Anda di halaman 1dari 23

6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut

http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 1/23
Gigi dan Mulut
Informasi Seputar Kesehatan Gigi
dan Mulut
Posted by Adi Pratama on 17.31 in bedah mulut
Kelainan Pada Kelenjar Saliva
Kelainan Pada Kelenjar Saliva - Manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi menjadi kelenjar
saliva mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis,
submandibula
dan sublingual. Kelenjar saliva minor jumlahnya ratusan dan terletak di rongga mulut. Kelenjar
saliva mayor berkembang pada minggu ke-6 sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari
jaringan ektoderm. Kelenjar saliva minor berasal dari jaringan ektoderm oral serta endoderm
nasofaring dan membentuk sistem tubuloasiner sederhana. Kelenjar saliva berfungsi memproduksi
saliva yang bermanfaat untuk membantu pencernaan, mencegah mukosa dari kekeringan,
memberikan perlindungan pada gigi terhadap karies serta mempertahankan homeostasis.
Kelenjar ini juga tidak terlepas dari penyakit. Penyakit yang banyak mengenai kelenjar
ludah disebabkan oleh infeksi, inflamasi, trauma, kondisi imun, serta tumor. Untuk menegakkan
diagnosa penyakit pada kelenjar air ludah, perlu dilakukan anamnesa, pemeriksaan obyektif,
serta pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakan diagnosa. Selain itu, perlu
diketahui tindakan apa yang paling sesuai untuk penanganan penyakit pada glandula salivarius.
1. ANATOMI KELENJAR SALIVA
Kelenjar saliva merupakan suatu kelenjar eksokrin yang berperan penting dalam
mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Kelenjar saliva merupakan organ yang terbentuk
dari sel-sel khusus yang mensekresi saliva ke dalam rongga mulut. Saliva terdiri dari cairan
encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang mengandung mukus. Menurut struktur
anatomis dan letaknya, kelenjar saliva dapat dibagi dalam dua kelompok besar yairu
kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor dan
minor menghasilkan saliva yang berbeda-beda menurut rangsangan yang diterimanya.
Rangsangan ini dapat berupa rangsangan mekanis (mastikasi), kimiawi (manis,asam, asin dan
pahit), neural, psikis (emosi dan stress), dan rangsangan sakit. Macam-macam kelenjar ludah:
1. Kelenjar saliva utama/mayor
Kelenjar-kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya
disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut. Kelenjar saliva mayor sangat
memegang peranan penting dalam proses mengolah makanan. Kelenjar saliva mayor
terdiri dari :
Kelenjar parotis
Terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus mandibula (antara prossesus
mastoideus dan ramus mandibula)
Mengandung sejumlah besar enzim antara lain amilase lisozim, fosfatase asam,
aldolase, dan kolinesterase. Merupakan kelenjar serous pada manusia dewasa, kaya
akan air sekresi encer. Pada anak-anak masih mengandung kelenjar mucous. Saliva
terdiri dari 25% sekresi kelenjar parotis
Merupakan kelenjar terbesar dibandingkan dengan kelenjar saliva lainnya dengan berat
20-30 gram, panjang duktus 35-40 mm, dengan diameter 3 mm
Terletak dibagian bawah telinga dibelakang ramus mandibula meluas ke lengkung
PENULIS
ADI PRATAMA
Ikuti
0
LIHAT PROFIL LENGKAPKU
POPULAR POST
Harga Pemasangan Behel Gigi /
Kawat Gigi
Berapakah Harga Behel Gigi / Kawat
gigi? Harga Pemasangan Behel Gigi
/ Kawat Gigi - Apa kabar sobat
blogger? Karena banyaknya pertanyaa...
Obat Sakit Gigi Yang Biasa
Diberikan Oleh Dokter Gigi
Obat Sakit Gigi Obat Sakit Gigi Yang
Biasa Diberikan Oleh Dokter Gigi -
Sebagian besar dari kita mungkin
pernah mengalami apa yang d...
Kelainan Pada Kelenjar Saliva
Kelainan Pada Kelenjar Saliva -
Manusia memiliki kelenjar saliva
yang terbagi menjadi kelenjar saliva
mayor dan minor. Kelenjar sali...
Restorasi Resin Komposit Kelas I
Restorasi Resin Komposit Kelas I -
Kavitas kelas 1 merupakan kavitas
yang dimulai dengan kerusakan
pada pit dan fissura yang terdapat ...
Memasang Behel Gigi di Tukang
Gigi
Memasang Behel Gigi di Tukang Gigi
- Mungkin kita sudah tidak asing
lagi dengan istilah behel gigi atau
sering juga masyarakat umum...
Alasan Mengapa Gigi Anda
Harus/Tidak Harus Dicabut
Alasan Mengapa Gigi Anda
Harus/Tidak Harus Dicabut
- Terkadang seorang pasien
memaksakan giginya dicabut oleh dokter gigi
karena tid...
Klinik Gigi / Praktek Dokter Gigi
Jogja
Klinik Gigi Jogja Praktek Dokter Gigi
Jogja Klinik Gigi / Praktek Dokter
Gigi Jogja - Halo sobat blogger, apa
kabar? Nah, pada kesem...
Gigi dan Mulut:
Informasi Kesehatan Gigi dan Mulut
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 2/23
zygomaticum di depan telinga dan mencapai dasar dari musculus masseter
Duktus parotis yakni duktus Stensen yang berjalan menyilang permukaan otot masseter.
Duktus kelenjar ini berjalan menembus pipi dan bermuara pada vestibulum oris pada
lipatan antara mukosa pipi dan gusi dihadapan molar 2 atas
Kelenjar Submandibularis
Terletak di bawah ramus mandibula
Merupakan kelenjar saliva terbesar ke dua berat 8-10 gram
Bentuk oval seperti kacang, terletak di trigonum submandibular
Duktus submandibular disebut duktus Wharton
Duktus muncul dari permukaan bagian dalam kelenjar dan berjalan sampai mencapai
dasar mulut, kemudian bermuara pada caruncula sublingualis di dekat frenulum lidah
Panjang duktus 40-50 mm, diameter lebih kecil dari kelenjar parotis
Kelenjar submandibula 75% bersifat serous dan 25% mucous
Kelenjar Sublingualis
Terletak dibawah lidah dan dibawah membran mukosa mulut
Merupakan kelenjar terkecil dari kelenjar saliva mayor
Kelenjar ini bentuknya memanjang dengan berat 2-3 gram
Duktus kelenjar ini yaitu duktus Bartholin
Kelenjar sublingual hampir seluruhnya mucous dengan sedikit serous
Gambar 1. Glandula salivarius mayor; (1) glandula parotis; (2) glandula submandibula; (3)
glandula sublingual
Teknik Anestesi Gigi
Teknik Anestesi Gigi Injeksi
Supraperiosteal Teknik Anestesi Gigi
- Keringkan membran mukosa dan
olesi dengan antiseptik. P...
Penjelasan Singkat Gigi Tiruan
Sebagian Lepasan (GTSL)
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan (GTSL)
Penjelasan Singkat Gigi Tiruan
Sebagian Lepasan (GTSL) - Pada
postingan kali ini saya akan menje...
Informasi Kesehatan Gigi dan
Mulut
Selamat datang di blog Gigi dan
Mulut yang membahas segala
informasi mengenai kesehatan gigi
dan mulut . Sebelumnya perkenalkan nama ...
ARSIP BLOG
Juni 2014 (2)
Mei 2014 (5)
April 2014 (1)
Maret 2014 (5)
Februari 2014 (4)
Desember 2013 (1)
Oktober 2013 (4)
September 2013 (4)
Agustus 2013 (1)
Juli 2013 (8)
September 2012 (4)
Juli 2012 (2)
Februari 2012 (1)
Agustus 2011 (4)
Juli 2011 (9)
Juni 2011 (2)

6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 3/23
Gambar 2. Duktus glandula salivarius mayor
2. Kelenjar ludah tambahan/ minor
Kebanyakan kelenjar ludah merupakan kelenjar kecil-kecil yang terletak di dalam mukosa
atau submukosa (hanya menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam) yang
diberi nama lokasinya atau nama pakar yang menemukannya. Semua kelenjar ludah
mengeluarkan sekretnya kedalam rongga mulut. Kelenjar saliva minor tediri dari:
Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah dengan
asinus-asinus seromukus
Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa pipi, dengan asinus-asinus
seromukus
Kelenjar Bladin-Nuhn (Glandula lingualis anterior) terletak pada bagian bawah ujung
lidah disebelah menyebelah garis, median, dengan asinus-asinus seromukus
Kelenjar Von Ebner (Gustatory Gland = albuminous gland) terletak pada pangkal lidah,
dnegan asinus-asinus murni serus. Kelenjar Weber yang juga terdapat pada pangkal
lidah dengan asinus-asinus mucus. Kelenjar Von Ebner dan Weber disebut juga glandula
lingualis posterior
Kelenjar-kelenjar pada pallatum dengan asinus mukus
2. JENIS-JENIS PENYAKIT GLANDULA SALIVA
About Us Daftar Praktek / Klinik Dokter Gigi
Search
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 4/23
1. Non Neoplastik Disorder
1. Infeksi
1. Infeksi akut
Manifestasi infeksi akut yang biasa terjadi pada kelenjar ludah biasanya berupa
parotitis akut. Beberapa kelompok virus dan bakteri merupakan penyebab umum
terjadinya ketidaknormalan produksi kelenjar ludah. Sebagian besar infeksi bakteri
kemungkinan berasal dari kavitas oral dan berhubungan dengan penurunan aliran ludah.
Selain itu beberapa pasien dengan kondisi lemah dan imunosupresan memiliki resiko
untuk terkena sialedenitis akut.
1. Infeksi Bakteri
1. Acute suppurative Sialedenitis merupakan suatu kondisi akut dan nyeri difus pada
keadaan awal penyakit glandula parotis. Kelenjar mengalami pembesaran, terasa sakit,
dan terdapat eksudat purulen yang terlihat pada orifice bukal duktus Stensen. Penyakit
ini biasanya terjadi pada pasien dengan kondisi kesehatan lemah, dehidrasi, dengan
oral hygiene yang buruk. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri
Staphylococcus aureus, Streptococcus viridans, S. pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Streptococcus pyogenes, and Escherichia coli. Limfonodi parotis dan intraparotis
biasanya akan terlibat sebagai reaksi inflamasi. Treatment of choice penyakit ini adalah
dengan terapi antibiotik. Selain pada glandula parotis, acute suppurative sialedenitis
juga dapat menyerang pada region submandibula.
2. Suppurative parotitis. Penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir, biasanya
pada bayi yang lahir prematur (35-40%) dengan dehidrasi sebagai faktor predisposisi.
Onset biasanya terjadi sekitar 7-14 hari dan terdapat eritema pada kulit di sekitar
kelenjar parotis. Penyebab umum infeksi antara lain Staphylococcus, Pseudomonas,
Streptococcus, Pneumococcus, and Escherichia. Terapi hidrasi dan antibiotic biasanya
digunakan untuk merawat infeksi. Pasien yang salah terdiagnosis atau yang tidak
terobati sempurna terkadang dapat berkembang menjadi abses intraglandular.
3. Sialodochitis merupakan inflamasi yang terjadi baik pada duktus Warthon maupun
Stensen. Biasanya terjadi dilatasi pada obstruksi distal. Pembesaran duktus dapat
berbentuk fusiform atau berantai menghasilkan area ductal stenosis.
2. Infeksi Virus
Kasus paling umum yaitu viral parotitis (mumps) yang disebabkan oleh RNA
virus dari kelompok paramyxovirus. Pada tahap awal infeksi melibatkan kelenjar
parotis namun juga dapat berkembang di kelenjar submandibula maupun sublingual.
Diagnosis biasanya berdasarkan pada penyakit epidemik dan ditegakkan dengan uji
titer antibody. Periode inkubasi diantara 2-3 minggu, dengan keterlibatan kelenjar
parotis secara unilateral pada 20-33,3% kasus. Agen virus lain yang dapat
menyebabkan parotitis antara lain coxsackie viruses, parainfluenza viruses (types I
and III), influenza virus type A, herpes virus, echo virus, and choriomeningitis virus.
2. Infeksi Kronis
Inflamasi kronis merupakan penyakit umum kelenjar ludah yang disebabkan oleh
rekurensi infeksi bakteri atau infeksi dari agen lain. Kondisi non infeksi disebabkan oleh
iradiasi, penyakit autoimun, dan kasus idiopatik.
1. Mycobacteria
Epidemiologi menyatakan bahwa infeksi mycobacteria dapat menyerang kelenjar
parotis (70% kasus), kelenjar submandibula (27%), dan kelenjar sublingualis (3%).
Sebagian besar penyakit yang disebabkan infeksi ini berkembang dari tonsi maupun
gigi yang menjadi fokal infeksi kemudian menyebar ke kelenjar melalui limfonodi.
Sarcoidosis, merupakan penyakit sistemik infeksius yang ditandai dengan
pembentukan granuloma pada berbagai system organ dan biasanya disebabkan oleh
infeksi mycobacteria. Sekitar 83% kasus pasien mengalami pembesaran kelenjar
parotis bilateral dan penurunan aliran saliva. Beberapa pasien, juga mengalami
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 5/23
gejala xerostomia akibar kelenjar ludah minor ikut terinfeksi. Sebagian besar pasien
tidak mengalami rasa sakit, dan terjadi pembesaran kronis pada kelenjar yang
terlibat dengan penambakan multinodular dan terlihat seperti keganasan.
2. Syphilis
Syphilis biasanya jarang terjadi pada kelenjar parotis, namun ketika penyakit ini
muncul, distribusi dan penampakannya sama seperti pada infeksi TB dengan
gambaran yang hamper mirip dengan sarcoidosis.
3. Cat-Scratch Disease disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif, riketsia dan
menyebabkan limfadenitis regional. Penyakit ini biasa menyerang pada anak-anak dan
remaja. Radiografik menunjukkan adanya pembesaran limfonodi intraparotid yang
meluas dan tidak spesifik dan hal ini mirip pada infeksi sarcoidosis dan infeksi TB
sehingga sering terjadi kesalahan diagnosis.
4. Toxoplasmosis merupakan infeksi protozoa yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii.
Penyakit ini merupakan infeksi yang umum terjadi yaitu sekitar 5-95% populasi
tergantung dari lokasi geografis.
5. Actinomycosis disebabkan oleh infeksi bakteri gram positif anaerob, Actinomyces
iszraelli, mengakibatkan infeksi orofaring. Limfonodi parois dan submandibular dapat
menjadi lokasi infeksi sekunder yang disebarkan melalui perluasan perluasan infeksi
kronis mandibula. Jaringan ikat sekitar mengalami infiltrate inflamasi dan terkadang
infeksi kelenjar parotis dapat menyebar hingga masticator space. Infeksi bakteri ini
pada kelenjar parotis dapat akut, dengan gejala rasa sakit, pembengkakan, abses, dan
pembentukan fistula. Infeksi kronik memiliki gambaran hamper mirip seperti infeksi TB
yang termanifestasi sebagai masa parotid yang tidak sakit.
2. Inflamasi
a. Sialolithiasis, sebagian besar terjadi pada kelenjar submandibula (80-90%), kelenjar
parotis (10-20%), dan sekitar 1-7% terjadi di kelenjar ludah sublingual. Keterlibatan
kelenjar ludah minor sangatlah jarang, meskipun juga bias terjadi pada mukosa bukal
dan bibir atas. Sekitar 75% batu berbentuk solid dan tunggal, namun 25% diantaranya
memiliki batu kelenjar multiple. Pada pasien dengan sialodenitis kronis, setidaknya
terdapat kalkulus pada du pertiga kasus dan pada gambaran radiograf batu tampak
sebagai lesi radiopak. Sebanyak 85% batu kelenjar submandibula terjadi di dalam duktus
Warthon, 30% di dekat ostium duktus, dan 20% diantaranya pada pertengahan duktus.
Terapi Sialolithiasis:
a.Tanpa pembedahan
Pengobatan klasik silolithiasis (medical treatment) adalah penggunaan antibiotik dan
anti inflamasi, dengan harapan batu keluar melalui caruncula secara spontan.Pada
beberapa kasus dimana batu berada di wharton papillae, dapat dilakukan tindakan
marsupialization (sialodochoplasty). Sering kali batu masih tersisa terutama bila berada
di bagian posterior Wartons duct, sehingga pendekatan konservatif sering diterapkan.
b. Pembedahan
Sebelum teknik endoskopi dan lithotripsi berkembang pesat, terapi untuk mengeluarkan
batu pada sialolithiasis submandibula delakukan dengan pembedahan, terutama pada
kasus dengan diameter batu yang besar (ukuran terbesar sampai 10 mm), atau lokasi
yang sulit. Bila lokasi batu di belakang ostium duktus maka bisa dilakukan tindakan
simple sphincterotomy dengan anestesia lokal untuk mengeluarkannya. Pada batu yang
berada di tengah-tengah duktus harus dilakukan diseksi pada duktus dengan
menghindari injury pada n. lingualis. Hal ini bisa dilakukan dengan anestesi lokal
maupun general, tapi sering menimbulkan nyeri berat post operative. Harus dilakukan
dengan anestesi general, bila lokasi batu berada pada gland's pelvis. Pada kasus ini
harus dilalakukan submaxilectomy dengan tingkat kesulitan yang tinggi, karena harus
menghindari cabang-cabang dari n. facialis.
c. Minimal invasive
- Lithotripsi
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) merupakan terapi dengan pendekatan
non invasive yang cukup efektif pada sialolithiasis. Setelah berhasil untuk penanganan
batu di saluran kencing dan pankreas, ESWL menjadi alternatif penanganan batu pada
saluran saliva, dimulai tahun 1990- an. Tujuan ESWL untuk mengurangi ukuran calculi
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 6/23
menjadi fragmen yang kecil sehingga tidak mengganggu aliran seliva dan mengurangi
simptom. Diharapkan juga fragmen calculi bisa keluar spontan mengikuti aliran saliva.
Indikasi ESWL bisa dilakukan pada semua sialolithiasis baik dalam glandula maupun
dalam duktus, kecuali posisi batu yang dekat dengan struktur n. facialis. Inflamasi akut
merupakan kontra indikasi lokal dan inflamasi kronis bukan merupakan kontra indikasi,
sedangkan kelainan pembekuan darah (haemorrhagic diathesis), kelainan kardiologi,
dan pasien dengan pacemaker merupakan kontraindikasi umum ESWL.
Metode ini tidak menimbulkan nyeri dan tidak membutuhkan anestesia, pasien duduk
setengah berbaring (semi-reclining position) seperti terlihat pada Gb.(a). Shockwave
benar-benar fokus dengan lebar 2,5 mm dan kedalaman 20mm sehingga lesi jaringan
sekitarnya sangat minimal. Energi yang digunakan disesuaikan dengan batu pada
kelenjar saliva, yaitu antara 5 30 mPa. Tembakan dilakukan 120 impacts per menit,
bisa dikurangi sampai 90 atau 60 impacts per menit. Setiap sesion sekitar 1500 + / -
500 impacts dan antar sesion terpisah minimal satu bulan.
Keberhasilan ESWL tergantung pada dimensi, lokasi, dan jumlah calculi.
Ketepatan posisi (pinpointing) calculi bisa dipandu dengan ultrasonography, echography
probe 7,5 Mhz. Calculi dengan ukuran > 10 mm sulit dipecah menjadi fragmen. Beberapa
penelitian telah melakukan pengamatan dan follow up atas keberhasilan penggunaan
ESWL, antara lain Escidier et al mengamati 122 kasus dimana 68% pasien terbebas dari
simptom setelah difollow up selama 3 tahun, Cappaccio et al dengan 322 kasus
melaporkan 87,6% pasien terbebas dari simptom setelah diamati 5 tahun sejak
pengoabatan menggunakan ESWL.
- Sialendoskopi
Sialendoskopi merupakan teknik endoskopi untuk memeriksa duktus kelenjar saliva.
Teknik ini termasuk minimal invasive terbaru yang dapat digunakan untuk diagnosis
sekaligus manajemen terapi pada ductal pathologies seperti obstruksi, striktur, dan
sialolith. Prosedur yang dapat dilakukan dengan Sialendoskopi merupakan complete
exploration ductal system yang meliputi duktus utama, cabang sekunder dan tersier.
Indikasi diagnostik dan intervensi dengan Sialendoskopi adalah semua pembengkakan
intermitten pada kelenjar saliva yang tidak jelas asalnya.
Koch et al lebih khusus menjelaskan indikasinya, antara lain untuk 1) deteksi
sialolith yang samar, 2) deteksi dini pemebentukan sialolith (mucous or fibrinous plugs)
dan profilaksis pembentukan batu, 3) pengobatan stenosis post inflamasi dan obstruksi
karena sebab lain, 4) deteksi dan terapi adanya variasi anatomi atau malformasi, 5)
diagnosis dan pemahaman baru terhadap kelaianan autoimun yang melibatkan kelenjar
saliva, 6) sebagai alat follow up dan kontrol keberhasilan terapi. Tidak ada kontra
indikasi khusus, karena merupakan teknik minimal invasive yang hanya membutuhkan
enestesi lokal dan cukup rawat jalan saja, baik pada anak-anak, dewasa maupun usia
lanjut.
- Teknik Intervensi Sialendoskopi.
Sialendoskopi dilakukan dengan anestesi lokal, papila untuk mencapai kelenjar diinjeksi
dengan bahan anestesi (xylocaine 1% dengan epinephrine 1:200000). Papila dilebarkan
bertahap dengan probe yang bertambah besar sampai sesuai dengan diameter
sialendoskop. Kemudian sialendoskop dimasukkan ke dalam duktus kelenjar saliva
diikuti pembilasan dengan cairan isotonik melalui probe. Pembilasan ini dimaksudkan
untuk dilatasi duktus dan irigasi debris. Duktus kelenjar saliva ini dioservasi mulai dari
duktus utama sampai cabang tersier hingga probe tidak bisa masuk lagi, dengan catatan
menghindari trauma dan perforasi dinding duktus.
Bila didapatkan obstruksi, kita bisa menggunakan beberapa teknik untuk
mengatasinya. Untuk pengambilan batu dengan diameter < 4 mm pada kelenjar
submandibula atau < 3mm pada klenjar parotis, kita dekatkan sialendoskop ke sialolith
kemudian kita masukkan ke dalam working chanel sebuah forsep penghisap yang
fleksibel dengan diameter 1 mm atau stone extractor (wire basket forcep). Berikutnya
batu dihisap dan sialendoskop ditarik dengan forcep penghisapnya.
Pada kasus dengan batu yang lebih besar, kita memasukkan probe laser helium
ke dalam working chanel dan batu dipecah menjadi beberapa bagian kecil-kecil.
Kemudian bagian kecil tersebut ambil (removed) dengan teknik yang sama. Sedangkan
pada kasus mucus plug, sekret yang lengket dimobilisasi dengan pembilasan dan
penghisapan.
Setelah intervensi Sialendoskopi, dilakukan stenting pada duktus submandibula
menggunakan stent plastik (sialostent) selama 2 sampai 4 minggu dengan tujuan 1)
menghindari striktur, 2) mencegah obstruksi karena udema sekitar orifisium, dan 3)
sebagai saluran irigasi partikel-partikel batu kecil oleh aliran saliva. Pemberian
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 7/23
hydrocortisone 100 mg injeksi intraductal atau langsung pada daerah striktur juga dapat
mempercepat proses penyembuhan pasca sialoendokopi.
d. Decision Tree
Pada tindakan minimal invasive terdapat beberapa pilihan diagnostik maupun terapi
untuk managemen sebuah kasus dengan gejala klinis adanya obstruksi pada saluran
kelenjar saliva. Bila didapatkan batu ukuran kecil (< 4 mm submandibular atau < 3 mm
parotis) maka dapat diintervensi dengan Wire Basket Extraxion. Pada batu dengan
ukuran > 4 mm submandibula atau > 3 mm parotis, batu harus dipecah menjadi bagian
yang lebih kecil menggunakan Laser Lithotripsy kemudian dikeluarkan dengan Wire
Basket Extraxion. Sedangkan stenosis pada sistem duktus cukup dilakukan dilatasi
menggunakan metalic dilator (main duct) atau dengan balloon catheter bila stenosis
terjadi pada cabang duktus.
Komplikasi:
Segala bentuk intervensi pada sialolithiasis, baik pembedahan terbuka maupun
minimally invasive dapat menimbulkan komplikasi antara lain: 1) kerusakan saraf,
terutama n. Lingualis dan n. Hipoglosus 2) perdarahan post operative, 3) striktur sistem
duktal, 4) pembengkakan kelenjar yang menimbulkan nyeri, 5) cutaneus hematoma
sering dijumpai pada pasien post extracorporeal therapy, dan 6) residual lithiasis terjadi
pada sekitar 40%-50% pasien. Teknik minimal invasive yang benar dengan
Sialendoskopi, lebih memungkinkan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi tersebut
di atas.
b. Chronic Reccurent Sialodenitis, merupakan pembengakakan difus maupun terlokalisasi
pada kelenjar ludah, dan terasa sakit. Penyakit ini biasanya diasosiasikan dengan
obstruksi tidak sempurna pada sistem duktus, walaupun biasanya terjadi variasi.
c. Sialodochitis Fibrinosa (Kussmauls Disease), merupakan pembengkakan rekuren, akut,
dan bias terasa nyeri maupun tidak nyeri pada kelenjar parotis atau submandibula.
Penampakan klinis berupa penyumbatan pada pintu masuk duktus Stensen atau duktus
Warthon. Penyakit ini biasanya terjadi padan pasien dengan kondisi lemah dan dehidrasi
perawatan dapat berupa pemijatan pada glandulam penggunaan secretogogeus untuk
menghilangkan sumbatan, dilatasi pintu masuk duktus untuk mencegah rekurensi, dan
bila dimungkinkan dilakukan rehidrasi.
d. Hiperlipidemia, dikarakteristikkan sebagai peningkatan level trigliserid dan atau
kolesterol total plasma. Beberapa pasien dengan hiperlipidemia mengalami pembesaran
kelenjar parotis dengan infiltrate lipid yang seragam yang terlihat pada MRI.
Peningkatan kadar trigliserid plasma berkorelasi dengan pembengkakan parotis, dan
berakibat pada penurunan aliran saliva yang semakin parah. Kelenjar submandibula juga
dapat terlibat namun insidensinya lebih rendah.
e. Sialosis, merupakan pembesaran kelenjar parotis yang rekuren maupun kronik,
nonneoplastik, non inflamatori, dan tidak terasa sakit. Kelenjar submandibula,
sublingual, dan kelenjar ludah minor juga ada kemungkinan terlibat. Pembengkakan
parotis biasanya bilateral dan simetrik namun juga bias unilateral dan atau simetris.
Onset biasanya tidak terlalu terlihat, karena tidak ada simptom maupun inflamasi.
Sialosis diasosiasikan dengan berbagai penyakit endokrin, status gizi, dan
medikasi. Sialosis ditemukan pada penderita diabetes, kelainan kelenjar tiroid, kelainan
pankreas, dan akromegali. Sekitar 26-86% kasus ditemukan pada pecandu alkohol kronis
dan sirosis hati akibat alkohol, juga pada penderita dengan status malnutrisi. Kondisi
lain meliputi hipertensi, hiperlipidemia, kegemukan, kehamilan, brucellosis, disentri,
penyakit Chaga, karsinoma esophagealm ankylostomiasis, dan penyakit celiac. Beberapa
medikasi yang dapat memacu terjadinya sialosis antara lain phenylbutazone,
oxyphenbutazone, sulfisoxazole, iodide, isoproterenol, atropine, imipramine,
chloramphenicol, oxytetracycline, phenothiazides, benzodiazepines, monoamine oxidase
(MAO) inhibitors, reserpine, guanethidine, logam berat, methimazole, dan thiocyanates.
3. Trauma
a. Mucoceles, merupakan istilah klinis yang mendeskripsikan pembengkakan yang
disebabkan oleh akumulasi saliva pada sisi yang terkena trauma maupun daerah yang
mengalami pemnyumbatan pada duktus glandula saliva minor. Mucocele diklasifikasikan
menjadi tipe retensi dan ekstravasasi.
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 8/23
Gambar 3. Mucocele pada bibir bawah sebelah kanan
b. Ranula, merupakan mucocele yang terletak di dasar mulut. Ranula kemungkinan
merupakan fenomena ekstravasasi mucus maupun retensi mucus dan sebagian besar
terjadi pada duktus glandula saliva sublingual. Pembentukan ranula biasanya terjadi
karena trauma. Penyebab lain yaitu penyumbatan pada kelenjar saliva atau aneurism
duktus.
Gambar 4. Ranula pada dasar mulut
Penatalaksanaan Ranula
Dalam kasus ranula, dokter spesialis bedah mulut dapat merekomendasikan
marsupialisasi atau eksisi, dimana ranula diinsisi untuk membuat outlet pada kista
retensi kelenjar ludah sehingga cairan dapat dikeluarkan. Berikut ini merupakan tahap-
tahap prosedur marsupialisasi serta komplikasi yang ditimbulkan :
Menjelang operasi
1. Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan
dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan
permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi. (Informed consent).
2. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.
3. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
4. Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi dengan Garamycin, dosis
menyesuaikan untuk profilaksis.
Tahapan operasi
1. Dilakukan dalam kamar operasi, penderita dalam narkose umum dengan intubasi
nasotrakheal kontralateral dari lesi, atau kalau kesulitan bisa orotrakeal yang diletakkan
pada sudut mulut serta fiksasinya kesisi kontralateral, sehingga lapangan operasi bisa
bebas.
2. Posisi penderita telentang sedikit head-up (20-25
0
) dan kepala menoleh kearah
kontralateral, ekstensi (perubahan posisi kepala setelah didesinfeksi).
3. Desinfensi intraoral dengan Hibicet setelah dipasang tampon steril di orofaring.
4. Desinfeksi lapangan operasi luar dengan Hibitane-alkohol 70% 1:1000
5. Mulut dibuka dengan menggunakan spreader mulut, untuk memudahkan mengeluarkan
lidah/ dijulurkan maka bisa dipasang teugel pada lidah dengan benang sutera 0/1.
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 9/23
6. Lakukan eksisi bentuk elips pada mukosa dasar mulut yang membesar akibat kista
tersebut dan pilih yang paling sedikit vaskularisasinya, kemudian rawat perdarahan
yang terjadi, lakukan sondase atau palpasi, sebab kadang ada sedimentasi/
sialolithiasis, atau sebab lain sehingga menimbulkan sumbatan pada saluran kelenjar
liur sublingual. Tepi eksisi dijahit marsupialisasi dengan Dexon 0/3 agar tidak menutup
lagi.
7. Apabila masih teraba kista maka bisa dilakukan memecahkan septa yang ada sehingga
isinya bisa ter-drainase. Pada kista yang cukup besar setelah dievaluasi tidak ada kista
lagi maka bisa dipasang tampon pita sampai keujungnya dipertahankan sampai 5 hari
sebagai tuntunan epitelialisasi pada permukaan kista tadi dan tidak obliterasi lagi.
8. Apabila didapat sebagian ranula dibawah m. milohioid, maka memerlukan pendekatan
yang lebih bagus dari ekstra oral. Dan yang perlu diperhatikan adalah preservasi nervus
hipoglossus, nervus lingualis. Pasang redon drain apabila melakukan pendekatan ekstra
oral.
9. Evaluasi ulang untuk perdarahan yang terjadi.
10. Lapangan operasi dicuci dengan kasa-PZ steril, luka operasi yang diluar ditutup dengan
kasa steril dan di hipafiks.
11. Tampon orofaring diambil, sebelum ekstubasi.
12. Buat laporan operasi dan surat pengantar untuk pemeriksaan PA.
Komplikasi operasi
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 10/23
Perdarahan
Kerusakan nervus hipoglosus atau nervus lingualis
Infeksi
Fistel orokutan pada operasi yang pendekatannya intra dan extra oral
Residif
Perawatan Pasca Bedah
Infus Ringer Lactate dan Dextrose 5% dengan perbandingan 1 : 4 (sehari)
Setelah sadar betul bisa dicoba minum sedikit-sedikit, setelah 6 jam tidak mual bisa
diberi makan.
Pada penderita yang terpasang drain redon dilepas jika produksinya < 10 cc/24 jam.
Luka operasi dirawat dan ganti perban pada hari ke-3.
Pada penderita yang dipasang kasa dengan tampon steril pada saat operasi pada bekas
kista sublingual maka tampon dipertahankan sampai hari ke 5, dan kemudian dicabut
sehingga mengurang kemungkinan tertutup lagi kista kelenjar liur tersebut.
Penderita dipulangkan sehari setelah angkat drain dan tampon, anjurkan dan angkat
jahitan pada hari ke-7 setelah operasi.
Follow-Up iiap minggu sampai luka operasi sembuh baik
4. Kondisi Imun dan Medikasi yang Menginduksi Disfungsi Kelenjar Saliva
1. Benign Lymphoepithelial Lesion (Mikuliczs Disease)
Etiologi penyakit ini masih belum diketahui dan diperkirakan akibat kondisi auto
imun, virus, maupun faktor genetik dengan predominan pada wanita di usia
pertengahan. Gejala umum yaitu pembengkakan kelenjar ludah unilateral atau bilateral
akibat infiltrate limfoid benigna, serta penurunan produksi saliva bila terjadi infeksi.
Diagnosis banding penyakit ini yaitu Sjorgen syndrome, sarcoidosis, limfoma, dan
penyakit lain yang diasosiasikan dengan pembesaran kelenjar ludah.
2. Sjorgen Syndrome
Sjorgen Syndrome merupakan penyakit kronis autoimun yang dikarakteristikkan
dengan kekeringan mukosa oral dan okular, infiltrat limfosit, dan dekstrusi eksokrin.
Manifestasi oral pasien ini sangat luas sebagai hasil dari penurunan fungsi kelenjar
ludah. Hampir semua pasien mengeluhkan mulut kering dan membutuhkan asupan
cairan. Mulut kering menyebabkan kesulitan dalam mengunyah, menelan, dan berbicara
jika tidak diberi tambahan cairan. Pasien dengan SS dapat mengalami pembesaran
kronis pada kelenjar ludah dan juga dapat terjadi infeksi pada kelenjar.
2. Tumor Kelenjar Ludah
Sebagian besar tumor kelenjar ludah terjadi pada kelenjar parotis (80%), sekitar 10-
15% terjadi pada kelenjar submandibula, dan sisanya pada sublingual maupun pada kelenjar
ludah minor. Sekitar 80% tumor parotis dan 50% tumor submandibula merupakan tumor jinak.
Sebaliknya lebih dari 60% tumor yang terjadi pada kelenjar sublingual maupun kelenjar ludah
minor merupakan tumor ganas. Resiko keganasan akan meningkat sesuai dengan
bertambahnya ukuran tumor. Sekitar 80% tumor terjadi pada usia dewasa. Tumor pada anak-
anak biasanya terletak pada kelen jar parotis, dan sekitar 65% tumor anak-anak bersifat jinak.
1. Tumor Jinak
a. Adenoma Pleomorfik
Adenoma pleomorfik merupakan tumor kelenjar liur yang paling banyak ditemukan,
berkisar 60%-80% dari seluruh tumor jinak di kelenjar liur. Sekitar 85% terdapat di
kelenjar parotis. pada kedua lobus.
Adenoma pleomorfik paling sering ditemukan pada usia dekade keempat sampai
keenam, jarang ditemukan pada anak, dengan frekuensi lebih tinggi pada wanita dengan
perbandingan wanita dengan pria 3:2. Bangsa kulit putih lebih tinggi risiko mendapat
adenoma pleomorfik dibanding dengan kulit berwarna.
b. Monomorphic Adenoma
Monomorphic adenoma merupakan tumor dengan penampakan sel yang sama dan
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 11/23
seragam.
c. Papillary Cystadenoma Lymphomatosum
Papillary Cystadenoma Lymphomatosum juga dikenal dengan tunor Warthin,
merupakan tumor kedua yang paling sering muncul di kelenjar parotis. Predileksi tumor
ini pada laki-laki pada decade ke lima dan delapan. Tumor ini besifat bilateral pada 6-
12% kasus. Secara klinis, tumor ini bersifat lambat pertumbuhannya, berbatas tegas,
tidak nyeri kecuali terjadi superinfeksi.
d. Oncocytoma
Oncocytoma merupakan tunor benigna yang jarang terjadi yaitu sekitar 1%
neoplasma kelenjar saliva. Tumor biasanya terjadi pada kelenjar ludah baik pada laki-
laki maupun wanita pada dekade ke enam. Oncocytoma merupaka tumor solid, bulat,
yang terlihat pada kelenjar ludah mayor namun jarang di intraoral serta bersifat
bilateral.
e. Basal Cell Adenoma
Tumor ini bersfat tumbuh lambat, berupa massa yang tidak sakit dan insidensinya
hanya 1-2% dari keseluruhan kasus tumor kelenjar ludah. Predileksi lesi pada laki-laki
dengan perbandingan 5 :1. Sekitar 70% lesi terjadi di kelenjar parotis, dan apabila
terjadi pada kelenjar ludah minor biasanya terjadi pada bibir atas.
f. Canalicular Adenoma
Lesi ini bersifat predominan pada usia lebih dari 50 tahun dan biasanya terjadi
pada wanita. Sekitar 80% terjadi pada bibir bawah dengan pertumbuhan lesi yang
lambat, mobil, dan asimtomatik.
g. Myoepithelioma
Lesi ini biasanya terjadi pada kelenjar parotis dan palatum merupakan lokasi yang
sering terjadi. Tidak terdapat predileksi berdasarkan jenis kelamin, dan biasanya terjadi
pada dewasa di usia sekitar 53 tahun. Lesi berbatas tegas, asimptomatik, dengan
pertumbuhan lambat.
h. Adenoma Sebasea
Lesi jenis ini jarang terjadi dan muncul dari glandula sebasea yang terdapat di
dalam jaringan kelenjar ludah. Kelenjar parotis merupakan lokasi yang sering kali
terlibat.
i. Ductal Papiloma
Ductal papiloma merupakan subset tumor jinak yang muncul dari duktus ekskretori,
predominan pada kelenjar ludah minor. Terdapat tiga bentuk dari tumor ini yaitu simple
ductal papiloma, inverted ductal papiloma, dan sialadenoma papiliferum.
2. Tumor Ganas
a. Mucoepidermoid Carcinoma
Mucoepidermoid carcinoma merupakan kondisi malignant yang biasan terjadi di
kelenjar parotis, dan kedua pada kelenjar submandibula dengan palatum sebagai lokasi
yang paling umum terjadi. Insidensi tertinggi terjadi pada decade ketiga hingga kelima
kehidupan. Laki-laki dan perempuan memiliki persentase yang sama untuk mengalami
insidensi.
Lesi terdiri atas sel mucus dan epidermal dan tingkat keparahannya didasarkan
pada rasio sel epidermal terhadap sel mukus. Gejala klinis yang biasanya terjadi adalah
adanya rasa sakit dalam jangka waktu yang lama, ulserasi pada jaringan yang melapisi,
dan jika nervus fasialis terlibat, terdapat kemungkinan terjadi facial palsy.
b. Adenoid Cystic Carcinoma
Lesi ini mencakup 6% dari seluruh kasus tumor kelenjar ludah dan merupakan lesi
ganas yang sering terjadi padakelenjar submandibula maupun kelenjar ludah minor. Lesi
dapat terjadi baik pada pria maupun wanita pada decade kelima kehidupan.
Secara klinik lesi merupakan massa unilobular, sakit, dan pada tumor parotis dapat
menyebabkan paralisi nervus fasialis pada sebagian kecil penderita. Lesi ini berkembang
lambat yang menyebabkan tertundanya diagnosis hingga beberapa tahun. Secara
radiografik, lesi berkembang hingga merusak tulang sekitar. Metastase hingga ke paru-
paru sering terjadi dibandingkan ke limfonodi regional.
c. Acinic Cell Carcinoma
Acinic cell carcinoma biasanya terdapat pada jaringan parotis yaitu sekitar 90-95%,
dengan frekuensi terjadi pada wanita di decade kelima kehidupan. Lesi ini merupakan
karsinoma kelenjar ludah kedua terbanyak pada anak-anak.
Lesi bersifat tumbuh lambat, dengan rasa nyeri. Lobus superficial dan inferior pole
kelenjar parotis merupakan area yang paling sering terlibat. Keterlibatan kelenjar secara
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 12/23
bilateral dilaporkan hanya terjadi pada sekitar 3% kasus.
d. Carcinoma Ex Pleomorphic Adenoma
Carcinoma ex pleomorphic adenoma merupakan tumor maligna yang timbul di
dalam pleomorphic adenoma dan berasal dari epitel. Lesi bersifat tumbuh lambat, dan
biasanya terjadi 15-20 tahun sebelum lesi mengalami pertumbuhan ukuran. Lesi biasa
terjadi pada adenoma pleomorfik yang tidak terawat dalam jangka waktu lama.
e. Adenocarcinoma
Adenocarcinoma terjadi pada epitel duktus salivarious. Kelompok neoplasma ini
dibagi berdasarkan struktur dan karakteristiknya. Tipe lesi ditegakkan dengan uji
histologis untuk menunjang diagnosis dan perawatan yang tepat.
f. Limfoma
Limfoma primer dideskripsikan sebagai situasi dari manifestasi suatu penyakit
yang kemungkinan muncul dari jaringan limfe di dalam kelenjar ludah. Penyakit limfoma
yang paling umum yaitu non-Hodgins limfoma yang biasan terjadi pada pasien dengan
autoimun. Kelenjar parotis merupakan lokasi yang paling sering terlibat diikuti dengan
kelenjar submandibular, dan secara klinis dikarakteristikkan sebagai pembesaran kelenjar
tanpa rasa nyeri atau adenopati.
3. PENEGAKAN DIAGNOSA PENYAKIT KELENJAR LUDAH
1. Pemeriksaan Radiologis
Teknik radiografi yang banyak digunakan adalah teknik radiograf oklusal dan panoramik
(OPG), namun tidak semua sialolith dapat terlihat melalui pemeriksaan radiografis
konvensional karena sebagian kecil batu saliva tersebut mengalami hipomineralisasi dan
superimposisi dengan jaringan lain yang bersifat radiodense.
2. Sialografi
Sialografi merupakan pemeriksaan untuk melihat kondisi duktus dengan menggunakan
kontras. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengidentifikasi adanya iregularitas pada dinding
duktus, identifikasi adanya polip, mucous plug atau fibrin, serta area granulomatosa. Selain
itu dapat pula diidentifikasi adanya kemungkinan obstruksi duktus maupun stenosis.
Pemeriksaan dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap duktus Stensen dan Wharton.
Langkah selanjutnya adalah dilakukan dilatasi duktus. Saat dilatasi duktus sudah maksimal,
maka dapat dimasukkan kateter sialografi. Pada pemeriksaan sialografi ini digunakan kontras,
yang bisa berupa etiodol atau sinografin.
Sialografi dapat memberikan pemandangan yang jelas pada duktus secara keseluruhan
dan dapat memberikan informasi mengenai area yang tidak dapat dijangkau dengan
sialoendoskop, misalnya pada area di belakang lekukan yang tajam dan striktur. Kekurangan
dari pemeriksaan sialografi adalah paparan radiasi dan hasil positif palsu pada pemeriksaan
batu karena adanya air bubble (gelembung udara).
3. Tomografi computer
Pemeriksaan ini merupakan salah satu pilihan untuk mengevaluasi sistem duktus dan
parenkim pada kelenjar saliva. Identifikasi dapat dilakukan pada potongan aksial, koronal
maupun sagital. Dengan pemeriksaan ini dapat diidentifikasi adanya iregularitas pada dinding
duktus dengan melihat adanya penebalan dan penyangatan pada dinding duktus. Pada obstruksi
yang disebabkan karena batu, kalsifikasi dapat dilihat berupa masa hiperdens tanpa
penyangatan pada pemeriksaan tomografi komputer. Adanya penyangatan dapat merupakan
indikasi adanya obstruksi sialodenitis akut.
4. Sialografi tomografi komputer
Pemeriksaan ini merupakan kombinasi antara pemeriksaan sialografi dengan
menggunakan kontras dan pemeriksaan tomografi komputer. Pemeriksaan dilakukan dengan
memasukkan kateter pada duktus, kemudian mengisinya dengan kontras, lalu dilakukan
pemeriksaan tomografi komputer. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengevaluasi parenkim
secara detail.
5. Magnetic resonance imaging dan magnetic resonance sialography
Pemeriksaan dengan MRI juga dapat mengidentifikasi adanya kelainan pada kelenjar
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 13/23
saliva. Dengan pemeriksaan ini akan tampak perbedaan antara struktur duktus dan parenkim.
Pemeriksaan Magnetic Resonance Sialography dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur
duktus pada kelenjar parotis dan submandibula dengan melakukan sialografi dengan
menggunakan kontras Magnetic Resonance.
6. Ultrasonografi
Dalam mendiagnosis kelainan pada kelenjar saliva terkadang diperlukan pemeriksaan
ultrasonografi dengan resolusi tinggi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi bermanfaat dalam
mengidentifikasi massa dan membedakan konsistensi massa tersebut, apakah padat atau
kistik. Ultrasonografi yang digunakan pada pemeriksaan kelenjar saliva adalah ultrasonografi
dengan transduser beresolusi tinggi, yaitu 7,5-10,0 MHz. Pada kasus abses atau massa kistik
kelenjar saliva terkadang dilakukan aspirasi jarum halus. Pada kasus ini, ultrasonografi dapat
dimanfaatkan untuk menjadi panduan dalam aspirasi. Pemeriksaan ultrasonografi juga penting
dilakukan untuk melihat adanya kelokan atau cabang-cabang duktus, yang bisa menimbulkan
komplikasi pada proses obstruksi.
Kekurangan pada pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah, alat ini tidak dapat
memvisualisasi kelenjar saliva secara keseluruhan. Pada penegakan kelainan obstruksi
kelenjar saliva menggunakan ultrasonografi sering sulit untuk menentukan ukuran batu secara
tiga dimensi begitu juga dengan struktur stenosisnya. Selain itu, pemeriksaan dengan alat ini
tidak dapat memberikan informasi yang cukup jelas mengenai diameter bagian distal obstruksi
sehingga sulit memastikan apakah duktusnya cukup lebar dan lurus sehingga memungkinkan
masuknya instrumen pada endoskopi terapeutik.
4. TREATMENT PADA PENYAKIT GLANDULA SALIVA
Selama fase akut, terapi yang dibutuhkan adalah terapi suportif. Perawatan dasar pada
kelainan glandula saliva meliputi pemberian analgesik, antibiotik, dan antipiretik apabila
dibutuhkan. Selain itu, terapi pada glandula salivarius dapat dilakukan dengan cara:
1. Sialolith yang berada pada atau dekat dengan orifice duktus dapat dihilangkan dengan
cara meminta pasien untuk minum air yang dicampur dengan tetesan jeruk nipis atau
lemon sehingga terjadi peningkatan aliran saliva, kemudian dokter gigi dapat memijat
glandula saliva dengan pelembab yang hangat dan mendorong batu agar keluar dari
duktus (Vorvick, 2011). Namun, apabila sialolith terletak lebih dalam dari orifice
duktus, maka dapat dilakukan operasi untuk pengambilan sialolith. Sialolith yang
terletak pada intraglandula, maka perawatan yang dianjurkan adalah dengan mengambil
seluruh glandula saliva yang terkena.
2. Eksisi
Tindakan ini merupakan terapi pilihan untuk mukokel. Namun, apabila hanya dilakukan
aspirasi cairan, maka hasil yang diberikan tidak memberikan kesembuhan dalam waktu
yang lama karena akan terjadi rekurensi, sehingga tindakan yang paling baik untuk
mukokel adalah pengambilan mukokel beserta glandula saliva yang terlibat untuk mencegah
rekurensi. Terapi pilihan untuk ranula juga berupa eksisi lesi beserta glandula yang terlibat,
sehingga rekurensi tidak terjadi.
3. Marsupialisasi
Merupakan terapi yang paling tua yang digunakan untuk menangani ranula. Rerata
kegagalan terapi ini sebesar 61-89% dengan rekurensi setelah 6-12 minggu setelah operasi.
Penekanan/kompresi pada bagian bawah kista yang berasal dari lidah menyebabkan
timbulnya penutupan kista secara prematur. Hal ini menyebabkan ranula terbentuk kembali
dan terjadi rekurensi. Menutup kavitas kista dengan gauze/kassa selama 7-10 hari dapat
meningkatkan tingkat keberhasilan perawatan.
4. Pemberian antibiotik
Apabila terdapat kelainan pada glandula saliva yang diakibatkan oleh infeksi bakteri yang
menghasilkan pus atau demam, contohnya pada sialadenitis. Antibiotik yang diberikan
pertamakali (first line) harusnya antibiotik dengan spektrum yang luas (broad spectrum)
seperti golongan Penicillin. Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan penicillin yaitu
Ampicilin dan Amoksisilin yang aktif melawan bakteri gram negatif dan positif. Untuk
pemberian oral, amoksisilin merupakan obat pilihan karena diabsorbsi lebih baik daripada
ampisilin. Dosis yang umumnya digunakan adalah 500 mg tiap 8 jam dengan waktu
pengobatan minimal 5 hari. Antibiotik yang lain adalah golongan Clindamycin yang efektif
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 14/23
terutama terhadap bakteri gram negatif. Pada 48 jam pertama diberikan melalui intravena
dengan dosis 900 mg/8 jam, kemudian dilanjutkan pemberian secara oral dengan dosis 300
mg/8 jam. Apabila terapi antibiotik belum berhasil, dapat diberikan antibiotik golongan
lain yaitu sefalosporin. Second line terapi antibiotik adalah dengan kultur sensitifitas untuk
mengetahui nama bakteri spesifik penyebab infeksi dan antibiotik yang sensitif terhadap
bakteri tersebut.
5. Radioterapi
Terapi radiasi pada umumnya diberikan pada pembengkakan glandula salivarius dan lesi-
lesi maligna. Pada pembengkakan glandula parotis yang disebabkan oleh infeksi HIV
diberikan terapi radiasi eksternal dengan dosis 24 Gy.
6. Laser CO
2
Keuntungan dari perawatan ini adalah perdarahan dan jaringan parut minimal, visualisasi
selama prosedur baik, dan komplikasi post-operatif minimal. Terapi ini banyak dipilih untuk
menangani sialolithiasis dan mukokel (Ata-Ali dkk., 2010).
7. Extra-corporeal shock wave lithotripsy (ESWL)
Terapi ini merupakan terapi dengan invasi minimal untuk pengambilan sialolith dengan
memanfaatkan gelombang dari alat yang disebut lithotripter yang memiliki sumber
elektromagnetik berbentuk silinder yang menghasilkan gelombang bertekanan, yang apabila
difokuskan pada sialolith dapat memecah sialolith menjadi berukuran < 2 mm sehingga
memungkinkan keluarnya sialolith secara spontan (DeBurgh Norman dan McGurk, 1995).
Setelah ESWL dilakukan, dilanjutkan dengan ultrasound kontinyu (7,5 MHz) 5 kali seminggu
selama 30 menit. Setelah itu di follow-up setelah 1 minggu dan 1, 3, 6, dan 12 bulan
(Capaccio dkk., 2002). Selama proses ESWL, sialogoues dan/atau pemijatan glandula dapat
dilakukan untuk membantu pengeluaran fragmen sialolith dari duktus (Siddiqui, 2002).
Gambar 5. Mesin liptotripsi untuk sialolith
1. SIALOLITHIASIS
Pasien wanita berusia 55 tahun datang dengan keluhan nyeri dan pembengkakan ekstraoral
pada regio posterior kiri rahang bawah selama 6 hari (Gambar 6).
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 15/23
Gambar 6. Terlihat pembengkakan ekstraoral pada corpus mandibula sebelah kiri
Pasien menceritakan bahwa pembengkakan telah terjadi selama 6 bulan dan terasa
sakit, namun rasa sakit dapat hilang dengan sendirinya. Pembengkakan ini juga mengganggu
proses pengunyahan pasien, tidak terdapat cairan pada ekstraoral maupun intraoral. Pasien
mendatangi praktek dokter, kemudian diberikan obat (pasien lupa obat apa saja yang
diberikan) dan pembengkakannya mengecil. Namun, 6 hari belakangan pasien merasakan
nyeri yang sama pada lokasi yang sama. Pemeriksaan obyektif menunjukkan bahwa tidak
terdapat asimetri pada wajah bagian atas hingga tengah. Pembengkakannya berbentuk oval
dan meluas hingga symphisis mandibula pada bagian anterior dan angulus mandibula pada
bagian posterior. Perluasan pada bagian superior tidak terlalu terlihat dan pada bagian
inferior, pembengkakan tidak melewati midline. Regio submental terlihat normal. Kulit pada
permukaan pembengkakan terlihat normal dan tidak tertarik. Pada palpasi, tidak didapatkan
peningkatan suhu dan tulangnya keras serta dapat digerakkan. Pembengkakan ini tidak
melekat pada struktur dibawahnya dan tidak terdapat sensasi kesemutan/parestesia. Basis
mandibula tampak intak dan tidak terdapat kliking pada TMJ atau deviasi pada saat
bergerak,tidak terdapat pergerakan yang berlebihan atau pembengkakan sendi. Pembukaan
mulut tidak terganggu, limfonodi submandibula sebelah kiri membesar, teraba, dengan
konsistensi yang agak keras. Muara duktus Stensen normal dengan aliran saliva yang juga
normal. Namun, ketika dilakukan pemeriksaan pada duktus Warthon tampak kering dengan
aliran saliva yang sedikit.
Gambar 7. Aliran saliva tampak sedikit pada pemeriksaan muara duktus Warthon
Palpasi bimanual pada glandula submandibula kiri menimbulkan rasa nyeri tekan pada
intraoral. Kemudian dilakukan foto rontgen oklusal pada rahang bawah dan memperlihatkan
adanya lesi radiopaque dengan dinding berbatas tegas, diameter 1 mm dan terletak pada
anterior dasar mulut.
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 16/23
Gambar 8. Rontgen oklusal memperlihatkan adanya sialolith pada rahang bawah sebelah kiri
Sialolith diambil dengan eksisi dari intraoral dengan anestesi lokal dan tampak berwarna
putih kekuningan. Tidak dilaporkan adanya kontraindikasi post-operatif.
Gambar 9. Eksisi dari intraoral
Gambar 10. Sialolith yang telah diambil
2. RANULA
Seorang wanita usia 16 tahun datang ke Klinik San Paolo, Brazil dengan keluhan adanya
pembengkakan pada dasar mulut selama 28 hari yang mengganggu proses bicara dan
mengunyah. Sebelumnya, pasien pernah menjalani insisi dan drainase pada lesi yang sama 14
hari sebelumnya. Tidak terdapat perubahan pada kondisi sitemik. Pada pemeriksaan intraoral
didapatkan pembengkakan pada dasar mulut sebelah kiri yang meluas dari midline mandibula
hingga regio molar pertama, konsistensi kunak, permukaan halus, kebiruan dengan diameter
3,5 cm. Ada riwayat trauma yang menyebabkan retensi glandula saliva, sehingga dokter
mendiagnosa lesi tersebut sebagai ranula (Gambar 11).
Terapi yang dipilih adalah marsupialisasi dengan anestesi lokal. Membrana yang
menutupi pembengkakan di eksisi dan semua cairan mukus yang ada diekstravasasi (Gambar
12), kemudian dijahit menggunakan benang Poligalaktina 910 dengan ukuran 4-0 (Vicryl)
(Gambar 13 dan 14). Jaringan yang diambil dikirim ke bagian patologi anatomi dan dipastikan
bahwa lesi tersebut adalah ranula. Daerah yang dijahit dirawat hingga mengalami resorbsi
benang yang komplit. Tidak dikeluhkan adanya komplikasi post-operasi dan tidak ada
rekurensi setelah 1 tahun operasi dilakukan.
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 17/23
Gambar 11. Ranula pada dasar mulut sebelah kiri; Gambar 12. Drainase cairan mukus
Gambar 13. Diseksi pada area yang terlibat menggunakan shears rhomb
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 18/23
Gambar 14. Area yang telah mengalami marsupialisasi
Gambar 15. Empat belas hari setelah post-operatif
3. ADENOMA PLEOMORFIK PAROTIS
Seorang wanita umur 55 tahun, datang ke poliklinik THT RS.Dr.M.Djamil Padang tanggal 22
Juli 2009 (No.MR.65 34 70) kiriman dokter spesialis THT-KL dengan diagnosis tumor campur
parotis dan hasil BAJAH terlampir. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama benjolan di
bawah telinga kiri yang makin lama makin besar sejak 16 tahun yang lalu. Benjolan tidak nyeri
dan tidak merah, tidak panas, tidak disertai demam. Telinga kiri kadang-kadang berdengung.
Tidak ada kesulitan membuka mulut, mulut tidak terasa kering. Tidak dikeluhkan wajah
mencong atau kesulitan menutup mata. Riwayat penyakit asam urat tidak ada. Riwayat hidung
tersumbat, hidung berdarah, dan penglihatan ganda tidak ada. Benjolan lain di leher tidak ada.
Tidak terdapat penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
baik, kesadaran komposmentis kooperatif. Pada pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok
tidak didapatkan kelainan. Pemeriksaan pendengaran dengan penala dalam batas normal.
Regio parotis sinistra didapatkan benjolan ukuran 12x10x8 cm, kenyal padat, tidak ada bagian
yang fluktuatif, tidak nyeri tekan, tidak terdapat tanda-tanda radang, permukaan licin,
terfiksir pada jaringan disekitarnya (gambar 16).
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 19/23
Gambar 16. Pasien sebelum operasi
Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher. Pada pemeriksaan wajah tanda-
tanda kelumpuhan saraf fasialis tidak ditemukan. Hasil BAJAH tanggal 21 Juli 2009 dengan
register no S.853.09, kesannya adalah tumor campur kelenjar liur dan tidak tampak sel-sel
ganas (gambar 17).
Gambar 17. Sitologi tumor campur kelenjar liur
Saat itu ditegakkan diagnosis tumor campur (mixed tumor) parotis sinistra. Rencana dilakukan
pemeriksaan CT Scan, pemeriksaan darah rutin, kimia darah, fungsi hati, dan ginjal, Rontgen
torak PA, EKG, untuk persiapan parotidektomi dalam narkose umum. Pada tanggal 25 Juli 2009
didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil yang normal yaitu;
haemoglobin 14,8gr%, leukosit 8.300/mm3, trombosit 210.000, hematokrit 45%, PT 10,5 APTT
33,5, Gula darah random 153mg/dl, SGOT/SGPT 28/26 u/l, alkali fosfatase 213, ureum 36
mg/dl, kreatinin 0,7 mg/dl, natrium (Na+) 143nmol/L, kalium (K+) 4,3 nmol/L, chlorida (Cl-)
101 nmol/L. Dari CT Scan parotis terlihat massa isoden inhomogen dengan batas tegas, tepi
irreguler disertai kalsifikasi, massa meluas ke daerah parafaring dan subkutis. Tidak nampak
pembesaran kelenjar limfa leher. Kesan adalah tumor parotis (Gambar 18).
Gambar 18. CT Scan parotis potongan koronal
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 20/23
Direncanakan untuk dilakukan parotidektomi. Berdasarkan konsul dengan bagian Penyakit
Dalam saat ini dapat dilakukan tindakan operasi dalam narkose dengan risiko rendah. Tanggal
25 Agustus 2009 dilakukan operasi pengangkatan tumor parotis dalam narkose.
Laporan operasi:
Pasien tidur telentang di meja operasi dalam narkose
Dilakukan aseptik antiseptik pada daerah operasi.
Dibuat insisi kulit pada daerah preaurikuler setinggi tragus dari kranial ke kaudal
melingkari ujung kaudal daun telinga sampai pada tip mastoid dan dilanjutkan ke
kaudal mengikuti kerutan kulit angulus mandibula sepanjang 1/3 panjang angulus
mandibula, irisan dilanjutkan kearah kaudal sepanjang otot sternokleimomastoideus.
Kulit dipisahkan secara tumpul dari jaringan di bawahnya.
Terlihat massa tumor dengan ukuran yang cukup besar melengket pada parotis pada
bagian posteroinferior sehingga mendorong kelenjar parotis kearah anterosuperior.
Tumor terlihat berkapsul.
Dilakukan pembebasan massa tumor dari daerah sekitarnya seperti dari otot
sternokleidomastoideus, dan daerah angulus mandibula.
Massa tumor dibebaskan secara tumpul dari kelenjar parotis. Saraf fasialis tidak dapat
diidentifikasi karena kelenjar parotis telah terdorong ke anterosuperior sehingga
menyulitkan mencari landmark saraf fasialis.
Dilakukan pembebasan massa tumor dari otot-otot digastrik, maseter dan stilohioideus.
Massa tumor dapat diangkat secara komplit. Didapatkan massa tumor berkapsul
permukaan berlobus-lobus, konsistensi kenyal padat, ukuran 10cmx8cmx7cm (gambar
19).
Perdarahan diatasi, dilakukan penjahitan lapis demi lapis, dipasang salir.
Operasi selesai.
Gambar 19. Adenoma Plemorfik parotis
Terapi diberikan antibiotik ceftazidime 2 x 1 gr IV, gentamisin 2x80gr IV dan analgetik
tramadol drip dalam ringer laktat 16 tetes per menit. Kondisi umum pasien baik, kesadaran
baik dan kooperatif, tidak ditemukan adanya perdarahan dari luka operasi, tidak ada tanda
kelumpuhan saraf fasialis, tidak ada demam. Perdarahan melalui salir sebanyak 18 cc. Hasil
pemeriksaan laboratorium darah rutin pasca operasi adalah haemoglobin 11,8g%, leukosite
12.800/mm3, trombosit 254.000/mm3. Terapi antibiotik dilanjutkan, analgetik diganti dengan
asam mefenamat 3x500mg peroral.
Pada hari ke tiga pasca operasi didapatkan kondisi umum pasien baik, tidak demam,
tidak ada tanda-tanda kelumpuhan saraf fasialis (gambar 20). Pada pemeriksaan lokalis daerah
parotis kiri luka operasi kering, ditemukan edema, tidak terdapat fluktuasi, tidak ditemukan
tanda tanda infeksi. Pada kantong salir didapatkan darah 8 cc. Terapi antibiotik dan analgetik
dilanjutkan. Salir dilepas.
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 21/23
Gambar 20. Penilaian fungsi motorik saraf fasialis
Pada hari keenam pasca operasi, kondisi umum pasien baik, tidak ada demam, luka
operasi kering dan tidak ada fluktuasi. Jahitan dilepas selang seling. Terapi ceftazidime 2x1gr
IV dan asam mefenamat jika perlukan.
Pada hari kedelapan tanggal 2 September 2009, jahitan sudah dibuka seluruhnya, kondisi
umum pasien baik, tidak ada demam, tidak ada kelumpuhan saraf fasialis, tidak ada
kemerahan ataupun keringat pada daerah parotis kiri saat mengunyah. Luka operasi baik.
Tidak ada keluhan dalam membuka mulut. Tidak ada muncul pembengkakan di daerah parotis
kiri.
Hasil pemeriksaan histopatologi tumor adenoma pleomorfik parotis tidak ditemukan
tanda-tanda ganas. Pasien boleh pulang, dan dianjurkan untuk kontrol 1 minggu lagi. Pada
tanggal 9 september dan 28 September, pasien kontrol di poliklinik THT-KL. Didapatkan
kondisi umum pasien baik, luka operasi baik tidak terdapat fistula (gambar 21). Tidak
ditemukan adanya keringat ataupun kemerahan pada daerah parotis kiri saat mengunyah.
Tidak ada keluhan membuka mulut. Tidak ditemukan adanya fistula. Tidak ada muncul
pembengkakan di daerah parotis kiri. Pasien dianjurkan untuk kontrol 1 bulan lagi.
Gambar 21. Satu bulan pasca operasi
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja I., 1984, Marsupialisasi Ranula, Forum Ilmiah 1984 FKG UniversitasTrisakti. Jakarta.
1984. h: 567-569.
Capaccio P, Monfort A, Moroni M, Ottaviani F. Salivary Stone Lithtoripsy in The HIV Patient. Oral
Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology & Endodonties, 2002; 93(5):525-
527.
DeBurgh NJE dan McGurk M. 1995. Extracorporeal Piezoelectric Shockwave Lithotripsy (ESWL) of
Salivary Duct Stones (Sialolithotripsy). In: Color Atlas and Text Books of Salivary Duct
and Lacrimal, Glands Ist Ed, Mosby- Wolfe, London.
Firdaus MA dan Pulungan MR. 2010. Penatalaksanaan Adenoma Pleomorfik. Jurnal Bagian Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher: 1-9.
Greenberg MS, Glick M, Ship JA. 2008. Burkets Oral Medicine 11
th
Ed. BC Decker Inc. Hamilton.
Jaishankar S, Manimaran, Kannan, Mabel C. 2010. Ranula: A Case Report. JIADS 1: 51-53.
Pagare SS, Krishnamurthy V, Dua S. 2008. Submandibular Sialolithiasis: A Case Report. Scientific
Journal 2: 1-5.
Shehata E.A, and Hassan H.S., 2008, Surgical Treatment of Ranula: Comparison between
Marsupialization and Sublingual Sialadenectomy in Pediatric Patients, Annals of Pediatric
Surgery 4(3&4) 89-93
Siddiqui SJ. Sialolithiasis: An Usually Large Submandibular Salivary Stone. British Dental Journal,
2002; 1193:89-91.
Tamin S dan Yassi D. 2010. Penyakit Kelenjar Saliva dan Peran Sialoendoskopi untuk Diagnostik
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 22/23
SHARE IT PLEASE Tweet 0 0 Like 1
StumbleUpon
ADI PRATAMA
Saya Adi Pratama, penulis blog Gigi dan Mulut ini. Saya menempuh
pendidikan dokter gigi di FKG UGM angkatan 2006. Sudah bergelut di
dunia blogger semenjak tahun 2009. Memiliki minat di bidang
ortodontik kedokteran gigi, web design, dan online marketing. Semoga isi blog Gigi dan Mulut
ini dapat bermanfaat bagi anda.
Anestesi Lokal Kedokteran Gigi Pengaturan dari Nodes Limfatik
Serv...
Pengaturan Mandibula Pada
Kanker Ro...
Related Posts
Posting Lebih Baru Posting Lama
dan Terapi. J.THT UI: 1-16.
Vorvick LJ. 2011. Salivary Gland Disorders. American Accreditation HealthCare Commission: 114-
121.
Zorzetto DL, Marzola C, Toledo-Filho JL, Azenha MR, Cavalieri-Pereira L, Silva-Rosa LP. 2010.
Ranula Surgical Treatment by The Marsupialization Technique. J. Surg: 309-315.
Sekian penjelasan singkat saya tentang Kelainan Pada Kelenjar Saliva, semoga bisa
membantu. Kelenjar Saliva
Beranda
Keluar
Beri tahu saya
Masukkan komentar Anda...
Beri komentar sebagai:
dhystika zahra (Google)
Publikasikan

Pratinjau
0 komentar:
Poskan Komentar
6/10/2014 Kelainan Pada Kelenjar Saliva | Gigi dan Mulut
http://www.doktergigi.net/2013/07/kelainan-kelenjar-ludah.html 23/23
Copyright @ 2013 Gigi dan Mulut. Designed by Templateism | Love for The Globe Press

Anda mungkin juga menyukai