Anda di halaman 1dari 54

PROPOSAL

PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN II DESA



PERENCANAAN, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROGRAM
KESEHATAN DI DESA GLAGAHWERO KECAMATAN KALISAT
KABUPATEN JEMBER



Oleh:
KELOMPOK VIII









FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2014





LAPORAN
PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN II DESA

PERENCANAAN, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROGRAM
KESEHATAN DI DESA GLAGAHWERO KECAMATAN KALISAT
KABUPATEN JEMBER
Oleh:
Kelompok VIII
Ketua : Yudhi Tri Gunawan (NIM 112110101078)
Sekretaris : Dinda Prety Murina (NIM 112110101126)
Anggota : 1. Anindyka Widya Putri (NIM 112110101019)
2. Ahmad Aviv Mahda (NIM 112110101021)
3. Niza Zulnia Putri (NIM 112110101042)
4. Fahimah Ulfa (NIM 112110101089)
5. Desy Dwi Astuti (NIM 112110101090)
6. Ifka Hanning Retno Firdaus (NIM 112110101104)
7. Dewi Amalia Insani (NIM 112110101106)
8. Devi Catur Anung Susanti (NIM 112110101117)
9. Maulita Fath (NIM 112110101132)
10. Hafifah Khoiriyyah Anwar (NIM 112110101146)
11. Dwi Ajeng Aprilya (NIM 112110101150)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2014




LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN
PENGALAMAN BELAJAR LAPANGAN II DESA

PERENCANAAN, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI PROGRAM
KESEHATAN DI DESA GLAGAHWERO KECAMATAN KALISAT
KABUPATEN JEMBER









Mengetahui,











Pembimbing Lapangan



Ririn Zumrotul Aini., Amd, Keb.
NIP. 197303141992032004
Pembantu Dekan I FKM UJ



Abu Khoiri, S.KM, M.Kes
NIP. 197903052005011002
Pembimbing Akademik



Irma Prasetyowati., S.KM, M.Kes
NIP. 198005162003122002




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusunan proposal Pengalaman Belajar
Lapangan II Desa yang berjudul, Perencanaan, Implementasi Dan Evaluasi Program
Kesehatan Di Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember
Tujuan penyusunan Proposal Pengalaman Belajar Lapangan II ini adalah
untuk merencanakan program- program yang ada di desa Glagahwero tersebut yang
nantinya akan langsung dilaksanakan dan dievaluasi guna membantu menyelesaikan
masalah-masalah kesehatan yang ada di Desa Glagahwero Kecamatan kalisat
Kabupaten Jember.
Dalam penyusunan Proposal Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) II Desa,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam kegiatan penyusunan proposal
Pengalaman Belajar Lapangan II ini:
1. Drs. Husni Abdul Gani, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember.
2. Abu Khoiri S.KM, M.Kes selaku Pembantu Dekan I Fakultas Kesehatan
Masyarakat
3. Irma Prasetyowati, S.KM., M.Kes. selaku Dosen Pendamping Pengalaman Belajar
Lapang (PBL) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
4. Ibu Ririn Zumrotul Aini.,Amd.Keb selaku Pembimbing Lapangan Pengalaman
Belajar Lapangan (PBL) II Desa di Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat
Kabupaten Jember.
5. Ibu Sovia Diana selaku Kepala Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten
Jember.
6. Teman-teman Fakultas Kesehatan Masyarakat semester VII yang telah membantu
dalam pembuatan proposal ini.




7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Proposal Pengalaman
Belajar Lapangan II Desa (PBL II Desa).
Penyusunan Proposal Pengalaman Belajar Lapangan II Desa telah disusun
seoptimal mungkin, namun apabila masih terdapat kekurangan, kami mengharapkan
saran yang membangun demi kesempurnaan Proposal Pengalaman Belajar Lapangan
II Desa ini.

Jember, 26 Mei 2014


Penyusun





















BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi
serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Menurut
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan
sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan menurut WHO
(2012), kesehatan adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani dan sosial yang
merupakan aspek positif dan tidak hanya bebas dari penyakit serta kecacatan yang
merupakan aspek negatif.
Pembangunan kesehatan yang ada di Indonesia saat ini mengarah pada
pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan dengan pola pikir kebijakan
paradigma sehat, dimana dalam kebijakan tersebut masyarakat Indonesia diberikan
perlindungan secara proaktif agar dapat hidup dengan sehat dan produktif. Paradigma
sehat merupakan upaya pembangunan yang berorientasi kepada peningkatan,
pemeliharaan dan perlindungan penduduk yang sehat dan bukan hanya penyembuhan
pada orang yang sakit. Upaya perlindungan tersebut dilakukan dengan mengantisipasi
kebijakan pembangunan nasional lain dimana memiliki potensi yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat, yang penekanannya pada upaya
peningkatan dan pengembangan aspek promotif (promosi) dan preventif
(pencegahan) dengan tidak melupakan aspek penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dimana harus dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan serta dilaksanakan bersama antara pemerintah, swasta
dan masyarakat.
Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pencapaian derajat kesehatan yang
tinggi sebagai pemenuhan kebutuhan fisiologis tersebut maka perlu diupayakan oleh
semua pihak baik secara lintas program maupun lintas sektoral serta perlu




diwujudkan mulai dari satuan masyarakat yang terkecil yaitu desa. Fenomena yang
terjadi di masyarakat adalah mereka tidak menyadari adanya masalah kesehatan yang
sudah berlangsung dalam jangka waktu lama sehingga perlu adanya motivasi dari
pihak luar untuk membantu mereka dalam menemukan masalah.
Peran aktif masyarakat perlu diarahkan, dibina dan dikembangkan sehingga
dapat melakukan fungsi dan tanggung jawab sosialnya sebagai mitra pemerintah.
Sedangkan peran pemerintah lebih dititikberatkan pada pembinaan, pengaturan dan
pengawasan untuk terciptanya pemerataan pelayanan kesehatan dan tercapainya
kondisi yang serasi dan seimbang antara upaya kesehatan yang dilaksanakan oleh
pemerintah dan masyarakat termasuk swasta (UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009).
Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember sebagai pencetak
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) memegang peranan penting sebagai ujung
tombak terlaksananya pengembangan aspek promotif dan preventif kesehatan di
masyarakat khususnya masyarakat desa. Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
memiliki peranan penting dalam memotivasi masyarakat desa untuk dapat hidup
mandiri dan sehat. Dalam menopang peranannya tersebut, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Jember memiliki visi yaitu menjadi lembaga pendidikan
tinggi kesehatan masyarakat yang berkualitas dan profesional serta berwawasan
lingkungan, dan sasarannya yaitu menghasilkan lulusan Sarjana Kesehatan
Masyarakat yang memiliki kemampuan di bidang kesehatan lingkungan, promosi
kesehatan, manajemen ksesehatan, epidemiologi, gizi kesehatan masyarakat,
biostatistik dan kependudukan, serta kesehatan dan keselamatan kerja dengan
kualifikasi: 1) Mampu berkomunikasi dan bekerjasama yang baik, 2) Memiliki
kreativitas yang tinggi, 3) Mampu dan mandiri dalam kegiatan pemecahan masalah
kesehatan masyarakat secara terpadu dan multidisipliner, 4) Mempunyai etika profesi
yang positif, dan 5) Berdaya saing tinggi sesuai tuntutan kebutuhan pasar kerja.
Salah satu wujud untuk mencapai visi tersebut adalah adanya kegiatan
Pengalaman Belajar Lapangan II (PBL II) dimana mahasiswa akan tinggal di sebuah
desa dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan derajat kesehatan




masyarakat desa tersebut. PBL II dilakukan selama kurang lebih 6 minggu dengan
melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan prioritas masalah yang ditemukan
berdasarkan hasil analisis situasi yang dilakukan sebelumnya dan berdasarkan hasil
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) yang melibatkan perangkat desa dan
masyarakat langsung sehingga mahasiswa dapat bekerja sama langsung dengan
perangkat desa dan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis situasi pada PBL I yang dilakukan terhadap
masyarakat Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember terdapat 10
masalah kesehatan yang menjadi diagnosa komunitas yaitu terdapat responden yang
menderita penyakit ISPA sebesar 26%, terdapat responden yang menderita diare
sebesar 35%, Masih ditemukannya penderita DHF sebesar 2%, Responden yang tidak
mengetahui tentang HIV/AIDS sebesar 63%, masih terdapat responden yang menjadi
penderita reumatik sebesar 42% , ada masyarakat yang menderita anemia sebesar
25% , masyarakat masih ada yang belum memberikan kolostrum sebesar 30%,
responden masih banyak yang mengalami KAK khususnya jatuh dan terluka sebesar
41%, Terdapat ibu yang pernah mengalami keguguran sebesar 23%, Tingginya angka
status gizi energi yang masuk ke dalam kategori defisit sebesar 48,35%, dan status
gizi protein yang masuk ke dalam kategori defisit sebesar 37,63%, dan status gizi
karbohidrat yang masuk ke dalam kategori defisit sebesar 51,62%. Dari hasil analisis
masalah diperlukan peran masyarakat untuk membantu memprioritaskan masalah
yaitu melalui hasil Musyawarah Masayarakat Desa yang melibatkan perangkat desa,
kader, pengurus PKK, dan masyarakat desa.
Masalah kesehatan yang telah dikemukakan diatas membutuhkan realisasi
usaha-usaha untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik lagi di Desa
Glagahwero. Untuk itu, peran serta mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember dalam PBL II pada umumnya dan masyarakat Desa Glagahwero
Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember pada khususnya sangat dibutuhkan. Peran serta
masyarakat turut dilibatkan selama proses pelaksanaan program kesehatan untuk
pemberdayaan masyarakat sehingga ketika mahasiswa selesai melakukan kegiatan




PBL II masyarakat masih bisa melanjutkan kegiatan-kegiatan tersbut. Mahasiswa
diharapkan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bervariasi sehingga dapat
mencapai tujuan program berdasarkan priorotas masalah yang telah ditetapkan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah yang ada dan membuat
perencanaan dan pelaksaan serta evaluasi mengenai program kesehatan sesuai dengan
permasalahan yang ada di Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember.
1.2.2 Tujuan Khusus:
1. Menentukan sasaran kegiatan yang tepat sesuai dengan kegiatan yang ada
2. Penjadwalan kegiatan yang efektif dan efisien sehingga tujuan tercapai
3. Menentukan prosedur pelaksanakan kegiatan
4. Membuat perencanaan kegiatan : melakukan identifikasi masalah,
menentukan hasil Musyawarah Masyarakat Desa (MMD), melakukan
perencanaan program.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan, pengalaman, keterampilan yang lebih
luas dan lebih merata tentang kondisi kesehatan masyarakat di suatu daerah
khususnya di daerah Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember.
b. Mahasiswa belajar mendiagnosis masalah kesehatan, pengembangan program,
pelaksanaan program masalah kesehatan, serta upaya melaksanakan pemecahan
masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat dan memahami teknik dari
pengambilan keputusan.







1.3.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Memperoleh informasi mengenai keadaan kesehatan masyarakat dan
kesehatan lingkungan, serta upaya untuk melakukan program masalah kesehatan yang
ada di Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember.
1.3.3 Bagi Masyarakat Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember
terkait Masyarakat dapat memperoleh peningkatan pengetahuan tentang
kesehatan dan peningkatan derajat kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya
melalui program-program intervensi yang dilakukan di Desa Glagahwero
Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember.
1.3.4 Bagi Puskemas dan Instansi Terkait
a. Membantu program peningkatan kesehatan di Desa Glagahwero Kecamatan
Kalisat Kabupaten Jember.
b. Sebagai bahan acuan dalam menentukan kebijakan pembangunan Desa
Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember, khususnya bidang
kesehatan.

















BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program Prioritas
2.2.1 Pengertian Prioritas Masalah
Program kesehatan masyarakat memerlukan peran serta aktif kelompok-
kelompok masyarakat yang terorganisasi, dilaksanakan dengan biaya yang relatif
murah, memanfaatkan teknologi tepat guna dan disesuaikan dengan kondisi
lingkungan sosial budaya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program.
Penentuan prioritas merupakan langkah yang sangat penting dan menentukan dalam
rangka proses perencanaan, bahkan sering dikemukakan sebagai jantung kedua
setelah pengambilan keputusan. Penentuan prioritas adalah suatu usaha untuk
mendapatkan susunan beberapa tujuan atau masalah yang diatur berturutan menurut
derajat pengutamaan dan yang dipilih berdasarkan kriteria efisiensi dan kriteria nilai
(Supriyanto dan Damayanti, 2003).
2.2.2 Menentukan Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah kesehatan bertujuan untuk menentukan urutan
masalah dari yang paling penting sampai yang kurang penting. Ada beberapa asas
dalam menetapkan urutan masalah, antara lain :
a. Pendekatan logis/rasional dengan melihat adanya kesenjangan antara yang terjadi
dan tujuan program.
b. Masalah sebaiknya dinyatakan secara kuantitatif (dapat diukur dan dihitung).
Kesenjangan dinyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif berdasarkan dimensi
waktu (Supriyanto, 2003).
Supriyanto (1999) menyebutkan bahwa terdapat beberapa teknik yang dapat
digunakan dalam penetapan prioritas masalah, diantanya yaitu Nominal Group
Technique (NGT)/Delbecq Technique, skoring (Multiple criteria utility assessment),
ranking, Focus Group Discusion (FGD) dan Hanlon.





Penjelasan dari beberapa teknik penentuan prioritas masalah dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Metode NGT (Nominal Group Technique)
NGT (Nominal Group Technique) adalah sebuah alat atau metode yang membawa
tim yang sedang dalam konflik menuju kesepakatan pada isu, masalah dan
penyelesaian masalah yang penting dengan membuat ranking dari individu menuju
prioritas akhir. Sarana yang dibutuhkan dalam NGT antara lain:
a) Nominal Group Form
b) Kertas flipchart dan papan flipchart
c) Alat tulis kantor (spidol, bolpoint, dll)
d) Kertas ukuran 15x10 cm dan 3x5 cm
e) NGT (Nominal Group Technique) digunakan dengan tujuan :
f) Identifikasi masalah dan penentuan prioritas (need identification and priority
setting).
g) Pemilihan alternatif pemecahan masalah dan penentuan prioritas (action).
h) Melibatkan personel pada semua tingkatan organisasi dalam pengambilan
keputusan final
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a) Persiapan NGT
1) Persiapan alat-alat NGT
Persiapan kertas dan alat tulis lain
2) Penyebaran undangan
Undangan disebar berdasarkan tingkat urgensi, misal kepala desa, ketua RW/
ketua dukuh (dusun), ketua RT, bidan di desa, kader, tokoh agama/ tokoh
masyarakat.
3) Persiapan ruangan
Ruangan yang memadai perlu disiapkan misal kantor kelurahan/desa, balai
RW, biasanya bentuk pengaturan meja adalah huruf U.
b) Pelaksanaan kegiatan secara umum




Penentuan waktu pelaksanaan dan tempat pelaksanaan.
c) Pelaksanaan NGT
Proses pelaksanaan NGT dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut:
1) Pembukaan
Dalam pembukaan harus ada pemandu yaitu moderator dibantu oleh notulen.
Pemandu memperkenalkan diri, mengucapkan selamat datang, mengucapkan
terima kasih, penjelasan maksud dan tujuan, penjelasan aturan main dan
dilanjutkan dengan proses NGT.
2) Proses NGT
Adapun proses NGT yang dilaksanakan sebagai berikut :
(a) Silent Generation of Ideas in Writing
Pada tahapan ini peserta diminta untuk menuliskan masalah-masalah
kesehatan menurut pendapat mereka yang ada di desa atau kelurahan
pada kertas ukuran 10 x 15 cm yang telah disediakan di meja. Peserta
menuliskan masalah kesehatan tanpa saling bicara atau bekerja sama
dengan peserta lain.
(b) Round Robin of Ideas on Flipchart
Setelah diselesaikan setiap peserta diminta untuk menyampaikan ide
yang telah ditulis pada kertas ukuran 10 x 15 cm untuk ditulis pada
flipchart oleh notulen. Setiap peserta hanya menyampaikan satu ide saja
secara bergantian, bagi peserta yang mempunyai ide yang sama dengan
peserta sebelumnya atau yang telah ditulis notulen pada flipchart
menyatakan pas kemudian dilanjutkan dengan peserta selanjutnya.
Setelah semua peserta menyampaikan permasalahan satu per satu,
kemudian diberikan kesempatan kembali kepada peserta untuk
menyampaikan masalah yang belum dituliskan pada flipchart.
(c) Serial Discussion of Ideas
Peserta pada tahap ini diminta untuk memberi penjelasan tentang ide
yang ditulisnya tanpa ada argumentasi, tetapi karena peserta sudah




mengerti tentang ide yang disampaikan maka tahapan ini tidak
dilakukan.
(d) Voting Priority
Setiap peserta memilih 5 ide yang paling penting dari permasalahan
yang tertulis pada flipchart pada kertas ukuran 3x5 cm berdasarkan
nomor ide yang tercantum pada flipchart. Kemudian setiap peserta
melakukan ranking dari 5 ide yang dipilihnya. Ide yang paling penting
diberi nilai 5 dan ide yang paling tidak penting diberi nilai 1, 3 sisa ide
dipilih yang paling penting diberi nilai 4, yang paling tidak penting
diberi nilai 2 dan sisanya diberi nilai 3. Hasil dari listing dan penentuan
ranking peserta untuk menentukan prioritas masalah ditunjukkan dalam
tabel :
Tabel 2.1 Contoh Hasil Penentuan Voting
Nomor Nilai Total
1
2
3
4 dst
5+2+2
1+1+1+3+5
4+3
..
9
11
7

(e) Discussion of Vote
Dari hasil prioritas yang ada didiskusikan lagi untuk mendapatkan
komentar, masukan, atau pertimbangan dari peserta NGT mengenai
prioritas masalah yang akan diintervensi berdasarkan sumber daya yang
dimiliki oleh masyarakat dan mahasiswa PBL.
(f) Proses Musyawarah
Selanjutnya untuk menentukan pemecahan masalah dari prioritas
masalah riil yang muncul, dilakukan dengan cara musyawarah bersama.
Adapun kegiatan dalam proses musyawarah tersebut adalah sebagai
berikut :




(1) Peserta diminta menuliskan satu alternatif pemecahan masalah
masing-masing masalah riil pada kertas.
(2) Hasil penulisan alternatif pemecahan masalah masing-masing
peserta dibacakan kemudian ditulis pada flipchart oleh notulen.
(3) Dari hasil penulisan alternatif pemecahan masalah pada flipchart
kemudian dimusyawarahkan bersama untuk mencapai kesepakatan
alternatif mana yang dipilih untuk nantinya dilaksanakan.
2. Metode Skoring
Metode skoring menggunakan beberapa kriteria pengukuran sehingga disebut
sebagai metode Multiple Criteria Utility Assement. Langkah-langkah metode
skoring :
a) Penetapan tujuan
Tujuan dalam metode skoring lebih dipusatkan pada sasaran yang dapat diukur
atau target. Sasaran dapat diukur dalam satuan jumlah dan dalam satuan waktu
tertentu (dalam satu tahun).
b) Penetapan kriteria
Kriteria adalah refleksi atau penjabaran indikator yang digunakan untuk
mengukur adanya masalah. Masalah adalah adanya kesenjangan antara
kenyataan (hasil rencana) dengan tujuan normative (rencana). Kriteria ini
dianjurkan apabila data atau informasi masalah bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Apabila data atau informasi sudah kuantitatif maka kriteria tidak
diperlukan dan langsung pada penghitungan menurut besarnya masalah.
Kriteria yang perlu dipertimbangkan didalam penentuan prioritas dengan
metode skoring, antara lain :
1) Prevalensi masalah
Kriteria yang menunjukkan besarnya masalah. Besarnya masalah dikaitkan
dengan tingkat status kesehatan masyarakat yaitu besarnya angka kesakitan
(morbiditas), angka kematian (mortalitas) dan angka kelumpuhan




