Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik : Setting Expansion Gipsum Tipe III Berdasarkan W : P Ratio


Kelompok : A3a
Tgl.Praktikum : 17 Maret 2014
Pembimbing : Dr. Elly Munadziroh, drg., Msi.










Penyusun :
1. Pramadita Suryaningastuti 021311133021
2. Achmad Gigih Andy Putra 021311133022
3. Wiwin Saputri 021311133023
4. Intan Vallentien D.H 021311133024
5. Anisa Nindya Wirastuti 021311133025



DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
REVISI


1. TUJUAN
1.1.Mampu melakukan manipulasi gipsum tipe III serta dapat mengukur dan
mengamati perubahan setting expansion dengan tepat.
1.2.Mampu mengukur dan mengamati perubahan setting expansion dengan
variasi perubahan rasio w : p.
2. CARA KERJA

2.1.Bahan :
a. Gipsum tipe III (w : p = 28 ml : 100 gr)
b. Air PAM
c. Vaselin

2.2. Alat :
a. Mangkuk karet













b. Spatula

c. Gelas ukur

d. Stopwatch
e. Timbangan analitik
f. Vibrator
g. Ekstensometer



2.3. Cara Kerja
2.3.1. Persiapan Alat
a. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum disiapkan
terlebih dahulu.
b. Bagian dalam cetakan ekstensometer diulasi dengan vaselin secara
merata.
c. Alat uji ekstensometer disiapkan, kemudian dial indikator dipasang
pada posisi yang tepat dengan jarum menunjukkan angka nol.
2.3.2 .Pencampur Gipsum
a. Ambil air sebanyak 14 ml diukur dengan gelas ukur. Bubuk gipsum tipe
III ditimbang sebanyak 50 gram diukur menggunakan timbangan analitik
(dilakukan pada waktu praktikum).
b. Air yang telah diukur dituang ke mangkuk karet dan diletakkan diatas
vibrator.
c. Nyalakan vibrator pada kecepatan paling rendah (I) dan masukkan bubuk
gipsum tipe III secara perlahan ke mangkuk karet, mangkuk karet
digerakkan memutar saat memasukkan bubuk gipsum. Biarkan
mengendap selama 30 detik untuk menghilangkan gelembung udara.
d. Aduk campuran gipsum dan air menggunakan spatula dengan gerakan
memutar selama 1 menit / 120 putaran sambil memutar mangkuk karet
perlahan.




2.3.3. Mengukur Setting Expansion
a. Pastikan jarum penunjuk mikrometer dial indikator ekstensometer
menunjukkan angka nol.
b. Masukkan adonan gipsum ke cetakan ekstensometer tanpa merubah posisi
cetakan pada jarum dial indikator, kemudian ratakan menggunakan
spatula. Pastikan ujung cetakan menyentuh ujung dial indikator
c. Perubahan panjang cetakan gipsum pada alat ekstensometer diukur setiap
5 menit, amati dan catat ekspansi yang terjadi pada penunjuk mikrometer
dial indikator selama 50 menit.
3. HASIL PRAKTIKUM
3.1.Proses Manipulasi
A. Pemilihan Bahan
Pemilihan produk gipsum harus didasarkan pada hasil akhir yang diinginkan.
Dental Stone (Gipsum tipe III) sebaiknya digunakan untuk membuat model
kerja yang membutuhkan kekuatan dan akurasi yang baik.
B. Perbandingan Rasio W : P
Penambahan rasio W : P diatas rekomendasi pabrik akan menyebabkan hasil
cetakan yang lemah dan model yang kurang akurat. Peningkatan volume air
akan memperpanjang setting time, pengurangan volume air akan membuat
adonan sulit dimanipulasi karena flow adonan yang rendah.
C. Mixing
Air yang telah diukur dengan gelas ukur dituang ke mangkuk plastik dan
bubuk gipsum dengan cepat dituang ke air secara kontinyu. Memasukkan
bubuk dengan cepat ke air akan membasahi partikel dan gumpalan dapat
dihindari.
D. I nitial Setting Time Working Time
Setelah dicampur selama 1 menit, waktu kerja dimulai. Adonan setengah cair
dimasukkan ke cetakan dengan bantuan vibrator mekanik. Saat kekentalan
adonan meningkat, flow akan menurun dan produk kehilangan permukaan
glossy-nya. Tahap ini gipsum mencapai initial set. Saat inilah gipsum tidak
memiliki kekuatan tekan ukur dan tidak boleh dikeluarkan dari cetakan.


E. Final Setting Time
Waktu akhir tercapai bila material dapat dipegang dengan aman tetapi
memiliki kekerasan minimal dan resistan terhadap abrasi. Pada tahap ini,
reaksi kimia telah berakhir dan model sudah dingin ketika dipegang (reaksi
eksotermiknya berakhir). (Eakle & Bird, 2011 : 205-206).
3.2.Hasil Pengamatan
Pada praktikum kali ini, kami menggunakan Gipsum Tipe III. Bahan ini
biasa digunakan untuk pengecoran dalam membentuk gigitiruan penuh yang
cocok dengan jaringan lunak. Gipsum tipe ini lebih disukai untuk pembuatan
model yang digunakan pada konstruksi protesa, karena gypsum tersebut
memiliki kekuatan yang cukup untuk tujuan itu serta protesa lebih mudah
dikeluarkan setelah proses selesai. (Annusavice, 2013, 170-171).
Pengukuran Setting Expansion pada saat praktikum diamati setiap 5 menit
selama 50 menit. Ada 3 sampel yang akan diamati ekspansinya. Sampel pertama
yaitu sampel yang berat gipsum tipe III-nya dikurangi sebesar 5 gram dari yang
dianjurkan dan volume air tetap. Sampel kedua yaitu sampel yang berat gipsum tipe
III-nya ditambah sebesar 5 gram dari yang dianjurkan dan volume air tetap. Dan
sampel yang ketiga yaitu sesuai yang dianjurkan.
Percobaan I : Berat gypsum tipe III 45 Gram dengan Ekstensometer 1
5 menit ke Setting Expansion (mm)
1 0.001
2 0.01
3 0.015
4 0.04
5 0.08
6 0.11
7 0.135
8 0.15
9 0.16
10 0.17




Percobaan II : Berat Gipsum tipe III 45 gram dengan ekstensometer 2
5 menit ke Setting Expansion (mm)
1 0
2 0
3 0
4 0.0075
5 0.03
6 0.07
7 0.095
8 0.12
9 0.135
10 0.145

Percobaan III : Berat gypsum tipe III 50 gram
5 menit ke Setting Expansion (mm)
1 0
2 0.01
3 0.02
4 0.05
5 0.07
6 0.085
7 0.1
8 0.115
9 0.125
10 0.135









Percobaan IV : Berat gypsum tipe III 55 gram dengan ekstensometer 1
5 menit ke Setting Expansion (mm)
1 0
2 0.03
3 0.06
4 0.1
5 0.13
6 0.15
7 0.165
8 0.17
9 0.18
10 0.185

Percobaan V : Berat Gipsum tipe IV dengan ekstensometer 2
5 menit ke Setting Expansion (mm)
1 0.001
2 0.0225
3 0.05
4 0.08
5 0.11
6 0.125
7 0.14
8 0.155
9 0.17
10 0.185
Sesuai dengan pentunjuk praktikum. Praktikum dilakukan dengan rasio yang
berbeda yaitu dengan W:P rasio 14:45 , 14:50, dan 14:55. Berdasarkan hasil
praktikum diatas. W:P rasio 14:45 setting expansion-nya adalah 0.17 dan
0.145. pada W:P rasio 14:50 setting expansion-nya adalah 0.135. sedangkan
W:P rasio 14:45 setting expansion-nya adalah 0.185. Maka hasil Setting
Expansion tertinggi adalah dengan W:P rasio 14:55 . sedangkan terendah
adalah W:P 14:45 .


4. PEMBAHASAN
4.1.Gipsum dalam Kedokteran Gigi
Dalam Kamus Kedokteran Gigi pengertian gipsum adalah kalsium
sulfat yang terdapat di alam yang dipanaskan dan dikeluarkan airnya dan
dipakai sebagai bahan gips putih kalsium hemihidrat (Harty and
Ogston,2007).
Gipsum adalah salah satu bahan material yang sering digunakan
dalam dunia kedokteran gigi. Gipsum ini dihasilkan oleh alam berupa batu
putih yang terbentuk karena pengendpan air laut. Gipsum yang memiliki
rumus kimia CaSO
4
.2H
2
O ini merupakan mineral murni yang paling
umum digunakan dalam aplikasi kedokteran gigi. (Annusavice,2013 : 256)
Dalam aplikasi utamanya, produk gypsum ini dalam kedokteran
gigi digunakan untuk pembuatan model mulut dan juga struktur rahang,
serta bahan penting dalam laboratorium yang terlibat dalam produksi
prostesa. (Annusavice, 2013 : 183)
Bahan dari dihidrat kalsium sulfat (CaSO
4
2H
2
O) yang biasanya
digunakan untuk dental operations membuat mold untuk konstruksi
protesa dan restorasi. Gipsum banyak digunakan sebagai model atau die.
Model merupakan replika atau salinan geligi dan atau asosiasi jaringan
penyangga sekitarnya yang berupa pengisian dari hasil suatu pencetakan
atau dapat dikatakan merupakan bentuk positif bila yang dicetak lebih dari
satu gigi. Sedangkan die merupakan replikasi dari suatu gigi yang telah di
preparasi berupa pengisian dari hasil suatu pencetakan atau dapat
dikatakan merupakan bentuk positif apabila yang dicetak hanya satu gigi.
Pembuatan produk gypsum yang digunakan dalam kedokteran gigi
merupakan hasil calcinations kalsium sulfat dihidrat atau gypsum
sehingga terbentuk Kalsium Sulfat Hemidrat. Model ini secara luas
digunakan untuk model, casts, and dies. (McCabe and Walls, 2008 : 32).
Berdasarkan standart ISO, dental gypsum dapat diklasifikasikan
menjadi lima tipe, yaitu sebagai berikut (McCabe and Walls, 2008 : 32):



Tipe Nama
I Dental Plaster, impression
II Dental Plaster, model
III Dental Stone, die, model
IV Dental stone, die, high strength, low expansion
V Dental stone, die, high strength, high expansion

4.2.Proses Reaksi Kimia GypsumTipe III
Bahan gipsum banyak digunakan dalam kedokteran gigi, diperoleh
dari endapan alami gipsum, CaSO
4
.2H
2
O, yang bila dipanaskan akan
kehilangan 1,5 gram mol air dan membentuk hemihidrat CaSO
4
.

H
2
O. Pada
pencampurannya dengan air, hemihidrat secara eksotermis berubah kembali
dalam bentuk dihidrat seperti yang ditunjukkan dalam reaksi berikut: (Von
Fraunhofer, 2010: 9)
CaSO
4
.

H
2
O + 1

H
2
O CaSO
4
.2H
2
O + 3900cal/g mol (panas)
Hemihidrat Dihidrat (gipsum)
Reaksi diatas disebut sebagai reaksi kalkinasi. (Gladwin & Bagby,
2013: 129). Produk dari reaksi tersebut adalah gipsum, dan panas
berkembang dalam reaksi eksotermis setara dengan panas yang digunakan
awalnya dalam kalsinasi. Material sempurna tidak pernah mencapai konversi
100% menjadi bentuk dihidrat kecuali terkena kelembaban tinggi untuk
jangka waktu yang panjang. Produk terbentuk selama kalsinasi, semua
bereaksi dengan air untuk membentuk gipsum, tetapi pada tingkat yang
berbeda. Misalnya, anhidrat heksagonal bereaksi sangat cepat, sedangkan
reaksi mungkin memerlukan waktu berjam-jam ketika anhidrat ortorombik
dicampur dengan air, karena anhidrat ortorombik memiliki kisi kristal yang
lebih stabil dan tertutup rapat. (Anusavice, 2009: 259)
Dengan demikian, model plaster, dental stone, dan high-strength stone
kembali ke bentuk dihidrat (gypsum) ketika bereaksi dengan air. Ini adalah
setting reaksi yang terjadi ketika bahan model menjadi massa keras. Reaksi


ini melepaskan panas atau yang sering disebut dengan reaksi eksotermis.
Secara teori, jika 100 gram hemihidrat dicampur dengan 19 ml air, semua
hemihidrat akan menjadi dihidrat, karena cukup air akan tetap ada untuk
semua hemihidrat bereaksi. Namun, dalam prakteknya, jumlah air ini tidak
menghasilkan massa yang dapat dimanipulasi dan dituangkan ke dalam
cetakan. Jika dicampur, massa ini akan menjadi kering dan rapuh. Oleh
karena itu, dalam prakteknya, kelebihan air harus ditambahkan saat
pencampuran untuk menghasilkan massa yang bisa diaplikasikan dan dapat
dituangkan ke dalam cetakan. (Powers & Wataha, 2008 : 206)
Secara umum, lebih besar dan lebih padat ukuran kristal hemihidrat,
semakin sedikit kelebihan air yang diperlukan untuk mendapatkan suatu
massa yang bisa diterapkan. Kelebihan air tidak bereaksi, tetapi hanya
terjebak dalam massa ketika setting. Adanya kelebihan air ini mempengaruhi
sifat fisik gypsum nantinya. Setelah gipsum padat sempurna, kelebihan air
akan menguap dan meninggalkan rongga-rongga dalam massa tersebut.
Rongga-rongga inilah yang mengurangi kepadatan keseluruhan materi.
(Powers & Wataha, 2008 : 206).
SETTI NG REACTI ON
Setting reaction gipsum terjadi oleh karena pelarutan kalsium
hemihidrat, pembentukan larutan jenuh kalsium sulfat, agregasi berikutnya
kalsium sulfat dihidrat yang kurang larut, dan pengendapan kristal dihidrat.
Kristalisasi kalsium sulfat dihidrat terjadi saat sebagian besar partikel sisa
hemihidrat larut. Beberapa data difraksi x-ray menunjukkan bahwa partikel
hemihidrat masih ada dalam set product. Setting reaction dari kalsium sulfat
hemihidrat menjadi gipsum terjadi ketika bereaksi dengan air. Hemihidrat
empat kali lebih larut dalam air dibandingkan dengan dihidrat pada suhu
kamar. (Anusavice, 2009:259)
Menurut Van Noort (2008:212), proses setting produk gipsum terjadi
dalam urutan sebagai berikut:
1. Beberapa kalsium sulfat hemihidrat larut dalam air


2. Kalsium sulfat hemihidrat terlarut bereaksi dengan air dan membentuk
kalsium sulfat dihidrat
3. Kelarutan kalsium sulfat dihidrat sangat rendah dan terbentuk larutan
jenuh.
4. Larutan ini jenuh pada ketidakstabilan dan kalsium sulfat dihidrat
mengendapkan kristal stabil.
5. Sebagai kristal kalsium sulfat dihidrat yang stabil mengendap dari larutan,
lebih banyak kalsium sulfat hemihidrat dilarutkan dan proses ini terus
berlanjut sampai semua hemihidrat larut.
4.3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Setting Time
A. ACCELERATOR AND RETARDER
Laju reaksi gipsum atau setting time dapat diubah dan dikontrol dengan
menggunakan bahan kimia yang ditambahkan pabrik pada bubuk hemihidrat.
Accelerator adalah bahan kimia yang meningkatkan laju setting, sedangkan
retarder memiliki efek sebaliknya. Beberapa accelerator dan retarder bekerja
dengan mengubah kelarutan hemihidrat dan dihidrat bentuk kalsium sulfat.
Accelerator menyebabkan dihidrat kurang larut dibandingkan hemihidrat,
sehingga reaksi bergerak menuju dihidrat karena dihidrat mengasumsikan
bentuk padat dengan cepat. Kalium sulfat adalah accelerator yang efektif
bertindak dalam mekanisme ini. Retarder membuat hemihidrat hanya sedikit
kurang larut dari dihidrat tersebut. Oleh karena itu, reaksi berlangsung lebih
lambat ke arah dihidrat tersebut. Boraks, zat kimia dengan rumus kimia
Na
2
B
4
O
7
.10H
2
O adalah bahan kimia yang akan memperpanjang waktu setting
beberapa produk gipsum untuk beberapa jam jika ditambahkan ke bubuk pada
konsentrasi 2%. Ketika accelerator ditambahkan dalam gipsum, pabrik dapat
memotong set awal dan akhir sebesar 50%, bahan-bahan ini diberi label set
cepat (fast set). Jika tidak ada akselerator ditambahkan dalam produk atau
retarder ditambahkan, produk tersebut diberi label set biasa (regular set).
(Hatrick et al, 2011: 206)
Bahan kimia lainnya bertindak sebagai accelerator atau retarder
dengan mekanisme yang berbeda. Partikel gipsum yang sudah setting
(dihidrat) mempercepat reaksi dengan bertindak sebagai nucleation sites pada


partikel dihidrat baru yang dapat terbentuk. Partikel ini juga disebut terra
alba, dan efektif ditambahkan ke dalam air dengan konsentrasi 0,5% sampai
1,0%. Cara praktis menggunakan terra alba adalah dengan menggunakan air
yang mengandung partikel dihidrat dari trimmer model untuk mencampur
gypsum. Namun, pengguna harus ingat bahwa setting time menggunakan
metode ini sangat singkat. Partikel koloid, seperti darah, air liur, agar, dan
alginat yang belum setting, menghambat setting reaksi gipsum. Koloid adalah
partikel halus dari protein atau kimia lainnya yang tersuspensi dalam
cairan. Hasil akhirnya akan menyebabkan gipsum cor lunak dan
permukaannya mudah terkelupas. Untuk menghindari masalah ini, cetakan
harus dibilas secara menyeluruh dengan air dingin untuk menghilangkan
bekas darah dan saliva yang tertinggal sebelum cetakan diisi. (Powers &
Wataha, 2008 : 208)
B. RASIO WATER-POWDER
Rasio water-powder untuk bahan didefinisikan sebagai jumlah air
dalam mililiter yang ditambahkan ke dalam 100 gram bubuk gipsum. Secara
konvensional, rasio water-powder umumnya dinyatakan sebagai suatu fraksi,
seperti (45/100) atau 0,45. Fraksi atau perbandingan ini berarti bahwa 45 ml
air ditambahkan ke 100 gr bubuk gipsum. Sifat fisik bahan gipsum
dipengaruhi oleh rasio water-powder. Oleh karena itu, mengikuti
rekomendasi dari pabrik adalah penting dalam mengambil keputusan
mengenai rasio water-powder. Biasanya, pabrik menawarkan produk yang
berbeda dengan setting time yang berbeda pula yang telah disesuaikan dengan
menggunakan accelerator atau retarder. (Powers & Wataha, 2008 : 209).
Dalam penggunaan di kedokteran gigi, jumlah kelebihan air yang
diukur di atas jumlah secara teoritis memang diperlukan untuk hidrasi.
Jumlah berlebih ini diperlukan untuk membuat adonan yang bisa diterapkan
atau yang dapat dituangkan dan dibentuk. Kelebihan air diedarkan sebagai air
bebas pada set mass tanpa mengambil bagian dalam reaksi kimia, dan
memberikan kontribusi untuk porositas berikutnya atau rongga mikroskopis
dalam set product. (Gladwin & Bagby, 2013:131)


Penggunaan air yang berlebihan dapat memperpanjang setting time dan
mengurangi kekuatan hingga 50%. Berkurangnya kekuatan ini merupakan
hasil dari kelebihan air yang digunakan dalam campuran sehingga
meninggalkan rongga-rongga pada saat penguapan. Peningkatan air juga
mengurangi setting expansion material gipsum, hal ini tidak dianjurkan
karena kekuatan material akan berkurang dan pemuaian bahan tersebut tidak
akan sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan pengurangan jumlah air yang
digunakan akan mempercepat setting time namun dapat menyebabkan adonan
susah dimanipulasi. Mengurangi jumlah air dalam w/p ratio dianjurkan hanya
bila adonan tidak digunakan sebagai dasar untuk model pada artikulator.
(Hatrick et al, 2011: 206)
C. SUHU DAN KELEMBABAN
Setting reaction bahan gipsum dipengaruhi oleh suhu air yang
digunakan untuk pencampuran dan suhu lingkungan sekitarnya. Jika suhu
kamar (20
o
sampai 25
o
C) dinaikkan sampai suhu tubuh (37,5
o
C), setting time
akan menurun. Jika suhu air pencampuran dinaikkan, juga akan memiliki efek
yang sama, dengan kata lain peningkatan suhu air pencampuran akan
mempercepat setting time. Namun, jika air yang ditingkatkan suhunya di atas
37,5
o
C, setting time akan meningkat, karena dihidrat menjadi lebih larut
dalam air. Gipsum idealnya dicampur dengan air suhu kamar. Peningkatan
suhu air dianjurkan agar tidak melebihi 100
o
F, karena akan mempercepat
setting. Pada kenyataannya, hemihidrat tidak akan terjadi reaksi dan gipsum
tidak akan setting sama sekali jika air pencampuran mencapai 100
o
C atau
212
o
F. (Hatrick et al, 2011: 206)
Bahan gipsum bersifat higroskopis (menyerap air dari udara) sampai
batas tertentu. Bila dental plaster, dental stone, atau die stone dibiarkan
dalam wadah terbuka selama beberapa hari, akan menyerap air dari udara,
dan permukaan akan kembali menjadi partikel dihidrat. Untuk menghindari
perubahan dalam laju setting reaksi, bahan gipsum harus disimpan dalam
wadah tertutup untuk melindungi dari kelembaban. (Powers & Wataha, 2008
: 209)


4.4.Proses Ekspansi Gipsum Tipe III
Semua produk gipsum mengalami perluasan keluar saat setting.
Secara teori kontraksi ketika setting dapat dihitung, penambahan kristal
gipsum menyebabkan dorongan keluar antar kristal (Gladwin, Marcia,
Michael Bagby. 2013. 132) . Ini menyebabkan penambahan volume kristal
keluar tapi volume didalam menyusut (Anusavice. 2009. 266). Setting
ekspansi yang kecil menyebabkan keakuratan dimensi untuk cast dan dies
seperti yang diinginkan (Gladwin, Marcia, Michael Bagby. 2013. 132).
Jika antara hemidrat dan air direaksikan dengan perbandingan yang
sesuai, maka ketika terbentuk produk (dihidrat), volume produk yang
dihasilkan akan kurang ekuivalen dari volume air dan hemidrat. Hal ini
menunjukan garis perubahan gipsum sekitar 2,4%. Kontraksi volume terjadi
ketika setting reaksi. (Anusavice. 2009. 266).
Jika gipsum mengalami kontak dengan air ketika reaksi setting,
maka setting ekspansi meningkat. (Gladwin, Marcia, Michael Bagby. 2013.
132). Setting ekspansi dapat diamati pada fenomena mekanisme kristalisasi,
atas dasar keterlibatan kristal dihidrat, berkembang dari inti dan menahan
kristal lain yang berdekatan. Jika proses ini terjadi pada ribuan kristal saat
berkembang, tekanan keluar atau daya dorong mengembang sehingga
menghasilkan ekspansi pada massa keseluruhan. Bagi dokter gigi atau
tekniker, hanya setting ekspansi awal yang diperhatikan, ekspansi lain atau
kontraksi yang terjadi sebelum waktu ini terjadi karena pergeseran permukaan
mold dengan campuran fluid ketika dituangkan. Setting ekspansi dapat
diamati dengan jelas ketika tepi kristal cukup rigid. Ketika bentuk kristal
yang dihasilkan oleh tumbukan cukup untuk berjalan keluar, maka setting
ekspansi terjadi. (Anusavice. 2009. 266-267).
4.5.Cara Meminimalkan Ekspansi
Adonan gipsum yang telah diaduk akan mengalami pengerasan sesaat
setelah adonan bubuk bercampur dengan air. Seiring dengan pengerasan
tersebut maka akan diiringi terjadinya ekspansi. Ekspansi massa dapat dilihat
ketika terjadi perubahan dari hemihidrat menjadi dihidrat (Anusavice, 2009,


hal 266). Ekspansi yang terlalu besar cenderung dihindari karena akan
memberikan kerugian bagi pasien maupun dokter gigi yang melakukan
perawatan. Berikut adalah beberapa faktor yang memengaruhi besar atau
kecilnya ekspansi gipsum tipe III :
1. Rasio W : P
Perbandingan W : P ( water : powder ) didefinisikan sebagai
jumlah air dalam satuan ml yang ditambahkan pada 100 gr bubuk. Untuk
jenis gipsum tertentu, semakin tinggi rasio w : p maka konsistensi adonan
akan semakin pekat. Penggunaan air yang berlebihan akan
memperpanjang setting time dan mengurangi kekuatan gipsum. Penurunan
kekuatan adalah hasil dari kelebihan air dalam adonan yang meninggalkan
lubang-lubang udara saat evaporasi. Selain itu, penambahan air juga akan
mengurangi setting expansion gipsum (Powers & Wataha, 2008, hal 209)
Berdasarkan teori, adonan dengan rasio w : p paling tinggi yakni
14 : 45 akan memiliki setting expansion paling kecil. Sementara itu,
adonan dengan w : p paling rendah yakni 14 : 55 akan memiliki setting
expansion paling besar. Saat rasio w : p tinggi maka nukleus kristalisasi
per unit volume dari gipsum akan semakin turun sehingga ruang antar
nukleus lebih besar dari keadaan awal. Sehingga, untuk meminimalisasi
ekspansi gipsum makan gunakan rasio yang tinggi pada w : p.
Dental stone akan mengalami ekspansi sebesar 0.08% sampai
0,10%. Partikel kristal gipsum akan saling bertumbukan dan mendorong
kristal-kristal tersebut untuk keluar, hal ini menyebabkan ekspansi
eksternal dengan porousitas pada hasil akhir gipsum. (Stewart & Bagby,
2011, hal 132)
Meminimalisasi setting ekspansi gipsum berguna untuk
memperoleh keakuratan dimensi pada sebagian gips dan die. Pada
umumnya, pabrik memodifikasi produk gipsum untuk memperoleh setting
ekspansi minimal dengan menambahkan bahan kimia. Ada dua hal yang
harus diperhatikan, yakni :
1. Meningkatkan lama pengadukan dan membuat adonan yang
kental akan meningkatkan setting ekspansi.


2. Menurunkan lama pengadukan dan membuat adonan yang tipis
akan menurunkan setting ekspansi.
3. Jika bahan gypsum direndam atau bersentuhan dengan air
selama proses setting maka akan meningkatkan setting
ekspansi. Peristiwa ini disebut dengan ekspansi higroskopis
(hygroscopic expansion) (Stewart & Bagby, 2011, hal 132)
4.6. Analisis Teori dan Hasil Praktikum
Pada praktikum ini kami melakukan percobaan dengan w :p ratio
14 : 45 yang dilakukan 2 kali, 14 : 50 yang dilakukan 1 kali dan 14 : 55
yang dilakukan 2 kali. Namun, pada praktikum ini terjadi kesalahan pada
percobaan w : p ratio 14 : 45 di ekstensor nomor 2. Pada percobaan
tersebut jarum dial indikator masih menunjukkan angka 0 sampai menit ke
15.
Berdasarkan analisis, penyebab tidak berjalannya jarum dial
indikator ini diperkirakan karena ekspansi gipsum belum terdeteksi oleh
ekstensor yang disebabkan karena penuangan adonan gipsum ke ekstensor
kurang memenuhi ekstensor, diduga ada rongga udara didalamnya.
Dengan adanya celah berupa rongga udara tersebut menyebabkan ekspansi
gipsum yang terjadi tidak mendorong jarum ekstensometer melainkan
mengisi rongga udara.
Dengan menggunakan sampel dengan w : p ratio yang berbeda
beda, didapatkan hasil bahwa w : p ratio yang dianjurkan oleh pabrik
memiliki kemampuan untuk ekspansi yang paling kecil. Sedangkan
dengan w : p ratio 14 : 45 memiliki ekspansi yang lebih besar dari yang
dianjurkan pabrik. Kemampuan ekspansi terbesar oleh sampel dengan w :
p ratio 14 : 55. Kekuatan material akan berkurang dan pemuaian bahan
tersebut tidak akan sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan
penambambahan powder yang digunakan akan mempercepat setting time
namun dapat menyebabkan adonan susah dimanipulasi.




5. SIMPULAN
Makin banyak bubuk gypsum yang digunakan maka setting expansion
akan berjalan lebih cepat. Jadi W:P ratio mempengaruhi setting expansion
produk dental stone yaitu semakin besar nilai w:p ratio maka semakin nilai
setting expansion menjadi semakin kecil. Artinya, nilai w:p ratio dan setting
expansion adalah berbanding terbalik.





















6. DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, KJ 2009. Philips Science of Dental Materials, 11th ed.
Missouri: Elsevier.
Bhat, VS, Nandish, BT. 2011. Science of Dental Materials & Clinical
Applications. New Delhi: CBS.
Eakle, WS, Bird, WF. 2011. Dental Materials : Clinical Applications for
Dental Hygienist. 2nd ed. Missouri: Saunders Elsevier.
Gladwin, Marcia & Bagby, Michael. 2013. Clinical Aspects of Dental
Materials: Theory, Practice, and Cases. Fourth Edition.
Philadelphia: Wolters-Kluwer.
Hatrick, CD, Eakle, WS, Bird, WF. 2011. Dental Materials: Clinical
Applications for Dental Assistants and Dental Hygienists. Second
Edition. St. Louis: Saunders Elsevier.
McCabe, JF and Walls. AWG 2008. Applied Dental Materials. 9th ed.
Victoria : Blackwell,Inc.
N.Alberto et al. 2011. Characterization of different water/powder ratios
of dental gypsum using fiber Bragg grating sensors. Dental
Materials Journal. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21946491
Powers, JM & Wataha, JC. 2008. Dental Materials Properties and
Manipulation. 9th ed. St. Louis: Mosby Elsevier.
Stewart, MG, Bagby, M. 2011. Clinical Aspects of Dental Materials:
Theory, practice and cases. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins.
Van Noort, Richard. 2008. Introduction to Dental Materials. Third
Edition. China: Mosby Elsevier.
Von Fraunhofer, JA. 2010. Dental Materials at a Glance. Singapore:
Wiley-Blackwell.

Anda mungkin juga menyukai