Anda di halaman 1dari 81

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Definisi Perawatan (Maintenance)
Perawatan atau disebut juga pemeliharaan merupakan suatu fungsi utama
dalam organisasi atau industri yang sama dengan fungsi-fungsi lainnya seperti
produksi. Permeliharaan pabrik dan peralatan dalam tatanan kerja yang baik
sangat penting untuk mencapai kualitas dan keandalan (Realibility) tertentu serta
kerja yang efektif dan efisien. Sistem yang baikpun tidak akan bekerja secara
memuaskan kecuali dipelihara dengan baik pula. Perawatan pada umumnya
dilihat sebagai kegiatan fisik seperti membersihkan peralatan yang bersangkutan,
memberi oli (pelumas), memperbaiki kerusakan, mengganti komponen dan
semacamnya bila diperlukan. Pendeknya kegiatan perawatan memerlukan adanya
sumber daya seperti yang diperlukan dalam aktivitas usaha lain, yaitu manusia
(Man), mesin (Machine), bahan baku (Material), cara (Method), dan uang
(Money) yang sering disebut sebagai 5 M.
Beberapa pengertian perawatan (maintenance) menurut ahli :
1. Menurut Corder (1988), perawatan merupakan suatu kombinasi dari tindakan
yang dilakukan untuk menjaga suatu barang dalam, atau untuk
memperbaikinya sampai, suatu kondisi yang bisa diterima.
2. Menurut Assauri (1993), perawatan diartikan sebagai suatu kegiatan
pemeliharaan fasilitas pabrik serta mengadakan perbaikan, penyesuaian atau
Universitas Sumatera Utara

penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi
yang sesuai dengan yang direncanakan.
3. Menurut Dhillon (1997), perawatan adalah semua tindakan yang penting
dengan tujuan untuk menghasilkan produk yang baik atau untuk
mengembalikan kedalam keadaan yang memuaskan.

3.2. Tujuan Perawatan
Tujuan dilakukan perawatan menurut Corder (1988) adalah antara lain:
1. Memperpanjang kegunaan aset (yaitu setiap bagian dari suatu tempat kerja,
bangunan dan isinya).
2. Menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi atau
jasa untuk mendapatkan laba investasi semaksimal mungkin.
3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam
keadaan darurat setiap waktu.
4. Menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

3.3. Jenis-jenis Perawatan
Bentuk atau jenis perawatan menurut Assauri (1993) dapat
diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu :
1. Berdasarkan tingkat perawatan :
a. Rendah : perawatan pencegahan (Preventive Maintenance) yaitu
perawatan yang dilakukan sebelum terjadinya kerusakan dengan tujuan
untuk menghindari terjadinya kerusakan yang lebih fatal.
Universitas Sumatera Utara

b. Sedang : perawatan perbaikan (Corrective Maintenance) yaitu perawatan
yang dilakukan setelah kerusakan terjadi yang bertujuan untuk
memperbaiki kerusakan tersebut.
c. Berat : Restorative Maintenance yaitu perawatan yang dilakukan pada
sistem yang telah mengalami kerusakan fatal (Major Overhaul) perawatan
ini lebih bersifat perbaikan dari sistem yang telah rusak.
2. Berdasarkan waktu perawatan :
a. Terjadwal : perawatan yang telah memiliki jadwal dalam periode tertentu
untuk melakukan pemeriksaan terhadap mesin atau sistem, perawatan ini
tetap dilakukan baik ada ataupun tidak ada kerusakan pada mesin.
b. Tidak terjadwal : perawatan yang hanya dilakukan jika terjadi kerusakan
tak terduga, jika tidak terjadi kerusakan maka perawatan tidak dilakukan.
3. Berdasarkan dana yang tersedia :
a. Terprogram : perawatan yang telah memiliki program tersendiri, maka dari
itu perawatan ini memiliki teknisi, peralatan dan anggaran tersendiri untuk
melakukan perbaikan atau pemerikasaan berdasarkan jadwal yang telah
ditentukan.
b. Tidak Terprogram : tidak memiliki anggaran tersendiri untuk melakukan
perawatan terhadap mesin atau sistem yang mengalami kerusakan, maka
biaya yang dikeluarkannya berasal dari anggaran biaya tak terduga.



Universitas Sumatera Utara

Blanchard (1980) mengklasifikasi perawatan menjadi 6 bagian, yaitu:
1. Corrective Maintenance, merupakan perawatan yang terjadwal ketika suatu
sistem mengalami kegagalan untuk memperbaiki sistem pada kondisi tertentu.
2. Preventive Maintenance, meliputi semua aktivitas yang terjadwal untuk
menjaga sistem/produk dalam kondisi operasi tertentu. Jadwal perawatan
meliputi periode inspeksi.
3. Predictive Maintenance, sering berhubungan dengan memonitor kondisi
program perawatan preventif dimana metode memonitor secara langsung
digunakan untuk menentukan kondisi peralatan secara teliti.
4. Maintenance Prevention, merupakan usaha mengarahkan maintenance free
design yang digunakan dalam konsep Total Predictive Maintenance (TPM).
Melalui desain dan pengembangan peralatan, keandalan dan pemeliharaan
dengan meminimalkan downtime dapat meningkatkan produktivitas dan
mengurangi biaya siklus hidup.
5. Adaptive Maintenance, menggunakan software komputer untuk memproses
data yang diperlukan untuk perawatan.
6. Perfective Maintenance, meningkatkan kinerja, pembungkusan/pengepakan/
pemeliharaan dengan menggunakan software komputer.
Preventive maintenance dibedakan atas dua kegiatan (Assauri, 1993),
yaitu:
1. Routine Maintenance, yaitu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara
rutin, sebagai contoh adalah kegiatan pembersihan fasilitas dan peralatan,
Universitas Sumatera Utara

pemberian minyak pelumas atau pengecekan oli, serta pengecekan bahan
bakar dan sebagainya.
2. Periodic Maintenance, yaitu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan secara
berkala. Perawatan berkala dilakukan berdasarkan lamanya jam kerja mesin
produk tersebut sebagai jadwal kegiatan misalnya setiap seratus jam sekali.

3.4. Konsep Reliability (Keandalan)
Keandalan dapat didefinisikan sebagai probabilitas sistem akan memiliki
kinerja sesuai fungsi yang dibutuhkan dalam periode waktu tertentu (Ebeling,
1997). Definisi keandalan menurut Kapur adalah, probabilitas dimana ketika
operasi berada pada kondisi lingkungan tertentu, sistem akan menunjukkan
kemampuannya sesuai dengan fungsi yang diharapkan dalam selang waktu
tertentu.
1
Variabel yang terpenting yang berkaitan dengan keandalan adalah waktu.
Dalam hal ini waktu yang berkaitan dengan laju kerusakan yang dapat
menerangkan secara lebih jelas fenomena keandalan suatu sistem. Sedangkan

Keandalan adalah probabilitas yang selalu dikaitkan dengan akumulasi
waktu dimana suatu alat beroperasi tanpa mengalami kerusakan dalam kondisi
lingkungan tertentu. Kerusakan terjadi jika alat tidak dapat berfungsi sesuai yang
diinginkan. Definisi tentang keandalan tersebut merupakan kriteria yang jelas
untuk menentukan kerusakan suatu sistem yaitu bila sistem tidak lagi berfungsi
seperti yang diinginkan.

1
Kapur, K.C, and Lamberson, L.R., Reliability in Engineering Design, John Wiley & Sons, New
York, 1977.
Universitas Sumatera Utara

fenomena kerusakannya dapat digambarkan dalam bentuk probabilitas kerusakan
yang mengikuti suatu pola distribusi tertentu.
Dalam teori reliability terdapat empat konsep yang dipakai dalam
pengukuran tingkat keandalan suatu sistem atau produk, yaitu:
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas
2
Pada fungsi ini menunjukkan bahwa kerusakan terjadi secara terus-
menerus (continious) dan bersifat probabilistik dalam selang waktu (0, ).
Pengukuran kerusakan dilakukan dengan menggunakan data variabel seperti
tinggi, jarak, jangka waktu. Untuk suatu variabel acak x kontinu didefenisikan
berikut:

1. ( ) 0 x f
2. ( )dx x f


=1
3.

= < <
b
a
dx x) ( b) X P(a
Dimana fungsi f(x) dinyatakan sebagai fungsi kepadatan probabilitas.
2. Fungsi Distribusi Kumulatif
3
Fungsi ini menyatakan probabilitas kerusakan dalam percobaan acak,
dimana variabel acak tidak lebih dari x:
F(X) =P(Xx) =

( )

x
t f
0







2
Ben-Daya, Mohamed, dkk. Maintenance Management and Engineering. Springer. London, 2009.
3
Ben-Daya, Mohamed, dkk. Maintenance Management and Engineering. Springer. London, 2009.
Universitas Sumatera Utara

3. Fungsi Keandalan
4
Bila variabel acak dinyatakan sebagai suatu waktu kegagalan atau umur
komponen maka fungsi keandalan R(t) didefenisikan:
R(X) =P(T>t)
T : Waktu operasi dari awal sampai terjadi kerusakan (waktu kerusakan) dan f(x)
menyatakan fungsi kepadatan probabilitas, maka f(x) dx adalah probabilitas
dari suatu komponen akan mengalami kerusakan pada interval (t
i
+

t ). F(t)
dinyatakan sebagai probabilitas kegagalan komponen sampai waktu ke t,
maka:
F(t)) =P(T<t) = ( )


0
t f
Maka fungsi keandalan adalah:
R(t) =1-P(T<t)
= ( )

x
t f
0
dx
=1-F(t)
4. Fungsi Laju Kerusakan
5
Fungsi laju kerusakan didefenisikan sebagai limit dari laju kerusakan
dengan panjang interval waktu mendekati nol, maka fungsi laju kerusakan adalah
laju kerusakan sesaat. Rata-rata kerusakan yang terjadi dalam interval waktu t
1
-t
2

dinyatakan sebagai berikut:


4
Ben-Daya. Mohamed, dkk. Maintenance Management and Engineering. Springer. London, 2009.
5
Ben-Daya, Mohamed, dkk. Maintenance Management and Engineering. Springer. London, 2009.
Universitas Sumatera Utara

=
1
2
1
) ( ) (
) (
1 2
t
t
t
dt t f t t
dt t f

=
1
2
2
2
1
) ( ) (
) ( ) (
1 2
t
t
t
t
t
dt t f t t
dt t f dt t f

) ( ) (
) ( ) (
1 1 2
2 1
t R t t
t R t R


=
J ika disubstitusi t
1
=t, dan t
2
=t + t maka akan diperoleh laju kerusakan
rata-rata ( ) adalah:
) (
) ( ) (
2 1
t tR
t R t R


=
Berdasarkan persamaan diatas maka fungsi laju kerusakan.
h(t) =
) (
) ( ) (
lim
0
t tR
t t R t R
h

= ) (
) (
1
t R
dt
d
t R
;
dt
t dR
t f
) (
) ( =
=
) (
) (
t R
t f


3.5. Kurva Laju Kerusakan
Laju kerusakan (Failure Rate) merupakan salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam menganalisa kerusakan dan merupakan dasar dari teknik
perawatan (Maintenance) dan teknik keandalan (Reliability).
Karakteristik fungsi laju kerusakan suatu peralatan mengikuti pola dasar
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Phase 1 : Kerusakan awal (Early Failure)
Pada setiap awal operasi (t
0
), laju kerusakan yang tejadi pada phase ini
disebut kerusakan awal (infant mortality). Probabilitas rusak pada saat ini
akan lebih besar daripada saat yang akan datang.
Phase 2 : Pengoperasian normal (Normal Operation)
Phase ini dimulai pada saat t
1
sampai t
2
. Pada phase ini laju kerusakan
cenderung konstan dan merupakan phase dengan laju kerusakan rendah.
Phase ini iasa disebut phase umur berfaedah (useful life).
Phase 3 : Pengoperasian melebihi umur produk (Wear Out).
Phase ini dimulai pada saat t
2
dan seterusnya, yang mempunyai laju
kerusakan cenderung tajam, karena mulai memburuknya kondisi peralatan
sehingga pada phase ini disebut pemakaian yang melebihi umur produk
(wear out). Penggantian alat terjadi pada saat t
2
, tetapi penentuan saat t
1

dan t
2
terasa sulit, sehingga sukar untuk mengadakan penggatian peralatan
pada saat yang tepat.

Laju kerusakan
Waktu
t2
t1 t0
Phase 1 Phase 2 Phase 3

Gambar 3.1. Perawatan dan Siklus Hidup Komponen
Sumber : Jardine .AKS, 1973
Universitas Sumatera Utara

3.6. Distribusi Kerusakan
Setiap mesin memiliki karakteristik kerusakan yang berbeda-beda.
Sejumlah mesin yang sama jika dioperasikan dalam kondisi yang berbeda akan
memiliki karaketistik kerusakan yang berbeda. Bahkan mesin yang sama juga jika
dioperasikan dalam kondisi yang sama akan memiliki karakteristik kerusakan
yang berbeda. Dalam menganalisai perawatan ada beberapa jenis distribusi yang
umum dipakai yaitu distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull.

3.6.1. Distribusi Normal
Distribusi normal (Gausian) mungkin merupakan distribusi probabilitas
yang paling penting baik dalam teori maupun aplikasi statistik. Distribusi ini
digunakan jika pengaruh suatu kerandoman diakibatkan oleh sejumlah besar
variasi random yang tidak bergantungan (saling bebas/ independent) yang kecil
atau sedikit. Distribusi ini cocok digunakan untuk model wear out mesin.
Fungsi-fungsi dalam distribusi normal adalah:
6
|
|
.
|

\
|
=
2
2
2
) (
exp
2
1
) (


t
t f

1. Fungsi Kepadatan Kemungkinan (Probability Density Funtion)
; < < t
2. Fungsi Kumulatif Kerusakan (Cumulative Density Function)

|
.
|

\
|
=

t
t F ) (


6
Mohamed Ben-Daya, dkk. Handbook of Maintenance Management and Engineering. Springer.
London, 2009.
Universitas Sumatera Utara

=rata-rata
=standar deviasi
=nilai z yang dapat diperoleh dari tabel distribusi normal
3. Fungsi Keandalan (Reliability Function)

|
.
|

\
|
=

t
t R 1 ) (
4. Fungsi Laju Kerusakan (Hazard Rate Function)

) (
) (
) (
t R
t f
t h =

3.6.2. Distribusi Lognormal
Distribusi lognormal merupakan distribusi yang berguna untuk
menggambarkan distribusi kerusakan untuk situasi yang bervariasi. Distribusi
lognormal banyak digunakan di bidang teknik, khusunya sebagai model untuk
berbagai jenis sifat material dan kelelahan material.
Fungsi-fungsi dalam distribusi lognormal adalah:
1. Fungsi Kepadatan Kemungkinan (Probability Density Funtion)

2
2
ln
2
1
exp
2
1
) (
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=
tmed
t
s
st
t f


2. Fungsi Kumulatif Kerusakan (Cumulative Density Function)

|
.
|

\
|
=
tmed
t
s
t F ln
1
) (
s =standar deviasi
t
med
=nilai tengah waktu kerusakan
Universitas Sumatera Utara

3. Fungsi Keandalan (Reliability Function)

|
.
|

\
|
=
tmed
t
s
t R ln
1
1 ) (
4. Fungsi Laju Kerusakan (Hazard Rate Function)

|
.
|

\
|

=
tmed
t
s
t f
t h
ln
1
1
) (
) (


Variansi :
2
=t
2
med exp(s
2
)[exp(s
2
)-1]

3.6.3. Distribusi Eksponensial
Menggambarkan suatu kerusakan dari mesin yang disebabkan oleh
kerusakan pada salah satu komponen dari mesin atau peralatan yang
menyebabkan mesin terhenti. Dalam hal ini kerusakan tidak dipengaruhi oleh
unsur pemakaian peralatan. Dengan kata lain distribusi ini memiliki kelajuan yang
konstan terhadap waktu. Distribusi eksponensial akan tergantung pada nilai ,
yaitu laju kegagalan (konstan).
Fungsi-fungsi dalam distribusi eksponensial adalah:
1. Fungsi Kepadatan Kemungkinan (Probability Density Funtion)

t
e t f


= ) (
2. Fungsi Kumulatif Kerusakan (Cumulative Density Function)

t
e t F


=1 ) (
3. Fungsi Keandalan (Reliability Function)

t
e t R

= ) (

Universitas Sumatera Utara

4. Fungsi Laju Kerusakan (Hazard Rate Function)
= =
) (
) (
) (
t R
t f
t h

2
=1/ untuk t 0,

3.6.4. Distribusi Weibull
Distribusi weibull pertama sekali diperkenalkan oleh ahli fisika dari
Swedia Wallodi Weibull pada tahun 1939. Dalam aplikasinya, distribusi ini sering
digunakan untuk memodelkan waktu sampai kegagalan (time to failure) dari
suatu sistem fisika. Ilustrasi yang khas, misalnya pada sistem dimana jumlah
kegagalan meningkat dengan berjalannya waktu (misalnya keausan bantalan),
berkurang dengan berjalannya waktu (misalnya daya hantar beberapa semi
konduktor) atau kegagalan yang terjadi oleh suatu kejutan (shock) pada sistem.
Distribusi weibull merupakan keluarga distribusi kerusakan yang paling
sering dipakai sebagai model distribusi masa hidup (life time). Distribusi Weibull
merupakan distribusi empirik sederhana yang mewakili data yang aktual.
Distribusi ini biasa digunakan dalam menggambarkan karakteristik kerusakan dan
keandalan pada komponen
7
1. Fungsi Kepadatan Probabilitas
.
Fungsi-fungsi dari distribusi Weibull:

(
(

|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=


t t
t f exp ) (
1

0 , ; t

7
Harinaldi. 2005. Prinsip-prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Jakarta: PT. Erlangga.
Universitas Sumatera Utara

2. Fungsi Distribusi Kumulatif

(
(

|
.
|

\
|
=

t
t F exp 1 ) (
3. Fungsi Keandalan

(
(

|
.
|

\
|
=

t
t R exp ) (
) ( 1 ) ( t F t R =
4. Fungsi Laju Kerusakan

1
) (
) (
) (

|
.
|

\
|
= =


t
t R
t f
t h
Parameter disebut dengan parameter bentuk atau kemiringan weibull
(weibull slope), sedangkan parameter disebut dengan parameter skala atau
karakteristik hidup. Bentuk fungsi distribusi weibull bergantung pada parameter
bentuknya (), yaitu:
< 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi hyper-exponential
dangan laju kerusakan cenderung menurun.
= 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi eksponensial
dangan laju kerusakan cenderung konstan.
> 1 : Distribusi weibull akan menyerupai distribusi normal
dangan laju kerusakan cenderung meningkat.




Universitas Sumatera Utara

3.7. Identifikasi Dan Parameter Distribusi
Dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu identifikasi distribusi awal dan
estimasi parameter.
8
4 , 0
3 , 0
) (
+

=
n
i
t F


3.7.1. Identifikasi Distribusi Awal
Dilakukan dengan mengunakan metode least square (kuadrat terkecil).
Perhitungan dengan menggunakan metode ini adalah
1. Nilai Tengah Kerusakan (Median Rank)

Dimana : i =data waktu ke-t
n =jumlah kerusakan
2. Index Of Fit

SxxSyy
Sxy
Yi Yi Xi Xi
Yi Xi XiYi n
r
n
i
n
i
n
i
n
i
n
i
n
i
n
i
=
(
(

|
.
|

\
|

(
(

|
.
|

\
|

|
.
|

\
|

=


= = = =
= = =
2
1 1
2
2
1 1
2
1 1 1

Perhitungan identifikasi awal untuk masing-masing distribusi adalah
1. Distribusi Normal
- Xi =ti
- Yi = Zi =
-1
(F(ti)) =

ti

Nilai Zi =
-1
(F(ti)) didapat dari tabel Standardized Normal
Probabilities

8
Ebeling,Charles E, ibid,1997.,pp.359
Universitas Sumatera Utara

2. Distribusi Lognormal
- Xi =ln ti
- Yi = Zi =
-1
(F(ti)) =((1/s)ln ti) ((1/s)ln t
med
)
Nilai Zi =
-1
(F(ti)) didapat dari tabel Standardized Normal
Probabilities
3. Distribusi Eksponensial
- Xi =ln ti
- Yi =ln(1/1-F(ti))
4. Distribusi Weibull
- Xi =ln ti
Yi =ln ln(1/1-F(ti))

3.7.2. Estimasi Parameter
Estimasi parameter dilakukan dengan menggunakan metode Maximum
Likelihood Estimator (MLE). Estimasi untuk masing-masing parameter adalah
1. Distribusi Normal
Parameter adalah dan

=
= =
n
i
n
ti
x
1

( )
n
s n
2
2
1
=
2. Distribusi Lognormal
Parameter adalah s dan t
med

Universitas Sumatera Utara

=
= =
n
i
n
ti
x
1

( )
n
ti
s
2
2
ln
= (parameter bentuk)
t
med
=e

(parameter lokasi)
3. Distribusi Eksponensial
Parameter adalah
=r/T
r =n =jumlah kerusakan
T =total waktu kerusakan
4. Distribusi Weibull
Parameter adalah dan
0 ln
1 1
ln
1
1
1
= =

=
=
=
n
i
n
i
n
i
ti
n
ti
ti ti

1
1
1
(

|
.
|

\
|
=

=
n
i
ti
n


3.8. Mean Time To Failure (MTTF)
Adalah nilai yang diharapkan dari suatu distribusi kerusakan dengan
didefenisikan oleh probability densit function (pdf)
MTTF =E (t) =

0
) ( dt t tf
Perhitungan nilai MTTF untuk masing-msing distribusi adalah
Universitas Sumatera Utara

1. Distribusi Normal : MTTF =
2. Distribusi Lognormal : MTTF =t
med
e
s2/2

3. Distribusi Eksponensial : MTTF =1/
4. Distribusi Weibull : MTTF =
|
|
.
|

\
|

+
1
1

3.9. Model Perawatan
3.9.1. Model Perawatan Pencegahan Probabilistik
Dikarenakan strategi model ini adalah tindakan perawatan pencegahan
(preventive maintenance), dengan demikian timbul permasalahan yang diartikan
sebagai suatu model yang dibuat untuk memecahkan persoalan yang dihadapi
dalam melakukan tindakan perawatan pencegahan, dimana keputusan yang
diambil mengandung resiko karena hasil yang didapat bersifat probabilistik
(kemungkinan).
Pada Gambar 3.2 akan diperlihatkan model perawatan pencegahan
(preventive maintenance), dalam kasus ini dapat dijelaskan bahwa para operator
perawatan dengan keterampilan yang dimilikinya berusaha untuk melakukan
perawatan pencegahan dengan waktu rata-rata yang dihasilkan adalah diberi
simbol T
m
, sedangkan dalam waktu tertentu kerusakan berat akan terjadi antara
dua pelaksanaan perawatan pencegahan. Para montir memperbaiki kerusakan ini
dengan waktu perbaikan kerusakan tanpa melakukan penyesuaian terlebih dahulu
(T
r
).
Universitas Sumatera Utara

Jadi dalam periode perawatan perencanaan ini terdapat dua jenis waktu
terhentinya mesin dalam berproduksi, yaitu penghentian untuk dilakukan
perawatan pencegahan (preventive maintenance) dan penghentian untuk
dilakukan perbaikan kerusakan (corrective maintenance).

Tm
Tr
Tm
L

Gambar 3.2. Model Perawatan Perencanaan dan Perbaikan Kerusakan
Sumber : Budi Puwanto, 1997
L = Periode perawatan perencanaan.
Tm =Waktu rata-rata perawatan perencanaan.
Tr =Waktu yang diperoleh dari perbaikan kerusakan

3.9.2. Model Penggantian Pencegahan
Tindakan penggantian pencegahan yang saat ini dilakukan hanya jika
terjadi kerusakan yang menyebabkan mesin berhenti, tindakan penggantian
pencegahan dengan mengacu pada interval waktu tersebut ternyata tidak
mengurangi frekuensi kerusakan komponen mesin yang menuntut penggantian
dengan komponen yang baru.
Dengan melihat kondisi ini, maka akan dilakukan penetapan
kebijaksanaan penggantian dengan cara mencari pilihan interval waktu
Universitas Sumatera Utara

penggantian baru yang diharapkan akan dapat menciptakan kuantitas keluaran
produk atau jasa yang sebaik-baiknya yaitu yang sesuai dengan permintaan.
Pemecahan masalah diatas akan dilakukan dengan teknik kuantitatif
melalui pengambilan model. Terdapat dua konsep model pengembangan
matematik yang berkaitan dengan cara penggantian, yaitu model Age Replacement
dan model Block Replacement (Interval Replacement).

3.9.2.1. Model Age Replacement
Model Age Replacement adalah suatu model penggantian dimana interval
waktu penggantian komponen dilakukan dengan memperhatikan umur pemakaian
dari komponen tersebut, sehingga dapat menghindari terjadinya penggantian
peralatan yang masih baru dipasang akan diganti dalam waktu yang relatif
singkat. J ika terjadi suatu kerusakan, model ini akan menyesuaikan kembali
jadwalnya setelah penggantian komponen dilakukan, baik akibat terjadi kerusakan
maupun hanya bersifat sebagai perawatan pencegahan.
Model ini cocok diterapkan terhadap komponen yang interval waktu
penggantiannya relatif tidak mempengaruhi umur komponen lainnya atau
komponen yang penggantiannya sekaligus artinya bahwa model ini berlaku jika
ada kerusakan komponen dalam satu set mesin maka hanya satu komponen yang
rusak saja yang mengalami penggantian.
Dalam model Age Replacement, intinya pada saat dilakukan penggantian
adalah tergantung pada umur komponen, jadi penggantian pencegahan akan
Universitas Sumatera Utara

dilakukan dengan menetapkan kembali interval waktu penggantian berikutnya
sesuai dengan interval yang telah ditentukan.
Model Age Replacement ini mempunyai dua siklus penggantian
pencegahan, yaitu :
a. Siklus 1 atau siklus pencegahan yang diakhiri dengan kegiatan penggantian
pencegahan, ditentukan melalui komponen yang telah mencapai umur
penggantian sesuai rencana.
b. Silkus 2 atau siklus kerusakan yang diakhiri dengan kegiatan kerusakan,
ditentukan melalui komponen yang telah mengalami kerusakan sebelum
mencapai waktu penggantian yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kedua siklus model age replacement dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Operasi
Tp
Operasi Tf
Perawatan
Pencegahan
Perawatan
Perbaikan
Siklus 1 Siklus 2
atau
tp+Tp

Gambar 3.3. Model Age Replacement
Sumber : Jardine .AKS , 1973
Kebijaksanaan perawatan penggantian pencegahan dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Penggantian
Kerusakan
Penggantian
Pencegahan
Penggantian
Kerusakan
0
t
Tf tp Tp Tf

Gambar 3.4. Kebijaksanaan Perawatan Penggantian Pencegahan
Sumber : Jardine .AKS , 1973
Universitas Sumatera Utara

t
p
=Interval waktu penggantian pencegahan per satuan waktu.
T
f
=Waktu yang diperlukan untuk penggantian karena kerusakan.
T
p
=Down Time yang terjadi karena kegiatan penggantian.
f (t) =Fungsi distribusi interval waktu antar kerusakan.
R
(tp)
=Probabilitas terjadinya siklus 1 pada saat t
p
.
M
(tp)
=Waktu rata-rata terjadinya suatu kerusakan, jika penggantian
dilakukan saat t
p
.

Pembentukan model ongkos penggantian pencegahan :
C
(tp) =
siklus panjang ekspektasi
siklus per n penggantia perawatan ongkos ekspektasi

1. Ekspektasi ongkos perawatan penggantian per siklus
= {ekspektasi ongkos total pada siklus pencegahan x probabilitas terjadinya
siklus pencegahan} +{ekspektasi ongkos total pada siklus kerusakan x
probabilitas terjadinya siklus kerusakan}
= {C
p
. R
(tp)
} +[C
f
. {1-R
(tp)
}]
2. Ekspektasi panjang siklus
= {ekspektasi panjang siklus pencegahan x probabilitas terjadinya siklus
perencanaan} +{ekspektasi panjang siklus kerusakan x probabilitas terjadinya
siklus kerusakan}
=[{t
p
+T
p
}. R
(tp)
] +[{M
(tp)
+T
f
} . {1-R
(tp)
}]
Universitas Sumatera Utara


f(t)
t
tp Mean 0

Gambar 3.5. Kurva MTTF
Sumber : Jardine .AKS , 1973
Dengan mengacu pada gambar diatas, maka Mean Time To Failure
(MTTF ) bagi suatu distribusi penuh adalah:
dt

-
f(t) . t MTTF=
J ika pemeriksaan terjadi pada t
p
maka MTTF-nya adalah rataan dari
daerah yang diarsir, karena pada daerah yang tidak diarsir tidak mungkin terjadi
kerusakan. Jadi interval rata-rata terjadinya kerusakan M
(tp)
=daerah yang diarsir
atau probabilitas terjadinya area ini adalah:

) (
) (
1
tp
tp
R
MTTF
M

=
1. Ekspektasi panjang siklus
= [{t
p
+T
p
}. R
(tp)
] +[{M
(tp)
+T
f
}.{1-R
(tp)
}]
=

tp
0
(tp) f
}] R - .{1 [T dt] t.f(t) [ .R(tp)] Tp} [{tp + + +

Sehingga, model penentuan interval penggantian pencegahan dengan
kriteria meminimisasi ongkos ini dapat ditulis sebagai berikut:
9
( ) ( )
( ) | | ( )( ) | | ) ( 1 ) ( ) (
) ( 1 ) ( .
) (
tp R Tf tp M tp R Tp tp
tp R Cf tp R Cp
tp C
+ + +
+
=



9
J ardine, A.K.S. Maintenance, Replacement, and Reliability. Pittman Publishing Corporator. Canada, 1973.
Universitas Sumatera Utara

Dimana:
tp =interval waktu penggantian pencegahan
Tp =waktu untuk melakukan penggantian
Tf =waktu untuk melakukan penggantian kerusakan
Cp =biaya penggantian terencana (penggantian pencegahan)
Cf =biaya penggantian tidak terencana (penggantian kerusakan)
R(tp) =probabilitas terjadinya siklus pencegahan
Tp+tp =panjang siklus pencegahan
M(tp)+Tf =ekspektasi panjang siklus kerusakan
dari persamaan tersebut akan dicari harga t
p
yang memberikan nilai C
(tp)

yang paling optimum.

3.9.2.2. Model Interval Replacement (Block Replacement)
Model Interval Replacement adalah model penggantian komponen
dilakukan pada interval waktu yang tetap (konstan) tanpa memperhatikan umur
pakai dari komponen tersebut.
Dalam model ini, tindakan penggantian dilakukan pada suatu interval yang
tetap, jadi model ini digunakan jika diinginkan adanya konsistensi terhadap
interval penggantian yang telah ditentukan walaupun sebelumnya telah terjadi
penggantian akibat kerusakan. Pada model ini, sekalipun ongkosnya lebih tinggi
tetapi cocok untuk sistem multi komponen lain.
Model ini dapat menjamin semua komponen dalam sistem akan diganti
sebelum masa potensial kritis rusaknya Mean Time To Failure (MTTF).
Universitas Sumatera Utara

Keuntungan lain dari model ini adalah penjadwalannya yang lebih sederhana,
karena penentuan waktu perawatannya hanya dilakukan satu kali saja dan tetap.
Adapun prosedur dari model ini adalah :
1. Strategi model ini adalah melakukan penggantian kerusakan yang terjadi
dalam interval (0,t
p
) dengan mengabaikan frekuensi penggantian pencegahan
setiap selang waktu t
p
sekali secara konstan dengan mengabaikan umur
komponen, sehingga pada model ini akan terdapat kemungkinan terjadinya
penggantian komponen yang masih baru dipasang. Setelah penggantian
kerusakan harus mengalami penggantian lagi saat tiba waktu penggantian
pencegahan yang dilakukan dalam kurun waktu yang relatif berdekatan.
2. Kebijakan penggantian pencegahan model ini dapat dilihat pada Gambar 3.6.
Penggantian Kerusakan
Penggantian Pencegahan
0
tp

Gambar 3.6. Model Block Replacement
Sumber : Jardine .AKS , 1973
Pada model Interval Replacement (Block Replacement) penggantian
komponen selalu dilakukan pada interval waktu yang tetap (tp) tanpa
memperhatikan umur pakai dari komponen tersebut. Jadi sama sekali tidak
memperhatikan frekuensi penggantian komponen yang disebabkan oleh kerusakan
selama interval (tp) tersebut, yang perlu diperhatikan hanya melakukan
penggantian pencegahan (preventive) setiap interval waktu (tp) yang telah
ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara

Dengan memperhitungkan waktu penggantian preventive (tp), maka model
ongkos penggantian pencegahan Interval Replacement dapat diuraikan sebagai
berikut
Interval Panjang
tp) (0, Interval pada n penggantia total Ongkos Ekspektasi
(tp)
C =

1. Ekspektasi ongkos total
=Biaya penggantian secara grup pada saat tp +Ekspektasi ongkos
penggantian pada interval (0,tp)
= NC
g
+NC
f
.H
(tp)

2. Panjang interval = t
p
Sehingga :

p
t
tp
H
f
NC NCg
tp
C
) (
.
) (
+
=

Nilai H(tp) dapat diperoleh berdasarkan distibusi waktu kerusakan
komponen dan dicari dengan menggunakan rumus (Kulkarni, 1999) yaitu :

=
tp
dt t
tp
H
0
) (
) (


t
p
=Interval waktu penggantian
N =Jumlah komponen
H
(tp)
=ekspektasi banyaknya kerusakan
C
g
=Ongkos penggantian secara grup
C
f
=Ongkos perbaikan kerusakan

Universitas Sumatera Utara

3.10. Elemen-elemen dalam Perawatan
Terdapat beberapa elemen yang berpengaruh terhadap kegiatan perawatan
yaitu elemen waktu dan ongkos.
1. Elemen Waktu Perawatan
Elemen waktu yang dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Waktu Operasi (Up Time) : waktu dimana mesin berfungsi dengan baik
dan dipergunakan oleh sistem untuk melakukan kegiatan.
b. Waktu Delay (Delay Time) : Waktu dimana mesin berfungsi dengan baik
tetapi tidak digunakan oleh sistem.
c. Waktu Rintangan (Down Time) : waktu dimana sistem tidak dapat
digunakan akibat adanya kerusakan yang terjadi, waktu ini dibagi menjadi:
1. Downtime akibat penggantian pencegahan, meliputi waktu
pembongkaran, waktu menyiapkan komponen dan waktu pemasangan.
2. Down time akibat penggantian kerusakan, meliputi waktu membawa
peralatan ke bengkel, waktu pembongkaran, waktu menemukan
kerusakan, waktu menunggu komponen pengganti, waktu pemasangan
komponen dan waktu pengujian.
2. Elemen Ongkos Perawatan
Elemen ongkos yang berpengaruh terhadap perawatan dapat dibedakan
sebagai berikut:
a. Ongkos pemeliharaan akibat diadakannya perawatan untuk mencegah
terjadinya kerusakan pada mesin atau komponennya.
Universitas Sumatera Utara

b. Ongkos perbaikan yang dilakukan akibat terjadinya kerusakan komponen
kritis pada mesin/peralatan tersebut disamping biaya untuk penggantian
suku cadangnya.
Failure Cost adalah biaya yang timbul pada saat terjadi kerusakan pada mesin
yang menyebabkan berhentinya mesin dan proses produksi yang sedang berjalan.
Failure Cost dapat dirumuskan sebagai berikut :
Failure Cost =biaya kehilangan produksi +ongkos kerja +biaya pembelian
komponen
Preventive Cost adalah biaya penggantian terencana. Preventive Cost dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Preventive Cost =biaya tenaga kerja +biaya pembelian komponen

3.11. Identifikasi Material Menggunakan Analisis Klasifikasi ABC
Pemilihan suku cadang yang akan ditentukan persediaannya dilakukan
dengan menggunakan metode ABC, yaitu penentuan berdasarkan tingkat harga
tertinggi dari biaya penggunaan material per periode waktu tertentu (harga per
unit material dikalikan volume penggunaan dari material itu sampai periode waktu
tertentu)
10

10
Assauri Sofjan.,Manajemen Produksi dan Operasi.,p.265
.
Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum pareto dimana
sekitar 80 % dari nilai inventori material dipersentasikan (diwakili) oleh 20 %
material inventori.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan dari analisis ABC adalah untuk menentukan:
1. Frekuensi perhitungan inventori (cycle routing), dimana material kelas A harus
diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventori dibandingkan material-
material kelas B atau C.
2. Prioritas rekayasa (engineering), dimana material-material kelas A dan B
memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program
reduksi biaya ketika mancari material-material tertentu yang perlu difokuskan.
3. Prioritas pembelian, dimana aktifitas pembelian seharusnya difokuskan pada
bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan penggunaan dalam jumlah
tinggi (high usage). Fokus pada material-material kelas A untuk pemasok
(sourching) dan negosiasi.
4. Keamanan: meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik
dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC boleh
digunakan sebagai indikator dari material-material (kelas A dan B) yang
seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah
kehilangan, kerusakan, atau pencurian.
Prosedur pengelompokan material inventori ke dalam kelas A, B, dan C,
antara lain mengikuti prinsip 80-20:
1. Tentukan volume penggunaan per periode waktu dari material inventori yang
akan diklasifikasikan
2. Kalikan volume penggunaan per periode waktu dari setiap material inventori
dengan biaya per unitnya guna memperoleh nilai total penggunaan biaya per
periode waktu untuk setiap material inventori itu.
Universitas Sumatera Utara

3. Jumlahkan nilai total penggunaan biaya dari semua material inventori itu untuk
memperoleh nilai total penggunaan nilai keseluruhan.
4. Bagi nilai total penggunaan biaya dari setiap material inventori itu dengan nilai
total penggunaan biaya keseluruhan, untuk menetukan persentase nilai total
penggunaan biaya dari setiap material inventori.
5. Daftarkan material dalam rank persentase nilai total penggunaan biaya dengan
urutan menurun dari terbesar sampai terkecil.
6. Klasifikasikan material-material inventori itu ke dalam kelas A, B, dan C
dengan kriteria 20 % ke dalam kelas A (komponen kritis), 30 % kedalam kelas
B (komponen semi kritis, dan 50 % kedalam kelas C (komponen non kritis).

























Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. PDM Indonesia yang merupakan sebuah
perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang produksi kertas rokok (cigarette
paper). Produk yang dihasilkan berupa bobbin (gulungan) dan ream (lembaran).
Perusahaan ini berlokasi di Jalan Brigjend. Zein Hamid Km.6,9 Titi Kuning,
Medan, Sumatera Utara. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2010 sampai
dengan April 2010.

4.2. Objek Penelitian
Objek yang diteliti adalah komponen mesin produksi yang berperan vital
dalam kelancaran proses produksi di PT. PDM Indonesia. Dalam hal ini yang
menjadi objek penelitian adalah Paper Machine Suction Dryer. Fungsi Paper
Machine adalah untuk mengubah bubur kertas menjadi lembaran atau gulungan
kertas dan sekaligus dikeringkan.

4.3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai pada tugas akhir ini adalah penelitian yang
bersifat deskriptif yang menjelaskan kondisi dari suatu sistem dengan pengamatan
yang dilakukan. Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
Universitas Sumatera Utara

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antar fenomena yang diselidiki.

4.4. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam menganalisa selang waktu penggantian
komponen yang optimum adalah data komponen kritis, jumlah dan harga per
unitnya, dan data waktu kerusakan komponen mesin.

4.5. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan pengamatan langsung dan
melalui wawancara. Pada dasarnya sumber data dibagi dalam dua jenis, yaitu :

a. Data Primer
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan observasi langsung
terhadap urutan produksi, meninjau departemen yang menangani pengurutan
produksi dan sistem informasi yang digunakan untuk pengurutan produksi, serta
wawancara dengan pihak manajemen perusahaan, pembimbing lapangan, dan
terhadap pekerja produksi.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diamati peneliti. Data ini
merupakan data yang diperoleh dari dokumen perusahaan, hasil penelitian yang
Universitas Sumatera Utara

sudah lalu dan data lainnya. Dalam penelitian ini data diperoleh dari divisi
produksi, maintenance dan pembelian. Data sekunder yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah :
1. Komponen kritis, merupakan komponen dari mesin yang sering mengalami
kerusakan. Terdiri dari data jumlah dan harga komponen.
2. Selang waktu kerusakan pada komponen kritis, merupakan data waktu
kerusakan yang terjadi dalam dua tahun terakhir.
3. Waktu penggantian komponen, merupakan data waktu yang dibutuhkan untuk
mengganti komponen rusak.
4. Kebutuhan tenaga kerja, meliputi data jumlah tenaga kerja dan ongkos tenaga
kerja bagian maintenance.
5. Jumlah produksi rata-rata (production rate) dalam dua tahun terakhir.

4.5.1. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diperlukan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Teknik Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap objek
penelitian dengan melaksanakan pengamatan terhadap proses produksi
pembuatan kertas rokok yang memasukkan objek penelitian dalam proses
pembuatannya.
2. Mereview buku-buku laporan administrasi serta catatan-catatan pihak
perusahaan yang berhubungan dengan data yang diperlukan yaitu data
pemakaian komponen dan data kerusakan komponen untuk Paper Machine
serta harga komponen.
Universitas Sumatera Utara

3. Teknik Wawancara, yaitu melakukan wawancara dengan supervisor dan
karyawan divisi produksi, maintenance dan pembelian yang dapat
memberikan informasi yang diperlukan untuk menunjang penyelesaian
masalah.
4. Teknik Kepustakaan, yaitu dengan membaca buku-buku dan jurnal-jurnal
penelitian yang berkaitan dengan penerapan replacement maintenance dan
Paper Machine.

4.6. Pengolahan Data
Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka data diolah dengan langkah-
langkah pengerjaan sebagai berikut:
1. Pemilihan komponen kritis
Pemilihan komponen kritis dilakukan dengan menggunakan analisis
dengan motode ABC berdasarkan:
a. sering terjadi kegagalan atau frekuensi kerusakan
b. harga satuan komponen dan jumlah kebutuhan
c. ongkos tenaga kerja
Komponen kritis yang dipilih adalah komponen yang memiliki biaya dan
frekuensi kerusakan tertinggi.
2. Pemilihan pola distribusi kerusakan
Setiap mesin memiliki karakteristik kerusakan yang berbeda-beda. Bentuk
distribusi kerusakan komponen mengikuti distribusi Normal, Lognormal,
Eksponensial dan Weibull. Pemilihan distribusi dilakukan berdasarkan
Universitas Sumatera Utara

nilai index of fit yang paling besar dengan menggunakan metode Least
Square (kuadrat terkecil).
3. Perhitungan parameter distribusi
Tujuannya untuk mendapatkan parameter-parameter kerusakan sesuai
dengan distribusi yang terpilih untuk memperoleh nilai MTTF (Mean Time
To Failure). Perbedaan distribusi menyebabkan perbedaan cara
perhitungan MTTF, karena parameter yang digunakan tidak sama.
Perhitungan dilakukan dengan metode MLE (Maximum Likelihood
Estimator) secara manual dengan software Minitab 14.
4. Perhitungan Failure Cost (CF) dan Preventive Cost (Cp)
Nilai Failure Cost (CF) dan Preventive Cost (Cp) dirumuskan dengan:
Failure Cost = biaya kehilangan produksi + ongkos kerja + biaya
pengadaan komponen
Preventive Cost =biaya tenaga kerja +biaya pengadaan komponen
5. Perhitungan selang waktu penggantian pencegahan
Perhitungan selang waktu penggantian pencegahan yang optimum
dilakukan untuk model age replacement dan block replacement.
Perhitungan ini dilakukan dengan cara trial and error pada periode waktu
yang telah ditentukan, dimana nilai Tp (selang waktu) didapat sampai
memberikan nilai Ctp (ongkos perawatan) yang paling minimum.



Universitas Sumatera Utara

a. Perhitungan dengan model Age Replacement:
Model penentuan interval penggantian pencegahan dengan kriteria
meminimisasi ongkos dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

( ) ( )
( ) | | ( )( ) | | ) ( 1 ) ( ) (
) ( 1 ) ( .
) (
tp R Tf tp M tp R Tp tp
tp R Cf tp R Cp
tp C
+ + +
+
=
Dengan:
) (
) (
1
tp
tp
R
MTTF
M

=
Dimana:
tp =interval waktu penggantian pencegahan
Tp =waktu untuk melakukan penggantian
Tf =waktu untuk melakukan penggantian kerusakan
Cp =biaya penggantian terencana (penggantian pencegahan)
Cf = biaya penggantian tidak terencana (penggantian
kerusakan)
R(tp) =probabilitas terjadinya siklus pencegahan
Tp+tp =panjang siklus pencegahan
M(tp)+Tf =ekspektasi panjang siklus kerusakan
Dari persamaan tersebut akan dicari harga t
p
yang memberikan nilai C
(tp)

yang paling optimum.
b. Perhitungan dengan model Interval Replacement (Block Replacement)
Model ongkos penggantian pencegahan Interval Replacement dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:

p
t
tp
H
f
NC NCg
tp
C
) (
) (
+
=

Universitas Sumatera Utara

Dimana: N

=Jumlah komponen
C
g
=Ongkos penggantian secara grup
C
f
=Ongkos perbaikan kerusakan
H
(tp)
=ekspektasi banyaknya kerusakan
t
p
=Interval waktu penggantian.
6. Perhitungan ongkos perawatan kondisi saat ini dan usulan
Tujuannya untuk melihat besarnya penghematan sebelum dan sesudah
penggantian terencana dilakukan.
7. Melakukan perbandingan terhadap kedua metode.
Blok diagram pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Universitas Sumatera Utara

Pengumpulan Data:
- Data Komponen Kritis & harga per-unitnya
- Data selang waktu kerusakan komponen
- Data biaya penggantian (ongkos tenaga kerja,
biaya pembelian, dan opportunity cost
Pemilihan komponen kritis dilakukan
berdasarkan analisis dengan metode ABC
Pengujian pola distribusi dengan metode Least
square
secara manual dan Software Minitab 14
Penentuan parameter distribusi dengan metode Maximum
Likelihood Estimator (MLE) secara manual dan Software
Minitab 14
Perhitungan Mean Time To Failure
(MTTF)
Perhitungan Cost of Failure (Cf) dan Cost of
Preventive (Cp)
Perhitungan Trial and Error selang waktu
penggantian dengan kriteria minimisasi ongkos
minimum dengan metode Age Replacement dan
Block Replacement
Perhitungan ongkos perawatan

Perbandingan terhadap kedua
metode


Gambar 4.1. Blok Diagram Pengumpulan dan Pengolahan Data
Universitas Sumatera Utara

4.7. Analisis Data
Analisis dilakukan terhadap sistem perawatan sekarang yang hanya
melakukan penggantian apabila komponen telah mengalami kerusakan. Dengan
melakukan pengujian data waktu kerusakan terhadap masing-masing distribusi
(Normal, Lognormal, Eksponensial, dan Weibull) dengan metode Least Square
dan penentuan selang waktu penggantian yang optimal dengan membandingkan
model Age Replacement dan model Block Replacement berdasarkan keuntungan
dan kerugian dari kedua model tersebut, kemudian dilihat model penggantian
yang lebih sesuai dengan sistem perawatan yang ada di perusahaan.

4.8. Kesimpulan dan Saran
Tahapan ini menguraikan secara singkat hasil yang dicapai setelah
dilakukan analisis dan evaluasi permasalahan sehingga dapat ditarik kesimpulan.
Selanjutnya berdasarkan uraian dapat diberikan saran-saran yang membantu baik
dalam aplikasi hasil perancangan maupun dalam penelitian lanjutan.















Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan untuk menyelesaikan penelitian ini berupa data
sekunder. Adapun data sekunder yang dibutuhkan adalah data komponen kritis,
data selang waktu antar kerusakan, dan data harga komponen.

5.1.1. Pemilihan Komponen Kritis
Penelitian ini dilakukan pada Paper Machine Suction Dryer yang
berfungsi untuk mengeringkan lembaran kertas. Paper Machine Suction Dryer
terdiri dari beberapa komponen. Adapun jenis, jumlah, harga dan frekuensi
kerusakan masing-masing komponen dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Jenis, Jumlah, Harga, dan Frekuensi Kerusakan Komponen
Jenis Komponen Jumlah
Harga
(Rp/Unit)
Frekuensi
Kerusakan
Bearing No. 23034 K.C3 30 2.050.155 19
Bearing No. 22026 B6 6 1.500.000 2
Gear Coupling 15 6.300.000 13
Flat Belt 1 12.750.000 2
Link Belt 12 3.500.000 8
Adapter Sleve 30 1.200.000 4
Withdrawal sleeve 15 1.500.000 3
Shaft/as 2 2.800.000 1
Gear Box 6 1.800.000 1
Pulley 2 500.000 2
Sumber : PT. PDM Indonesia
Berdasarkan data diatas, maka dilakukan analisis untuk menentukan
komponen kritis yaitu dengan menggunakan metode ABC seperti pada Tabel 5.2.
Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.2. Analisis Spare Part
Jenis Komponen Jumlah
Harga
(Rp/Unit)
Frekuensi
Kerusakan
Total Biaya
Bearing No. 23034 K.C3 30 2.050.155 19 1.168.588.350
Bearing No. 22026 B6 6 1.500.000 2 18.000.000
Gear Coupling 15 6.300.000 13 1.228.500.000
Flat Belt 1 12.750.000 2 25.500.000
Link Belt 12 3.500.000 8 336.000.000
Adapter Sleve 30 1.200.000 4 144.000.000
Withdrawal sleeve 15 1.500.000 3 67.500.000
Shaft/as 2 2.800.000 1 5.600.000
Gear Box 6 1.800.000 1 10.800.000
Pulley 2 500.000 2 2.000.000
Total 134 33.900.155 55 3.006.488.350
Sumber : PT. PDM Indonesia
Selanjutnya dihitung persentase penyerapan biaya setiap komponen dan
diurutkan dari jumlah yang terbesar hingga terkecil, kemudian komponen
diklasifikasikan dengan metode ABC seperti pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Klasifikasi Komponen dengan Metode ABC
Jenis
Komponen
Total Biaya
Persentase
Nilai Tiap
Barang
(%)
Persentase
Nilai
Barang
(%)
Persentase
Jumlah Barang
Kategori
Gear Coupling 1.228.500.000 40.86
79.73 % 20 % 100
10
2
= x A Bearing No.
23034 K.C3
1.168.588.350 38.87
Link Belt 336.000.000 11.18
18.21 % 30 % 100
10
3
= x B
Adapter Sleve 144.000.000 4.79
Withdrawal
sleeve
67.500.000 2.25
Flat Belt 25.500.000 0.85
2.06 % 50 % 100
10
5
= x C
Bearing No.
22026 B6
18.000.000 0.60
Gear Box 10.800.000 0.36
Shaft/as 5.600.000 0.19
Pulley 2.000.000 0.07
Total 3.006.488.350 100
Sumber : PT. PDM Indonesia
Universitas Sumatera Utara

5.1.2. Data Selang Waktu Antar Kerusakan
Selang waktu antar kerusakan adalah selang waktu mesin/komponen
beroperasi normal (dalam kondisi baik) atau selesai diperbaiki sampai
mesin/komponen mengalami kerusakan kembali. Perhitungan selang antar waktu
kerusakan ini dipengaruhi oleh jam kerja produksi, dimana perusahaan
berproduksi setiap hari. Contoh perhitungan selang waktu antar kerusakan untuk
komponen bearing adalah sebagai berikut:
- Terjadi kerusakan pada tanggal 11 J anuari 2008
- Kerusakan kembali terjadi pada tanggal 12 Maret 2008
- Maka selang waktu antar kerusakan adalah 60 hari
Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Data Selang Waktu Antar Kerusakan Komponen Bearing
dan Gear Coupling Periode Tahun 2008-2009
No.
Observasi
Selang Waktu Antar Kerusakan (Hari)
Bearing Gear Coupling
1 11/01/08 60 19/03/08 110
2 12/03/08 60 07/07/08 112
3 21/05/08 49 12/09/08 45
4 09/07/08 20 27/10/08 25
5 29/07/08 62 21/11/08 30
6 29/09/08 46 21/12/08 16
7 14/11/08 41 06/01/09 20
8 25/12/08 51 26/01/09 32
9 14/02/09 20 27/02/09 28
10 06/03/09 31 27/03/09 52
11 06/04/09 22 18/05/09 81
12 28/04/09 20 07/08/09 103
13 18/05/09 17 18/11/09
14 04/06/09 12
15 16/06/09 21
16 07/07/09 101
17 16/10/09 36
18 21/11/09 28
19 19/12/09
Sumber : PT. PDM Indonesia
Universitas Sumatera Utara

5.2. Pengolahan Data
5.2.1. Pemilihan Pola Distribusi Kerusakan
Pola distribusi kerusakan dipilih dengan melakukan pengujian terhadap
distribusi normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Pengujian pola distribusi
dilakukan dengan menggunakan data selang waktu antar kerusakan tiap-tiap
komponen. Pemilihan distribusi dilakukan berdasarkan nilai index of fit yang
terbesar dengan menggunakan metode Least Square (kuadrat terkecil) secara
manual dan dengan menggunakan software Minitab 14.

5.2.1.1. Distribusi Kerusakan Komponen Bearing
5.2.1.1.1. Perhitungan Secara Manual
Perhitungan secara manual dilakukan dengan menghitung index of fit.
Pemilihan pola ditribusi dilakukan dengan cara memilih index of fit yang terbesar.
Berikut adalah perhitungan untuk mendapatkan distribusi kerusakan komponen
bearing.
1. Distribusi Normal
Langkah awal adalah menghitung nilai tengah kerusakan (median rank). Nilai
ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
4 . 0
3 . 0
) (
+

=
n
i
t F 0380 . 0
4 . 0 18
3 . 0 1
) ( =
+

= t F
Sedangkan nilai Yi = Zi =
-1
(F(ti)) diperoleh dari tabel Standardized Normal
Probabilities.
Perhitungan index of fit dengan distribusi normal dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.5. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi
Normal pada Komponen Bearing
i (Xi)=ti F (ti) Yi Xi.Yi Xi
2
Yi
2

1 12 0.0380 -1.7739 -21.2863 144 3.1466
2 17 0.0924 -1.3262 -22.5449 289 1.7587
3 20 0.1467 -1.0505 -21.0104 400 1.1036
4 20 0.2011 -0.8377 -16.7549 400 0.7018
5 20 0.2554 -0.6575 -13.1497 400 0.4323
6 21 0.3098 -0.4965 -10.4258 441 0.2465
7 22 0.3641 -0.3474 -7.6437 484 0.1207
8 28 0.4185 -0.2058 -5.7621 784 0.0423
9 31 0.4728 -0.0682 -2.1132 961 0.0046
10 36 0.5272 0.0682 2.4540 1296 0.0046
11 41 0.5815 0.2058 8.4373 1681 0.0423
12 46 0.6359 0.3474 15.9822 2116 0.1207
13 49 0.6902 0.4965 24.3269 2401 0.2465
14 51 0.7446 0.6575 33.5317 2601 0.4323
15 60 0.7989 0.8377 50.2647 3600 0.7018
16 60 0.8533 1.0505 63.0313 3600 1.1036
17 62 0.9076 1.3262 82.2227 3844 1.7587
18 101 0.9620 1.7739 179.1595 10201 3.1466
Total 697 9.0000 0.0000 338.7193 35643 15.1144
Sumber : Pengolahan Data
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= = =
n
i i
n
i
Yi Xi XiYi n Sxy
1 1 1
= (18x338.7193) - (697x0)
= 6096.9482

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Xi Xi n Sxx = (18x35643) (697)
2

=155765

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Yi Yi n Syy = (18x15.1144) (0)
2
=272.0587
Index of Fit adalah 9366 . 0
0587 . 272 155765
6096.9482
= =
x SxxSyy
Sxy

Universitas Sumatera Utara

2. Distribusi Lognormal
Perhitungan index of fit distribusi lognormal dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi
Lognormal pada Komponen Bearing
i Ti (Xi)=ln ti F (ti) Yi Xi.Yi Xi
2
Yi
2

1 12 2.4849 0.0380 -1.7739 -4.4079 6.1748 3.1466
2 17 2.8332 0.0924 -1.3262 -3.7573 8.0271 1.7587
3 20 2.9957 0.1467 -1.0505 -3.1471 8.9744 1.1036
4 20 2.9957 0.2011 -0.8377 -2.5097 8.9744 0.7018
5 20 2.9957 0.2554 -0.6575 -1.9696 8.9744 0.4323
6 21 3.0445 0.3098 -0.4965 -1.5115 9.2691 0.2465
7 22 3.0910 0.3641 -0.3474 -1.0740 9.5545 0.1207
8 28 3.3322 0.4185 -0.2058 -0.6857 11.1036 0.0423
9 31 3.4340 0.4728 -0.0682 -0.2341 11.7923 0.0046
10 36 3.5835 0.5272 0.0682 0.2443 12.8416 0.0046
11 41 3.7136 0.5815 0.2058 0.7642 13.7906 0.0423
12 46 3.8286 0.6359 0.3474 1.3302 14.6585 0.1207
13 49 3.8918 0.6902 0.4965 1.9322 15.1463 0.2465
14 51 3.9318 0.7446 0.6575 2.5851 15.4593 0.4323
15 60 4.0943 0.7989 0.8377 3.4300 16.7637 0.7018
16 60 4.0943 0.8533 1.0505 4.3012 16.7637 1.1036
17 62 4.1271 0.9076 1.3262 5.4733 17.0332 1.7587
18 101 4.6151 0.9620 1.7739 8.1866 21.2993 3.1466
Total 697 63.0874 9.0000 0.0000 8.9502 226.6007 15.1144
Sumber : Pengolahan Data

|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= = =
n
i i
n
i
Yi Xi XiYi n Sxy
1 1 1
= (18x8.9502) (63.0874x0)
= 161.1035

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Xi Xi n Sxx = (18x226.6007) (63.0874)
2

=98.7938

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Yi Yi n Syy = (18x15.1144) (0)
2

Universitas Sumatera Utara

=272.0587
Index of Fit adalah 9827 . 0
2.0587 98.7938x27
1035 . 161
= =
SxxSyy
Sxy

3. Distribusi Eksponensial
Perhitungan index of fit dengan distribusi eksponensial dapat dilihat pada
Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi
Eksponensial pada Komponen Bearing
i Xi=ti F (ti) Yi=ln(1/1-F(ti)) Xi,Yi Xi
2
Yi
2

1 12 0.0380 0.0388 0.4654 144 0.0015
2 17 0.0924 0.0969 1.6480 289 0.0094
3 20 0.1467 0.1587 3.1738 400 0.0252
4 20 0.2011 0.2245 4.4901 400 0.0504
5 20 0.2554 0.2950 5.8991 400 0.0870
6 21 0.3098 0.3707 7.7857 441 0.1375
7 22 0.3641 0.4528 9.9608 484 0.2050
8 28 0.4185 0.5421 15.1790 784 0.2939
9 31 0.4728 0.6402 19.8470 961 0.4099
10 36 0.5272 0.7490 26.9650 1296 0.5610
11 41 0.5815 0.8711 35.7163 1681 0.7589
12 46 0.6359 1.0102 46.4712 2116 1.0206
13 49 0.6902 1.1719 57.4223 2401 1.3733
14 51 0.7446 1.3648 69.6042 2601 1.8626
15 60 0.7989 1.6040 96.2411 3600 2.5729
16 60 0.8533 1.9191 115.1459 3600 3.6829
17 62 0.9076 2.3817 147.6668 3844 5.6726
18 101 0.9620 3.2690 330.1716 10201 10.6865
Total 697 9.0000 17.1607 993.8533 35643 29.4111
Sumber : Pengolahan Data
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= = =
n
i i
n
i
Yi Xi XiYi n Sxy
1 1 1
= (18x993.8533) - (697x17.1607)
= 5928.3815
Universitas Sumatera Utara


2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Xi Xi n Sxx = (18x35643) (697)
2

=155765

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Yi Yi n Syy =(18x29.4111)(17.1607)
2
=234.9118
Index of Fit adalah 9801 . 0
9118 . 234 155765
5928.3815
= =
x SxxSyy
Sxy

4. Distribusi Weibull
Perhitungan index of fit dengan distribusi weibull dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi
Weibull pada Komponen Bearing
I ti Xi=ln (ti) F (ti) Yi=ln ln(1/1-F(ti)) Xi.Yi Xi
2
Yi
2

1 12 2.4849 0.03804 -3.2497 -8.0752 6.1748 10.5605
2
17 2.8332 0.09239 -2.3336 -6.6117 8.0271 5.4459
3
20 2.9957 0.14674 -1.8408 -5.5146 8.9744 3.3886
4
20 2.9957 0.20109 -1.4939 -4.4752 8.9744 2.2316
5
20 2.9957 0.25543 -1.2209 -3.6576 8.9744 1.4907
6
21 3.0445 0.30978 -0.9922 -3.0209 9.2691 0.9845
7
22 3.0910 0.36413 -0.7924 -2.4493 9.5545 0.6279
8 28 3.3322 0.41848 -0.6123 -2.0403 11.1036 0.3749
9
31 3.4340 0.47283 -0.4459 -1.5313 11.7923 0.1989
10
36 3.5835 0.52717 -0.2890 -1.0356 12.8416 0.0835
11
41 3.7136 0.58152 -0.1380 -0.5123 13.7906 0.0190
12
46 3.8286 0.63587 0.0102 0.0390 14.6585 0.0001
13 49 3.8918 0.69022 0.1586 0.6173 15.1463 0.0252
14
51 3.9318 0.74457 0.3110 1.2228 15.4593 0.0967
15 60 4.0943 0.79891 0.4725 1.9346 16.7637 0.2233
16 60 4.0943 0.85326 0.6519 2.6689 16.7637 0.4249
17 62 4.1271 0.90761 0.8678 3.5816 17.0332 0.7531
18 101 4.6151 0.96196 1.1845 5.4666 21.2993 1.4030
Total 697 63.0874 9.00000 -9.7522 -23.3931 226.6007 28.3323
Sumber : Pengolahan Data

Universitas Sumatera Utara


|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= = =
n
i i
n
i
Yi Xi XiYi n Sxy
1 1 1
=(18x-23.3931) (63.0874x-9.7522)
= 194.1678

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Xi Xi n Sxx = (18x226.6007) (63.0874)
2
=98.7938

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Yi Yi n Syy = (18x28.3323) (-9.7522)
2

=414.8749
Index of Fit adalah 9591 . 0
414.8749 7938 . 98
194.1678
= =
x SxxSyy
Sxy


Rekapitulasi hasil perhitungan pola distribusi waktu selang waktu
kerusakan komponen bearing dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Rekapitulasi Perhitungan Manual Distribusi Selang
Waktu Antar Kerusakan pada Komponen Bearing
Distribusi Index of Fit
Normal 0.9366
Lognormal 0.9827
Eksponensial 0.9801
Weibull 0.9591
Sumber : Pengolahan Data

Universitas Sumatera Utara

5.2.1.1.2. Perhitungan dengan Bantuan Software Minitab 14
Perhitungan dengan menggunakan bantuan software dilihat dari nilai
correlation coefficient. Pemilihan dilakukan berdasarkan nilai correlation
coefficient yang terbesar dari setiap distribusi. Berikut adalah hasil perhitungan
untuk pemilihan distribusi komponen bearing.
Distribution ID Plot: Bearing

Goodness- of - Fi t

Ander son- Dar l i ng Cor r el at i on
Di st r i but i on ( adj ) Coef f i ci ent
Wei bul l 1. 381 0. 959
Lognor mal 0. 994 0. 983
Exponent i al 3. 415 *
Nor mal 1. 332 0. 937
*= t i dak t er def i ni si

Setelah dilakukan perhitungan secara manual dan bantuan software, dapat
dilihat hasilnya dimana index of fit yang terbesar adalah 0.9827 yaitu distribusi
lognormal. Maka dapat disimpulkan bahwa data selang waktu antar kerusakan
komponen bearing adalah berdistribusi lognormal.

5.2.1.2. Distribusi Kerusakan Komponen Gear Coupling
5.2.1.2.1. Perhitungan Secara Manual
Perhitungan secara manual dilakukan dengan menghitung index of fit.
Pemilihan pola ditribusi dilakukan dengan cara memilih index of fit yang terbesar.
Berikut adalah perhitungan untuk memperoleh distribusi kerusakan komponen
Gear Coupling.
1. Distribusi Normal
Langkah awal adalah menghitung nilai tengah kerusakan (median rank). Nilai
ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Universitas Sumatera Utara

4 . 0
3 . 0
) (
+

=
n
i
t F 0565 . 0
4 . 0 12
3 . 0 1
) ( =
+

= t F
Sedangkan nilai Yi = Zi =
-1
(F(ti)) diperoleh dari tabel Standardized Normal
Probabilities.
Perhitungan index of fit distribusi normal dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi
Normal pada Komponen Gear Coupling
i (Xi)=ti F (ti) Yi Xi.Yi Xi
2
Yi
2

1 16 0.0565 -1.5853 -25.3644 256 2.5131
2 20 0.1371 -1.0935 -21.8691 400 1.1956
3 25 0.2177 -0.7798 -19.4961 625 0.6082
4 28 0.2984 -0.5290 -14.8133 784 0.2799
5 30 0.3790 -0.3080 -9.2407 900 0.0949
6 32 0.4597 -0.1012 -3.2399 1024 0.0103
7 45 0.5403 0.1012 4.5561 2025 0.0103
8 52 0.6210 0.3080 16.0172 2704 0.0949
9 81 0.7016 0.5290 42.8526 6561 0.2799
10 103 0.7823 0.7798 80.3237 10609 0.6082
11 110 0.8629 1.0935 120.2802 12100 1.1956
12 112 0.9435 1.5853 177.5511 12544 2.5131
Total 654 6.0000 0.0000 347.5575 50532 9.4038
Sumber : Pengolahan Data

|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= = =
n
i i
n
i
Yi Xi XiYi n Sxy
1 1 1
= (12x347.5575) (654x0)
= 4170.6902

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Xi Xi n Sxx = (12x50532) (654)
2
=178668

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Yi Yi n Syy = (12x9.4038) (0)
2
=112.8462
Index of Fit adalah 9288 . 0
8462 . 112 178668
4170.6902
= =
x SxxSyy
Sxy

Universitas Sumatera Utara

2. Distribusi Lognormal
Perhitungan index of fit distribusi lognormal dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Tabel 5.11. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi
Lognormal pada Komponen Gear Coupling
i Ti (Xi)=ln ti F (ti) Yi Xi.Yi Xi
2
Yi
2

1 16 2.7726 0.0565 -1.5853 -4.3953 7.6872 2.5131
2 20 2.9957 0.1371 -1.0935 -3.2757 8.9744 1.1956
3 25 3.2189 0.2177 -0.7798 -2.5102 10.3612 0.6082
4 28 3.3322 0.2984 -0.5290 -1.7629 11.1036 0.2799
5 30 3.4012 0.3790 -0.3080 -1.0476 11.5681 0.0949
6 32 3.4657 0.4597 -0.1012 -0.3509 12.0113 0.0103
7 45 3.8067 0.5403 0.1012 0.3854 14.4907 0.0103
8 52 3.9512 0.6210 0.3080 1.2171 15.6123 0.0949
9 81 4.3944 0.7016 0.5290 2.3249 19.3112 0.2799
10 103 4.6347 0.7823 0.7798 3.6144 21.4807 0.6082
11 110 4.7005 0.8629 1.0935 5.1398 22.0945 1.1956
12 112 4.7185 0.9435 1.5853 7.4801 22.2642 2.5131
Total 654 45.3924 6.0000 0.0000 6.8189 176.9595 9.4038
Sumber : Pengolahan Data
|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= = =
n
i i
n
i
Yi Xi XiYi n Sxy
1 1 1
= (12x6.8189) - (45.3924x0)
= 81.8272

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Xi Xi n Sxx = (12x176.9595) (45.3924)
2

=63.0445

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Yi Yi n Syy = (12x9.4038) (0)
2

=112.8462
Index of Fit adalah 9701 . 0
8462 . 112 0445 . 63
8272 . 81
= =
x SxxSyy
Sxy

Universitas Sumatera Utara

3. Distribusi Eksponensial
Perhitungan index of fit dengan distribusi eksponensial dapat dilihat pada
Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi
Eksponensial pada Komponen Gear Coupling
i Xi=ti F (ti) Yi=ln(1/1-F(ti)) Xi.Yi Xi
2
Yi
2

1 16 0.0565 0.0581 0.9297 256 0.0034
2 20 0.1371 0.1475 2.9491 400 0.0217
3 25 0.2177 0.2456 6.1393 625 0.0603
4 28 0.2984 0.3544 9.9225 784 0.1256
5 30 0.3790 0.4765 14.2943 900 0.2270
6 32 0.4597 0.6156 19.6988 1024 0.3789
7 45 0.5403 0.7772 34.9754 2025 0.6041
8 52 0.6210 0.9701 50.4470 2704 0.9412
9 81 0.7016 1.2094 97.9585 6561 1.4626
10 103 0.7823 1.5244 157.0178 10609 2.3239
11 110 0.8629 1.9871 218.5775 12100 3.9484
12 112 0.9435 2.8744 321.9296 12544 8.2620
Total 654 6.0000 11.2402 934.8393 50532 18.3592
Sumber : Pengolahan Data

|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= = =
n
i i
n
i
Yi Xi XiYi n Sxy
1 1 1
= (12x934.8393) - (654x11.2402)
= 3866.9930

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Xi Xi n Sxx = (12x50532) (654)
2

=178668

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Yi Yi n Syy = (12x18.3592) (11.2402)
2

=93.9684
Index of Fit adalah 9438 . 0
9684 . 93 178668
9930 . 3866
= =
x SxxSyy
Sxy

Universitas Sumatera Utara

4. Distribusi Weibull
Perhitungan index of fit distribusi weibull dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Tabel 5.13. Perhitungan Index of Fit dengan Distribusi
Weibull pada Komponen Gear Coupling
i ti Xi=ln (ti) F (ti) Yi=ln ln(1/1-F(ti)) Xi.Yi Xi
2
Yi
2

1 16 2.7726 0.0565 -2.8455 -7.8893 7.6872 8.0966
2 20 2.9957 0.1371 -1.9142 -5.7346 8.9744 3.6643
3 25 3.2189 0.2177 -1.4042 -4.5199 10.3612 1.9717
4 28 3.3322 0.2984 -1.0374 -3.4568 11.1036 1.0762
5 30 3.4012 0.3790 -0.7413 -2.5214 11.5681 0.5496
6 32 3.4657 0.4597 -0.4852 -1.6815 12.0113 0.2354
7 45 3.8067 0.5403 -0.2520 -0.9593 14.4907 0.0635
8 52 3.9512 0.6210 -0.0303 -0.1198 15.6123 0.0009
9 81 4.3944 0.7016 0.1901 0.8354 19.3112 0.0361
10 103 4.6347 0.7823 0.4216 1.9541 21.4807 0.1778
11 110 4.7005 0.8629 0.6867 3.2276 22.0945 0.4715
12 112 4.7185 0.9435 1.0558 4.9820 22.2642 1.1148
Total 654 45.3924 6.0000 -6.3559 -15.8835 176.9595 17.4585
Sumber : Pengolahan Data

|
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= = =
n
i i
n
i
Yi Xi XiYi n Sxy
1 1 1
= (12x-15.8835) - (45.3924x-6.3559)
= 97.9076

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Xi Xi n Sxx = (12x176.9595) (45.3924)
2

=63.0445

2
1 1
2
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
=

= =
n
i
n
i
Yi Yi n Syy = (12x17.4585) (-6.3559)
2

=169.1042
Index of Fit adalah 9482 . 0
1042 . 169 0445 . 63
9076 . 97
= =
x SxxSyy
Sxy

Universitas Sumatera Utara

Rekapitulasi hasil perhitungan pola distribusi waktu selang waktu
kerusakan komponen Gear Coupling dapat dilihat pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14. Rekapitulasi Perhitungan Manual Distribusi Selang
Waktu Antar Kerusakan pada Komponen Gear Coupling
Distribusi Index of Fit
Normal 0.9288
Lognormal 0.9701
Eksponensial 0.9438
Weibull 0.9482
Sumber : Pengolahan Data

5.2.1.2.2. Perhitungan dengan Bantuan Software Minitab 14
Perhitungan dengan menggunakan bantuan software dilihat dari nilai
correlation coefficient. Pemilihan dilakukan berdasarkan nilai correlation
coefficient yang terbesar dari setiap distribusi. Berikut adalah hasil perhitungan
untuk pemilihan distribusi komponen Gear Coupling.

Distribution ID Plot: Gear Coupling

Goodness- of - Fi t

Ander son- Dar l i ng Cor r el at i on
Di st r i but i on ( adj ) Coef f i ci ent
Wei bul l 1. 749 0. 948
Lognor mal 1. 324 0. 970
Exponent i al 2. 158 *
Nor mal 1. 742 0. 929
*= t i dak t er def i ni si


Setelah dilakukan perhitungan secara manual dan bantuan software, dapat
dilihat hasilnya dimana index of fit yang terbesar adalah 0.9701 yaitu distribusi
lognormal. Maka dapat disimpulkan bahwa data selang waktu antar kerusakan
komponen Gear Coupling adalah berdistribusi lognormal.
Universitas Sumatera Utara

Pola distribusi terpilih selang waktu antar kerusakan pada komponen
bearing dan Gear Coupling dapat dilihat pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15. Pola Distribusi Terpilih Data Selang Waktu
Antar Kerusakan Tiap Komponen
Komponen Distribusi Terpilih
Bearing Lognormal
Gear Coupling Lognormal
Sumber : Pengolahan Data

5.2.2. Perhitungan Parameter Distribusi
Setelah pola distribusi data selang waktu antar kerusakan diperoleh, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan parameter distribusi untuk
mendapatkan nilai MTTF (Mean Time To Failure) dengan metode Maximum
Likelihood Estimator (MLE). Perhitungan dilakukan secara manual dan bantuan
software Minitab 14.

5.2.2.1. Perhitungan MTTF Komponen Bearing
Berdasarkan hasil perhitungan index of fit, selang waktu antar kerusakan
pada komponen bearing adalah berdistribusi lognormal. Jadi parameter yang
digunakan adalah s dan t
med
yang dapat dituliskan dengan rumus:
n
ti
x
n
i

=
= =
1

Universitas Sumatera Utara

n
ti
s
n
i
2
1 2
ln |
.
|

\
|

=

=

(parameter bentuk)
t
med
=e

(parameter lokasi)

Perhitungan MTTF dapat dilakukan secara manual dan dengan bantuan
software. Hasil perhitungan secara manual dapat dilihat pada Tabel 5.16.

Tabel 5.16. Perhitungan MTTF Komponen Bearing
I Ti ln (ti) U (ln (ti)-u)
2

1 12 2.4849 3.5049 1.0403
2 17 2.8332 3.5049 0.4512
3 20 2.9957 3.5049 0.2593
4 20 2.9957 3.5049 0.2593
5 20 2.9957 3.5049 0.2593
6 21 3.0445 3.5049 0.2119
7 22 3.0910 3.5049 0.1713
8 28 3.3322 3.5049 0.0298
9 31 3.4340 3.5049 0.0050
10 36 3.5835 3.5049 0.0062
11 41 3.7136 3.5049 0.0435
12 46 3.8286 3.5049 0.1048
13 49 3.8918 3.5049 0.1497
14 51 3.9318 3.5049 0.1823
15 60 4.0943 3.5049 0.3474
16 60 4.0943 3.5049 0.3474
17 62 4.1271 3.5049 0.3872
18 101 4.6151 3.5049 1.2326
Total 697 63.0874 5.4885
Sumber : Pengolahan Data
- = 5049 . 3
18
0874 . 63
ln
1
= =

=
n
ti
n
i

- t
med
=e

=e
3.5049
=33.2766
- s
2
=
( )
0.3049
18
4885 . 5
ln
1
2
= =

=
n
ti
n
i


Universitas Sumatera Utara

- s = 5522 . 0 3049 . 0
2
= = s
- MTTF = 38.7570 2766 . 33
2
3049 . 0
2
2
= = e e t
s
med


Perhitungan MTTF komponen bearing dengan bantuan software dapat
dilihat sebagai berikut:

Distribution Analysis: Bearing

Censor i ng I nf or mat i on Count
Uncensor ed val ue 18

Di st r i but i on: Lognor mal

Par amet er Est i mat es

St andar d 95. 0%Nor mal CI
Par amet er Est i mat e Er r or Lower Upper
Locat i on 3. 50486 0. 139575 3. 23129 3. 77842
Scal e 0. 592165 0. 110045 0. 411395 0. 852366

Log- Li kel i hood = - 78. 023

Goodness- of - Fi t
Cor r el at i on Coef f i ci ent = 0. 983


Char act er i st i cs of Di st r i but i on

St andar d 95. 0%Nor mal CI
Est i mat e Er r or Lower Upper
Mean( MTTF) 39. 6537 6. 10815 29. 3202 53. 6291
St andar d Devi at i on 25. 6986 8. 16641 13. 7854 47. 9073
Medi an 33. 2766 4. 64457 25. 3124 43. 7467
Fi r st Quar t i l e( Q1) 22. 3192 3. 52829 16. 3726 30. 4256
Thi r d Quar t i l e( Q3) 49. 6136 7. 84307 36. 3948 67. 6334
I nt er quar t i l e Range( I QR) 27. 2944 6. 55894 17. 0422 43. 7140


Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka diperoleh nilai MTTF
komponen bearing sebesar 39.6537.



Universitas Sumatera Utara

5.2.2.2. Perhitungan MTTF Komponen Gear Coupling
Berdasarkan hasil perhitungan index of fit, selang waktu antar kerusakan
pada komponen gear coupling adalah berdistribusi lognormal. Perhitungan MTTF
dapat dilakukan secara manual dan dengan bantuan software. Hasil perhitungan
secara manual dapat dilihat pada Tabel 5.17.
Tabel 5.17. Perhitungan MTTF Komponen Gear Coupling
I Ti ln (ti) U (ln ti-u)
2

1 16 2.7726 3.7827 1.0203
2 20 2.9957 3.7827 0.6193
3 25 3.2189 3.7827 0.3179
4 28 3.3322 3.7827 0.2029
5 30 3.4012 3.7827 0.1455
6 32 3.4657 3.7827 0.1005
7 45 3.8067 3.7827 0.0006
8 52 3.9512 3.7827 0.0284
9 81 4.3944 3.7827 0.3742
10 103 4.6347 3.7827 0.7260
11 110 4.7005 3.7827 0.8423
12 112 4.7185 3.7827 0.8757
Total 654 45.3924 5.2537
Sumber : Pengolahan Data
- = 3.7827
12
3924 . 45
ln
1
= =

=
n
ti
n
i

- t
med
=e

=e
3.7827
=43.9345
- s
2
=
( )
0.4378
12
2537 . 5
ln
1
2
= =

=
n
ti
n
i


- s = 6617 . 0 4378 . 0
2
= = s
- MTTF = 54.6858 9345 . 43
2
4378 . 0
2
2
= = e e t
s
med

Perhitungan MTTF komponen gear coupling dengan bantuan software
dapat dilihat sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara

Distribution Analysis: Gear Coupling

Censor i ng I nf or mat i on Count
Uncensor ed val ue 12

Di st r i but i on: Lognor mal

Par amet er Est i mat es

St andar d 95. 0%Nor mal CI
Par amet er Est i mat e Er r or Lower Upper
Locat i on 3. 78270 0. 209325 3. 37243 4. 19297
Scal e 0. 725122 0. 171030 0. 456713 1. 15127

Log- Li kel i hood = - 57. 559

Goodness- of - Fi t
Cor r el at i on Coef f i ci ent = 0. 970

Char act er i st i cs of Di st r i but i on

St andar d 95. 0%Nor mal CI
Est i mat e Er r or Lower Upper
Mean( MTTF) 57. 1455 13. 9038 35. 4716 92. 0626
St andar d Devi at i on 47. 5310 22. 6160 18. 7052 120. 779
Medi an 43. 9345 9. 19658 29. 1493 66. 2191
Fi r st Quar t i l e( Q1) 26. 9400 6. 43885 16. 8638 43. 0369
Thi r d Quar t i l e( Q3) 71. 6496 17. 1247 44. 8508 114. 461
I nt er quar t i l e Range( I QR) 44. 7096 14. 7287 23. 4417 85. 2731


Maka diperoleh nilai MTTF komponen gear coupling sebesar 57.1455.

5.2.3. Perhitungan Cost of Failure dan Cost of Preventive
5.2.3.1. Perhitungan Cost of Failure
Adalah biaya yang timbul pada saat terjadi kerusakan yang menyebabkan
terhentinya mesin pada saat proses produksi. Biaya ini terdiri dari biaya tenaga
kerja, biaya komponen dan biaya kehilangan produksi.
1. Biaya tenaga kerja
Berhubungan dengan gaji karyawan yang bertugas langsung melakukan
penggantian. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jumlah tenaga : 3 orang
Biaya tenaga kerja/bulan/orang : Rp. 1.600.000,-/bulan
Universitas Sumatera Utara

Biaya tenaga kerja/hari/orang : Rp. 1.600.000,-/(30 hari) =Rp. 53.333,333
Total biaya tenaga kerja/hari : Rp. 159.999,999,-/hari Rp.160.000,-/hari
2. Biaya komponen
a. Komponen bearing terdiri dari 30 unit. Jika salah satu unit mengalami
kerusakan, maka semua bearing akan diganti karena dalam waktu dekat
komponen tersebut akan rusak. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Harga/unit : Rp. 2.050.155,-
Total biaya komponen bearing : Rp. 61.504.650,-
b. Komponen gear coupling terdiri dari 15 unit.
Harga/unit : Rp. 6.300.000,-
Total biaya komponen gear coupling : Rp. 94.500.000,-
3. Biaya kehilangan produksi didasarkan atas output dan laba yang seharusnya
diperoleh.
Output/hari : 16.18 ton/hari
Laba/ton : Rp. 1.719.725,36,-/ton
Biaya kehilangan produksi =Rp. 1.719.725,36,-/ton x 16.18 ton/hari
=Rp. 27.825.156,31,-/hari
Karena kerusakan bearing hanya 3 jam dalam sehari dan kerusakan gear
coupling hanya 1 jam dalam sehari maka biaya kehilangan produksi menjadi:
a. Komponen bearing =0.125 hari x Rp. 27.825.156,31,-/hari
=Rp. 3.478.144,54,-
b. Komponen gear coupling =0.042 hari x 27.825.156,31,-/hari
=Rp. 1.159.381,51,-
Universitas Sumatera Utara

5.2.3.2. Perhitungan Cost of Preventive
Adalah biaya yang timbul karena kerusakan diluar perkiraan yang
menyebabkan terhentinya proses produksi. Biaya ini terdiri dari biaya tenaga kerja
dan biaya pembelian komponen.

5.2.4. Perhitungan Selang Waktu Penggantian Pencegahan
Perhitungan waktu pencegahan (tp) dilakukan untuk semua komponen
kritis yaitu komponen bearing dan gear coupling dari paper machine suction
dryer. Perhitungan dilakukan berdasarkan pola distribusi yang telah terpilih yaitu
distribusi lognormal untuk masing-masing komponen dengan cara trial and error.

5.2.4.1. Metode Age Replacement
5.2.4.1.1. Selang Waktu Penggantian Komponen Bearing
Untuk mendapatkan selang waktu antar kerusakan (tp), maka dibutuhkan
data-data yang telah diperoleh sebelumnya. Data-data yang dibutuhkan untuk
melakukan perhitungan selang waktu penggantian adalah:
1. Data waktu kerusakan komponen berdistribusi lognormal
Parameter : MTTF =39.6537
t
med
=33.2766
s =0.5522
2. Data waktu perbaikan adalah 3 jam. Maka Tf =Tp =3 jam =0.125 hari
3. Data Cf (cost of failure) dan data Cp (cost of preventive)
Universitas Sumatera Utara

Cf (cost of failure) =biaya tenaga kerja +biaya komponen +biaya
kehilangan produksi
=Rp.160.000,-+Rp. 61.504.650,-+Rp.3.478.144,54,-
=Rp. 65.142.764,54,-
Cp (cost of preventive) =biaya tenaga kerja +biaya komponen
=Rp.160.000,- +Rp. 61.504.650,-
=Rp. 61.664.650,-

Berikut adalah contoh perhitungan untuk tp =25 hari:
1.
|
.
|

\
|
=
tmed
t
s
tp R ln
1
1 ) ( =
|
.
|

\
|
=
2766 . 33
25
ln
5522 . 0
1
1 ) 25 ( R
= 1 - (-0.5179) =1 0.3023 =0.6977
2. F(tp) =1 R(tp) =1 0.6977 =0.3023
3. (tp +Tp) x R(tp) =(25 +0.125) x 0.0.6977 =17.5304
4.
) (
) (
1
tp
tp
R
MTTF
M

= =
6977 . 0 1
39.6537
) 25 (

= M =131.1857
5.
( ) ( )
( ) | | ( )( ) | | ) ( 1 ) ( ) (
) ( 1 ) ( .
) (
tp R Tf tp M tp R Tp tp
tp R Cf tp R Cp
tp C
+ + +
+
=
( ) ( )
( ) ( )
4119 . 096013 1
3023 . 0 ) 125 . 0 1857 . 131 ( 5304 . 17
4x0.3023 65142764.5 6977 . 0 61664650
) ( =
+ +
+
=
x
x
tp C

Hasil perhitungan selang waktu penggantian yang lainnya dapat dilihat pada
Tabel 5.18.


Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.18. Perhitungan Selang Waktu Penggantian Komponen
Bearing Metode Age Replacement
Sumber : Pengolahan Data
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh bahwa C(tp) yang paling
minimum adalah Rp. 1.096.013,4119,-. Sehingga selang waktu penggantian
pencegahan komponen bearing yang optimum dengan kriteria minimisasi ongkos
adalah 25 hari.
Tp R(tp) F(tp)=1-R(tp) (tp+Tp)R(tp) M(tp) C(tp)
5 0.9997 0.0003 5.1235 132602.5140 1377167.0293
6 0.9990 0.0010 6.1191 41293.0806 1347258.7176
7 0.9976 0.0024 7.1081 16674.2192 1318866.8486
8 0.9951 0.0049 8.0850 8056.8586 1292053.6030
9 0.9911 0.0089 9.0434 4434.2553 1266899.6414
10 0.9853 0.0147 9.9758 2691.4496 1243485.6513
11 0.9775 0.0225 10.8747 1762.1265 1221878.0431
12 0.9676 0.0324 11.7325 1224.9431 1202120.2080
13 0.9556 0.0444 12.5426 893.6904 1184228.9205
14 0.9415 0.0585 13.2993 678.3570 1168194.6313
15 0.9255 0.0745 13.9979 532.1237 1153984.2391
16 0.9076 0.0924 14.6349 429.1066 1141545.1350
17 0.8881 0.1119 15.2080 354.2403 1130809.6322
18 0.8671 0.1329 15.7161 298.3628 1121699.2167
19 0.8449 0.1551 16.1590 255.6866 1114128.3074
20 0.8217 0.1783 16.5373 222.4333 1108007.3935
21 0.7978 0.2022 16.8525 196.0638 1103245.5359
22 0.7732 0.2268 17.1067 174.8273 1099752.2785
23 0.7482 0.2518 17.3024 157.4886 1097439.0522
24 0.7230 0.2770 17.4426 143.1587 1096220.1571
25 0.6977 0.3023 17.5304 131.1857 1096013.4119
26 0.6725 0.3275 17.5693 121.0836 1096740.5428
27 0.6475 0.3525 17.5627 112.4845 1098327.3792
28 0.6227 0.3773 17.5142 105.1062 1100703.9072
29 0.5984 0.4016 17.4272 98.7295 1103804.2217
30 0.5744 0.4256 17.3053 93.1820 1107566.4114
31 0.5511 0.4489 17.1517 88.3269 1111932.3988
32 0.5282 0.4718 16.9696 84.0543 1116847.7542
33 0.5060 0.4940 16.7622 80.2755 1122261.4977
34 0.4845 0.5155 16.5324 76.9179 1128125.8968
35 0.4636 0.5364 16.2830 73.9217 1134396.2678
36 0.4434 0.5566 16.0164 71.2377 1141030.7833
37 0.4238 0.5762 15.7352 68.8245 1147990.2910
Universitas Sumatera Utara

5.2.4.1.2. Selang Waktu Penggantian Komponen Gear Coupling
Data-data yang dibutuhkan untuk melakukan perhitungan selang waktu
penggantian optimum berdasarkan kriteria minimisasi ongkos C(tp) adalah:
1. Data waktu kerusakan komponen berdistribusi lognormal
Parameter : MTTF =57.1455
t
med
=43.9345
s =0.6617
2. Data waktu perbaikan adalah 1 jam. Maka Tf =Tp =1 jam =0.042 hari
3. Data Cf (cost of failure) dan data Cp (cost of preventive)
Cf (cost of failure) =biaya tenaga kerja +biaya komponen +biaya
kehilangan produksi
=Rp.160.000,-+Rp.94.500.000,- +Rp.1.159.381,51,-
=Rp. 95.819.381,51,-
Cp (cost of preventive) =biaya tenaga kerja +biaya komponen
=Rp. 160.000,- +Rp.94.500.000,-
=Rp. 94.660.000,-

Dengan cara yang sama, didapatkan bahwa selang waktu penggantian
yang optimum untuk komponen gear coupling adalah 35 hari dengan C(tp) yaitu
Rp. 1.169.988,8653,-.
Hasil perhitungan selang waktu penggantian untuk komponen gear
coupling dapat dilihat pada Tabel 5.19.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.19. Perhitungan Selang Waktu Penggantian Komponen
Gear Coupling Metode Age Replacement
Sumber : Pengolahan Data



Tp R(tp) F(tp)=1-R(tp) (tp+Tp)R(tp) M(tp) C(tp)
5 0.9995 0.0005 5.0394 111815.6930 1522242.9327
6 0.9987 0.0013 8.9882 43591.1938 1431364.6278
7 0.9972 0.0028 9.9725 20764.2089 1410397.4725
8 0.9950 0.0050 10.9447 11373.2294 1390295.3808
9 0.9917 0.0083 11.9006 6897.7712 1371100.6030
10 0.9874 0.0126 12.8356 4518.6738 1352850.2698
11 0.9818 0.0182 13.7455 3143.1369 1335572.9935
12 0.9751 0.0249 14.6262 2293.2669 1319287.2157
13 0.9671 0.0329 15.4743 1739.2838 1304000.8761
14 0.9580 0.0420 16.2867 1361.9226 1289711.9722
15 0.9478 0.0522 17.0608 1095.2595 1276409.6473
16 0.9366 0.0634 17.7948 900.8851 1264075.5350
17 0.9244 0.0756 18.4870 755.3994 1252685.1692
18 0.9113 0.0887 19.1365 643.9896 1242209.3419
19 0.8974 0.1026 19.7428 556.9628 1232615.3365
20 0.8828 0.1172 20.3055 487.7888 1223868.0063
21 0.8677 0.1323 20.8249 431.9549 1215930.6875
22 0.8521 0.1479 21.3015 386.2703 1208765.9513
23 0.8360 0.1640 21.7358 348.4333 1202336.2108
24 0.8196 0.1804 22.1289 316.7525 1196604.1972
25 0.8029 0.1971 22.4818 289.9649 1191533.3265
26 0.7861 0.2139 22.7958 267.1130 1187087.9723
27 0.7691 0.2309 23.0722 247.4609 1183233.6620
28 0.7520 0.2480 23.3124 230.4362 1179937.2114
29 0.7349 0.2651 23.5178 215.5885 1177166.8090
30 0.7179 0.2821 23.6901 202.5597 1174892.0618
31 0.7009 0.2991 23.8308 191.0623 1173084.0105
32 0.6840 0.3160 23.9414 180.8634 1171715.1215
33 0.6673 0.3327 24.0235 171.7727 1170759.2618
34 0.6508 0.3492 24.0786 163.6338 1170191.6610
35 0.6344 0.3656 24.1082 156.3169 1169988.8653
36 0.6183 0.3817 24.1137 149.7136 1170128.6842
37 0.6024 0.3976 24.0968 143.7331 1170590.1351
Universitas Sumatera Utara

5.2.4.2. Metode Block Replacement
5.2.4.2.1. Selang Waktu Penggantian Komponen Bearing
Perhitungan selang waktu penggantian dengan metodde block replacement
menggunakan metode trial and error. Data-data yang dibutuhkan untuk
melakukan perhitungan selang waktu penggantian optimum berdasarkan kriteria
minimisasi ongkos C(tp) untuk metode block replacement adalah:
1. Data waktu kerusakan komponen berdistribusi lognormal
Parameter : t
med
=33.2766
s =0.5522
2. Data waktu perbaikan adalah 3 jam. Maka Tf =Tp =3 jam =0.125 hari
3. Data Cf (cost of failure) dan data Cg (cost of group)
Cf (cost of failure) =biaya tenaga kerja +biaya komponen +biaya
kehilangan produksi
=Rp.160.000,-+Rp.2.050.155,- +Rp.3.478.144,54,-
=Rp. 5.688.299,54,-
Cg (cost of group) =biaya tenaga kerja +biaya komponen
=Rp. 160.000,- +Rp. 2.050.155,-
=Rp. 2.210.155,-
Contoh perhitungan untuk tp =20 hari
1.
(

|
.
|

\
|
=
tmed
t
s
tp H ln
1
1 ln ) ( =
(

|
.
|

\
|
=
33.2766
20
ln
0.5522
1
1 ln ) ( tp H
=H(20) =ln (0.8217) =0.1963
2.
tp
tp H Cf N Cg N
tp C
) ( . . .
) (
+
= =
20
) 9050 . 1116875 ( 30 ) 30(2210155 +
=4990546.357
Universitas Sumatera Utara

Hasil perhitungan selang waktu penggantian optimum untuk komponen
bearing dengan metode block replacement dapat dilihat pada Tabel 5.20.
Tabel 5.20. Perhitungan Selang Waktu Penggantian Komponen
Bearing Metode Block Replacement
tp H(tp) Cg Cf H(tp) C(tp)
5 0.0003 2210155 1701.2940 13271137.7638
6 0.0010 2210155 5465.0923 11078100.4615
7 0.0024 2210155 13543.7082 9530137.3209
8 0.0049 2210155 28065.4086 8393326.5324
9 0.0090 2210155 51096.9067 7537506.3555
10 0.0148 2210155 84430.4329 6883756.2986
11 0.0228 2210155 129467.8883 6380789.6954
12 0.0329 2210155 187187.3098 5993355.7745
13 0.0454 2210155 258164.8455 5696122.7204
14 0.0602 2210155 342627.1627 5470247.4915
15 0.0774 2210155 440515.7550 5301341.5099
16 0.0970 2210155 551551.4429 5178199.5805
17 0.1187 2210155 675292.7372 5091966.5951
18 0.1426 2210155 811185.3629 5035567.2715
19 0.1685 2210155 958602.4307 5003301.2064
20 0.1963 2210155 1116875.9050 4990546.3574
21 0.2260 2210155 1285320.5316 4993536.4737
22 0.2572 2210155 1463251.5286 5009190.7208
23 0.2901 2210155 1649997.2787 5034981.2331
24 0.3243 2210155 1844908.1149 5068828.8936
25 0.3599 2210155 2047362.1105 5109020.5326
26 0.3967 2210155 2256768.6139 5154142.6314
27 0.4347 2210155 2472570.1119 5203027.9021
28 0.4736 2210155 2694242.8776 5254712.0117
29 0.5136 2210155 2921296.7523 5308398.3645
30 0.5543 2210155 3153274.3259 5363429.3259
31 0.5959 2210155 3389749.7142 5419262.6267
32 0.6382 2210155 3630327.0820 5475451.9519
33 0.6812 2210155 3874639.0191 5531630.9264
34 0.7247 2210155 4122344.8480 5587499.8659
35 0.7688 2210155 4373128.9199 5642814.7884
36 0.8134 2210155 4626698.9369 5697378.2808
37 0.8584 2210155 4882784.3283 5751031.8878
Sumber : Pengolahan Data
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh C(tp) yang paling minimum
adalah Rp. 4.990.546,3574,-. Selang waktu penggantian pencegahan komponen
bearing yang optimum dengan kriteria minimisasi ongkos adalah 20 hari.

5.2.4.2.2. Selang Waktu Penggantian Komponen Gear Coupling
Data-data yang dibutuhkan untuk melakukan perhitungan selang waktu
penggantian optimum berdasarkan kriteria minimisasi ongkos C(tp) untuk
metode block replacement adalah:
1. Data waktu kerusakan komponen berdistribusi lognormal
Parameter : t
med
=43.9345
s =0.6617
2. Data waktu perbaikan adalah 1 jam. Maka Tf =Tp =1 jam =0.042 hari
3. Data Cf (cost of failure) dan data Cp (cost of preventive)
Cf (cost of failure) =biaya tenaga kerja +biaya komponen +biaya
kehilangan produksi
=Rp.160.000,-+Rp.6.300.000,-+Rp.1.159.381,51,-
=Rp. 7.619.381,51,-
Cg (cost of group) =biaya tenaga kerja +biaya komponen
=Rp.160.000,- +Rp.6.300.000,- =Rp.6.460.000,-
Dengan cara yang sama, hasil perhitungan selang waktu penggantian
optimum untuk komponen gear coupling dapat dilihat pada Tabel 5.21.


Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.21. Perhitungan Selang Waktu Penggantian Komponen
Gear Coupling Metode Block Replacement
tp H(tp) Cg Cf H(tp) C(tp)
5 0.0005 6460000 3895.0227 1292779.0045
6 0.0013 6460000 9997.8109 1078332.9685
7 0.0028 6460000 21003.2110 925857.6016
8 0.0050 6460000 38388.3511 812298.5439
9 0.0083 6460000 63398.0310 724822.0034
10 0.0127 6460000 96988.5037 655698.8504
11 0.0184 6460000 139822.7848 599983.8895
12 0.0252 6460000 192295.9495 554357.9958
13 0.0334 6460000 254574.4834 516505.7295
14 0.0429 6460000 326639.4820 484759.9630
15 0.0536 6460000 408327.9130 457888.5275
16 0.0655 6460000 499369.1226 434960.5702
17 0.0787 6460000 599415.5898 415259.7406
18 0.0929 6460000 708067.9468 398225.9970
19 0.1083 6460000 824894.7937 383415.5155
20 0.1246 6460000 949448.0338 370472.4017
21 0.1419 6460000 1081274.4939 359108.3092
22 0.1601 6460000 1219924.5357 349087.4789
23 0.1791 6460000 1364958.2806 340215.5774
24 0.1990 6460000 1515949.9672 332331.2486
25 0.2195 6460000 1672490.8681 325299.6347
26 0.2407 6460000 1834191.1099 319007.3504
27 0.2626 6460000 2000680.6662 313358.5432
28 0.2850 6460000 2171609.7381 308271.7764
29 0.3080 6460000 2346648.6873 303677.5409
30 0.3315 6460000 2525487.6473 299516.2549
31 0.3554 6460000 2707835.9136 295736.6424
32 0.3797 6460000 2893421.1833 292294.4120
33 0.4045 6460000 3081988.7023 289151.1728
34 0.4296 6460000 3273300.3605 286273.5400
35 0.4550 6460000 3467133.7656 283632.3933
36 0.4808 6460000 3663281.3184 281202.2588
37 0.5068 6460000 3861549.3046 278960.7920
Sumber : Pengolahan Data
Universitas Sumatera Utara

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai C(tp) yang minimum tidak
didapatkan sehingga selang waktu penggantian yang optimum untuk komponen
gear coupling tidak diperoleh.
Rekapitulasi selang waktu penggantian komponen dengan metode Age
Replacement dan Block Replacement dapat dilihat pada Tabel 5.22.

Tabel 5.22. Rekapitulasi Selang Waktu Penggantian Komponen dengan
Metode Age Replacement dan Block Replacement
Komponen
Selang Waktu Penggantian C(tp) minimum (Rp.)
Age
Replacement
Block
Replacement
Age
Replacement
Block
Replacement
Bearing 25 hari 20 hari 1.096.013,4119 4.990.546,3574
Gear Coupling 35 hari - 1.169.988,8653 -
Sumber : Pengolahan Data

5.2.5. Perhitungan Ongkos Perawatan Saat Ini dan Usulan
5.2.5.1. Perhitungan Ongkos Perawatan Saat Ini
Ongkos perawatan yang dikeluarkan perusahaan saat ini (sebelum adanya
penggantian terencana) selama periode tahun 2008 adalah:
Failure Cost =biaya tenaga kerja +biaya komponen +biaya kehilangan produksi

5.2.5.1.1. Perhitungan Ongkos Perawatan Saat Ini untuk Komponen Bearing
a. Failure cost untuk 1 kali kerusakan:
=Rp. 160.000,- +Rp. 2.050.155,- +Rp. 3.478.144,54,-
=Rp. 5.688.299,54,-
Universitas Sumatera Utara

b. Frekuensi kerusakan
Selama periode tahun 2008, kerusakan terjadi sebanyak 8 kali.
c. Ongkos perawatan saat ini:
=8 x Rp. 5.688.299,54,-
=Rp. 45.506.396,32,-

5.2.5.1.1. Perhitungan Ongkos Perawatan Saat Ini untuk Gear Coupling
a. Failure cost untuk 1 kali kerusakan:
=Rp. 160.000,- +Rp. 6.300.000,- +Rp. 1.159.381,51,-
=Rp. 7.619.381,51,-
b. Frekuensi kerusakan
Selama periode tahun 2008, kerusakan terjadi sebanyak 6 kali.
c. Ongkos perawatan saat ini:
=6 x Rp. 7.619.381,51,-
=Rp. 45.716.289,06,-

5.2.5.2. Perhitungan Ongkos Perawatan Usulan
Perhitungan ongkos perawatan usulan meliputi ongkos penggantian
terencana (preventive replacement cost) yang didasarkan pada selang waktu
penggantian yang telah diperoleh sebelumnya.. Perhitungan besarnya ongkos
penggantian terencana (preventive replacement cost) adalah:
Preventive Replacement Cost =biaya tenaga kerja +biaya komponen

Universitas Sumatera Utara

5.2.5.2.1. Perhitungan Ongkos Perawatan Usulan untuk Komponen Bearing
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa selang waktu penggantian
komponen bearing adalah dengan menggunakan metode age replacement yaitu 25
hari. Perhitungan dilakukan untuk periode tahun 2008.
a. Preventive replacement cost untuk 1 kali penggantian:
=Rp. 1.096.013,4119,-
b. Jumlah penggantian
- Jumlah operasi mesin periode tahun 2008:
=12 bulan x 30 hari =360 hari
- Jumlah penggantian:
= 4 . 14
25
360
= 15 kali
c. Ongkos perawatan usulan:
=15 x Rp. 1.096.013,4119,-
=Rp. 16.440.201,1785,-

5.2.5.2.2. Perhitungan Ongkos Perawatan Usulan untuk Gear Coupling
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa selang waktu penggantian
komponen gear coupling adalah dengan menggunakan metode age replacement
yaitu 35 hari. Perhitungan dilakukan untuk periode tahun 2008.
a. Preventive replacement cost untuk 1 kali penggantian:
=Rp. 1.169.988,8653,-
b. Jumlah penggantian
- Jumlah operasi mesin periode tahun 2008:
Universitas Sumatera Utara

=12 bulan x 30 hari =360 hari
- Jumlah penggantian:
= 28 . 10
35
360
= 11 kali
c. Ongkos perawatan usulan:
=12 x Rp. 1.169.988,8653,-
=Rp. 12.869.877,5183,-

Besarnya penghematan ongkos perawatan saat ini (sebelum adanya
penggantian terencana) dan usulan tiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 5.23.

Tabel 5.23. Penghematan Ongkos Saat Ini dan Usulan PT. PDM Indonesia
Komponen
Ongkos Perawatan (Rp./tahun) Besarnya Penghematan
Saat Ini Usulan Rp. %
Bearing 45.506.396,32 16.440.201,1785 29.066.195,1415 63.87%
Gear
Coupling
45.716.289,06 12.869.877,5183 32.846.411,5417 71.84%
Sumber : Pengolahan Data











Universitas Sumatera Utara

BAB VI
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

6.1. Pemilihan Komponen Kritis
Pada PT. PDM Indonesia terdapat beberapa mesin yang mendukung
jalannya proses produksi. Salah satu diantaranya adalah Paper Machine Suction
Dryer yang berfungsi untuk mengepress sekaligus mengeringkan gulungan atau
lembaran kertas. Mesin ini adalah salah satu mesin yang memiliki peran yang
sangat besar dalam hal pembuatan kertas rokok karena kadar air yang masih
terkandung dalam lembaran kertas rokok akan mempengaruhi kualitas kertas
rokok yang dapat menyebabkan produk reject. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, mesin ini memiliki frekuensi kerusakan yang sangat besar diantara
mesin lainnya. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan terhadap Paper Machine
Suction Dryer. Mesin ini terdiri dari beberapa komponen. Pemilihan terhadap
objek penelitian juga dilakukan dengan menggunakan analisis metode ABC.
Berdasarkan Tabel 5.3 pada pengumpulan data terlihat bahwa komponen bearing
dan gear coupling adalah komponen yang memiliki biaya dan frekuensi kerusakan
yang cukup besar. Sehingga dalam hal ini, komponen kritis yang terpilih adalah
komponen bearing dan gear coupling. Kerusakan pada bearing dapat disebabkan
oleh kadar grase (pelumas) yang digunakan dan toleransi penguncian bearing.
Apabila grase yang digunakan terlalu banyak atau terlalu sedikit maka akan
menyebabkan bearing cepat panas sehingga mudah pecah (rusak). Selain itu,
penguncian bearing yang terlalu ketat atau terlalu longgar akan menyebabkan
Universitas Sumatera Utara

bearing cepat panas sehingga mudah pecah (rusak). Biasanya toleransi yang
digunakan untuk penguncian bearing adalah 0.08mm. Sedangkan kerusakan pada
gear coupling biasanya terjadi karena kurangnya pelumasan sehingga
menyebabkan gear coupling cepat panas (aus).

6.2. Pemilihan Pola Distribusi
Setelah dilakukan pemilihan komponen kritis, maka langkah selanjutnya
adalah perhitungan untuk melakukan pemilihan pola distibusi yang sesuai dengan
waktu antar kerusakan dari komponen.
Distribusi statitstik yang dipakai dalam perhitungan ini adalah distribusi
normal, lognormal, eksponensial dan weibull. Pemilihan dilakukan secara manual
dan bantuan software Minitab 14 dengan melihat nilai correlation coefisient yang
terbesar. Dimana nilai correlation coefisient ini didapat dari perhitungan nilai
index of fit yang merupakan bagian dari metode Least Square.
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa nilai correlation coefisient yang
terbesar untuk komponen bearing dan gear coupling yang dilakukan secara
manual dan Minitab 14 adalah distribusi lognormal.
Untuk komponen bearing diperoleh bahwa nilai correlation coefficient
adalah 0.9827. Hal ini menunjukkan bahwa data waktu kerusakan komponen
bearing memiliki hubungan korelasi dengan distribusi lognormal. Sedangkan
komponen gear coupling juga dilakukan secara manual dan bantuan software
minitab 14 dengan nilai correlation coefficient adalah 0.9701, yang berarti bahwa
Universitas Sumatera Utara

data waktu kerusakan komponen gear coupling memiliki hubungan korelasi
dengan distribusi lognormal sebesar 0.9701.

6.3. Perhitungan Maximum Likelihood Estimator (MLE)
Perhitungan maximum likelihood estimator dilakukan secara manual dan
bantuan software Minitab 14 berdasarkan pola distribusi yang terpilih.
Perhitungan ini dilakukan untuk mendapatkan parameter distribusi yang ditujukan
untuk mendapatkan nilai MTTF (Mean Time To Failure). Berdasarkan
perhitungan bahwa komponen bearing dan gear coupling adalah berdistribusi
lognormal dengan parameter t
med
(parameter lokasi) yang menunjukkan nilai
tengah kerusakan dan parameter s (parameter bentuk) yang menunjukkan
besarnya kemungkinan terjadinya kerusakan kembali di masa yang akan datang.
Semakin kecil nilai s maka kemungkinan untuk mengalami kerusakan di masa
yang akan datang semakin besar. Demikian juga sebaliknya.
Berdasarkan perhitungan untuk komponen bearing baik secara manual dan
software Minitab 14 diperoleh nilai yang tidak berbeda jauh. Parameter untuk
distribusi lognormal adalah t
med
yaitu sebesar 33.2766 dan parameter s yaitu
sebesar 0.5522 dengan nilai MTTF adalah sebesar 39.6537. Sedangkan komponen
gear coupling diperoleh t
med
sebesar 43.9345 dan parameter s sebesar 0.6617
dengan nilai MTTF adalah 57.1455.



Universitas Sumatera Utara

6.4. Perhitungan Selang Waktu Penggantian
Setelah didapatkan nilai MTTF dan parameternya, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan perhitungan selang waktu penggantian yang
optimum dengan kriteria ongkos yang minimum. Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan metode age replacement dan block replacement. Penentuan selang
waktu penggantian dilakukan dengan cara trial and error.
Untuk komponen bearing dengan menggunakan metode age replacement
didapat bahwa selang waktu penggantian sebesar 25 hari. Artinya bahwa
komponen bearing sudah harus diganti sebelum beroperasi selama 25 hari.
Sedangkan untuk komponen gear coupling diperoleh selang waktu waktu
penggantian sebesar 35 hari. Yang berarti bahwa komponen tersebut sudah harus
diganti sebelum beroperasi selama 35 hari.
Dengan metode block replacement diperoleh selang waktu penggantian
komponen bearing sebesar 20 hari, artinya komponen bearing harus diganti
sekaligus sebelum beroperasi selama 20 hari.

6.5. Perbandingan Metode Age Replacement dan Block Replacement
Berdasarkan hasil perhitungan terdapat perbedaan selang waktu
penggantian dan ongkos perawatan dengan menggunakan metode age
replacement dan block replacement. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
6.1 di bawah ini.


Universitas Sumatera Utara

Tabel 6.1. Perbandingan Metode Age Replacement dan Block Replacement
Komponen
Age Replacement Block Replacement
Selang
Waktu
(Hari)
Ongkos
Perawatan
(Rp.)
Selang
Waktu
(Hari)
Ongkos
Perawatan (Rp.)
Bearing 25
1.096.013,4119
20 4.990.546,3574
Gear
coupling
35
1.169.988,8653
- -

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa selang waktu penggantian
komponen bearing dengan menggunakan metode age replacement lebih cocok
dibandingkan dengan metode block replacement karena ongkos yang akan
dikeluarkan perusahaan untuk penggantian lebih kecil.
Sedangkan untuk komponen gear coupling penentuan selang waktu
penggantian dengan menggunakan metode age replacement lebih sesuai
dibandingkan dengan metode block replacement karena memberikan ongkos
penggantian yang lebih rendah.

6.6. Ongkos Perawatan Saat Ini dan Usulan
Perhitungan perawatan saat ini (sebelum penggantian yang terencana)
meliputi ongkos tenaga kerja, pembelian komponen dan biaya kehilangan
produksi. Sedangkan untuk perhitungan ongkos perawatan usulan dilakukan
berdasarkan selang waktu penggantian yang diperoleh dengan menggunakan
metode age replacement. Komponen ongkos perawatan usulan ini terdiri dari
ongkos tenaga kerja dan pembelian komponen.
Penghematan ongkos perawatan yang diperoleh jika perusahaan
melakukan kebijakan penggantian komponen krtis secara terencana adalah untuk
Universitas Sumatera Utara

komponen bearing adalah sebesar Rp. 29.066.195,1415,- (63.87%). Sedangkan
untuk komponen gear coupling sebesar Rp. 32.846.411,5417,- (71.84%).










































Universitas Sumatera Utara

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis yang telah dibahas pada
bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan frekuensi kerusakan pada paper machine suction dryer,
komponen kritis yang terpilih adalah komponen bearing dan gear coupling.
2. Pola distribusi waktu antar kerusakan komponen bearing dan gear coupling
adalah berdistribusi lognormal.
3. Nilai parameter t
med
(parameter lokasi) untuk komponen bearing dan gear
coupling adalah masing-masing 33.2766 dan 43.9345. Sedangkan nilai
parameter s (parameter bentuk) untuk komponen bearing dan gear coupling
adalah masing-masing 0.5522 dan 0.6617.
4. Nilai MTTF (Mean Time To Failure) untuk komponen bearing dan gear
coupling adalah masing-masing sebesar 39.6537 dan 57.1455.
5. Selang waktu penggantian dengan menggunakan metode age replacement
untuk komponen bearing adalah 25 hari. Sedangkan untuk komponen gear
coupling adalah 35 hari. Artinya komponen bearing sudah harus diganti
sebelum beroperasi selama 25 hari dan komponen gear coupling sudah harus
diganti sebelum beroperasi selama 35 hari.
6. Perhitungan ongkos perawatan penggantian/tahun untuk komponen bearing
dengan menggunakan metode age replacement dan block replacement adalah
Universitas Sumatera Utara

masing-masing sebesar Rp. 1.096.013,4119,- dan Rp. 4.990.546,3574,-.
Artinya ongkos perawatan dengan menggunakan metode age replacement
lebih rendah daripada metode block replacement.
7. Perhitungan ongkos perawatan penggantian/tahun untuk komponen gear
coupling dengan menggunakan metode age replacement adalah sebesar Rp.
1.169.988,8653,-. Sedangkan dengan metode block replacement tidak
diperoleh ongkos yang minimum. Artinya ongkos perawatan dengan
menggunakan metode age replacement jauh lebih rendah.
8. Penghematan ongkos perawatan yang diperoleh jika perusahaan menerapkan
kebijakan penggantian komponen kritis dengan metode age replacement
adalah sebesar Rp. 29.066.195,1415,- (63.87%) untuk komponen bearing dan
Rp. 32.846.411,5417,- (71.84%) untuk komponen gear coupling.

7.2. Saran
Beberapa saran yang diberikan adalah :
1. Sebaiknya pencatatan data waktu kerusakan untuk setiap komponen mesin
dilakukan lebih lengkap dan detail. Hal ini dapat memberikan gambaran
kondisi mesin sehingga mempermudah perusahaan untuk merencanakan
penjadwalan perawatan.
2. Berdasarkan hasil penelitian, perusahaan sebaiknya menggunakan atau
melakukan kebijakan penggantian komponen krtis secara terencana dengan
metode age replacement.


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai