%)
Malaise, sakit kepala, muntah, panas dan anoreksia
Asites (kadang-kadang)
Takikardia, takipnea, rales pada paru, dan cairan dalam rongga pleura
Hipertensi (tekanan darah > 95 persentil menurut umur) pada > 50% penderita
Air kemih merah seperti air daging, oliguria, kadang-kadang anuria
Pada pemeriksaan radiologik didapatkan tanda bendungan pembuluh darah paru,
cairan dalam rongga pleura, dan kardiomegali

4.7 Pemeriksaan Lab dan Penunjang
- Air kemih :
Proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus)
Hematuria makroskopis/mikroskopis
Torak granular, torak eritrosit
- Darah
BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali
ASTO >100 Kesatuan Todd
Komplemen C3 < 50 mg/dl pada 4 minggu pertama
Hipergamaglobulinemia, terutama IgG
Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat
4.8 Diagnosis
Diagnosis GNAPS dibuat berdasarkan :
- Gejala klinis
- Laboratorium :
Air kemih : harus lengkap
Darah : - ASTO > 100 Kesatuan Todd
- C3 < 50 mg/dl

4.9 Diagnosis Banding
- Hematuria berulang dengan glomerulonefritis fokal (IgA nefropati)
Hematuria berulang yang asimtomatis, tanpa penurunan fungsi ginjal
Timbunan IgA di glomeruli
- Hematuria berulang ringan
- Purpura Henoch-Schonlein
- Glomerulonefritis progresif

4.10 Tatalaksana
1. Terapi
Medikamentosa
Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, dengan amoksisilin 50 mg/kg BB
dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
Diuretik diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Jika terdapat hipertensi,
berikan obat antihipertensi, tergantung pada berat ringannya hipertensi.
Bedah
Tidak diperlukan tindakan bedah.
Suportif
Pengobaan GNAPS umumnya bersifat suportif. Tirah baring umumnya diperlukan jika pasien
tampak sakit misalnya kesadaran menurun, hipertensi, edema. Diet nefritis diberikan
terutama pada keadaan dengan retensi cairan dan penurunan fungsi ginjal. Jika terdapat
komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi ensefalopati, gagal jantung, edema paru, maka
tatalaksananya disesuaikan dengan komplikasi yang terjadi.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Rujuk ke dokter nefrologi anak bila terdapat komplikasi gagal ginjal, ensefalopati hipertensi,
gagal jantung.
2. Pemantauan
Terapi
Meskipun umumnya pengobatan bersifat suportif, tetapi pemantauan pengobatan dilakukan
terhadap komplikasi yang terjadi karena komplikasi tersebut dapat mengakibatkan
kematian. Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vital secara berkala diperlukan untuk
memantau kemajuan pengobatan.
Tumbuh Kembang
Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang anak, kecuali jika
terdapat komplikasi yang menimbulkan sekuele.
4.11 Komplikasi
Gagal ginjal akut (GNA)
Gagal ginjal kronik (GNK)
Hipertensi
Edema pulmonal
Ensefalopati
Payah jantung
Perdarahan otak
4.12 Prognosis
Setelah pengobatan gejala biasanya berkurang dalm beberapa hari, meskipun hematuria
mikroskopik dan proteinuria dapat menetap selama berbulan bulan. Diperkirakan lebih dari
90% anak yang menderita penyakit ini dapat sembuh sempurna. Pada orang dewasa
prognosis menjadi kurang baik (30-50%). 2-5% dari semua kasusu akut mengalami kematian.
Sedangkan sisa pasien lainya dapat berkembang menjadi glomerulonefritis progresif cepat
(RPGN), atau glomerulonefritis kronik yang perkembangannya lebih lambat.
4.13 Pencegahan

Anda mungkin juga menyukai