Anda di halaman 1dari 33

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies
Karies merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras gigi, yaitu enamel,
dentin dan sementum, disebabkan oleh aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragikan.
1
Suatu karies mempunyai tanda yaitu adanya
demineralisasi jaringan keras gigi, diikuti oleh kerusakan bahan organik sehingga
mengakibatkan terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi
ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan nyeri. Selain faktor penyebab yang
langsung berhubungan dengan karies gigi, ada beberapa faktor tidak langsung yang
berhubungan dengan karies, disebut sebagai faktor risiko, seperti usia, jenis kelamin,
gangguan emosi, pengetahuan, kesadaran dan perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan gigi, misalnya pengetahuan mengenai jenis makanan dan minuman yang
menyebabkan karies, cara makan dan minum serta cara membersihkan gigi.

4,5
2.1.2 Faktor penyebab
Karies merupakan penyakit gigi dan mulut dengan faktor penyebab yang
multifaktorial.
9
Artinya, karies dapat terjadi bila ada faktor penyebab yang saling
berhubungan dan mendukung, yaitu host (saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat
dan waktu.

1,10

Universitas Sumatera Utara
1. Host (Saliva dan Gigi)
Untuk terjadinya karies gigi, dibutuhkan keadaan gigi yang rentan. Lapisan keras
gigi terdiri atas enamel dan dentin dimana enamel adalah lapisan paling luar. J adi,
kondisi enamel sangat menentukan proses terjadinya karies.
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap
karies, antara lain
10
a. Faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi, dalamnya pit dan fisur, dan
posisi dalam lengkung rahang).
:
b. Pit dan fisur gigi posterior merupakan daerah yang rentan terhadap karies
karena sisa makanan dan bakteri mudah tertumpuk di sini, terutama pada pit dan fisur
yang dalam. Bentuk lengkung gigi yang tidak teratur dengan gigi berjejal maupun
berlapis akan membantu perkembangan karies gigi. Selain itu, permukaan gigi yang
kasar dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies
gigi.
c. Faktor struktur enamel
Struktur enamel gigi merupakan struktur susunan kimia kompleks dengan 97%
protein mineral yang hampir seluruhnya kristal hidroksiapatit, tersusun dalam
prismata pada protein yang sukar larut. Di antara prismata tersebut terdapat substansi
interprismata dengan ukuran kristal yang lebih kecil. Enamel yang matang memiliki
lebih kurang 12 juta enamel rod, yang terpisah satu dengan lainnya oleh substansi
interprismata. Karena susunan enamel sedemikian rupa, ion-ion dalam cairan rongga
mulut dapat masuk ke enamel bagian dalam. Hal ini memungkinkan terjadinya
Universitas Sumatera Utara
transport ion melalui permukaan dalam enamel ke permukaan luar sehingga terjadi
perubahan dalam enamel.
d. Faktor kimia
Enamel sehat pada gigi sehat umumnya mengandung lebih banyak fluor dari
pada enamel sehat pada gigi karies. Enamel merupakan jaringan tubuh yang paling
besar mineralisasinya, terdiri atas bahan mineral (97%), air (1%) dan organik (2%).
Bagian mineralnya adalah kalsium, fosfat, dengan bagian-bagian karbonat,
magnesium, fluor, aluminium, stronsium, dan lain-lain. Bagian luar enamel
mengalami mineralisasi lebih sempurna dan mengandung banyak fluoride, fosfat dan
nitrogen serta lebih sedikit karbonat dan air. Perbedaan ini penting dalam hal
kepekaan terhadap karies sedangkan fluor pada bagian luar enamel menyebabkan
karies resisten. Karbonat menyebabkan kurang sempurnanya kristal dengan akibat
peka terhadap karies. Kristal apatit merupakan molekul Ca
10
(PO4)
6
(OH)
2
. Sifat
paling utama kristal apatit adalah ion OH dapat diganti oleh ion lain tanpa mengubah
bentuk kristal tersebut. Sifat ini merupakan dasar penggunaan fluor dalam
pencegahan karies gigi dan menyebabkan bagian luar mengandung lebih banyak fluor
daripada bagian dalam enamel.
10
1. Lapisan paling luar enamel masih dapat mengambil fluor melalui substansi
lapisan hidrokasi apatit dengan fluor meski telah mengalami kalsifikasi sebelum
erupsi gigi.
Hal ini disebabkan:
2. Fluor juga diambil dari cairan jaringan sekitar gigi pada saat erupsi
3. Sesudah erupsi gigi masih dapat mengambil fluor dari saliva dan makanan.

Universitas Sumatera Utara
e. Faktor kristalografis
Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelanjutan enamel. Kristal yang
padat dan tersusun lebih sukar larut. Semakin banyak mengandung mineral maka
kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin
resisten.
10
Selain itu, perlu diketahui bahwa gigi susu lebih mudah terserang karies daripada
gigi permanen. Kondisi enamelnya, diketahui bahwa enamel gigi desidui
mengandung lebih banyak bahan organik dan air, sedangkan jumlah mineral lebih
sedikit daripada gigi permanen dan tebal enamel gigi desidui setengahnya dari gigi

HOST

MIKRO
ORGANISME
WAKTU
SUBSTRAT
Gambar 2. Diagram keempat faktor penyebab yang mempengaruhi karies gigi
10

KARIE
S
Universitas Sumatera Utara
permanen. Secara kristalografis, susunan kristal gigi desidui tidak sepadat gigi
permanen. Susunan kristal ini turut menentukan resistensi enamel terhadap karies.
Selain gigi, saliva juga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
terjadinya karies. Hal ini dikarenakan saliva selalu membasahi gigi geligi sehingga
dapat mempengaruhi lingkungan. Saliva pada orang-orang yang resisten terhadap
karies banyak mengandung amoniak dibandingkan saliva pada orang-orang yang
rampan terhadap karies.
2. Agen atau Mikroorganisme
Di dalam rongga mulut terdapat bakteri yang secara fisiologis normal berada di
dalam mulut. Bakteri atau flora normal yang terdapat pada rongga mulut akan
berbahaya pada lingkungan yang sukar dibersihkan, dimana sisa makanan terutama
karbohidrat dan glukosa menjadi sumber makanan bakteri.
8
Bakteri normal yang
utama sebagai penyebab terjadinya karies adalah S.mutans dan Laktobasilus.
Hal ini disebabkan karena bakteri tersebut berada dalam plak gigi yang memegang
peranan penting dalam proses karies gigi. Plak merupakan suatu lapisan lunak yang
mengandung kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks
yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Dalam
pembentukan plak tersebut, S.mutans memiliki peran utama dalam proses karies
gigi
1,4,10
10
a. S.mutans memfermentasi berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga
menurunkan pH.
, yaitu:

Universitas Sumatera Utara
b. S.mutans membentuk dan menyimpan polisakarida intraseluler (levan) dari
berbagai jenis karbohidrat, simpanan ini dapat dipecahkan kembali oleh
mikroorganisme tersebut jika karbohidrat eksogen kurang sehingga menghasilkan
asam terus-menerus.
c S.mutans mempunyai kemampuan membentuk polisakarida ekstraseluler
(dekstran) sehingga menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada
permukaan gigi.
d. S.mutans mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari
saliva pada permukaan gigi.
Fakta menyatakan bahwa inisiasi karies memerlukan proporsi S.mutans yang
tinggi dalam plak gigi.
4
Bakteri tersebut melekat dengan baik ke permukaan gigi dan
menghasilkan asam yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis bakteri lain.
Bakteri tersebut juga dapat bertahan lebih baik daripada bakteri lain pada lingkungan
asam dan memproduksi polisakarida ekstraseluler dari sukrosa.
4,10
J ika jumlah
S.mutans pada plak tinggi (sekitar 2-10%), pasien tersebut berisiko tinggi terhadap
karies. J ika jumlahnya rendah (kurang 0,1%), pasien tersebut termasuk berisiko
rendah.
5
3. Substrat
Karena S.mutans lebih toleran terhadap asam daripada bakteri lain, kondisi
asam pada plak mendukung pertahanan dan reproduksi dari S.mutans.
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel.
8,10
Semua karbohidrat yang dimakan, termasuk makanan
mengandung tepung (starchy food), khususnya yang telah diolah menjadi makanan
Universitas Sumatera Utara
ringan (snack) dan makanan mengandung gula seperti kue, biskuit, selai, madu, buah-
buahan dan jus buah dapat mempengaruhi pembentukan plak.
8
Makanan ini
membantu pembiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan
enamel. Selain itu, makanan tersebut akan mempengaruhi metabolisme bakteri dalam
plak itu sendiri dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk
memproduksi asam, enzim serta bahan lain yang aktif sehingga menyebabkan
percepatan demineralisasi enamel sampai timbulnya lesi karies.
8,10
Makanan yang mengandung sukrosa mengubah ketebalan dan bentuk kimia dari
plak. S.mutans dan beberapa bakteri plak lain menggunakan komponen monosakarida
(glukosa dan fruktosa) dan energi dari ikatan disakarida sukrosa untuk membentuk
polisakarida ekstraseluler.

6,9
Ini meningkatkan penumpukan substansi plak dan juga
mengganti susunan kimia ekstraseluler dari liquid ke gel.
9
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi
karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya
pada orang dengan diet banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau
Gel membatasi pergerakan
dari beberapa ion. Tebalnya gel-plak memperbolehkan perkembangan lingkungan
asam pada permukaan gigi. Plak yang tidak berkontak dengan sukrosa adalah yang
tipis dan buffer salivanya lebih baik. Makanan dengan proporsi sukrosa yang tinggi
dapat mempertinggi risiko karies. Plak yang lebih tebal terdapat pada pit dan fisur, di
bawah titik kontak, dan pada pasien dengan OH yang buruk.


Universitas Sumatera Utara
tidak mempunyai karies gigi.
8,9
Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa
karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.
Kecepatan pembentukan plak tergantung dari konsistensi, jenis dan keras
lunaknya makanan.
9

8
Penelitian membuktikan bahwa penambahan karbohidrat pada makanan dapat
menyebabkan pembentukan plak yang sangat tebal. Berbeda dengan plak yang
dibentuk tanpa karbohidrat, hanya menyebabkan lapisan plak tipis. Penumpukan plak
sangat tebal pada diet dengan sukrosa disebabkan oleh pembentukan ekstraseluler
matriks (dekstran) yang dihasilkan dari pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa.
Makanan lunak yang tidak memerlukan pengunyahan
mempunyai sedikit atau tidak mempunyai efek membersihkan pada gigi geligi.
Karbohidrat yang hampir selalu ditemui dalam jumlah yang tinggi pada makanan,
memegang peranan penting dalam pembentukan plak.
9
Glukosa dengan bantuan S.mutans membentuk dekstran, yaitu matriks yang
melekatkan bakteri pada enamel gigi. Fruktosa juga dipecah dengan bantuan
mikroorganisme plak menjadi levan sebagai sumber bahan makanan mikroorganisme
plak apabila kekurangan karbohidrat dalam mulut.
Enzim yang memecahkan glukosa ini oleh Trautner dan Treasure disebut dengan
enzim glukosil transferase dan enzim fruktosil transferase dalam menghasilkan
polisakarida ekstraseluler.
8,9

9
Sifat dekstran yang penting adalah sifat adhesif, yaitu
molekul-molekul melekat erat pada hidroksiapatit gigi dan tidak larut oleh saliva
sehingga dengan dekstran ini, di samping glikoprotein dari saliva, akan memperkuat
perlekatan dan kolonisasi mikroorganisme.
8,9

Universitas Sumatera Utara
Beberapa penelitian mengatakan bahwa ada hubungan erat antara pemakaian
karbohidrat yang diolah secara berlebihan dengan meningkatnya karies gigi.
Menurunnya kegiatan karies sesuai dengan berkurangnya pemakaian karbohidrat.
Dalam penelitian para ahli, diperoleh beberapa resume mengenai hubungan
karies dengan karbohidrat, yaitu
8
a. Mengonsumsi gula dapat memperhebat aktivitas karies gigi.
:
b. Kemungkinan terjadi karies dengan mengonsumsi gula diperbesar lagi jika
gula tersebut dimakan dalam bentuk mudah melekat pada gigi.
c. Kemungkinan terjadi karies diperbesar lagi bila gula tersebut dimakan tidak
pada waktu makan.
d. Bila makanan yang dikonsumsi tidak mengandung gula, aktivitas karies
berkurang.
4. Waktu
Secara umum, karies dianggap merupakan penyakit kronis pada manusia karena
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Waktu yang diperlukan karies
untuk berkembang menjadi suatu lubang bervariasi dan diperkirakan antara 6-48
bulan.
9
Selain itu, aktivitas karies lebih besar bila sukrosa semakin lama dalam mulut.
Sebab aktivitas karies juga bergantung pada frekuensi konsumsi sukrosa sehingga
diperoleh hubungan yang pasti antara frekuensi makan makanan tambahan di antara
jam makan dengan frekuensi karies gigi.
Ketika bakteri plak berkontak dengan makanan atau minuman yang mengandung
gula sederhana (monosakarida seperti glukosa dan fruktosa, disakarida seperti
8

Universitas Sumatera Utara
laktosa, sukrosa dan maltosa), bakteri plak menggunakannya untuk kebutuhan
metabolisme, membentuk asam organik seperti produk metabolik. J ika asam ini tidak
disangga (buffer) oleh saliva, bakteri tersebut melarutkan permukaan kristal apatit
dari perbatasan struktur gigi. Ini disebut demineralisasi. Saat penumpukan gel-plak,
pH turun dalam beberapa detik saat berkontak dengan diet yang mengandung gula
dan dapat bertahan dalam keadaan rendah sampai dua jam. Saat pH dalam keadaan
netral, kristal dapat tumbuh kembali dengan menggunakan kalsium fosfat dan
fluoride dari saliva. Ini disebut remineralisasi. Karies dimulai dan berkembang jika
demineralisasi lebih banyak terjadi daripada remineralisasi. Oleh karena itu, karies
tergantung pada keseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi, frekuensi
makan, komposisi mikroba pada plak, susunan kimianya dan penumpukannya,
konsentrasi fluoride lokal dan kapasitas buffer saliva. Jadi, dapat dikatakan bahwa
pola makan yang terlalu sering dapat meningkatkan risiko karies.

8,9
2.1.2 Faktor risiko

Yang dimaksud dengan faktor risiko karies adalah faktor-faktor yang memiliki
hubungan sebab akibat terjadinya karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai
faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higiene, jumlah
bakteri, saliva dan pola makan.
1. Pengalaman karies
4,6
Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya hubungan antara
pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Prevalensi
karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada gigi permanen.
4
Universitas Sumatera Utara
2. Penggunaan fluor
Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor, berkaitan dengan
pengaruhnya pada gigi sebelum dan sesudah gigi erupsi. Pemberian fluor secara
teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal penting yang perlu
diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan
remineralisasi. Tetapi, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus
diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena
pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.
4
Pada tahun 1938,
Dr. Trendly Dean melaporkan bahwa ada hubungan timbal balik antara konsentrasi
fluor dalam air minum dengan prevalensi karies.
6
3. Oral higiene
Penelitian epidemiologis yang
dilakukan oleh Dean ditandai dengan perlindungan terhadap karies secara optimum
dan terjadinya mottled enamel yang minimal apabila konsentrasi fluor kurang dari 1
ppm.
Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi.
Karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari
permukaan gigi. Pembersihan gigi dengan pasta berfluoride dilakukan tenaga
kesehatan gigi secara rutin (2 kali seminggu), dapat mencegah karies, namun
kepraktisannya dan biaya program ini masih diragukan.
4
Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan teknik flossing untuk
membersihkan plak yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi yang teratur,
merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan kesehatan gigi.

4
Pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
gigi yang teratur tersebut dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi
yang berpotensi menjadi karies.
4
Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi
dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya sedikit, maka
pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi.
4. Jumlah bakteri
4

Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis
bakteri. Bayi yang telah memiliki S.mutans dalam jumlah yang banyak saat berumur
2 dan 3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi untuk mengalami
karies pada gigi desidui.
5. Saliva
4

Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa
makanan di dalam mulut. Aliran rata-rata saliva meningkat pada anak-anak sampai
berumur 10 tahun. Namun setelah dewasa hanya terjadi sedikit peningkatan. Pada
individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat
secara signifikan.
6. Pola makan
4,5
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada
sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang
mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat maka beberapa
bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memulai memproduksi asam sehingga
terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara
periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses
Universitas Sumatera Utara
remineralisasi.
4,8

Tetapi apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering
dikonsumsi, maka enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan
remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.
2.2 Pengukuran Risiko Karies
Komponen utama program pencegahan adalah untuk menilai risiko seseorang
akan perkembangan suatu penyakit. Agar perawatan pasien dapat berhasil dengan
baik, maka hal penting yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi bila menemui
kasus karies adalah mengidentifikasinya, tidak hanya faktor etiologi tetapi juga faktor
non-etiologi, yang disebut dengan istilah indikator risiko karies. Indikator risiko
karies ini bukan merupakan faktor penyebab tetapi faktor yang pengaruhnya
berkaitan dengan terjadinya karies. Efek faktor tersebut dibedakan menjadi faktor
risiko dan faktor modifikasi.
Faktor risiko merupakan faktor yang memiliki hubungan sebab akibat dengan
terjadinya karies. Individu dengan risiko karies yang tinggi adalah seseorang yang
mempunyai faktor risiko karies yang lebih banyak. Faktor risiko karies terdiri atas
karies, fluor, oral higiene (OH), bakteri, saliva dan pola makan.
4

Faktor modifikasi merupakan faktor yang berpengaruh dalam perkembangan
karies selain dari faktor risiko. Faktor ini memang tidak langsung menyebabkan
karies, namun pengaruhnya berkaitan dengan perkembangan karies. Faktor tersebut
adalah umur, jenis kelamin, perilaku, faktor sosial, genetik dan pekerjaan, dan
kesehatan umum.
4,5

4

Universitas Sumatera Utara
Setiap individu memiliki keadaan lingkungan rongga mulut yang berbeda yang
dapat mempengaruhi terjadinya proses karies. Oleh karena itu, pemeriksaan faktor
risiko karies harus dilakukan secara individual. Risk atau risiko didefinisikan sebagai
peluang terjadinya sesuatu yang membahayakan. Menurut Hausen et al, risiko karies
adalah kemungkinan seseorang untuk mempunyai beberapa lesi karies dalam jangka
waktu tertentu.
4
Pengukuran risiko karies adalah suatu cara untuk memprediksi terjadinya
sebuah lesi karies atau berkembangnya suatu lesi yang baru dan bertujuan untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi sebelum mereka menjadi individu
dengan karies aktif, selain itu juga untuk melindungi pasien dengan risiko rendah,
yaitu dengan menentukan jadwal kunjungan berkala yang baik, serta untuk
memonitor perubahan status penyakit pada pasien dengan karies aktif.
Risiko karies pada setiap orang memang tidak sama, bahkan tidak
tetap seumur hidup, sebab hal ini dapat berubah apabila pasien melakukan tindakan
pencegahan karies baik oleh dirinya sendiri maupun yang dilakukan dokter gigi.
4
Pengukuran risiko karies menentukan kemungkinan terjadinya karies dalam
jangka waktu tertentu. Pengukuran risiko karies juga termasuk melihat kemungkinan
akan adanya perubahan dalam bentuk atau aktivitas lesi di dalam mulut. Kebanyakan
dokter gigi menggabungkan beberapa bentuk pengukuran risiko karies ketika
mengukur risiko karies pada pasien berdasarkan kesan yang diperoleh secara
keseluruhan pada pasien yang digabungkan dengan pengalaman karies pasien untuk
Pengukuran
yang teratur sangat dibutuhkan sehingga tindakan pencegahan yang tepat dapat
dilakukan jika lesi karies berkembang.
Universitas Sumatera Utara
memperoleh nilai prediksi yang tepat, tetapi dalam hal ini belum jelas bagaimana
seorang dokter gigi secara sistematis menggabungkan informasi tersebut ke dalam
langkah-langkah perawatan yang telah ditetapkan.
Namun, beberapa hasil penelitian menyarankan bahwa pengukuran risiko karies
tidak digabungkan dengan hampir separuh dari keseluruhan rencana perawatan
pasien. Proses perencanaan hasil deteksi karies, diagnosa dan pengukuran risiko,
sama baiknya dengan memberitahu pasien tentang hasil pemeriksaan dan bagaimana
perawatan serta prognosanya karena sangat penting untuk menyesuaikan manajemen
perawatan karies yang efektif.
Pengukuran risiko karies dinilai oleh ahli sangat penting dalam manajemen
perawatan karies, sebab karies merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak
faktor (multifactorial disease). Oleh karena itu, suatu pengukuran risiko karies harus
mengevaluasi seluruh faktor yang terlibat dalam penyakit tersebut. Pengukuran
seluruh faktor risiko tidak hanya membuat pengukuran risiko karies tersebut menjadi
lebih akurat, tetapi juga untuk mengidentifikasi faktor etiologi yang bertanggung
jawab terhadap timbulnya karies tersebut pada pasien tertentu. Jadi, pengukuran
risiko karies berguna untuk penanggulangan karies di klinik dengan membantu dental
professional untuk
21
a. Mengevaluasi tingkat perkembangan risiko karies pasien untuk menentukan
intensitas perawatan dan frekuensi dari kunjungan berkala selanjutnya.
:
b. Membantu mengidentifikasi faktor etiologi utama yang berperan pada karies
tersebut karena serangan yang diterima dapat berpengaruh terhadap perkembangan
Universitas Sumatera Utara
penyakit dan dalam menentukan jenis perawatan (contohnya kontrol plak, kontrol
diet, meningkatkan penggunaan fluoride, menggunakan antimikrobial agent).
c. Menentukan apakah diperlukan prosedur diagnosa tambahan (misalnya
analisa kecepatan aliran saliva, analisa diet)
d. Membantu menentukan perawatan restorasi (misalnya disain kavitas,
memilih bahan yang akan digunakan).
e. Meningkatkan rehabilitas prognosa perawatan yang telah direncanakan.
f. Menilai keefektifan perawatan pencegahan yang telah direncanakan untuk
kunjungan berikutnya.
Metode yang sering digunakan dalam pengukuran risiko karies, yaitu Uji
Aktivitas Karies (UAK).
5
Uji Aktivitas Karies (UAK) merupakan salah satu cara yang dipilih dalam hal
pencegahan karies karena uji ini dapat menunjukkan kemungkinan terjadinya karies
pada masa yang akan datang. Di samping itu, UAK sangat bermanfaat untuk
melakukan seleksi pasien yang memiliki kecenderungan karies yang tinggi.
Namun, tidak ada satu pun dari tes tersebut yang dapat
mengukur ketahanan host, mikroba patogen dan kariogenisitas makanan sekaligus.
Dengan mengkombinasikan pengalaman karies dengan jumlah S.mutans, dapat
diperoleh tes yang lebih prediktif daripada tes yang lain.
Suatu uji yang dapat diandalkan harus dapat menunjukkan stadium dini proses
karies terutama sebelum lesi baru tersebut mencapai tahap irreversible. Suatu uji
aktivitas karies harus dapat memberikan informasi tentang fase penyerangan,

Universitas Sumatera Utara
ketahanan dan proses remineralisasi karies untuk mengetahui apakah suatu gigi
mempunyai risiko yang tinggi terhadap karies. Bila faktor penyerang tinggi dan
faktor ketahanan lebih tinggi, maka tidak terjadi karies. Bila faktor penyerang rendah,
maka karies dapat juga terjadi apabila faktor ketahanan lebih rendah. Keadaan ini
menunjukkan ada kesatuan antara organisme yang menyerang dengan ketahanan dan
perbaikan gigi dan ini merupakan hal yang lebih penting diperhatikan daripada
melihatnya secara terpisah.
Ada beberapa UAK yang berkembang sebagai upaya untuk mengetahui
hubungan uji aktivitas karies dengan uji insidens karies seseorang di masa yang akan
datang. Uji tersebut dapat menggunakan saliva sebagai medianya. Namun ada juga
beberapa teknik UAK yang sedang berkembang, yaitu Cariogram, Cariostat, dan TL-
M.
Untuk uji yang menggunakan saliva sebagai media, dapat dilakukan uji pada
bakteri yang terkandung di dalam saliva ataupun dengan melakukan uji pada faktor-
faktor yang mempengaruhi komposisi dan kondisi sekresi saliva, yaitu laju aliran
saliva, dan kapasitas buffer saliva. Uji tersebut adalah:
a. Penghitungan jumlah Laktobasillus
Tes ini merupakan uji yang pertama kali digunakan para ahli sebagai uji
aktivitas karies. Cara ini pertama sekali diperkenalkan oleh Hadley (1933).
4

Tes ini
dilakukan dengan menggunakan saliva. Saliva yang diperoleh dari penderita karies
aktif biasanya mengandung bakteri Laktobasillus dalam jumlah tinggi, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
saliva penderita bebas karies tidak mengandung Laktobasillus atau sedikit dibanding
dengan individu yang menderita karies.
Uji aktivitas ini selalu berguna dalam menentukan apakah penderita harus
membatasi pemakaian karbohidrat dan untuk mengetahui keaktifan penderita dalam
melaksanakan program pencegahan di rumah. Dari uji ini dapat diketahui status
karies seseorang dengan melihat apakah kariesnya sangat tinggi atau sangat rendah.
Tes ini juga berguna untuk menjadi alat identifikasi lokasi Laktobasillus yang sulit
diketahui.
Biasanya penghitungan dibuat mulai skor 1 sampai 4 dan dikategorikan
menjadi rendah, sedang dan tinggi. Apabila skor ini bertambah, maka skor
Laktobasillus yang tinggi dan DMFS rendah. Sebaliknya, apabila skor Laktobasillus
rendah, maka ada hubungan dengan ketahanan karies.
4
Tabel 1. Kategori risiko karies pada penghitungan Laktobasillus.
b. Uji S. mutans
6
Uji Aktivitas
Karies
(cfu/mL)
KATEGORI RISIKO KARIES
Rendah Sedang Tinggi
Jumlah
Lactobacillus
<10
4
10
4
-10
5
10
5





Universitas Sumatera Utara
Uji ini merupakan indikator yang layak digunakan dalam pengukuran karies, namun
uji ini kurang sensitif untuk memprediksi karies dini. Penghitungan jumlah ini telah
terbukti dapat menunjukkan perkembangan infeksi karies.
S.mutans dapat menyimpan polisakarida intraseluler yang terutama mendiami
permukaan gigi sehingga menambah kemungkinan produksi asam bertambah lama
selama intake karbohidrat oleh host.
6
Jadi, S.mutans merupakan mikroorganisme
asidogenik yang pertama berkolonisasi pada permukaan gigi. Pada uji ini diperlukan
pengenceran dengan menggunakan 1 mL spesimen saliva.
Tabel 2. Kategori risiko karies pada uji S.mutans
6

Uji Aktivitas
Karies
(cfu/mL)
KATEGORI RISIKO KARIES
Rendah Sedang Tinggi
Uji S.mutans <10
5
10
5
-10
6
10
6


c. Pengukuran rata-rata aliran saliva
Rata-rata aliran saliva berkaitan erat dengan peningkatan karies. Prosedur tes ini
meliputi:
1. Parafin sebanyak 1 gr dikunyah untuk merangsang saliva.
2. Saliva langsung ditampung dengan silinder kalibrasi selama 5 menit.
3. Kemudian aliran saliva rata-rata diukur dengan cara menghitung jumlah
saliva yang terkumpul dibagi waktu yang digunakan untuk mengumpulkan saliva.
Tabel 3. Kategori risiko karies pada pengukuran rata-rata aliran saliva
6

KATEGORI RISIKO KARIES
Universitas Sumatera Utara
Aliran rata-rata
saliva
Rendah Sedang Tinggi
0,7 mL/menit 0,7-1 mL/menit 1 mL/menit

d. Buffer saliva
Metode pengukuran kapasitas buffer saliva ini diperkenalkan oleh Frostell
dengan menggunakan sistem Dentobuff. Prosedur tes ini meliputi:
1. Parafin sebanyak 1 gr dikunyah selama 2 menit untuk merangsang saliva.
2. Sebanyak 1 mL saliva dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan
Dentobuff.
3. Lalu tabung dikocok selam 10 detik.
4. Kandungan karbondioksida yang ada diuapkan selama 2 menit.
5. Warna yang muncul dibandingkan dengan indikator warna yang ada pada
Dentobuff.
Tabel 5. Kategori risiko karies pada pengukuran buffer saliva
6

KATEGORI RISIKO KARIES
Kapasitas buffer
saliva
Rendah Sedang Tinggi
pH 5 7
(warna ungu)
pH 4 5
(warna hijau)
pH 3 4
(warna kuning)


2.3 Klasifikasi Risiko Karies
Prevalensi dan insidens karies berpengaruh terhadap prediksi pengukuran risiko
karies, dimana pada anak-anak berbeda dengan dewasa. Dalam hal pemeriksaan,
orang dewasa lebih diperhatikan karena orang dewasa sering mendapatkan perawatan
Universitas Sumatera Utara
gigi namun kurang mendapat pencegahan. Selain itu, terdapat karies akar dan karies
sekunder yang sering menjadi penyebab restorasi harus diganti pada orang dewasa.
Oleh karena itu, pengukuran risiko karies sangat penting, begitu pula dengan tindakan
pencegahannya yang sesuai dengan kebutuhan.
Risiko karies terbagi atas tiga yaitu risiko tinggi, sedang dan rendah.
4,5

Kelompok risiko karies tinggi didefinisikan sebagai suatu kelompok yang berada
pada risiko yang mudah terkena karies. Kelomopok risiko karies sedang didefinisikan
sebagai suatu kelompok yang berada pada risiko yang rentan terkena karies,
sedangkan kelompok risiko rendah merupakan kelompok yang berada pada risiko
yang tidak mudah terserang karies.
5
Dasar klasifikasi risiko rendah, sedang dan
tinggi tergantung prevalensi karies serta faktor-faktor risiko yang dimiliki. Bila faktor
risiko karies sedikit, maka klasifikasinya disebut risiko rendah, sebaliknya, bila faktor
risiko kariesnya banyak, maka disebut risiko tinggi dan kelompok dengan risiko
sedang berada di antara keduanya (Tabel 6).
5

Tabel 6. Faktor risiko karies yang rendah, sedang dan tinggi
Anak anak Dewasa
Low Risk (Risiko Rendah) Tidak ada karies yang terjadi
pada tahun terakhir
Tidak ada karies yang terjadi
Moderate Risk
(Risiko Sedang)
- Ada satu lesi yang baru
terjadi atau yang kambuh
pada tahun terakhir
- Adanya pit dan fissur yang
dalamatau tidak menyatu.
- Sering mengonsumsi gula.
- aliran saliva yang
- Satu sampai dua lesi karies
yang baru terjadi atau yang
kambuh dalam tiga tahun
terakhir
- Adanya pit dan fissur yang
dalamatau tidak menyatu
- Sering mengonsumsi gula
Universitas Sumatera Utara
berkurang
- Kunjungan ke dokter gigi
yang tidak teratur
- Pemaparan fluoride yang
tidak mencukupi
- Adanya riwayat karies
pada pit dan fissur
- Karies rampan
- OH yang jelek
- Radiolusen di daerah
proksimal

- Aliran saliva yang
berkurang
- Kunjungan ke dokter gigi
yang tidak teratur
- Pemaparan fluoride yang
tidak mencukupi
- Adanya riwayat karies
yang parah.

High Risk (Risiko Tinggi) - Ada dua atau lebih karies
yang baru terjadi atau yang
kambuh pada tahun
terakhir, atau dua atau
lebih dari hal-hal berikut:
- Adanya pit dan fissur yang
dalamatau tidak menyatu
- Sering mengonsumsi gula
- Aliran saliva yang
berkurang
- OH yang jelek
- Pemaparan fluoride yang
tidak mencukupi
- Adanya riwayat karies
pada pit dan fissur
- Riwayat keluarga dengan
rata-rata karies yang
tinggi.
- Karies rampan
- Ada radiolusensi di daerah
Ada tiga atau lebih karies
dalamtiga tahun terakhir atau
dua atau labih dari hal-hal
berikut:
- Adanya pit dan fissur yang
dalamatau tidak menyatu
- Sering mengonsumsi gula
- Aliran saliva yang
berkurang
- Kunjungan ke dokter gigi
yang tidak teratur
- Penggunaan fluoride yang
tidak adekuat
- OH yang jelek
- Pemaparan fluoride yang
tidak mencukupi
- Adanya riwayat
mengalami sejumlah
karies yang parah.

Universitas Sumatera Utara
proksimal


2.4 Saliva sebagai indikator perkembangan karies
Seperti yang telah diketahui, dalam mengukur risiko karies, ada beberapa hal
yang dapat menjadi indikator. Indikator risiko ini bukan merupakan faktor penyebab
tetapi faktor yang pengaruhnya berkaitan dengan terjadinya karies. Indikator tersebut
antara lain bakteri dan OH, organisme khusus (S. mutans dan Lactobacillus), plak,
saliva, diet, pengalaman karies, keadaan medis dan faktor demografi.
4

Saliva dapat diartikan sebagai cairan yang disekresikan ke dalam mulut oleh
kelenjar ludah mayor dan kelenjar ludah minor yang berada disekitar rongga mulut.
Yang termasuk dalam kelenjar ludah mayor adalah kelenjar parotis yang mensekresi
saliva dengan sifat serous, kelenjar submandibularis yang mensekresi saliva dengan
sifat seromucous dan kelenjar sublingualis yang mensekresi saliva dengan sifat
mucous.
14



2.4.1

Fungsi saliva
Meskipun saliva membantu pencernaan dan penelanan makanan serta
diperlukan bagi pengoptimalan fungsi alat pengecapan, peranannya yang paling
penting adalah untuk mempertahankan integritas gigi, lidah dan membran mukosa
rongga mulut.
Cara yang dilakukan saliva untuk melakukan peran pentingnya bisa berupa:
Universitas Sumatera Utara
1. Membentuk lapisan mukus pelindung pada membran mukosa yang akan
bertindak sebagai barier terhadap iritan dan akan mencegah kekeringan.
2. Membantu membersihkan mulut dari makanan, debris dan bakteri yang
akhirnya akan menghambat pembentukan plak.
3. Mengatur pH rongga mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat dan
protein. Peningkatan kecepatan sekresinya biasanya berakibat pada peningkatan pH
dan kapasitas buffernya. Oleh karena itu, membran mukosa akan terlindung dari asam
yang ada pada makanan dan pada waktu muntah. Selain itu, penurunan pH plak,
sebagai akibat dari organisme asidogenik, akan dihambat.
4. Membantu menjaga integritas gigi dengan berbagai cara karena
kandungan kalsium dan fosfat. Saliva membantu menyediakan mineral yang
dibutuhkan oleh enamel yang belum terbentuk sempurna pada saat awal setelah
erupsi. Pelarutan gigi dihindari atau dihambat dan mineralisasi dirangsang dengan
memperbanyak aliran saliva. Lapisan glikoprotein terbentuk oleh saliva pada
permukaan gigi (acquired pellicle) juga akan melindungi gigi dengan menghambat
keausan karena abrasi dan erosi.
5. Mampu melakukan aktivitas anti bakteri dan anti virus karena selain
mengandung antibodi spesifik (secretory IgA), juga mengandung lysozime, laktoferin
dan laktoperoksidase.

2.4.2 Komposisi saliva
Komposisi saliva terdiri atas 94,0%-99,5% air, bahan organik dan bahan
anorganik. Komponen organik saliva yang terutama adalah protein. Di samping itu,
Universitas Sumatera Utara
masih ada komponen-komponen lain seperti lipid, urea, asam amino, glukosa,
amoniak dan vitamin. Sedangkan komponen anorganik saliva terutama adalah
elektrolit dalam bentuk ion seperti Na
+
,K
+
, Ca
2+
, Mg
2+
, Cl
-
, SO
4
2-
, H
2
PO
4
,dan
HPO
4
Komposisi saliva dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang diterima.
4

Misalnya bila memakan makanan yang mengandung banyak karbohidrat, maka
kandungan amylase dalam campuran saliva akan meningkat. Komposisi saliva juga
dipengaruhi oleh laju aliran saliva.
2
.
14
Komposisi saliva yang normal akan mempengaruhi keefektifan masing-
masing fungsi saliva dalam mempertahankan kondisi yang konstan di lingkungan
rongga mulut.

2.4.3 Sekresi saliva
Keadaan sekresi saliva dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu aliran saliva, volume
saliva, pH saliva, dan buffer saliva.


a. Aliran saliva
Laju aliran saliva merupakan pengaturan fisiologis sekresi saliva. Pada keadaan
normal, laju aliran saliva berkisar antara 0,05-1,8 mL/menit.
11,14
Kelenjar saliva dapat
distimulasi dengan cara mekanis yaitu dengan pengunyahan, kimiawi yaitu dengan
rangsangan rasa, neural yaitu melalui saraf simpatis dan parasimpatis, psikis dan
rangsangan rasa sakit. Bila dirangsang akan meningkat menjadi 2,5-5 mL/menit.
Universitas Sumatera Utara
Laju aliran saliva akan meningkat karena adanya rangsangan seperti rangsangan
pengecapan, rangsangan psikologi, ataupun rangsangan akibat perawatan gigi
(misalnya karena peralatan dokter gigi). Selain itu, laju aliran saliva dipengaruhi oleh
ritme sirkardian (circardian rhythms), yaitu irama jantung yang teratur dalam fungsi
tubuh yang terjadi selama 24 jam.
11
Aliran saliva akan berkurang pada saat tidur.
Begitu juga pada saat kita dalam keadaan takut.
Bila aliran saliva menurun, maka akan terjadi peningkatan frekuensi karies gigi.
J ika laju aliran saliva meningkat, akan menyebabkan konsentrasi sodium, kalsium,
klorida, bikarbonat dan protein meningkat, tetapi konsentrasi fosfat, magnesium dan
urea akan menurun. Dengan meningkatkannya komponen bikarbonat saliva, maka
hasil metabolik bakteri dan zat-zat toksik bakteri akan larut dan tertelan sehingga
keseimbangan lingkungan rongga mulut tetap terjaga dan frekuensi karies gigi akan
menurun.
13
Untuk melakukan pemeriksaan laju aliran saliva, sebaiknya dianjurkan kepada
pasien untuk tidak makan, minum, mengunyah permen karet ataupun merokok
sedikitnya satu sampai dua jam sebelum pemeriksaan.
10,14

b. Volume saliva
Volume saliva yang disekresikan setiap hari diperkirakan antara 1,0-1,5 Liter.
14

Seperti yang telah diketahui, bahwa saliva disekresi oleh kelenjar parotis,
submandibularis, sublingualis dan kelenjar minor. Pada malam hari, kelenjar parotis
sama sekali tidak berproduksi. Jadi, sekresi saliva berasal dari kelenjar
submandibularis, yaitu lebih kurang 70% dan sisanya (30%) disekresikan oleh
Universitas Sumatera Utara
kelenjar sublingualis dan kelenjar ludah minor. Sekresi saliva dapat dipengaruhi oleh
rangsangan yang diterima oleh kelenjar saliva. Rangsangan tersebut dapat terjadi
melalui jalan berikut
14
:
1. Mekanis : mengunyah permen karet ataupun makanan yang keras
2. Kimiawi : rangsangan rasa seperti asam, manis, asin, pahit dan juga pedas
3. Psikis : stres yang akan menghambat sekresi saliva, dapat juga karena
membayangkan makanan yang enak sehingga sekresi saliva meningkat.
4. Neural : rangsangan yang diterima melalui sistem saraf otonom baik
simpatis maupun parasimpatis.
5. Rangsangan rasa sakit: misalnya karena adanya peradangan, gingivitis dan
juga karena protesa yang akan menstimulasi sekresi saliva.
Sekresi saliva sebenarnya tidak tergantung pada umur, tetapi pada efek samping
dari obat-obatan tertentu yang dikonsumsi sehingga mengurangi aliran saliva. Sekresi
saliva yang berkurang akan mengakibatkan mulut kering, penurunan pengecapan,
kesukaran mengunyah dan menelan makanan, timbulnya keluhan rasa sakit pada
lidah dan mukosa, juga dapat menyebabkan karies dan kehilangan gigi. Sedangkan
sekresi saliva yang berlebihan, yang ditandai dengan sekresi saliva encer seperti air
yang keluar terus-menerus sehingga mengakibatkan sudut mulut meradang (angular
cheilitis) dan dermatitis.
17

c. pH dan sistem buffer saliva
pH dan kapasitas buffer saliva memiliki hubungan yang signifikan. Hubungan ini
dilihat dari adanya hubungan secara statistik antara kapasitas buffer saliva yang tinggi
pada saliva yang tidak distimulasi dan tingkat karies rendah.
11

Universitas Sumatera Utara
Kapasitas buffer saliva merupakan faktor primer yang penting pada saliva untuk
mempertahankan derajat keasaman saliva berada dalam interval normal sehingga
keseimbangan (homeostatis) mulut terjaga. Sistem buffer yang member kontribusi
utama (85%) pada kapaasitas total buffer saliva adalah sistem bikarbonat dan 15%
oleh fosfat, protein dan urea.
11,15
Kapasitas buffer saliva dan pH saliva juga naik bersamaan dengan kenaikan
kecepatan sekresi. Pada saat tidak distimulasi (keadaan istirahat), pH saliva adalah
6,10-6,47 selanjutnya stimulasi pada sekresi saliva akan meningkatkan pH mencapai
angka netral yaitu 7,62.
10
Mekanisme efek buffer pada saliva tergantung pada aliran saliva dan kandungan
bikarbonatnya. Konsentrasi bikarbonat merupakan sistem buffer yang terpenting
dalam saliva dan berbanding lurus dengan kecepatan sekresi saliva. J ika konsentrasi
bikarbonat semakin tinggi maka semakin tinggi pula pH dan kapasitas buffer dalam
saliva.
11,15

HCO
3
+H H
2
CO
3
H
2
O +CO
Keadaan pH dan kapasitas buffer saliva mempengaruhi keberadaan karies
dalam rongga mulut. Semakin rendah pH saliva, maka karies cenderung semakin
tinggi.
1,18
Pada lesi karies yang dalam, ditemukan bahwa pH akan lebih rendah
dibandingkan pH lesi karies dangkal yang lebih mendekati pH saliva.
1

2
Dari beberapa penelitian, ditemukan adanya relasi laju aliran saliva, volume, pH
dan kapasitas buffer saliva.
11,15
Laju aliran saliva sangat bervariasi tidak hanya
dibandingkan dengan orang lain, tetapi juga pada individu yang sama tergantung
waktu pemeriksaan, posisi tubuh, banyak cahaya dan faktor lain. Navazesh et al
Universitas Sumatera Utara
menemukan bahwa laju aliran saliva yang tidak distimulasi memiliki kekuatan
validitas prediksi yang sangat kuat untuk memperkirakan risiko karies.
14
Apabila laju aliran saliva meningkat, maka pH dan kapasitas buffernya juga
akan meningkat, dan volume saliva juga akan bertambah sehingga risiko terjadinya
karies makin rendah.
22
Penurunan pH dalam rongga mulut dapat menyebabkan
demineralisasi elemen gigi dengan cepat, sedangkan pada kenaikan pH dapat
terbentuk kolonisasi bakteri yang menyimpang dan meningkatnya pembentukan
kalkulus. Rendahnya laju aliran saliva dan kapasitas buffer saliva dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan saliva untuk membersihkan sisa makanan, mematikan
kuman, mengurangi kemampuan menetralkan asam dan kemampuan menimbulkan
remineralisasi lesi enamel.

Penurunan laju aliran saliva dapat diikuti oleh peningkatan jumlah S.mutans dan
Laktobasilus. Dengan demikian, aktivitas karies yang tinggi dapat dijumpai pada
orang yang laju aliran saliva berkurang.
14



2.4.4 Saliva sebagai alat diagnosa karies
Seperti yang telah diketahui, bahwa saliva mempengaruhi terjadinya karies.
Secara teoritis, saliva mempengaruhi proses karies dalam berbagai cara
8
, yaitu:
1. Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga
menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut.
Universitas Sumatera Utara
2. Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH dan fluoride ke dalam
plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan remineralisasi karies
dini.
3. Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat, serta kandungan amoniak dan urea
dalam saliva dapat menyangga dan menetralkan penurunan pH yang terjadi saat
bakteri plak sedang memetabolisme gula. Kapasitas penyangga dan pH saliva erat
hubungannya dengan kecepatan sekresinya. Nilai pH kelenjar parotis meningkat dari
5,7 ketika saliva tidak terangsang menjadi 7,4 pada saat tingkat produksi sedang
tinggi. Peningkatan nilai pH seperti tersebut bagi kelenjar submandibula adalah dari
6,4 ke 7,1. Peningkatan tingkat kecepatan saliva juga mengakibatkan naiknya
kapasitas buffernya. Pada kedua keadaan tersebut, penyebabnya adalah meningkatnya
kadar natrium dan bikarbonat.
4. Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non imunologi
seperti lysozyme, lactoperoxydase,dan lactoferrin mempunyai daya anti bakteri yang
langsung terhadap mikroflora tersebut sehingga derajat asidogeniknya berkurang.
5. Molekul immunoglobulin A (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang terdapat
di dalam kelenjar saliva, sedangkan komponen protein lainnya diproduksi di lapisan
epitel luar yang menutup kelenjar. Kadar keseluruhan IgA di saliva berbanding
terbalik dengan timbulnya karies.
6. Protein saliva dapat meningkatkan ketebalan acquired pellicle sehingga
dapat membantu menghambat pengeluaran ion fosfat dan kalsium dari enamel.
Apabila saliva akan digunakan sebagai indikator pengukuran risiko karies, maka
harus diperhatikan kondisi saliva dalam dua keadaan, yaitu sebelum distimulasi
Universitas Sumatera Utara
(unstimulated saliva) dan sesudah distimulasi (stimulated saliva).
13
Saliva sebelum
distimulasi maksudnya adalah saliva yang diproduksi tanpa adanya rangsangan,
sedangkan saliva setelah distimulasi maksudnya adalah saliva yang disekresi setelah
diberi rangsangan.
13

Rangsangan yang sangat mempengaruhi sekresi saliva adalah rangsangan
mekanik yang tampak dalam bentuk pengunyahan maupun rangsangan kimiawi yang
tampak dalam bentuk pengecapan. Dalam beberapa teknik pengukuran risiko karies
yang menggunakan saliva, kedua rangsangan ini tidak difungsikan sekaligus. J ika
teknik pengukuran membutuhkan rangsangan pengunyahan saja, biasanya rangsangan
diberikan dengan mengunyah lilin paraffin (paraffin wax) selama 5 menit untuk
melihat laju aliran saliva yang akan mempengaruhi volume, pH dan kapasitas buffer
saliva. Paraffin wax merupakan bahan yang telah diuji keterandalan dan
kesahihannya dalam mempengaruhi sekresi saliva untuk mengumpulkan saliva yang
distimulasi.
12
Dalam pengukuran saliva dengan menggunakan stimulasi pengunyahan, posisi
tubuh subjek harus dalam posisi berdiri dan pengumpulan saliva dilakukan 2 jam
setelah makan terakhir. Posisi tubuh subjek harus berdiri karena posisi tubuh berdiri
meningkatkan kecepatan aliran saliva yang mencapai kecepatan aliran saliva
tertinggi. Pengumpulan saliva juga harus dilakukan 2 jam setelah makan terakhir agar
kondisi rongga mulut dan sekresi saliva berada dalam kondisi normal dan bebas dari
pengaruh makanan.
12,14
Cara mengumpulkan saliva yang digunakan adalah dengan metode draining.
Metode ini diperkenalkan oleh Navazesh dan dipakai dalam setiap penelitian yang
Universitas Sumatera Utara
menggunakan saliva akibat rangsangan pengunyahan. Metode ini merupakan suatu
metode yang pasif, dimana pasien atau subjek disuruh untuk mengalirkan salivanya
keluar dari dalam mulut ke dalam tabung berskala (saliva collection cup). Metode ini
digunakan karena telah teruji kesahihan dan keterandalannya. Metode ini juga paling
sederhana dan paling besar menghasilkan sejumlah saliva yang diperlukan untuk
pengukuran.
12

Dalam pengukuran saliva, jumlah S.mutans juga digunakan untuk melihat
bagaimana hubungan sekresi saliva dengan pengalaman karies. Seperti yang telah
diketahui bahwa di dalam saliva terdapat flora normal yang ternyata sangat
mempengaruhi proses terjadinya karies. Bakteri tersebut adalah S.mutans dan
Laktobasillus.
8,9
S.mutans adalah organisme yang sangat berperan pada permulaan
terjadinya karies gigi. S.mutans mampu memetabolisme karbohidrat menjadi asam,
sehingga menurunkan pH saliva di bawah pH kritis, yaitu 5,5 bahkan 4,1 sehingga
dapat melarutkan enamel.
9
Individu dengan jumlah S.mutans yang rendah biasanya
memiliki skor karies yang rendah. Sedangkan individu dengan jumlah S.mutans yang
banyak merupakan individu yang berisiko tinggi terserang karies. Karena itu jumlah
S.mutans dalam saliva yang telah distimulasi digunakan juga untuk mengetahui risiko
karies seseorang.
4,9

Dengan mengevaluasi laju aliran, volume, pH, kapasitas buffer dan jumlah S.
mutans yang terdapat dalam saliva, maka kita dapat membuat beberapa hal yang
dapat mencegah terjadinya karies pada seseorang sesuai dengan kebutuhannya
8
,
antara lain dengan mengoptimalkan kebersihan mulut, meningkatkan pH oral,
meningkatkan bioavailibilitas kalsium dan fosfat, meningkatkan pemberian fluoride
Universitas Sumatera Utara
dan mengurangi frekuensi mengonsumsi karbohidrat yang mudah difermentasi.
17
Ada
banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap
saliva sebagai suatu cara untuk menentukan risiko karies seseorang. Keuntungan
tersebut dapat dirasakan baik oleh dokter gigi maupun pasien. Keuntungan tersebut
antara lain meningkatkan diagnosa, deteksi awal terhadap karies, meningkatkan
komunikasi dan motivasi kepada pasien dan dapat meningkatkan kepedulian pasien
terhadap kesehatan rongga mulut.
22









BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis rancangan
Jenis penelitian ini adalah studi observasional yang mempelajari hubungan
keadaan saliva dengan risiko karies.

3.2 Sampel penelitian
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai