Teori keunggulan absolut atau keunggulan mutlak (absolut advantage) dikemukakan
oleh Adam Smith sebagai kritik terhadap ide-ide yang dikemukakan oleh merkantilisme. Kritik Adam Smith tersebut adalah dengan mengemukakan pendapat sebagai berikut : 1) Ukuran kemakmuran suatu negara bukanlah ditentukan oleh banyak logam mulia (uang). Tetapi kemakmuran suatu negara ditentukan oleh besar Gross Domestic Produkct (GDP). Jadi yang penting adalah apa yang dapat dibeli dengan uang yang dimiliki.
2) Untuk meningkatkan GDP dan perdagangan luar negeri, maka pemerintah harus mengurangi intervensinya dalam perekonomian, sehingga akan tercipta perdagangan bebas (free trade).Perdagangan bebas akan menimbulkan persaingan (competition) yang semakin ketat, sehingga mendorong masing-masing negara untuk melakukan spesialisasi/pembagian kerja internasional berdasarkan keunggulan absolut yang dimiliki oleh masing-masing negara. Keunggulan absolut diartikan sebagai keunggulan yang dinyatakan dengan banyaknya jam kerja per hari yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang ataupun jasa-jasa. Jadi keunggulan absolut diperoleh apabila suatu negara mampu memproduksikan suatu barang ataupun jasa dengan jumlah jam per hari kerja yang lebih sedikit dibandingkan seandainya barang/jasa tersebut dibuat oleh negara lain.
3) Spesialisasi internasional akan mendorong masing-masing negara untuk memfokuskan produksinya pada barang-barang tertentu yang sesuai dengan keunggulan yang dimilikinya, baik itu keunggulan alamiah (natural advantage) ataupun keunggulan yang diperkembangkan (acquired advantage). Keunggulan alamiah adalah keunggulan yang diperoleh karena sesuatu negara memiliki sumber daya alam yang tidak dimiliki oleh negara lain, baik kuantitas maupun kualitas. Keunggulan yang diperkembangklan adalah keunggulan yang diperoleh karena sesuatu negara telah mampu mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam menghasilkan produk-produk yang diperdagangkan yang belum dimiliki oleh negara lain.
4) Spesialisasi internasional dapat memberikan hasil berupa manfaat perdagangan (gains of trade)berupa kenaikan produktivitas dan efisiensi, sehingga terjadi kenaikan GDP dan perdagangan luar negeri yang berimplikasi pada kenaikan produksi dan konsumsi barang dan jasa yang identik dengan peningkatan kemakmuran suatu negara.
Berdasarkan teori keunggulan absolut bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang/jasa jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak serta mengimpor barang jika negara tersebut tidak memiliki keunggulan mutlak untuk suatu barang tertentu. Jadi suatu negara dapat melakukan perdagangan dengan negara lain dan akan saling memperoleh keuntungan jika masing-masing negara tersebut mempunyai keunggulan mutlak terhadap barang-barang yang mereka produksi.
Teori keunggulan absolut ini didasarkan pada beberapa asumsi pokok antara lain sebagai berikut : 1. Faktor produksi yang diperhitungkan hanya tenaga kerja 2. Kualitas barang yang diproduksikan kedua negara sama. 3. Pertukaran dilakukan secara barter (tanpa menggunakan uang). 4. Biaya transport diabaikan.
Berikut ini akan diberikan contoh terjadinya hubungan perdagangan antara dua negara berdasarkan model keunggulan absolut. Tabel 1 : Keunggulan Absolut Berdasarkan Jam Kerja Per Satuan Output. Negara Kain Timah Dasar Tukar Domestik (DTD) Indonesia 15 menit/meter 60 menit/kg 1 kg timah = 4 meter kain Malaysia 10 menit/meter 100 menit/gram 1 kg timah = 10 meter kain
Tabel 1 menunjukkan bahwa Indonesia dapat menghasilkan timah per kg dalam waktu 60 menit, sedangkan kain dapat dihasilkannya dalam waktu 15 menit per meter. Di pihak lain, Malaysia dapat menghasilkan timah per kg dalam waktu 100 menit dan dapat menghasilkan kain per meter dalam waktu 10 menit. Dengan demikian Indonesia memiliki keunggulan absolut dalam produksi timah, karena jumlah jam kerja yang digunakan untuk menghasilkan 1 kg timah lebih rendah di banding jumlah jam kerja yang digunakan Malaysia. Sebaliknya Malaysia memiliki keunggulan absolut dalam produksi kain, karena jumlah jam kerja yang digunakannya lebih rendah bila di bandingkan jumlah jam kerja yang digunakan Indonesia dalam produksi kain.
Apabila kedua negara mengadakan hubungan perdagangan, maka Indonesia akan mengekspor timah dan megimpor kain, sebaliknya Malaysia akan mengekspor kain dan mengimpor timah. Kedua negara akan memperoleh keuntungan apabila dasar tukar internasional (DTI) berada di antara dasar tukar domestik (DTD) masing-masing negara. Dimisalkan DTI yang berlaku adalah 1 kg timah = 7 meter kain. Keuntungan yang dapat diperoleh Indonesia melalui perdagangan tersebut adalah Indonesia akan memperoleh keuntungan 3 meter kain, karena di Indonesia 1 kg timah hanya dapat ditukarkan sebanyak 4 meter kain, sementara dalam perdagangan internasional 1 kg timah dapat ditukarkan sebanyak 7 meter kain. Demikian halnya Malaysia akan memperoleh keuntungan 3 meter kain, karena di Malaysia 10 meter kain hanya dapat ditukarkan dengan 1 kg timah, sementara dalam perdagangan internasional untuk memperoleh 1 kg timah Malaysia cukup menukarkannya dengan 7 meter kain, atau Malaysia dapat memperoleh tambahan 1 kg timah menjadi 1,43 kg timah apabila menukarkan 10 meter kain (yaitu 10 ; 7 = 1,43)
Jika jumlah jam kerja tenaga kerja dikonversi ke ongkos produksi yang kemudian menentukan harga barang (berdasarkan asumsi hanya faktor produksi tenaga kerja yang diperhitungkan), maka dapat dikatakan bahwa harga kain di Indonesia 1,5 kali lebih mahal di banding harga kain di Malaysia (yaitu 15 menit/meter : 10 menit/permeter). Sebaliknya, harga timah di Malaysia 1,67 kali lebih mahal di banding harga timah di Indonesia. Oleh karena itu, rasional jika Indonesia sebaiknya hanya memproduksi timah kemudian mengekspor ke Malaysia, dan mengimpor kain dari Malaysia. Sebaliknya, Malaysia akan lebih baik jika hanya memproduksi kain kemudian mengekspor ke Indonesia, dan mengimpor timah dari Indonesia.
Selanjutnya dalam bentuk lain dapat diberikan contoh berdasarkan jumlah output per tenaga kerja dalam 1 hari (8 jam kerja).
Tabel 2 : Keunggulan absolut berdasarkan jumlah output per tenaga kerja per hari (8 jam kerja) Negara Kain Timah Dasar Tukar Domestik (DTD) Indonesia 32 meter 8 kg 1 kg timah = 4 meter kain, atau 8 kg timah = 32 meter kain Malaysia 48 meter 4,8 kg 1 kg timah = 10 meter kain, atau 8 kg timah = 80 meter kain
Penjelasan tabel 1 dapat pula digunakan untuk penjelasan tabel 2. Untuk penjelasan dengan angka yang berbeda yaitu berdasarkan jumlah output yang dihasilkan per tenaga kerja per hari dengan DTI 1 kg timah = 7 meter kain, maka Indonesia berdasarkan output yang dihasilkannya pada tabel 2 apabila mengadakan perdagangan dengan Malaysia, maka 8 kg timah dapat ditukar dengan 56 meter kain (yaitu 8 x 7 = 56), sehingga Indonesia akan memperoleh total keuntungan 24 meter kain, karena melalui perdagangan internasional 8 kg timah dapat ditukarkan sebanyak 56 meter kain, sementara perdagangan di domestik Indonesia hanya akan memperoleh 32 meter kain (8 x 4 = 32), yang berarti ada tambahan keuntungan sebesar 24 meter kain. Selanjutnya Malaysia berdasarkan output yang dihasilkannya apabila mengadakan perdagangan dengan Indonesia pada DTI 1 kg timah = 7 meter kain (atau 8 kg timah = 56 meter kain), maka Malaysia akan memperoleh keuntungan 24 meter kain, karena di domestik (Malaysia) 8 kg timah dapat ditukarkan dengan 80 meter kain, sementara dalam perdagangan internasional 8 kg timah cukup ditukarkan sebanyak 56 meter kain. Atau jika dihitung keuntungan dalam perolehan timah, maka dalam perdagangan domestik 80 meter kain dapat ditukar dengan 8 kg timah, sedangkan dalam perdagangan internasional 80 meter kain dapat ditukar dengan 11,43 kg timah (80 : 7 = 11,43), dengan demikian Malaysia akan memperoleh tambahan sebanyak 3,43 kg timah.
Apabila kedua negara tidak memperdagangkan seluruh jumlah outputnya antara kedua jenis barang berdasarkan tabel 1 dan 2, maka akan terjadi surplus. Dengan surplus tersebut, maka kedua negara akan menukarkannya dengan jenis barang lainnya yang diproduksikan oleh negara mitra dagangnya, atau bahkan mencari pasar di negara lainnya. Dengan demikian perdagangan bebas melalui keunggulan absolut akan menciptakan spesialisasi internasional yang dilakukan oleh masing- masing negara dan semakin memperluas perdagangan internasional, memperbesar output dan konsumsi, serta meningkatkan kemakmuran penduduk negara-negara yang mengadakan hubungan perdagangan.
Teori Keunggulan Komparatif : David Ricardo Penjelasan mengenai hukum keunggulan komparatif dikemukakan oleh David Ricardo dalam bukunyaPrinciples of Political Economy and Taxation(1817). Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua jenis komoditi yang dihasilkan, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara A misalnya harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (yang merupakan komoditi yang memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut cukup besar (komoditi yang memiliki kerugian komparatif). Jadi harga sesuatu barang tergantung dari banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut.
Teori keunggulan absolut tidak dapat digunakan sebagai dasar dalam perdagangan internasional apabila salah satu negara memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis komoditi. Atau dengan kata lain bahwa bila salah satu negara memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis komoditi, maka perdagangan tidak akan terjadi. Namun dengan teori keunggulan komparatif, perdagangan internasional antara dua negara masih dapat berlangsung walaupun salah satu negara memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis komoditi. Hal tersebut dapat dijelaskan pada contoh di bawah ini.
Tabel 3 : Keunggulan komparatif berdasarkan jam kerja per satuan output : David Ricardo Negara Permadani Sutra Dasar Tukar Domestik (DTD) India 30 menit/meter 24 menit/meter 1 meter sutra = 0,8 meter permadani Malaysia 40 menit/meter 50 menit/meter 1 meter sutra = 1,25 meter permadani
Pada tabel 3 bila dilihat jumlah jam (waktu) yang digunakan tanpa memperhatikan perbandingan dasar tukar domestik antara permadani dan sutra di kedua negara, tampaknya India memiliki keunggulan absolut atas permadani dan sutra, karena India dapat menghasilkan permadani dalam waktu 30 menit/meter, sedangkan Malaysia menggunakan waktu yang lebih banyak 40 menit/meter, begitu pula sutra, India hanya menggunakan waktu 24 menit/meter, sedangkan Malaysia menggunakan 50 menit/meter. Dengan demikian berdasarkan teori keunggulan absolut, perdagangan antara India dan Malaysia tidak akan terjadi, karena India memiliki keunggulan absolut atas kedua jenis komoditi. Bila didasarkan pada teori keunggulan komparatif, perdagangan antara India dan Malaysia masih tetap akan terjadi, karena secara komparatif India memiliki keunggulan atas sutra dan Malaysia memiliki keunggulan atas permadani. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan dasar tukar domestik masing-masing negara, yaitu DTD di India adalah 1 meter sutra dapat ditukar dengan 0,8 meter permadani, sementara di Malaysia 1 meter sutra dapat ditukar dengan 1,25 meter permadani. Atau dengan kata lain bahwa di India harga sutra lebih murah di banding harga permadani (karena ongkos produksinya hanya 24/50 atau 48 % dari ongkos produksi sutra di Malaysia, sedang ongkos produksi permadani 30/40 atau 75 % dari ongkos produksi permadani di Malaysia). Sebaliknya di Malaysia harga permadani lebih murah dibandingkan harga sutra (karena ongkos produksi permadani adalah 40/30 atau 133,33 % dari ongkos produksi di India, sedangkan ongkos produksi sutra adalah 208,33 % dari ongkos produksi di India). Perbedaan harga komoditi di kedua negara dapat pula dijelaskan sebagai berikut : harga relatif sutra terhadap permadani di India sebesar (24/30 = 0,8) adalah lebih rendah di banding Malaysia sebesar ( 50/40 = 1,25), dan harga relatif permadani terhadap sutra di Malaysia sebesar (40/50 = 0,8) adalah lebih rendah di banding India sebesar (30/24 = 1,25).
Menurut Ricardo bahwa keuntungan perdagangan dapat diperoleh kedua negara yang melakukan hubungan perdagangan apabila dasar tukar internasional (DTI) 1 : 1. Dengan DTI 1 : 1, maka India akan memperoleh keuntungan sebanyak 0,2 meter permadani, karena di domestiik 1 meter sutra dapat ditukar dengan 0,8 meter permadani, tetapi melalui perdagangan internasional 1 meter sutra dapat ditukar dengan 1 meter permadani. Selanjutnya, Malaysia memperoleh keuntungan sebanyak 0,25 meter sutra, karena di domestik 1 meter sutra dapat ditukar dengan 1,25 meter permadani, tetapi dengan perdagangan internasional 1 meter sutra dapat ditukar dengan 1 meter permadani, dalam hal ini keuntungan Malaysia adalah berupa efisiensi dalam menukarkan permadani, yaitu dari 1,25 meter permadani menjadi hanya 1 meter permadani untuk memperoleh 1 meter sutra.
Selanjutnya dalam bentuk lain, yaitu banyaknya komoditi yang dapat dihasilkan per tenaga kerja dalam satu hari dengan jumlah jam kerja 8 jam per hari adalah sebagaimana pada tabel berikut :
Tabel 4 : Keunggulan komparatif berdasarkan output per tenaga kerja per hari (8jam kerja) : David Ricardo Negara Permadani Sutra Dasar Tukar Domestik (DTD) India 16 meter 20 meter 1 meter sutra = 0,8 meter permadani 20 meter sutra = 16 meter permadani Malaysia 12 meter 9,6 meter 1 meter sutra = 1,25 meter permadani 9,6 meter sutra = 12 meter permadani
Berdasarkan tabel 4 setiap tenaga kerja di India dapat menghasilkan permadani dalam sehari sebanyak 16 meter dan sutra sebanyak 20 meter, sedangkan Malaysia dapat menghasilkan 12 permadani dan 9,6 meter sutra.
Apabila kedua negara melakukan perdagangan dengan DTI 1 : 1, maka India dapat memperoleh permadani sebanyak 20 meter (ada tambahan 4 meter permadani, yaitu dari 16 meter menjadi 20 meter), dan Malaysia dapat memperoleh sutra sebanyak 12 meter (ada tambahan sebanyak 2,4 meter sutra, yaitu dari 9,6 meter menjadi 12 meter).
Apabila DTD kedua negara atau salah satu negara sama dengan DTI 1 : 1, maka perdagangan antara kedua negara kecil kemungkinan untuk terjadi karena perdagangan luar negeri menghasilkan keuntungan sama dengan perdagangan domestik. Demikian halnya bila DTD kedua negara adalah 1 : 1, maka perdagangan juga tidak terjadi karena salah satu negara akan memperoleh kerugian. Jadi perdagangan yang akan memberi keuntungan kedua negara apabila DTI 1 : 1 berada di antara DTD masing-masing negara.