(disabilitas) pada suatu saat tertentu. Prevalensi masalah lebih ditekankan
pada besarnya angka kesakitan di masyarakat.
2) Kegawatan
Kegawatan atau emergency atau tingkat bahaya menunjukkan adanya wabah,
penyakit-penyakit yang serius, penyakit yang menyerang golongan
umur/seks tertentu. Kegawatan diukur atas pengaruhnya terhadap individu
dan lingkungan yang umumnya dikaitkan dengan mati hidupnya seseorang.
Case Fatality Rate (CFR) adalah indikator untuk emergency.
3) Expanding Scope
Kritreria ini mempertimbangkan adanya meluasnya atau menyebarnya
masalah di masa mendatang baik menurut jumlah maupun tempat.
4) Perhatian masyarakat
Ditujukan pada pengetahuan, sikap dan keterlibatan emosi masyarakat
terhadap masalah dan urgensinya menurut mereka untuk segera dipecahkan.
Partisipasi masyarakat dalam keterlibatan penyelesaian masalah adalah
contoh perhatian masyarakat yang positif.
5) Kelayakan administrasi
Kelayakan administrasi atau feasibilitas atau kemungkinan suatu masalah
layak atau dapat ditanggulangi/dipecahkan ditentukan oleh pertimbangan
beberapa faktor, antara lain:
(a) Adanya cara atau tekhnologi pemecahannya (technical feasibility)
(b) Adanya sumber daya khususnya manusia yang bisa menyelesaikan
masalah (administrative feasibility)
(c) Adanya sumber pembiayaan untuk program (financial feasibility)
(d) Externality adalah adanya manfaat program bagi lingkungan atau
program lain yang lebih besar.
6) Pollitical will
Kriteria ini dikaitkan dengan sikap penguasa setempat terhadap masalah
yang dihadapi. Bila program penangulangan masalah tersebut akan




mendapat dukunngan dari para pengambil keputusan, maka masalah yang
dibahas akan mendapat prioritas. Pollitical will dalam penentuan prioritas
sangat menentukan dan dominan. Karena itu sebaiknya kriteria ini
dihindarkan saja.
c) Penetapan bobot kriteria atau skor nilai
Bobot menggambarkan derajat kepentingan kriteria. Umumnya masing-masing
kriteria pada metode skoring bobotnya sama. Bila bobot kriteria
dipertimbangkan, maka hasil akhir nilai merupakan perkalian bobot x nilai.
d) Inventarisasi masalah atau alternatif pemecahan.
Inventarisasi masalah adalah daftar masalah yang telah di identifikasi pada
analisis situasi. Untuk menyusun prioritas masalah maka buat matrik antara
masalah dan kriteria yang digunakan.
e) Penetapan skor (skoring)
Setiap masalah dalam kriteria yang ditetapkan harus ditentukan nilai atau
rating. Rating dapat dimulai dari 1 sampai 5. Rating kriteria untuk suatu
masalah :
5 artinya memberikan konstribusi sangat besar pada timbulnya masalah.
4 artinya memberikan konstribusi besar pada timbulnya masalah.
3 artinya memberikan konstribusi cukup pada timbulnya masalah.
2 artinya memberikan konstribusi kurang pada timbulnya masalah.
1 artinya tidak ada konstribusi pada timbulnya masalah.
f) Matriks keputusan
Keputusan didasarkan pada nilai komposit atau pertalian atau penjumlahan nilai
kriteria. Nilai komposit terbesar diberi urutan pertama. Demikian untuk
selanjutnya.
g) Keputusan Final (prioritas)
Keputusan final umumnya mengacu pada prioritas pemecahan masalah, karena
faktor tenaga, dana, tekhnologi merupakan kriteria apakah bisa dilaksanakan
program tersebut atau di bawah kendali pemegang program.




h) Metode Ranking
Metode Ranking banyak digunakan dalam epidemiologi. Metode ini harus
mempunyai informasi kuantitatif dari masing-masing kriteria. Langkah dalam
metode ranking :
1) Menyusun masalah epidemiologi berdasarkan kriteria prevalensi.
2) Menentukan ranking atas dasar besar prevalensi.
3) Memasukkan Case Fatality Rate pada setiap masalah.
4) Menentukan ranking atas dasar CFR.
5) Membuat tabel atau matrik (kolom ditentukan berdasar jumlah kriteria yang
dipakai.
6) Menentukan urutan prioritas dari hasil perkalian ranking (indeks).
Untuk pemilihan alternatif pemecahan masalah dapat digunakan kriteria seperti
yang digunakan pada metode skoring (Supriyanto dan Damayanti, 2003).
i) Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) adalah sebuah teknik pengumpulan data yang
umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan
makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini
digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan
hasil diskusi yang terpusat pada satu permasalahan tertentu. FGD juga
dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti
terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.
Didalam proses FGD, peneliti melibatkan berbagai pihak yang dipandang dapat
memberi sumbangan pemikiran terhadap persoalan yang didiskusikan. Namun
karena kapasitas merupakan pertimbangan kualitas diskusi, maka peneliti juga
harus mempertimbangkan siapa saja yang akan menjadi peserta FGD, siapa
pula narasumber. Pertimbangan menentukan siapa saja yang akan dalam FGD
berkaitan dengan beberapa hal; (a) keahlian atau kepakaran seseorang dalam
kasus yang akan didiskusikan; (b) pengalaman praktis dan kepedulian terhadap
fokus masalah; (c) pribadi terlibat dalam fokus masalah; (d) tokoh otoritas




terhadap kasus yang didiskusikan; (e) masyarakat awam yang tidak tahu
menahu dengan masalah tersebut namun ikut merasakan persoalan sebenarnya.
Pelaksanaan diskusi dipimpin oleh seorang pemimpin diskusi dan juga bisa
dibantu oleh sekretaris yang akan mencatat jalannya diskusi. Namun bisa saja
pimpinan diskusi mencatat sendiri jalannya diskusi. Pada awal diskusi
pimpinan diskusi mengarahkan fokus dan jalannya diskusi serta hal-hal yang
akan dicapai pada akhir diskusi. Peserta benar-benar dihadapkan dengan satu
fokus persoalan yang sedang dihadapi dan dibahas bersama. Sasaran diskusi
dapat dirumuskan sendiri oleh pimpinan diskusi agar peserta melakukan diskusi
secara terfokus. Dan pada saat diskusi berlangsung, pimpinan diskusi selain
menjadi katalisator, ia selalu menjaga dinamika diskusi agar diskusi berjalan
dengan lancar.
Bahan diskusi dicatat dalam transkrip yang lengkap, semua percakapan dicatat
sebagaimana adanya, termasuk komentar peserta kepada peserta lain, dan
kejadian-kejadian khusus saat diskusi. Transkrip FGD dibuat berdasarkan
kronologis pembicaraan agar memudahkan analisis (Bungin, 2005).
2.2 Perencanaan Kesehatan
2.2.1 Pengertian Perencanaan
Perencanaan adalah proses untuk mengantisipasi peristiwa di masa yang akan
datang dan menentukan strategi (cara, tindakan adaptif) untuk mencapai tujuan
organisasi di masa mendatang (Supriyanto dan Damayanti, 2003). Selain itu,
perencanaan adalah proses memobilisasi informasi dan sumberdaya dari sifat
naluriah, spontan, peramalan subyektif menjadi disengaja, sistematik dan obyektif.
Tujuan perencanaan kesehatan dititikberatkan pada upaya meningkatkan hasil kerja
sistem kesehatan (Supriyanto dan Damayanti, 2003).
Sedangkan perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan
masalah-masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan
dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan




menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Muninjaya, 2004). Perencanaan adalah suatu proses menganalisis dan memahami
sistem yang dianut, merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai,
memperkirakan segala kemampuan yang dimiliki, menguraikan segala kemungkinan
yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menganalsis
efektifitas dari berbagai kemungkinan tersebut, menyusun perincian selengkapnya
dari kemungkinan yang terpilih, serta mengikatnya dalam suatu sistem pengawasan
yang terus-menerus sehingga dapat dicapai hubungan yang optimal antara rencana
yang dihasilkan dengan sistem yang dianut (Levey dan Loomba dalam Azwar, 2006).
Penerapan perencanaan memerlukan penerapan secara sistematik metode atau
prosedur dari berbagai disiplin ilmu untuk program dan proyek yang direncanakan
dalam kurun waktu tertentu. Perencanaan bukanlah suatu pelatihan teknis belaka.
Perencanaan lebih merupakan proses belajar, menyesuaikan diri dengan perubahan
dan mendidik secara terus menerus (Supriyanto dan Damayanti, 2003).
2.2.2 Batasan Perencanaan Program Kesehatan
Perencanaan adalah suatu proses menganalisis dan memahami sistem yang
dianut, merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai,
memperkirakan segala kemampuan yang dimiliki, menguraikan segala kemungkinan
yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menganalisis
efektivitas dari berbagai kemungkinan tersebut, menyusun, perincian selengkapnya
dari kemungkinan yang terpilih, serta mengikatnya dalam suatu sistem pengawasan
yang terus menerus sehingga dapat dicapai hubungan yang optimal antara rencana
yang dihasilkan dengan sistem yang dianut (Levey dan Loomba dalam Azwar, 2006).
Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-
masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan tujuan program
yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan tersebut (Muninjaya, 2004).





2.2.3 Aspek Perencanaan
Aspek dari perencanaan diantaranya ialah hasil dari pekerjaan perencanaan,
perangkat perencanaan, serta proses perencanaan. Dalam ilmu administrasi kesehatan,
ketiga aspek ini tidak sama. Uraian dari masing-masing aspek ini secara sederhana
adalah sebagai berikut :
a. Hasil dari pekerjaan perencanaan (outcome of planning)
Hasil dari pekerjaan perencanaan disebut dengan nama rencana (plan), yang dapat
berbeda antara satu pekerjaan perencanaan dengan pekerjaan perencanaan lainnya.
Hasil pekerjaan perencanaan yang dilakukan oleh organisasi yang bergerak dalam
bidang kesehatan adalah rencana kesehatan (health plan). Sedangkan hasil
pekerjaan perencanaan yang dilakukan oleh organisasi yang bergerak dalam
bidang pendidikan adalah rencana pendidikan (educational plan) (Azwar, 2006).
b. Perangkat perencanaan (mechanic of planning)
Perangkat perencanaan adalah suatu organisasi yang ditugaskan dan atau yang
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pekerjaan perencanaan. Sama halnya
dengan hasil, perangkat perencanaan juga dapat berbeda antara satu pekerjaan
perencanaan dengan pekerjaan perencanaan lainnya (Azwar, 2006).
c. Proses perencanaan (process of planning)
Proses perencanaan adalah langkah-langkah yang harus dilaksanakan pada
pekerjaan perencanaan. Berbeda halnya dengan hasil dan perangkat, proses
perencanaan ini pada dasarnya adalah sama untuk berbagai pekerjaan perencanaan
(Azwar, 2006).
2.2.4 Macam Perencanaan
Perencanaan banyak macamnya. Untuk dapat mencapai keberhasilan pekerjaan
perencanaan, perlu dipahami beberapa macam perencanaan tersebut. Macam
perencanaan yang dimaksud adalah:
a. Ditinjau dari jangka waktu berlakunya rencana.
1. Perencanaan jangka panjang




Perencanaan jangka panjang (longe-range planning), adalah perencanaan
dengan masa berlaku rencana antara 12 sampai 20 tahun.
2. Perencanaan jangka menengah
Perencanaan jangka menengah (medium-range planning), adalah perencanaan
dengan masa berlaku rencana tersebut antara 5 sampai 7 tahun.
3. Perencanaan jangka pendek
Perencanaan jangka pendek (short-range planning), adalah perencanaan dengan
masa berlakunya rencana tersebut hanya untuk jangka waktu 1 tahun saja.
b. Ditinjau dari frekuensi penggunaan.
1. Digunakan satu kali
Penggunaan 1 kali (single use planning), apabila rencana yang dihasilkan hanya
dapat dipergunakan 1 kali. Perencanaan yang seperti ini dapat secara sengaja
dilakukan, atau karena memang telah tidak dapat digunakan lagi. Antara lain
karena keadaan lingkungan yang telah berubah.
2. Digunakan berulang kali
Penggunaan berulang kali (repeat use planning), apabila rencana yang
dihasilkan hanya dapat dipergunakan lebih dari 1 kali. Menurut Newman,
perencanaan model ini hanya dapat dilakukan apabila situasi dan kondisi
lingkungan normal serta tidak terjadi perubahan yang terlalu mencolok.
Perencanaan berulang kali ini disebut pula dengan nama perencanaan standar
(standard planning).
c. Ditinjau dari tingkatan rencana
1. Perencanaan induk
Perencanaan induk (master planning) adalah perencanaan yang dihasilkan lebih
menitikberatkan pada aspek kebijakan, mempunyai ruang lingkup yang amat
luas serta berlaku untuk jangka waktu yang sangat panjang.







2. Perencanaan operasional
Perencanaan operasional (operational planning) adalah perencanaan yang
dihasilkan lebih menitikberatkan pada aspek pedoman pelaksanaan yang akan
dicapai sebagai petunjuk pada waktu melaksanakan kegiatan.
3. Perencanaan harian
Perencanaan harian (day to day planning) adalah rencana yang dihasilkan telah
disusun secara rinci. Rencana harian ini biasanya disusun untuk program yang
telah bersifat rutin.
d. Ditinjau dari filosofi perencanaan
1. Perencanaan memuaskan
Perencanaan memuaskan (satisfying planning), apabila filosofi yang dianut
pada waktu melakukan perencanaan tidak terlalu mementingkan keuntungan
golongan, melainkan kepuasan semua pihak yang terlibat.
2. Perencanan optimal
Perencanaan optimal (optimizing planning), apabila filosofi yang dianut pada
waktu melakukan perencanaan sangat mementingkan pencapaian tujuan. Pada
perencanaan ini ukuran-ukuran kuantitas menjadi penting, oleh karena itu
perhatian lebih diutamakan pada bagian-bagian yang produktif.
3. Perencanan adaptasi
Perencanaan adaptasi (adaptivizer planning), apabila filosofi yang dianut pada
waktu melakukan perencanaan cenderung berupaya untuk selalu menyesuaikan
diri dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
e. Ditinjau dari orientasi waktu
1. Perencanaan berorientasi masa lalu-kini
Perencanaan berorientasi masa lalu-kini (past-present planning), apabila
rencana yang dihasilkan semata-mata bertitik tolak dari pengalaman yang
pernah diperoleh pada masa lalu saja. Perencanaan model ini biasanya
dilakukan apabila menghadapi keadaan darurat serta waktu yang dimiliki sangat




singkat, misalnya dalam keadaan wabah. Perencanaan masa lalu- kini disebut
pula dengan nama ameliorative planning.
2. Perencanaan berorientasi masa depan
Perencanaan berorientasi masa depan (future-oriented planning), apabila
rencana yang dihasilkan memperhitungkan perkiraan-perkiraan yang akan
terjadi pada masa yang akan datang. Perencanaan model ini dibedakan atas tiga
macam yakni :
a) Perencanaan redistributif
Pada perencanaan redistributif (redistributive planning), sekalipun
orientasinya adalah masa depan, tetapi rencana yang disusun tidak atas
kajian masa depan yang terlalu mendalam. Perencanaan model ini dilakukan
karena kebutuhan yang mendesak saja. Pada umumnya perencanaan model
ini merupakan kelanjutan dari perencaan masa lalu-kini (past- present
planning).
b) Perencanaan spekulatif
Pada perencanaan spekulatif (speculative planning), sifat spekulatif sangat
dirasakan. Kajian tentang masa depan, sekalipun mungkin dilakukan dengan
mempergunakan data, tetapi terlalu berani.
c) Perencanaan kebijakan
Perencanaan kebijakan (policy planning) adalah perencanan yang sangat
berorientasi pada masa depan, serta disusun atas kajian yang seksama dan
mendalam terhadap berbagai data yang tersedia.
f. Ditinjau dari ruang lingkup
1. Perencanaan strategik
Perencanaan strategik (strategic planning), apabila rencana yang dihasilkan
menguraikan dengan lengkap kebijakan jangka panjang yang ingin diterapkan,
tujuan jangka panjang yang dicapai, serta rangkaian dan penahapan yang akan
dilakukan. Perencanaan strategi umumnya sulit dirubah.
2. Perencanaan taktis




Perencanaan taktis (tactical planning), apabila rencana yang dihasilkan hanya
mengandung uraian tentang kebijakan, tujuan serta kegiatan jangka pendek
saja. Perencanaan taktik mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan
situasi dan kondisi.
3. Perencanaan menyeluruh
Perencanaan menyeluruh (comprehensive planning), apabila rencana yang
dihasilkan mengandung uraian yang bersifat menyeluruh. Dalam arti mencakup
seluruh aspek dan ruang lingkup berbagai kegiatan yang akan dilakukan.
4. Perencanaan terpadu
Perencanaan terpadu (integrated planning), apabila rencana yang dihasilkan
jelas menggambarkan keterpaduan antar kegiatan yang akan dilakukan, dan
atau dengan kegiatan lain yang telah ada (Azwar, 2006).
2.2.5 Prinsip-prinsip dalam Perencanaan
Prinsip perencanaan adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan cara untuk merubah keadaan (melalui inovasi)
b. Mempertimbangkan kelayakan
c. Mendukung pelaksanaan program
d. Perencana perlu bekerjasama dengan pelaksana dan penerima program
supaya tujuan tercapai
e. Perencana melakukan monitoring dan evaluasi (data sekunder atau primer-
penelitian). (Supriyanto dan Damayanti, 2003)
2.2.6 Langkah-langkah Perencanaan
Sebagai suatu proses, perencanaan mempunyai beberapa empat langkah. Ada
empat langkah penting yang perlu dilakukan pada setiap menjalankan fungsi
perencanaan yaitu :






a. Analisis situasi
Langkah ini bertujuan untuk mencari data atau fakta yang setelah diolah dan
dianalisis akan menjadi informasi yang dibutuhkan untuk penyusunan rencana
sebuah program kesehatan.Langkah analisis situasi sebenarnya juga menganalisis
semua potensi dan kendala yang dimiliki dan dihadapi oleh organisasi dalam
rangka pengembangan kegiatan program. Manfaatkan semaksimal mungkin
potensi yang ada dan mewaspadai kendala yang mungkin akan mengganggu
pelaksanaan kegiatan program. Dalam analisis situasi terdapat beberapa langkah
penting yaitu pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, dan analisa data
(identifikasi masalah) (Supriyanto,1999). Langkah-langkah dalam analisis situasi
antara lain :
1. Pengumpulan data
Salah satu kerangka acuan yang dapat digunakan adalah konsep Blum yang
menyatakan bahwa ada 4 faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan yaitu:
faktor keturunan (genetic factors), faktor pelayanan kesehatan (health service
factors), faktor pola hidup/perilaku (behavior factors), dan faktor lingkungan
(environment factors). Sumber data yang dapat digunakan antara lain :
a) Data primer. Data primer adalah hasil pemeriksaan atau wawancara
langsung dengan masyarakat.
b) Data sekunder. Data sekunder dapat diperoleh dari laporan Puskesmas dan
Profil Kelurahan atau Kecamatan.
c) Data tersier adalah hasil publikasi badan-badan resmi seperti kantor Dinas
Statistik, Dinas Kesehatan, dan Kantor Pemerintah Kabupaten.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara :
a) Studi dokumentasi, dengan menggunakan data dari laporan yang ada seperti
laporan/profil Puskesmas, laporan di desa/kelurahan atau kecamatan.
b) Wawancara (interview), dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner,
pencatatan data (langsung, ingatan, dengan alat recording), pencatatan
dengan field rating dan pencatatan dengan field coding dan secara lisan dari




responden, atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan responden
tersebut.
c) Observasi (pengamatan), dilakukan dengan melihat dan mencatat taraf
aktifitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah kesehatan
masyarakat. Alat bantu yang dapat digunakan antara lain check list, rating
scale, daftar riwayat kelakuan, dan alat elektronik.
d) Angket, dapat dilakukan dengan mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang
berupa formulir, diajukan secara tertulis kepada sejumlah subyek untuk
mendapat tanggapan, informasi dan jawaban.
2. Pengolahan data
a) Menyusun data yang tersedia sedemikian rupa sehingga jelas sifat-sifat yang
dimilikinya.
b) Cara pengolahan data ada 3 yaitu cara manual, cara mekanikal, dan cara
elektrikal.
3. Penyajian data
Cara penyajian data antara lain :
a) Bentuk teks (tekstular)
b) Bentuk tabel (tabular)
c) Bentik grafik (grafikal)
4. Analisis data
Semua data yang diperoleh dari hasil analisis situasi diolah dan dijadikan
informasi. Berbagai jenis informasi yang sudah dihimpun dibahas bersama
dengan program terkait, dikoordinasikan (sharing), diintegrasikan (integrating),
dan ditukar dengan program lainnya (interacting) sehingga semua informasi
yang terkait akan menjadi pengetahuan bersama (knowledge) yang sangat
berharga untuk menyusun perencanaan kesehatan terpadu (Muninjaya, 2004).
b. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan penyebab masalah kesehatan
Terbatasnya sumber daya dan kemampuan organisasi, serta kompleksnya
permasalahan yang dihadapi, mengharuskan para manajer untuk menetapkan




prioritas masalah yang perlu dipecahkan. Supriyanto (1999) memperkenalkan
enam langkah penting untuk identifikasi masalah kesehatan di masyarakat sebagai
berikut:
1. Apa masalah kesehatan yang sedang dihadapi (what kind of health problem)
2. Apa faktor-faktor penyebabnya (why the problem exist)
3. Kapan masalah tersebut timbul (when the problem is happen)
4. Siapa/kelompok masyarakat yang mana yang paling banyak menderita, dimana
kejadiannya yang terbanyak (who is most affected by the problem and where)
5. Apa kemungkinan dampak (akibat) yang muncul apabila masalah kesehatan
tersebut tidak terpecahkan (what kind of impact will be happen)
6. Apa upaya program untuk mengatasi masalah tersebut (what is the plan of
action should be done).
Menurut Supriyanto (1999) terdapat beberapa metode dan teknik pengenalan
masalah yang dapat digunakan, salah satunya adalah :
a) Pendekatan segitiga pelayanan











Gambar 2.1 Bagan Pendekatan Segitiga Pelayanan
Sumber : Supriyanto (1999)
Provider :
Organisasi,
manajemen,
kepemimpinan

Masyarakat :
mortalitas,
morbiditas, perilaku

Lingkungan :
fisik, biologi, kimia,
sosekbud





Masalah yang ada harus dikelompokkan menjadi masalah yang spesifik
sehingga mudah dikenal. Masalah dengan pendekatan segitiga pelayanan
dibedakan atas aspek penyelenggaraan pelayanan (provider), aspek masyarakat
(perilaku dan status kesehatan) dan lingkungan (fisik, biologi, kimiawi, sosio-
budaya, dan ekonomi).
1) Provider (penyelenggara kegiatan), masalah yang ditemukan pada provider
adalah masalah yang ada kaitannya dengan masalah manajemen, khususnya
masalah pelayanan kesehatan (health service).
2) Masyarakat, masalah di masyarakat dikaitkan dengan kesenjangan terhadap
indikator kesehatan seperti indikator terhadap derajat kesehatan (health
status: mortalitas, morbiditas, disabilitas dan masalah perilaku masyarakat
untuk hidup sehat).
3) Lingkungan, masalah lingkungan umumnya merupakan pengaruh tidak
langsung terhadap terjadinya masalah di provider maupun di masyarakat.
Masalah lingkungan dibedakan atas masalah lingkungan fisik, biologis,
kimiawi, sosial, ekonomi, dan budaya.
b) Pendekatan sistem/unsur organisasi


Gambar 2.2 Bagan Pendekatan Sistem atau Unsur Organisasi
Sumber : Supriyanto (1999)
1) Input
Sumber daya yang dimiliki puskesmas yang meliputi tenaga, sarana, biaya,
obat, waktu, teknologi, sasaran, target, petunjuk pelaksanaan, dan informasi
yang terkait dengan faktor pelayanan.
2) Proses
Kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang meliputi
pengorganisasian tenaga, penggunaan peralatan dan pemakaian bahan-
bahan, pemantauan wilayah setempat (PWS), bimbingan teknis, penyuluhan
Input Proses Output Outcome Impact




kesehatan, kegiatan imunisasi, pengobatan dan pendistribusian sumber daya
lainnya.
3) Output
Hasil langsung dari proses kegiatan yang telah dilaksanakan, yang
dinyatakan dalam satuan jumlah dan kualitas per satuan waktu (hasil
kegiatan: kunjungan, frekuensi kontak, frekuensi penyuluhan hasil, hasil
cakupan passive dan active case finding).
4) Outcome
Hasil tidak langsung yang ingin dicapai mengenai perubahan sikap maupun
tingkah laku. Efek dibedakan atas primary changes (pengetahuan dan
efektif) dan behavior changes (psikomotor atau perilaku) dan hasil lanjut
atau efek lanjutan dari output.
5) Impact
Hasil akhir yang dicapai dalam tujuan pelayanan puskesmas dan rumah sakit
yaitu meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Indikator dampak adalah
angka kematian (IMR, MMR), menurunnya gangguan atau masalah gizi
(defisiensi vitamin A, anemia zat besi, gondok, dan kurang kalori protein)
dan menurunnya angka kesakitan. Dampak merupakan tujuan jangka
panjang yang dapat ditemukan di masyarakat.
c) Pendekatan tulang ikan (fish bone)





Gambar 2.3 Diagram Pendekatan Tulang Ikan (fish bone)
Sumber : Supriyanto (1999)

MASALAH




Pendekatan tulang ikan dilakukan dengan menentukan masalah terlebih dahulu
kemudian mengelompokkan penyebab masalah menjadi sebab langsung dan
sebab tidak langsung (sebab dari sebab). Selanjutnya mengelompokkan akibat
menjadi akibat langsung dan akibat tidak langsung (akibat dari akibat)
(Supriyanto, 2003).
c. Menetapkan prioritas masalah kesehatan
Masalah yang telah diidentifikasi perlu ditentukan menurut urutan (prioritas
masalah).
d. Menyusun rencana program
Langkah menyusun rencana program :
1. Menetapkan program
Penetapan program (programming) adalah suatu upaya menetapkan rangkaian
kegiatan yang akan dilaksanakan, yang juga merupakan ciri perencanaan.
Tetapi penetapan program bukan perencanaan karena rangkaian kegiatan yang
disusun dapat dilakukan tidak dari tahap awal (Azwar, 2006).
2. Menetukan tujuan program
Kriteria penentuan sebuah tujuan harus SMART yaitu, Spesific (jelas
sasarannya dan mudah dipahami oleh staf pelaksana), Measurable (dapat
diukur kemajuannya), Appropiate (sesuai dengan strategi nasional, tujuan
program dan visi/misi institusi dan sebagainya), Realistic (dapat dilaksanakan
sesuai dengan kapasitas organisasi yang tersedia), Time bound (sumber daya
dapat dialokasikan dan kegiatan dapat direncanakan untuk mencapai tujuan
program sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan) (Muninjaya, 2004).
3. Menentukan sasaran (target group) program
Lazimnya pada setiap program kesehatan ditemukan adanya kelompok sasaran
(target group) yakni kepada siapa program kesehatan tersebut ditujukan.
Kelompok sasaran tersebut banyak macamnya, jika disederhanakan dapat
dibedakan atas dua macam:




a) Kelompok sasaran langsung, yaitu anggota masyarakat yang memanfaatkan
langsung program kesehatan.
b) Kelompok sasaran tidak langsung, yaitu kelompok sasaran antara. Dalam
program kesehatan, peranan kelompok sasaran antara banyak ditemukan.
(Azwar, 2006).
4. Menentukan rencana kegiatan program
Sebuah rencana kegiatan program yang baik harus dilengkapi dengan berbagai
informasi yakni 5W (what, who, why, where dan when) dan 1H (how). Yaitu:
a) Why, merupakan alasan utama disusunnya program ini. Latar belakang
penyusunan rencana kegiatan adalah masalah utama yang akan dipecahkan,
dituangkan dalam bentuk tujuan yang ingin dicapai, berisi penjelasan
terhadap pertanyaan mengapa kegiatan program penting dilaksanakan.
b) What, merupakan tujuan program atau hasil yang ingin dicapai. Dalam
program harus jelas ada target yang dipakai. Target ini dapat dipakai oleh
manajer program untuk mengukur keberhasilan program.
c) Who, merupakan penanggung jawab dan staf yang akan melaksanakan
rencana kegiatan tersebut. Pada bagian ini perlu ada penjelasan tentang
jumlah dan jenis kualifikasi staf (jenis ketrampilannya) yang perlu dimiliki
oleh staf pelaksana.
d) Where, merupakan penjelasan tentang tempat kegiatan program
dilaksanakan. Hal ini penting untuk dijelaskan transport, dana, dan jenis
komunikasi yang dibuttuhkan untuk mendukung kegiatan program.
e) When, merupakan penjelasan tentang kapan dimulai dan kapan berakhirnya
kegiatan program. Untuk kegiatan tahunan, fase kegiatannya dibagi dalam
bulan. Kegiatan bulanan dibagi ke dalam fase mingguan atau harian.
f) How, merupakan langkah-langkah praktis yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan program termasuk bagaimana mengatasi berbagai
hambatan dan kendala yang mungkin muncul selama kegiatan berlangsung.





5. Menyusun rencana pelaksanaan program
Berisi kegiatan/aktivitas, sarana, dana, tenaga yang dibutuhkan, jadwal waktu,
pembagian tugas, tanggung jawab para pelaksana (Muninjaya, 2004).
6. Menetapkan kriteria evaluasi program
Ada 4 kriteria evaluasi yang dapat digunakan, yaitu :
a) Evaluasi masukan (input) yaitu evaluasi yang menyangkut pemanfaatan
berbagai sumber daya baik sumber dana, tenaga dan sumber sarana.
b) Evaluasi proses lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program, apakah
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak.
c) Evaluai keluaran (output) adalah evaluasi terhadap hasil yang dicapai dari
dilaksanakannya suatu program.
d) Evaluasi dampak mencakup pengaruh yang ditimbulkan dari
dilaksanakannya suatu program (Azwar,2006).
2.3 Pelaksanaan Program
2.3.1 Pengertian Pelaksanaan Program
Setelah perencanaan (planning) dan pengorganisasian (organizing) selesai
dilakukan, maka selanjutnya yang perlu ditempuh dalam pekerjaan administrasi
adalah mewujudkan rencana (plan) tersebut dengan menggunakan organisasi
(organization) yang terbentuk menjadi kenyataan. Ini berarti rencana tersebut
dilaksanakan (implementating) dan atau dilakukan (actuating) (Azwar, 2006).
Pelaksanaan program merupakan kegiatan yang dilakukan guna mewujudkan
perencanaan yang selesai dikerjakan dengan menggerakkan semua sumber daya yang
dimiliki organisasi melalui aktivitas koordinasi dan supervisi. (Sulistyowati dkk,
1999).
Sedangkan pelaksanaan program kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan
setelah tahapan perencanaan selesai dikerjakan. Kegiatan dilaksanakan melalui
pembentukan tim pemantauan kegiatan, pemantauan penggunaan sumber daya,
dengan koordinasi lintas program dan pelaksanaan supervisi serta bimbingan teknis




sehingga apa yang direncanakan dapat tercapai sesuai dengan tujuan dan tepat waktu
(Sulistyowati, dkk, 1999).
Menurut Supriyanto,(2003) pelaksanaan program kesehatan meliputi:
a. Implementasi
Pelaksanaan program kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan guna
mewujudkan perencanaan yang selesai dikerjakan dengan menggerakkan semua
sumber daya yang dimiliki organisasi melalui aktivitas koordinasi dan supervisi
(Supriyanto dan Damayanti, 2003).
b. Koordinasi
Merupakan proses komunikasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi kegiatan
pada organisasi dengan mekanisme kerjasama tim (intern organisasi maupun lintas
sektor) agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien (KISS ME)
(Supriyanto dan Damayanti, 2003):
1. Komunikasi
Indikator komunikasi efektif untuk koordinasi adalah informasi yang bermutu
(cepat, jumlah cukup, dan tepat waktu).
2. Integrasi
Penyatuan kegiatan (keterpaduan kegiatan bersama dan tindakan) pada satu
kegiatan atau satu tenaga kesehatan untuk beberapa kegiatan. Adanya Sandart
Operating Procedur (SOP/Protap) adalah salah satu indikator integrasi
kegiatan.
3. Sinkronisasi
Adanya kejelasan pembagian tugas merupakan petunjuk pelaksanaan
sinkronisasi. Sinkronisasi akan menurunkan tugas-tugas yang saling tumpang
tindih (overlaping) sehingga menurunkan duplikasi kegiatan, bahkan
meniadakan kegiatan yang tidak perlu.







4. Simplifikasi
Program dibuat realistik, sederhana dan dapat dikerjakan. Misal, dari tujuan
umum, disederhanakan menjadi tujuan khusus dengan sasaran lebih jelas atau
tujuan dibuat lebih operasional.
5. Mekanisme
Menurut Sulistyowati, dkk (1999), ada 3 mekanisme untuk mencapai
koordinasi yang efektif, yaitu:
a) Melaksanakan koordinasi dasar, meliputi:
1) Hierarki manajerial, yakni kejelasan rantai perintah, alur informasi,
wewenang formal, hubungan tanggung jawab, dan akuntabilitas.
2) Aturan dan prosedur, yakni keputusan manajerial yang dibuat untuk
menangani kejadian rutin sehingga dapat menjadi alat yang efisien untuk
pengawasan dan koordinasi rutin
3) Rencana dan penetapan tujuan, yakni koordinasi dilakukan dengan
rencana dan tujuan yang telah ditetapkan.
b) Meningkatkan koordinasi yang potensial
Koordinasi yang potensial dilaksanakan apabila koordinasi dasar belum
cukup koordinasi yang potensial dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni:
1) Sistem informasi vertical
2) Hubungan lateral
c) Pengurangan kebutuhan akan koordinasi
Pengurangan kebutuhan akan koordinasi bisa dilakukan dengan cara berikut:
1) Penciptaan sumber daya tambahan
2) Penciptaan tugas-tugas yang dapat berdiri sendiri
c. Supervisi
Supervisi adalah salah satu upaya pengarahan dengan pemberian petunjuk dan
saran setelah menemukan alasan dan keluhan pelaksanaan dalam mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Juga merupakan upaya pembinaan dan pengarahan
untuk meningkatkan gairah dan prestasi kerja. Supervisi harus bersifat edukatif




dan suportif, bukan otoriter. Unsur pokok supervise (Supriyanto dan Damayanti,
2003):
1. Pelaksanaan, yaitu atasan atau pihak yang bertanggungjawab melakukan
supervisi dan yang memiliki kelebihan dalam organisasi.
2. Sasaran pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan serta bawahan yang
melakukan pekerjaan.
3. Frekuensi, dilakukan secara berkala karena supervisi yang dilakukan hanya
sekali, bukan supervisi yang baik.
4. Tujuan, edukatif dan suportif, dengan memberikan bantuan kepada bawahan
secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan memiliki bekal
yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang
baik
5. Teknik, menggunakan teknik problem solving
Adapun manfaat supervisi , yaitu untuk (Supriyanto dan Damayanti, 2003):
1. Meningkatkan efektivitas kerja
Erat kaitannya dengan makin meningkatnya pengetahuan dan keterampilan
bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih
harmonis antara atasan dan bawahan.
2. Meningkatkan efisiensi kerja
Erat hubungannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan oleh
bawahan dan karena itu pemkaian sumber daya yang sia-sia akan dapat dicegah.
Teknik pokok supervisi pada dasarnya identik dengan teknik penyelesaian
masalah (problem solving). Bedanya hanya pada cara pengumpulan data serta
cara penyelesaian masalah. Pada supervisi cara pengumpulan data ialah dengan
menggunakan teknik pengamatan langsung (direct observation), serta cara
penyelesaian masalah dilakukan secara bersama dan langsung ditempat (on the
spot). Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan supervisi
yang baik diantaranya yaitu (Azwar, 2006):





a) Pengamatan Langsung
Untuk berhasilnya supervisi, pengamatan langsung yang dilakukan tersebut
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk ini ada beberapa hal lain
yang harus diperhatikan:
1) Sasaran pengamatan
Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya dapat menimbulkan
kebingungan, karena pelaksana supervisi dapat terperangkap pada sesuatu
yang bersifat detail. Untuk mencegah keadaan yang seperti ini, pada
pengamatan langsung perlu ditetapkan sasaran pengamatan yakni hanya
ditujukan pada sesuatu yang bersifat pokok dan strategis saja.
2) Objektifitas pengamatan
Pengamatan langsung yang tidak terstandardisasi dapat mengganggu
objektivitas. Untuk mencegah keaadan yang seperti ini maka pengamatan
langsung perlu dibantu dengan suatu daftar isian (check list) yang telah
dipersiapkan.
3) Pendekatan pengamatan
Pengamatan langsung sering menimbulkan dampak dan kesan negatif,
misalnya rasa takut, tidak senang atau kesan mengganggu kelancaran
pekerjaan. Unttuk mencegah keadaan yang seperti ini, pengamatan
langsung harus dilakukan sedemikian rupa sehingga berbagai dampak
atau kesan negatif tersebut tidak sampai muncul. Untuk ini, dianjurkan
pendekatan pengamatan dilakukan secara edukatif dan suportif.
b) Kerjasama
Kerjasama perlu dilakukan antara pelaksana supervisi dengan yang
disupervisi. Kerjasama seperti ini hanya akan terwujud antara lain jika di
satu pihak berlangsung komunikasi yang baik antara pelaksana supervisi
dengan yang di supervisi, dan pihak lain. Agar komunikasi yang baik dan
rasa memiliki dapat muncul, maka dianjurkan kerjasama penyelesaian




masalah tersebut dapat menerapkan prinsip-prinsip kerjasama kelompok
(teamwork) (Azwar, 2006).
2.3.2 Metode Pelaksanaan Program
a. Penyuluhan
Ada beberapa pengertian dari penyuluhan yang diartikan dengan berbagai
pemahaman, seperti (Notoatmodjo, 2003) :
1. Penyebarluasan (informasi)
2. Penerangan atau penjelasan
3. Pendidikan non-formal (luar sekolah)
4. Perubahan perilaku
5. Rekayasa sosial
6. Pemasaran inovasi (teknis dan sosial)
7. Perubahan sosial (perilaku individu, nilai-nilai, hubungan antar individu,
kelembagaan, dll)
8. Pemberdayaan masyarakat (community empowerment)
9. Penguatan komunitas (community strengthening)
b. Pelatihan
Pelatihan pada dasarnya berarti proses memberikan bantuan bagi para pekerja
untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki
kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan. Fokus kegiatannya adalah untuk
meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja
yang paling efektif pada masa sekarang (Muninjaya, 2004).
Dari analisis pekerjaan telah dimiliki gambaran tentang tugas-tugas yang harus
dilaksanakan oleh para pekerja dalam bidang kerja atau jabatannya, yang harus
dilaksanakan secara efektif, efisien dan bertanggung jawab. Apabila pekerja
tersebut belum memiliki kemampuan (pengetahuan dan keterampilan) untuk
melaksanakannya sesuai tolok ukur di dalam hasil analisis pekerjaan atau jabatan,




maka sangat diperlukan untuk melaksanakan kegiatan peralihan (Muninjaya,
2004).
Program pelatihan dapat didesain untuk meningkatkan kemampuan kerja, baik
secara individual, kelompok, maupun sebagai kegiatan organisasi atau perusahaan
secara keseluruhan. Khusus untuk pelatihan individual beberapa cara yang dapat
ditempuh adalah dalam bentuk magang, baik di dalam maupun di luar perusahaan
atau organisasi, mengikuti tugas belajar dengan biaya perusahaan atau organisasi
dan lain-lain (Muninjaya, 2004).
Berikut ini diuraikan mengenai strategi pelatihan yang kompetitif :
1. Strategi kecepatan
Perkataan kecepatan berhubungan dengan waktu. Oleh karena itu inti dari
strategi ini adalah kompetisi/persaingan waktu, bukan persaingan kecepatan
dengan organisasi/perusahaan pesaing lainnya. Bersaing dengan waktu
maksudnya adalah pelatihan harus mampu menanamkan sikap dan motivasi
untuk bertindak cepat dalam melaksanakan fungsi bisnis. Fungsi itu mencakup
kecepatan dalam merancang dan melaksanakan desain suatu produk, proses
produksi, pengembangan produk, dan dalam memberikan reaksi terhadap
umpan balik dari konsumen. Strategi ini berarti juga pelatihan harus mampu
menanamkan sikap dan motivasi untuk tidak menunggu dalam menjaring
informasi, tetapi harus aktif dalam mencari dan menghimpun, menganalisis
informasi, diiringi dengan kecepatan mengambil keputusan bisnis berdasarkan
hasil analisis informasi tersebut, termasuk tentang faktor yang menguntungkan
dan merugikan dalam rangka mengurangi atau menghindari resiko (Muninjaya,
2004).
2. Strategi inovasi
Inovasi pada dasarnya berarti pembaharuan, yang bersumber dari kreativitas
dan inisiatif dalam proses berpikir yang produktif. Pelatihan dalam strategi ini
adalah untuk mewujudkan kemampuan merespon secara tepat, sesuai dengan
hasil analisis informasi, yang memiliki peluang luas untuk melaksanakannya




secara kreatif. Dengan kata lain strategi ini dipergunakan dalam pelatihan untuk
mewujudkan kemampuan mengembangkan produk dan pelayanan, baik jenis,
cara maupun kualitasnya. Kemampuan itu harus diarahkan pada mencari dan
mengembangkan kekhususan, yang akan membedakan produk dan pelayanan
dari perusahaan lain yang sejenis, sebagai pesaing atau lawan berkompetisi.
Tujuan utama untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dari yang lain, harus
berpegang pada prinsip sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen
(Muninjaya, 2004).
3. Strategi peningkatan kualitas
Strategi ini bertolak dari kenyataan bahwa keinginan dan kebutuhan
masyarakat, khususnya konsumen setiap organisasi/perusahaan selalu berubah
kearah kepuasan yang semakin meningkat/tinggi tuntutannya terhadap produk
(barang atau jasa) dan pelayanan. Tujuan utama strategi ini dalam kegiatan
pelatihan, adalah untuk mewujudkan para pekerja yang tidak saja mempunyai
komitmen, tetapi juga memiliki kemampuan dalam meningkatkan kualitas
produk (Muninjaya, 2004).
4. Strategi mereduksi pembiayaan (cost)
Strategi ini berhubungan langsung dengan kemampuan menghindari dan
memperkecil resiko, karena terarah pada usaha meningkatkan keuntungan
kompetitif organisasi/perusahaan. Strategi ini harus dilaksanakan dengan
meningkatkan kemampuan para pekerja lini, dalam mengusahakan mengurangi
atau menekan serendah-rendahnya biaya (cost) produksi dan pemberian
pelayanan, tanpa berakibat mempersempit atau mengurangi pasar (Muninjaya,
2004).
Dari keempat strategi tersebut dapat dibedakan titik berat aplikasinya masing-
masing dalam program pelatihan. Strategi kecepatan ditekankan pada
meningkatkan kemampuan manajerial dalam memotivasi pekerja agar bekerja
untuk memproduksi sesuatu selalu tepat waktu, atau dapat dilaksanakan secara
cepat. Strategi inovasi menekankan pada kemampuan menggali dan mendorong




agar para pekerja memiliki kesediaan dan berani menyampaikan gagasan,
inisiatif dan kreativitasnya, dalam mewujudkan kekhususan produk yang
berbeda dan lebih unggul dari produk organisasi/perusahaan pesaing. Berikut
strategi peningkatan kualitas ditekankan pada kemampuan bekerja secara cerdas
dan bijaksana dalam usaha memenuhi keinginan, kebutuhan dan kepuasan
konsumen. Sedang strategi mereduksi pembiayaan ditekankan pada
pengembangan kesediaan bekerja keras dengan disiplin kerja dan kecermatan
yang tinggi (Muninjaya, 2004).
Untuk memutuskan pendekatan yang akan digunakan, organisasi perlu
mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan.
Penilaian kebutuhan mendiagnosa masalah-masalah dan tantangan-tantangan
lingkungan yang dihadapi organisasi sekarang. Kemudian, manajemen
mengidentifikasikan berbagai masalah dan tantangan yang dapat diatasi melalui
latihan atau pengembangan jangka panjang.
c. Diskusi
Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih atau
kelompok. Biasanya komunikasi antara mereka atau kelompok tersebut berupa
salah satu ilmu atau pengetahuan dasar yang akhirnya akan memberikan rasa
pemahaman yang baik dan benar. Diskusi bisa berupa apa saja yang awalnya
disebut topik. Dari topik inilah diskusi berkembang dan diperbincangkan yang
pada akhirnya akan menghasilkan suatu pemahaman dari topik tersebut
(Supriyanto, 2003).
Macam-macam diskusi antara lain sebagai berikut:
1. Seminar
Pertemuan para pakar yang berusaha mendapatkan kata sepakat mengenai suatu
hal.
2. Sarasehan atau simposium
Pertemuan yang diselenggarakan untuk mendengarkan pendapat prasaran para
ahli mengenai suatu hal/masalah dalam bidang tertentu.




3. Lokakarya atau sanggar kerja
Pertemuan yang membahas suatu karya.
4. Santiaji
Pertemuan yang diselenggarakan untuk memberikan pengarahan singkat
menjalang pelaksanaan kegiatan.
5. Muktamar
Pertemuan para wakil organisasi mengambil keputusan mengenai suatu
masalah yang dihadapi bersama.
6. Konferensi
Pertemuan untuk berdiskusi mengenai suatu masalah yang dihadapi bersama.
7. Diskusi panel
Diskusi yang dilangsungkan oleh panelis dan disaksikan/dihadiri oleh beberapa
pendengar, serta diatur oleh seorang moderator.
8. Diskusi kelompok
Penyelesaian masalah dengan melibat kan kelompok-kelompok kecil.
(Supriyanto, 2003).
d. Observasi
Observasi adalah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan
pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati individu atau kelompok secara langsung (Supriyanto, 2003). Cara-cara
atau metode tersebut dapat juga dikatakan dengan menggunakan teknik dan alat-
alat khusus seperti blangko-blangko, checklist, atau daftar isian yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Dengan demikian, secara garis besar teknik observasi
dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Observasi yang direncanakan, terkontrol menggunakan blangko-blangko
daftar isian yang tersusun, dan didalamnya telah tercantum aspek-aspek ataupun
gejala-gejala apa saja yang perlu diperhatikan pada waktu pengamatan itu
dilakukan.




2. Observasi informasi atai tidak terencanakan pengamat belum atau tidak
mengetahui sebelumnya apa yang sebenarnya harus dicatat dalam pengamatan
itu. Aspek-aspek atau peristiwanya tidak terduga sebelumnya (Supriyanto,
2003).
2.4 Evaluasi Program Kesehatan
2.4.1 Pengertian Evaluasi
Evaluasi atau kegiatan penilaian adalah merupakan bagian integral dari fungsi
manajemen dan didasarkan pada sistem informasi manajemen. Evaluasi dilaksanakan
karena adanya dorongan atau keinginan untuk mengukur pencapaian hasil kerja atau
kegiatan pelaksanaan program terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi
dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang relevan guna pengambilan
keputusan (Supriyanto, 2003).
Menurut definisi atau pandangan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli
terdapat beberapa pokok pikiran yang dapat disimpulkan, antara lain :
a. Evaluasi merupakan prosedur atau cara membandingkan informasi tentang
kegiatan pelaksanaan program atau hasil kerja dengan suatu kriteria atau tujuan
yang telah ditetapkan
b. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk memperbaiki, mempertahankan ataupun
mengakhiri program
c. Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, evaluasi merupakan sumber
informasi yang digunakan untuk memperbaiki kegiatan program yang sedang
dilaksanakan atau untuk perencanaan yang lebih baik di masa yang akan datang
d. Evaluasi bidang kesehatan (WHO) termasuk kegiatan analisa berbagai macam
aspek perkembangan dan pelaksanaan program dengan mempelajari relevansi,
adekuasi, progres, efektivitas, afektivitas, efisiensi, dan dampak dari program.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah prosedur penilaian
pelaksanaan kerja dan hasil kerja secara menyeluruh dengan cara sistematik dengan




membandingkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan guna pengambilan
keputusan (Supriyanto dan Damayanti, 2003).
Menurut Sulistyowati, dkk (1999), jenis evaluasi program dibagi menjadi:
a. Penilaian pada tahap awal program
Penilaian pada awal tahap program dilakukan saat merencanakan suatu program
(formative evaluation). Tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang
akan disusun benarbenar telah sesuai dengan yang ditemukan, dalam arti dapat
menyelesaikan masalah tersebut (need assessment)
b. Penilaian pada tahap pelaksanaan program
Penilaian pada tahap pelaksanaan program dilakukan pada saat program sedang
dilaksanakan (promotive evaluation). Tujuannya adalah untuk mengukur apakah
program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai rencana atau tidak, atau
apakah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan program
tersebut. Terdiri dari pemantauan (monitoring) dan penilaian berkala (periodic
evaluation).
c. Penilaian pada tahap akhir program
Penilaian pada tahap akhir program dilakukan pada saat program telah selesai
dilaksanakan (sumative evaluation). Tujuannya adalah untuk mengukur (out put)
serta dampak (impact ) yang dihasilkan.
2.4.2 Macam Evaluasi
Dalam kaitannya dengan proses perencanaan, evaluasi sering dibedakan sebagai
kegiatan terpisah atau sebagai bagian kegiatan integral dari proses perencanaan yaitu
(Supriyanto,2003):
a. Evaluasi tradisional
Pengontrolan terhadap kegiatan pencapaian tujuan, evaluasi merupakan kegiatan
terpisah dengan perencanaan.
1. Planning deals with future.
2. Evaluation deals with assessing in the past.




b. Evaluasi Modern
Integral dengan proses perencanaan. Secara umum, evaluasi dapat dibedakan atas
dua jenis, yaitu evaluasi formative dan evaluasi summative.
1. Evaluasi formative
Evaluasi formative merupakan evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan
program dengan tujuan untuk mengubah atau memperbaiki program. Evaluasi
ini dilakukan untuk memperbaiki program yang sedang berjalan dan didasarkan
atas kegiatan seharihari, minggu, bulan bahkan tahun, atau waktu relatif
pendek. Manfaat evaluasi formatif terutama untuk memberikan umpan balik
kepada manajer program tentang kemajuan hasil yang dicapai beserta
hambatanhambatan yang dihadapi. Evaluasi formatif sering disebut sebagai
evaluasi proses atau monitoring (Supriyanto,2003).
2. Evaluasi summative
Evaluasi summative adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil
keseluruhan dari suatu program yang telah selesai dilaksanakan. Evaluasi ini
dilakukan pada akhir kegiatan atau beberapa kurun waktu setelah program,
guna menilai keberhasilan program. Hasil evaluasi dapat memberikan jawaban
atas pertanyaan, apakah tujuan program dapat dicapai atau tidak dan alasan
alasan mengapa demikian. Karena itu output program berupa outcome dan
dampak sangat diperlukan (Supriyanto,2003).
2.4.3 Ruang Lingkup Evaluasi
Gambaran ruang lingkup evaluasi meliputi hal-hal sebagai berikut (Supriyanto,
2003):
a. Macam evaluasi
Macam evaluasi yang dipilih akan menentukan kapan evaluasi tersebut bisa atau
dapat dilaksanakan. Terdiri dari evaluasi formative dan evaluasi summative.
b. Program yang perlu dievaluasi




Tidak semua program di bidang kesehatan perlu dievaluasi. Program-program
prioritas yang perlu dievaluasi adalah :
1. Program-program yang potensial memberikan dampak (keuntungan) kepada
masyarakat luas.
2. Program-program yang potensial memberikan efek sampingan yang kurang
menguntungkan pada masyarakat
3. Proyek panduan, karena diharapkan dapat digunakan pada tempat lain
c. Tanggung jawab evaluasi
Pada dasarnya tanggung jawab ini terletak pada orang atau kelompok yang
bertanggung jawab terhadap penerapan dan pengembangan dari proses manajerial
pada berbagai tingkat kebijaksanaan dan operasional. Tanggung jawab suatu
evaluasi antara lain sebagai berikut:
1. Tingkat lokal (desa)
Kader atau orang kelompok yang berkaitan dengan program PKMD.
2. Tingkat propinsi dan kabupaten
Orang-orang langsung atau tidak langsung berkaitan dan mempunyai minat
terhadap program kesehatan.
3. Tingkat pusat
a) Orang yang diberi tugas untuk hal tersebut
b) Kelompok evaluator independent
d. Tingkat pengambilan keputusan
Tingkat pengambilan keputusan ditentukan oleh tingkat organisasi kesehatan yang
memerlukan atau memanfaatkan hasil evaluasi.
2.4.4 Tujuan Evaluasi
Pada dasarnya evaluasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut (Supriyanto,
2003) :
a. Sebagai alat untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program dan
perencanaan program yang akan datang. Hasil evaluasi akan memberikan




pengalaman mengenai hambatan atau pelaksanaan program yang lalu selanjutnya
dapat dipergunakan untuk memperbaiki kebijaksanaan dan pelaksanaan program
yang akan datang.
b. Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber dana, daya dan manajemen
(resources) saat ini dan masa-masa mendatang. Tanpa adanya evaluasi akan terjadi
pemborosan penggunaan sumber dana dan daya yang sebenarnya dapat diadakan
penghematan serta penggunaan untuk program-program lain.
c. Memperbaiki pelaksanaan dan perencanaan kembali suatu program. Sehubungan
dengan hal ini perlu adanya kegiatan kegiatan yang dilakukan antara lain;
mengecek relevansi dari program dalam hal perubahan perubahan kecil yang
terus menerus, mengukur keajuan terhadap target yang direncanakan,
menentukan sebab dan faktor di dalam maupun diluar yang mempengaruhi
pelaksanaan program.
2.4.5 Langkah Langkah Evaluasi
Dalam Notoadmodjo (2003), langkah-langkah kegiatan evaluasi mencakup hal-
hal sebagai berikut :
a. Menetapkan atau menformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang
dievaluasi terhadap program yang dievaluasi.
b. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan
program yang akan dievaluasi.
c. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang digunakan.
d. Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil pelaksanaan
evaluasi tersebut.
e. Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan tersebut, serta memberikan penjelasan-penjelasannya.
f. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan leih lanjut terahdap program
berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.





2.4.6 Kriteria Evaluasi
Menurut Supriyanto (2003), berdasarkan WHO ada beberapa kriteria evaluasi
yaitu:
a. Relevansi
Rasionalisasi kesesuaian program dengan kebijakan umum yang dikaitkan dengan
kebijaksanaan sosial dan ekonomi serta kesesuaian kebutuhan atau prioritas
kebijaksanaan kesehatan untuk masyarakat. Relevansi merupakan tingkat
keterkaitan tujuan hasil/keluaran program layanan dengan kebutuhan masyarakat
di lingkungannya, baik lokal maupun global.
b. Kecukupan (adequacy)
Kecukupan (adequacy) menunjukan seberapa besar perhatian yang diberikan
dalam program kegiatan untuk mengatasi masalah. Kecukupan juga berhubungan
dengan sampai seberapa besar masalah yang dapat diatasi melalui program
kegiatan yang telah dilaksanakan. Kecukupan menunjukan tingkat ketercapain
persyaratan ambang yang diperlukan untuk penyelenggaraan suatu program untuk
mengatasi masalah yang sebenarnya di masyarakat.
c. Progress
Progress atau pengamatan kemajuan adalah perbandingan antara rencana dan
kenyataan yang ada, perlu dilakukan analisis usaha yang telah dilakukan dan
sumber sumber yang digunakan dalam pelaksanaan dibandingkan dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuannya adalah pengawasan
jalannya usaha kegiatan, atau melihat kemajuan yang telah dicapai.
d. Keadilan (Equity)
Keadilan (Equity) adalah kemampuan akses dari organisasi bisnis dalam
memberikan layanan baik dari aspek distribusi layanan (geografi), aspek sosial
ekonnomi masyarakat maupun aspek epidemiologi penyakit (berat ringan dan jenis
penyakit). Equity banyak digunakan pada layanan sosial seperti kesehatan
masyarakat karena merupakan indikator kunci (tolok ukur) keberhasilan layanan
kesehatan.




e. Efisiensi
Efisiensi menggambarkan hubungan antara hasil yang dicapai suatu program
kesehatan dengan usaha-usaha yang diperkirakan dalam pengertian tenaga
manusia (sumber-sumber lain, keuangan, proses-proses di bidang kesehatan,
teknologi dan waktu). Efisiensi merujuk pada tingkat pemanfaatan masukan
(sumber daya) yang digunakan dalam proses layanan.
Dibedakan efisiensi teknis dan efisiensi biaya. Efisiensi teknis, bila hasil suatu unit
pelayanan dikaitkan dengan waktu, metode, sumber daya, dan sumber lain.
Efisiensi biaya, bila hasil suatu unit pelayanan misalnya kunjungan, vaksinasi dan
lain-lain dikaitkan dengan uang.




f. Efektifitas
Efektifitas menggambarkan akibat atau efek yang diinginkan dari suatu program,
kegiatan institusi dalam usaha mengurangi masalah kesehatan. Efektifitas juga
dipergunakan untuk mengukur derajat keberhasilan dari suatu usaha tersebut
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


g. Kualitas
Kualitas dapat meliputi kualitas komponen masukan, proses dan hasil layanan
masing masing dari sistem layanan. Kriteria komponen masukan antara lain
mutu sumber daya (bukti fisik), akreditasi. Komponen prosees meliputi kriteria
keterhandalan (reliability), jaminan (assurance), bukti fisik (tangible), empati,
ketanggapan (responsiveness). Komponen luaran dapat meliputi kriteria kepuasan,
manfaat yang dirasakan, sembuh, dan loyalitas.
h. Kelayakan atau loyalitas
Loyalitas adalah tingkat partisipasi dan ketergantungan pelanggan untuk
menggunakan kembali bila membutuhkan dan/atau partisipasi pelanggan untuk




menjadi advokator, pemasar bisnis layanan yang tanpa dibayar. Loyalitas terjadi
bila kepuasan sudah terjadi.
i. Transformasi
Transformasi adalah kriteria yang menunjukkan tingkat perubahan yang sesuai
dengan tujuan individu menggunakan layanan.
j. Dampak (impact)
Menggambarkan akibat keseluruhan dari program, kegiatan institusi dalam
pengembangan sosio-ekonomi. Penilaian dampak di bidang kesehatan, terutama
ditujukan untuk menentukan perubahan akibat pelaksaan program agar dapat
memberikan keuntungan kepada derajat kesehatan (Health Status). Angka
kematian, angka kesakitan dan angka kecacatan adalah komponen yang ada pada
status kesehatan.





















BAB 3. METODE KEGIATAN
3.1 Alur Kegiatan
Dalam pelaksanaan kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan II (PBL II) ini
prosedur kerja yang dilakukan meliputi:















Bagan 3.1 Alur Kegiatan PBL II
PBL 1: Data primer dan
Sekunder
Identifikasi masalah
PBL II
Diagnosis Komunitas
(Penentuan masalah kesehatan
dan penyebab masalah)
Prioritas Masalah kesehatan
dan Alternatif Penyelesaian
Masalah
Perencanaan program
Pelaksanaan/Intervensi program
Evaluasi program
Pendekatan Tulang Ikan
(Fish Bone)
Nominal Group Technique
Modifikasi (NGT
Modifikasi)




Keterangan :
: dilakukan jika diperlukan
: dilakukan berurutan
3.1.1 Analisis Kesehatan Masyarakat
a. Pengumpulan Data
Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan II (PBL II) perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi program kesehatan masyarakat Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat
Kabupaten Jember diawali dengan proses pengumpulan data pada kegiatan
Pengalaman Belajar Lapangan I (PBL I). Data yang diperoleh adalah berupa data
primer dan sekunder. Data primer yakni dari hasil wawancara dan observasi
sedangkan data sekunder berupa laporan Puskesmas, Profil Desa Glagahwero 2014
dan studi dokumentasi.
b. Pengolahan Data
Data yang diperoleh baik dari sumber data primer maupun sekunder kemudian
diolah berdasarkan aspek kependudukan, aspek kesehatan masyarakat, aspek
pelayanan kesehatan, aspek kesehatan lingkungan, dan aspek perilaku kesehatan.
c. Penyajian Data
Data hasil olahan disajikan dalam bentuk grafik kemudian hasil yang diperoleh
disajikan berdasarkan lima aspek kesehatan menurut konsep H. L. Bloom, yakni
aspek status kesehatan, aspek pelayanan kesehatan, aspek kesehatan lingkungan,
aspek kependudukan dan aspek perilaku.
3.1.2 Identifikasi Masalah Kesehatan
Setelah data disajikan dalam bentuk persentase, kemudian dilakukan
identifikasi masalah. Dari berbagai masalah yang telah diidentifikasi, kemudian
ditentukan beberapa rancangan masalah kesehatan di Desa Glagahwero Kecamatan
Kalisat Kabupaten Jember.






3.2 Metode Penetuan Masalah dan Penyebab
Kegiatan selanjutnya adalah penentuan masalah dan penyebab. Dari
rancangan masalah kesehatan yang ditemukan dari hasil identifikasi masalah,
kemudian ditentukan beberapa masalah kesehatan yang menjadi masalah utama di
Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember yakni berupa masalah
kesehatan utama dan kemudian mengidentifikasi penyebab timbulnya masalah
tersebut.
Dalam menentukan masalah di Desa Glagahwero Kecamatan Kalisat
Kabupaten Jember digunakan metode pendekatan fishbone (tulang ikan) dan
pendekatan sistem. Diagram fishbone ini dikenal dengan cause and effect diagram.
Rangka analisis diagram fishbone bentuknya ada kemiripan dengan ikan, dimana ada
bagian kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya
digambarkan sebagai penyebab (cause) suatu permasalahan yang timbul.
Apabila masalah dan penyebab sudah diketahui secara pasti, maka tindakan
dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya
menjadi lebih jelas dan memungkinkan untuk dapat melihat semua kemungkinan
penyebab dan mencari akar permasalahan sebenarnya.
Selain menggunakan diagram fishbone, dalam menentukan masalah dan
penyebab juga digunakan metode pendekatan sistem. Penggunaan metode-metode ini
disesuaikan dengan penyebab masalah yang telah ditemukan.
3.3 Metode Penentuan Prioritas Masalah dan Alternatif Pemecahan
Masalah
3.4 Metode Pelaksanaan Program
3.5 Metode Evaluasi Program
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul. 2006. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara




Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada
Muninjaya, Gde A. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sulistyowati, dkk. 1999. Modul III Pelaksanaan Penggerakan dan Pengawasan
Pengendalian di Puskesmas. Surabaya: Kantor Wilayah Departemen Kesehatan
Provinsi Jawa Timur.
Supriyanto, S dan Damayanti, Nyoman Anita. 2003. Perencanaan dan Evaluasi.
Surabaya: Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Airlangga.
Supriyanto, S dkk.1999. Modul II Perencanaan Tingkat Puskesmas. Surabaya :
Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai