Anda di halaman 1dari 13

1

ITSBAT NIKAH
TERHADAP NIKAH DI BAWAH UMUR
Oleh : Drs.H.SUMASNO.SH.M.Hum.
HAKIM TINGGI BANJARMASIN


POKOK MASALAH .
Pengesahan nikah atau yang populer disebut Itsbat Nikah adalah satu
diantara 22 macam perkara di lingkup bidang Perkawinan yang menjadi kompetensi
absolut Pengadilan Agama yang dibuat atas dasar adanya perkawinan yang
dilangsungkan berdasar atas hukum Agama ( Islam ) dan tidak di catatkan pada /
tidak tercatat oleh Pegawai Pencatat Nikah yang berwenang yang dilangsungkan (
terjadi ) sebelum berlakunya Undang Undang nomor 1 tahun 1974 atau sebagaimana
diatur oleh pasal 7 ayat ( 3 ) Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Pasal 7 ayat ( 1 ) Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
telah menegaskan bahwa batas umur calon mempelai pria minimal 19 tahun dan
calon mempelai wanita minimal 16 tahun . Apabila salah satu atau keduanya belum
mencapai batas umur minimal tersebut maka harus diajukan permohonan Dispensasi
kawin di Pengadilan Agama.
Pasal 2 ayat ( 2 ) Undang undang nomor 1 tahun 1974 menegaskan bahwa
setiap perkawinan harus di catat menurut peraturan perundang undangan yang
berlaku . Sekalipun pencatatan bukan merupakan unsur sahnya perkawinan , akan
tetapi pencatatan adalah keharusan demi adanya kepastian hukum , dan untuk
dapat diperolehnya bukti berupa kutipan akte nikah sebagai pegangan otentik bagi
suami dan istri tentang adanya perkawinan dimaksud.
Survey membuktikan bahwa permohonan itsbat nikah yang masuk di
Pengadilan Agama ( khususnya Pengadilan Agama Bondowoso yang merupakan
daerah pinggiran yang masyarakatnya ber SDM rendah sehingga menjadi
terpinggir kan ) mayoritas adalah perkawinan yang dilaksanakan setelah lahirnya
Undang undang nomor 1 tahun 1974 , bahkan tergolong nikah yang masih baru
yang karena satu dan faktor lain , mereka menikah menurut hukum Agama ( Islam ) ,
tidak di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah ( di istilah kan nikah sirri )
tidak di catatkan pada register nikah KUA setempat , sehingga mereka tidak
mempunyai pegangan / bukti surat / buku nikah yang sah. Bahkan diketahui bahwa
ternyata pada saat akad nikah setelah di hitung hitung , salah satu mempelai (
2
suami atau istri ) atau mungkin juga kedua duanya masih dibawah batas minimal
usia untuk nikah . Artinya bahwa dalam pelaksanaan pernikahan dimaksud setidak
tidaknya ada dua pelanggaran atas undang undang Perkawinan , yaitu:
1. Menikah tetapi tidak dibawah Pengawasan PPN dan tidak di catatkan.
2. Pada saat pernikahan calon mempelai ada yang masih dibawah umur .
Terhadap perkawinan yang demikian halnya , apakah dapat di itsbat kan. ?
Itulah yang akan penulis uraikan dalam pokok bahasan makalah ini.

URAIAN MASALAH
1 . Perkawinan dan tujuanya.
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa ( pasal 1 U U no. 1
tahun 1974 )
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan : yaitu akad yang sangat
kuat atau Miitsaaqon Gholiidhon untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakanya merupakan Ibadah.
Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia
dan kekal , yang dalam KHI disebutkan pula bahwa perkawinan bertujuan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah . mawaddah , dan
rahmah.Untuk itu suami istri harus saling membantu dan melengkapi , agar
masing masing dapat mengembangkan kepribadianya , membantu dan mencapai
kesejahteraan spirituil dan materiil
Tujuan perkawinan dimaksud bukan hanya untuk kebahagiaan / kesejahteraan
suami / istri tetapi juga untuk generasi yang lahir dikemudian hari yaitu anak
anak mereka . oleh karena itu setiap perkawinan harus di catatkan menurut
peraturan perundang undangan yang berlaku , untuk memberikan jaminan hidup
dan kehidupan para keluarga , untuk kepastian hukum , untuk dapat diperolehnya
bukti adanya perkawinan yaitu kutipan ( buku ) akte nikah yang sah.
2.. Beberapa prinsip dalam Undang Undang Perkawinan .
Dalam Undang undang perkawinan terdapat beberapa asas atau prinsip demi
tercapainya cita cita luhur dari perkawinan itu sendiri. Juga diharapkan agar
pelaksanaan perkawinan dapat berjalan dengan lebih sempurna lagi dimasa masa
mendatang , dan beberapa prinsip tersebut adalah :
3
1.Asas sukarela .
2.Partisipasi keluarga.
3.Perceraian di persulit .
4. Poligami dibatasi secara ketat.
5. Kematangan calon mempelai .
6. Memperbaiki derajat kaum wanita.
Dari ke enam prinsip tersebut , maka prinsip ke 5 adalah : Kematangan calon
mempelai , yang maksudnya bahwa calon suami istri harus telah matang
jasmani dan rohaninya untuk melangsungkan perkawinan agar supaya dapat
mencapai tujuan luhur dari perkawinan tersebut. dan mendapat keturunan
yang baik dan sehat. Oleh karena itu sedapat mungkin harus di cegah
adanya perkawinan dibawah umur .
Kematangan calon mempelai adalah erat sekali dengan tolok ukur berapa
batas usia perkawinan yang ideal bagi calon mempelai. ? Usia perkawinan adalah
usia yang dianggap cocok secara fisik dan mental untuk melangsungtkan perkawinan.
Hal tersebut secara tegas telah tercermin dalam tujuan perkawinan yang
dapat kita rumuskan , bahwa :
= Perkawinan adalah proses menghalal kan hubungan biologis untuk
memenuhi tuntutan hajat fitrah manusiawi .
= Perkawinan mewujudkan terbentuknya keluarga dengan dasar cinta dan
kasih.
= Perkawinan merupakan jalan untuk medapatkan keturunan yang sah .
= Perkawinan sebagai dasar untuk kesungguhan dalam berusaha , mencari
rizki dan penghidupan yang halal , dan memperbesar rasa tanggung jawab.
Konsekwensi logis dari tujuan perkawinan tersebut maka calon mempelai
harus memiliki kematangan jasmani dan rohani sebelum masuk dunia perkawinan
Karena nya batas umur yang ditetapkan oleh undang undang ( pasal 7 ayat (1)
UU nomor 1 tahun 1974 ) adalah bertujuan demi kebahagiaan , keamanan dan
kesejahteraan suami istri itu sendiri.
Akan tetapi dalam keadaan yang sangat memaksa ( darurat ) bahwa
perkawinan dibawah umur tersebut di mungkinkan terjadi , setelah memperoleh
putusan / penetapan Dispensasi kawin dari Pengadilan Agama ( pasal 7 ayat (2) UU
nomor 1 tahun 1974 ).
3.. Dispensasi Kawin , pelanggaran dan sanksi hukumnya .
4
Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan menyebutkan bahwa :
(1) Perkawinan hanya di ijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun
dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun .
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kawin kepada Pengadilan atau pejabat lain yang di tunjuk oleh
kedua kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita .
Calon suami istri yang belum mencapai usia 19 tahun bagi pria dan 16 tahun
bagi wanita yang ingin melangsungkan perkawinan maka orang tua nya , dan /
atau yang bersangkutan sendiri harus mengajukan permohonan dispensasi kawin
kepada Pengadilan Agama dengan tata cara dan prosedur sebagaimana telah diatur
dan ditetapkan oleh Undang undang.
Atas permohonan dispensasi tersebut , Pengadilan Agama setelah memeriksa
dan mempertimbangkan segala hal yang berkaitan , dapat mengijinkan ( memberi
dispensasi kawin ) dan / atau menolak permohonan dimaksud .
Penyimpangan terhadap pasal 7 ayat 1 dan 2 UU nomor 1 tahun 1974 adalah
termasuk sebagai delict pelanggaran yang ketentuan ( sanksi ) hukumanya adalah
sebagai berikut :
= bagi mempelai yang melanggar pasal tersebut sanksi hukumanya adalah
berupa denda uang sebesar Rp. 7500; ( tujuh ribu lima ratus rupiah ).
= bagi Pegawai Pencatat Nikah yang melanggar pasal tersebut sanksi
hukumanya adalah hukuman kurungan selama lamanya 3 bulan atau
denda setinggi tingginya Rp.7500; ( tujuh ribu lima ratus rupiah ).
Dalam era modern yang global ini uang denda sebesar Rp. 7500; sepertinya
tidak berguna dan tidak sebanding dengan nilai atas pelanggaran aturan perundang
undangan tentang Perkawinan.
4. Sah nya perkawinan dan fungsi pencatatan .
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing masing
Agamanya dan kepercayaanya itu.( pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan ).
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai
dengan pasal 2 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974. ( pasal 4 Kompilasi Hukum Islam )
Oleh sebab itu sah tidaknya perkawinan adalah semata mata ditentukan oleh
hukum Agama , sebaliknya bahwa perkawinan yang bertentangan dengan hukum
Agama menjadikan tidak sah nya perkawinan dimaksud. Hal tersebut selaras dengan
ketentuan pasal 29 ayat ( 2 ) U U D.1945 yang menyatakan bahwa Negara menjamin
5
kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan
untuk beribadat menurut Agamanya dan kepercayaanya itu.
Sedangkan mengenai Sah nya perkawinan , atau syarat dan rukun nya
perkawinan adalah dapat kita lihat dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 14
sampai dengan pasal 38.
Sebagaimana diatas telah disebutkan bahwa setiap perkawinan harus dicatat
menurut peraturan perundang undangan yang berlaku, lalu timbul pertanyaan :
apakah pencatatan tersebut merupakan faktor yang menentukan sah nya perkawinan ?
tentu jawabanya adalah TIDAK. Karena pencatatan hanyalah tindakan
administratip , penacatatan juga berfungsi sebagai catatan / akte resmi yang dapat
dipergunakan sebagai bukti otentik tentang adanya pernikahan ., karena nya
pencatatan merupakan suatu keharusan .
Dasar berlakunya hukum bahwa pernikahan harus di catatkan adalah :
= Undang undang nomor 22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah,Talak dan Rujuk
= Undang undang nomor 32 tahun 1954 tentang berlakunya UU nomor 22 tahun
1946 bagi seluruh penduduk luar jawa dan madura .
= Undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah
nomor 9 tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
= Serta ( terakhir ) Peraturan Menteri Agama RI nomor 11 tahun 2007 tentang
Pencatatan Nikah.
Pencatatan perkawinan adalah upaya untuk menjamin ketertiban hukum
perkawinan bagi masyarakat Islam, sebagai instrumen kepastian hukum , sebagai alat
dan sarana kemudahan hukum, sebagai bukti otentik adanya perkawinan yang sah,
bahkan pencatatan perkawinan adalah sebagai bentuk intervensi Pemerintah untuk
mengatur, melindungi, dan menjamin terpenuhinya hak hak sosial warga negara
khususnya masyarakat Islam, serta anak anak yang lahir dari perkawinan mereka.
Sebab tanpa campur tangan Pemerintah / Pengadilan maka perkawinan tersebut tidak
ada kepastian hukumnya, tidak mengikat , dan tidak mempunyai akibat hukum .
Terpenuhinya hak hak sosial akan melahirkan tertib sosial sehingga akan
tercipta keselarasan keserasian hidup bermasyarakat .
Untuk memenuhi berbagai tujuan utama tersebut maka setiap perkawinan
harus dilaksanakan di hadapan , dan/ atau dibawah pengawasan Pegawai Pencatat
Nikah.
6
Sebab perkawinan yang dilaksanakan diluar pengawasan Pegawai Pencatat
Nikah adalah tidak mempunyai kekuatan hukum, karena adanya perkawinan hanya
dapat di buktikan dengan adanya kutipan akte nikah ( buku nikah ) yang sah yang
dikeluarkan oleh P P N yang berwenang.
5.. Itsbat Nikah adalah Solusinya.

Itsbat Nikah berasal dari bahasa Arab yaitu Itsbat dan Nikah .
Itsbat berarti : penetapan , pengukuhan , peng iya an
Itsbat nikah adalah penetapan tentang kebenaran ( keabsahan ) nikah , atau
pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut syariat Islam akan
tetapi tidak dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah , tidak di catatkan , dan
tidak tercatat pada register nikah Kaantor Urusan Agama setempat,
Permohonan itsbat nikah bisa berbentuk voluntaire dan bisa berbentuk
contentiousa adalah tergantung pada kondisi dan kasus posisi nya . dan dapat
diajukan oleh : suami / istri ,anak anak mereka , wali nikah , dan fihak lain yang
berkepentingan dengan perkara ini, serta Pejabat yang berwenang dan dibenarkan
menurut undang undang.
Alasan diajukanya permohonan Itsbat Nikah adalah sebagai berikut :
1. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.
2. Hilangnya akta nikah.
3. Adanya keraguan tantang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan
4. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang Undang
nomor 1 tahun 1974.
5. Perkawinan yang dialkukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan
perkawinan menurut U U nomor 1 tahun 1974.
Akan tetapi pada masa masa sekarang ini ( khususnya di wilayah PA
Bondowoso ) bahwa itsbat nikah yang diajukan pada umumnya adalah atas
perkawinan yang dilaksanakan pasca Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan dengan berbagai sebab dan alasan
Penyimpangan dari ketentuan tersebut ( penjelasan pasal 49 huruf B angka
22 ) UU nomor 7 tahun 1989 ) adalah dengan mengingat bahwa itsbat nikah sangat
diperlukan oleh masyarakat , maka dengan landasan berijtihad dan mendasarkan
pada pasal 7 ayat 3 huruf. E . kompilasi HukumIslam serta sepanjang terhadap
perkawinan tersebut tidak ada larangan dan / atau halangan menurut syariat Islam
7
adalah layak untuk di itsbatkan / di kabulkan , meskipun kita tahu bahwa Kompilasi
Hukum Islam ( In Pres . nomor 01 tahun 1991 ) adalah tidak teramasuk hirarchi
peraturan perundang undangan . Sebaliknya bahwa dengan itsbat nikah maka akan
semakin memberikan kemaslahatan , kepastian hukum bagi status diri suami istri ,
status anak anak mereka maupun harta perkawinan yang diperolehnya.
Uraian tersebut diatas adalah berkaitan dengan itsbat nikah yang berlaku pada
umum nya . Akan tetapi yang menjadi pokok pertanyaan dalam makalah ini adalah :
Bagaimana jika perkawinan tersebut dilaksanakan pasca Undang undang
nomor 1 tahun 1974 dan pada saat akad nikah calon mempelai belum
genap berumur 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita . tanpa ada
nya putusan / penetapan dispensasi kawin dari Pengadilan Agama.

ITSBAT NIKAH terhadap PERKAWINAN DI BAWAH UMUR
Pembahasan atas judul bab pada makalah ini maka langkah kongkritnya
adalah dapat kita susun dari beberapa variabel pertanyaan dibawah ini :
= Nikah yang bagaimanakah yang di itsbatkan dalam pokok bahasan ini. ?
Adalah nikah yang dilaksanakan pasca undang undang nomor 1 tahun
1974 , atau nikah yang dilaksanakan setelah berlakunya undang
undang nomor 7 tahun 1989 atau setelah berlakunya Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia , termasuk di dalam nya adalah nikah yang
dilaksanakan tidak dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (
nikah sirri ) . yang tidak tercatat atau di catatkan pada register nikah
KUA Kecamatan yang berwenang .
= Pertanyaan pertama diatas , dapat lebih di persempit lagi , apakah nikah yang
tidak di catat kan itu sah menurut hukum Agama , maka jawabanya adalah :
SAH sepanjang telah memenuhi syarat dan rukun nya nikah serta tidak ada
larangan / halangan denganya . Tetapi jika ditanyakan apakah nikah sirri itu SAH
menurut undang undang ( Konstitusi ) .?
Prof.DR. Mahfud.MD menyatakan bahwa Nikah sirri tidak melanggar
konstitusi karena di jalankan berdasar akidah Agama yang dilindungi
oleh undang undang dasar 1945.
Prof.DR Bagir Manan menyimpulkan bahwa pencatatan perkawinan
adalah suatu yang penting saja untuk dilakukan . Oleh karena itu tidak
mengurangi ke absahan perkawinan itu sendiri.
8
DR. Harifin Tumpa. Mengatakan bahwa : Kalau perkawinan yang
tidak di catatkan itu merupakan gejala umum masyarakat dan di
dasarkan atas itikad baik atau ada faktor darurat , maka Hakim
harus mempertimbangkanya .
( di kutip dari Beberapa permasalahan hukum dilingkungan ULDILAG
hasil Rakernas MA.RI dengan jajaran Pengadilan tingkat banding dari
empat lingkungan Peradilan tahun 2009 ).
= Bagaimana penafsiran pasal 2 ayat (1) UU nomor 1 tahun 1974 juncto pasal 4
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. ?
Perkawinan yang sah menurut hukum Agama maka sah pula menurut
undang undang , sebaliknya bahwa perkawinan yang tidak sah
menurut hukum Agama maka tidak sah pula menurut undang undang .
= Perkawinan yang sah menurut hukum Agama adalah sah pula menurut undang
undang , apakah akan lahir pula akibat hukum dari perkawinan tersebut ?
Perkawinan yang sah tentu mempunyai akibat hukum.
Perkawinan yang sah tentu harus mendapatkan perlindungan hukum .
= Perlindungan hukum yang bagaimana .?
Adalah dapat di itsbatkan = demi terwujudnya maksud pasal 5
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
= Apa dasar hukumnya bahwa perkawinan yang tidak tercatat dan tidak di catatkan
itu harus pula mendapatkan perlindungan hukum .?
Adalah pasal 27 ayat ( 1 ) . U U D . 1945 yang mengatakan :
Segala warga negara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 28 ayat (1) huruf (d) UUD 1945 yang mengatakan :
Setiap orang berhak atas pengakuan , jaminan , perlindungan , dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum .
7.. Atas dasar konsep persamaan hak dan kedudukan tersebut diatas , apakah cukup
alasan bagi Kompilasi Hukum Islam yang membatasi pengajuan permohonan
itsbat nikah hanya karena alasan alasan sebagaimana tersebut pada pasal 7 ayat (3)
Pertama :
9
Kompilasi Hukum Islam tidak memberikan penjelasan yang memadai
terhadap pembatasan pengajuan itsbat nikah . Akan tetapi bila di
analisa bahwa tujuan itsbat nikah adalah untuk dapat dibuktikan
adanya perkawinan yang sah . Sedangkan perkawinan yang sah
tersebut adalah perkawinan yang dapat di buktikan adanya kutipan akte
nikah , karenanya itsbat nikah adalah jalan / cara untuk mencatatkan
perkawinan demi terjamin nya ketertiban perkawinan bagi
masyarakat pencari keadilan yang beragama Islam. Sebagaimana
dimaksud pada pasal 5 Kompilasi Hukum Islam .
Ke dua :
Ketentuan pada pasal 7 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam yang
membatasi alasan alasan permohonan itsbat nikah adalah tidak
rasional , tidak logis , dan bertentangan dengan pasal 27 ayat (1) dan
pasal 28 huruf D ayat (1) UUD.1945 karena akan melahirkan
ketidak adilan dan penderitaan pihak lain yang berkepentingan ( anak
anak meraka ) .
= Perkawinan yang tidak tercatat / tidak di catatkan ( nikah sirri ) adalah realita di
masyarakat kita ( utamanya daerah pedalaman dan terpinggirkan ) apa
penyebabnya .?
Karena mahalnya biaya nikah .
Karena sebagai kurban dari fihak yang tidak bertanggung jawab.
Karena alasan personal yang harus di rahasiakan .
Karena alasan lain yang kondisional dan kasuistis.
= Bagaimanaakah sikap Hakim Pengadilan Agama dalam menghadapi kasus
perkawinan yang tidak di catatkan tersebut .?
Sudah barang tentu Hakim harus cermat , hati hati dan lebih dalam
lagi dalam mengkaji dan mempertimbangkan kasus dimaksud.
Di pertimbangkan situasi dan kondisi sosial setempat.
Di lihat keadaan daerah darerah tertentu sebelum menyatakan
perkawinan tersebut sah atau tidak menurut hukum Agama ( Islam ).
Apalagi masih dijumpai penafsiran yang berbeda atas pasal 2 ayat ( 1 )
dan ( 2 ) UU nomor .1 tahun 1974.
= Berapa usia ideal untuk menikah ?
10
Menurut pasal 7 UU nomor 1 tahun 1974 adalah 19 tahun bagi laki
laki dan 16 tahun bagi wanita.
Menurut syariat Islam bahwa usia ideal untuk menikah adalah
sebagai berikut :
Menurut Sayyid Sabiq bahwa usia nikah adalah mengacu pada Al
quran surat An Nur ayat 32 bahwa kemampuan untuk menikah
adalah relatip ditentukan oleh aspek kejiwaan, kebutuhan sosial dan
ekonomi , karena nya kesiapan mental dan fisik tidak ditentukan oleh
batas usia tertentu . Kedua calon mempelai harus memiliki
kematangan psikologis sehingga masing masing mampu memahami
tanggung jawab dan kewajiban masing masing.
DR.H. Andi Syamsu Alam dalam bukunya : Usia ideal memasuki
dunia perkawinan , halaman 60 61 mengatakan bahwa : usia akil
baligh adalah 25 tahun. Alasanya : usia yang mampu menunjang
kehidupan rumah tangga . dari aspek sosial keduanya telah
menyelesaikan studinya , mampu dan mempunyai kemampuan
intelektual , psikologis , dan respek terhadap kewajiban dan tanggung
jawabnya baik secara pribadi dan kolektip , dan inilah yang oleh
penulis buku tersebut di pahami sebagai yang sudah kufu .
= Apakah perkawinan dibawah umur tersebut melanggar undang undang .?
Penyimpangan dan pelanggaran pasal 7 ayat (1) UU nomor 1 tahun
1974 adalah tergolong tindak pidana pelanggaran . ( pasal 45 ayat (2)
PP nomor 9 tahun 1975 ).
= Apa akibat hukum atas perkawinan dibawah umur tersebut.?
Dapat di ajukan permohonan pencegahan perkawinan .
Terhadap perkawinan dibawah umur tersebut dapat dijatuhi sanksi
hukuman sebagai berikut :
Bagi mempelai sanksi hukumanya adalah denda setinggi tingginya
Rp.7500;
Bagi Pegawai Pencatat Nikah sanksi hukumanya adalah hukuman
kurungan selama lamanya 3 bulan atau denda setinggi tingginya
Rp.7500 ;
= Perkawinan dibawah umur yang melanggar undang undang dan tergolong sebagai
tindak pidana pelanggaran , apakah layak untuk di itsbatkan ?
11
= Penentuan batasan umur dalam perkawinan adalah upaya tegaknya
prinsip prinsip yang terkandung dalam UU Perkawinan ,khususnya
prinsip ke 5 yaitu Kematangan calon mempelai.
= Belum terpenuhinya batasan umur atas suatu perkawinan tidak lah
dapat dinyatakan bahwa pada perkawinan tersebut terdapat suatu
larangan , tetapi cukup kita pahami bahwa dalam perkawinan
tersebut terdapat suatu halangan ( bukan larangan ) dan halangan
tersebut adalah halangan yang bersifat sementara ( temporer ) dan
akan terhapus dengan sendirinya dengan berjalanya waktu ( masa ).
= Dengan mendasarkan pada pasal 28.D ayat (1) UUD.1945 yangt
mengatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan , jaminan ,
perlindungan , dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang
sama di hadapan hukum.
= Karenanya perkawinan yang di laksanakan di bawah umur dan tidak
dibawah pengawasan / tidak di catatkan pada register nikah KUA yang
berwenang , sepanjang di yakini bahwa perkawinan tersebut telah
memenuhi syarat dan rukun nikah menurut hukum Agama Islam (
munakahah ) maka harus di pahami bahwa perkawinan yang sah
menurut hukum Agama maka sah pula menurut undang undang ,
sebaliknya bahwa perkawinan yang tidak sah menurut hukum Agama
maka tidak sah pula menurut undang undang.
= Karena nya layak dan dapat di itsbatkan .
= Landasan hukum apa yang mendasari bahwa perkawinan yang masih dibawah
umur dan tidak di bawah pengawasan PPN / tidak di catatkan pada register
nikah KUA yang berwenang , dapat di itsbatkan ?
Adalah berdasar pada alasan hukum tersebut diatas ,utamanya pasal
28.D ayat (1) di tambah alasan hukum lain bahwa :
= tipisnya pemahaman nilai Agama bagi masyarakat yang SDM nya
tergolong rendah .
= Kasus tersebut adalah realita bagi masyarakat Indonesia.
= Pencatatan perkawinan hanyalah bersifat administratif ( meskipun
imperatif ). Dan tidak mengurangi ke absahan perkawinan itu sendiri.
= Perkawinan dibawah umur dan tidak di catatkan / tidak dibawah
pengawasan P P N sepanjang di jalankan dan telah memenuhi syarat
12
dan rukunya nikah menurut hukum Agama ( Islam ) adalah tidak
melanggar konstitusi.
= Jika perkawinan di maksud adalah sebagai gejala umum masyarakat
dan di dasarkan atas itikad baik , maka Hakim Pengadilan Agama
harus mempertimbangkan dan layak untuk di itsbatkan.
= Yurisprodensi MA RI nomor 1776. K/Pdt/2007 tanggal 28 juli 2008
bahwa : PerkawinanTJIA MEI JOENG dengan LIONG TJUNG TJEN
yang dilakukan secara adat , dan tidak di catatkan pada Catatan sipil
dipandang tetap sah .
= Terhadap kasus tersebut diatas , Pemohon itsbat nikah terhadap
perkawinan di bawah umur harus di nyatakan sebagai Pemohon
yang beritikad baik karenanya harus mendapatkan perlindungan
hukum ( di kabulkan permohonan itsbat nikahnya )
= Patut di renungkan Qoidah fiqhiyyah :
Al khuruuju minal khilaafi mustahabbun ( mencari jalan keluar
dari pada masalah yang di perselisihkan antara Ulama , itu adalah
utama sekali ).
KESIMPULAN sebagai POKOK PIKIRAN
1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai
dengan pasal 2 ayat (1) undang undang nomor 1 tahun 1974.
2. Pencatatan perkawinan berfungsi sebagai tindakan administratif yang bersifat
imperatip, sebagai satu satunya bukti adanya perkawinan , sebagai akte
otentik dan resmi , berguna dan mengikat untuk suami / istri , untuk pihak ke
tiga , dan para keturunan mereka.
3. Penyimpangan dan pelanggaran atas pasal 7 ayat (1) UU nomor 1 tahun 1974
tentang batas minimal usia nikah adalah delict pelanggaran , ketentuan pada
pasal tersebut adalah hanya bersifat halangan sementara dan bukan larangan
menurut hukum.
4. Perkawinan yang dilaksanakan tidak dibawah pengawasan PPN dan tidak di
catatkan pada register nikah KUA setempat, serta calon mempelai ( suami
atau istri ) masih dibawah batas umur menurut pasal 7 ayat (1) UU nomor 1
tahun 1974 apabila pelaksanaanya telah memenuhi syarat dan rukun nya
13
nikah menurut hukum Islam , adalah tidak melanggar konstitusi , oleh sebab
itu dapat di itsbat kan.
Daftar bacaan :
= Undang Undang nomor 22 tahun 1946 tentang Pencatatan nikah talak dan rujuk .
= Undang undang nomor 32 tahun 1954 tentang penetapan berlakunya UU no. 22 tahun 1946 di
seluruh daerah luar jawa dan Madura.
= Undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan .
= Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU nomor 1 th.1974.
= Instruksi Presiden nomor1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia .
= M. Yahya Harahap. SH, Hukum Perkawinan Nasional , CV. Zahir Medan , 1975 .
= H. Andi Syamsu Alam , Usia ideal memasuki dunia Perkawinan , CV Kencana Mas , Jakarta , 2005.
= Beberapa permasalahan hukum di lingkungan Uldilag,hasil rakernas MA RI dengan jajaran
Pengadilan tingkat banding , di Palembang , 2009 .

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai