Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH ANTARA PENGEMBANGAN/PEMEKARAN WILAYAH

TERHADAP STRATEGI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


(MSDM)

(MAKALAH STRATEGI MSDM)


Oleh
RIZKY SAPUTRA
137003042









Program Magister
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD)
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Implementasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti
dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 di Indonesia membawa dampak
terhadap berbagai aspek kehidupan pemerintah dan masyarakat. Salah satu
dampaknya adalah keinginan masyarakat dan daerah untuk menata wilayah
administrasinya. Penataan wilayah secara konseptual mempunyai beberapa
makna, yakni pembentukan daerah baru, penggabungan beberapa daerah menjadi
satu daerah baru, penghapusan suatu daerah dan pemekaran daerah yang merujuk
pada penambahan luas daerah.
Pemekaran wilayah kabupaten/kota menjadi beberapa wilayah kabupaten baru
pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat. Dari segi pengembangan wilayah, calon kabupaten
baru yang dibentuk diperlukan keseimbangan antara basis sumberdaya antara satu
dengan yang lainnya. Hal ini perlu diupayakan agar tidak terjadi disparitas yang
mencolok di masa yang akan datang. Selanjutnya, dalam usaha pembentukan
wilayah pemekaran perlu dibentuk ruang publik baru yang merupakan kebutuhan
kolektif masyarakat di suatu wilayah pemekaran.
Pada prinsipnya pemekaran wilayah bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dengan meningkatkan dan mempercepat pelayanan,
demokrasi, perekonomian daerah, pengelolaan potensi daerah, keamanan dan
ketertiban, hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Pada hakekat tujuan
pemekaran wilayah sebagai upaya peningkatan sumber daya berkelanjutan,
meningkatkan keserasian dan perkembangan antar sektor, memperkuat integrasi
nasional. Untuk mencapai tujuan itu semua perlu adanya peningkatkan kualitas
sumber daya aparatur disegala bidang karena peran sumber daya manusia
diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat serta mendukung dalam pengembangan wilayah
didaerah.
Strategi pengembangan SDM yang dilakukan secara konsisten dan
berkesinambungan melalui proses akumulasi dan utilisasi modal manusia telah
terbukti memiliki peran strategis bagi upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat luas. Tulisan ini menjelaskan pentingnya penerapan dan penegakan
strategi manajemen SDM yang berorientasi investasi sumberdaya manusia pada
level organisasi sehingga mampu berkontribusi bagi peningkatan daya saing
bangsa secara berkesinambungan.
Salah satu hambatan yang cukup serius yang sering dihadapi oleh Pemerintah
Kab/Kota baru hasil dari pemekaran daerah yaitu pelaksanaan pemerintahan dan
pembangunan serta pemberian pelayanan kepada masyarakat belum sesuainya
kualitas kerja aparatur dengan apa yang diinginkan masyarakat, kurang
tersedianya tenaga manusia dalam hal ini sumber daya manusia yang ahli dan
sesuai dengan bidang kerjanya, kurang terampilnya aparatur pemerintah daerah
dalam menangani tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, dan kondisi kapasitas
administratif pegawai yang tidak memadai.
Maka dari pada itu perlu dilakukan pengembangan sumber daya manusia
aparatur karena dapat meningkatkan kemampuan aparatur baik kemampuan
profesionalnya, kemampuan wawasannya, kemampuan kepemimpinannya
maupun kemampuan pengabdiannya sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
kinerja seorang aparatur (Notoatmojo, 1998).

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam makalah ini
adalah Bagaimana hubungan & pengaruh antara
pengembangan/pemekaran wilayah dengan strategi manajemen sumber
daya manusia (MSDM) aparatur sipil negara ?

1.3 Tujuan
Sejalan dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka makalah ini mempunyai tujuan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh
antara strategi pengembangan/pemekaran wilayah dengan strategi manajemen
sumber daya manusia (MSDM)

1.4 Manfaat
Menambah khasanah kajian keilmuan terhadap strategi pengembangan dan
pengkajian pemekaran wilayah dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia
aparatur sipil negara dalam mendukung tingkat pelayanan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengembangan dan Pemekaran Wilayah

A. Pengembangan Wilayah

Pengertian pembangunan telah mengalami perubahan besar dalam bidang
ilmu pengetahuan dan bidang kebijaksanaan. Semula pembangunan diartikan
sebagai peningkatan kapasitas ekonomi untuk meningkatkan pendapatan nasional
perjiwapenduduk. Implikasi pengertian ini pada kebijaksanaan adalah tumbuhnya
keperluan menyalurkan sebanyak mungkin dana keuangan dan sumber daya alam
yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nasional. Dalam
perkembangan selanjutnya, paradigma pembangunan tidak hanya bermuka
ekonomi. Ikhtiar meningkatkan pendapatan nasional adalah penting dan tidak
berjalan sendiri namun perlu disertai dengan adanya perombakan berbagai segi
kehidupan masyarakat agar pembangunan itu sendiri mampu meniadakan
ketimpangan, mengurangi kemiskinan absolut. Tujuan pembangunan adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia secara terencana, gradual, bertahap,
komprehensif, holistik, sistemik, bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dengan
melibatkan peran serta seluruh elemen masyarakat.
Dalam pengertian umum, pembangunan merujuk pada proses perbaikan
dan keselarasan. Pembangunan merupakan usaha merubah kondisi kehidupan,
tingkat kesejahteraan dan keadilan masyarakat agar menjadi lebih baik. Dalam
definisi yang dibuat oleh United Nations disebutkan bahwa pembangunan adalah
orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir .develoving is not a static concept,
it is constinuously changing. Proses pembangunan sebenarnya adalah suatu
perubahan sosial budaya, agar pembangunan menjadi proses yang dapat bergerak
maju perlu dilakukan atas kekuatan sendiri (self sustaining proses) tergantung
kepada manusia dan struktur sosialnya. Pembangunan bukan hanya dikonsepsikan
sebagai usaha pemerintah an sich. Pembangunan tergantung pada suatu inner will,
proses emansipasi diri serta partisipasi kreatif melalui proses pendewasaan.
Dalam banyak teori pembangunan menyebut beberapa teori, yaitu Growth
theory, rural development Theory, Agro first, Basic needs, dan sebagainya. Teori
pembangunan ini memuat berbagai pendekatan ilmu sosial yang berusaha
menangani masalah keterbelakangan. Dengan demikian tidak akan ada definisi
baku dan final mengenai pembangunan, tetapi yang ada hanyalah usulan
mengenai apa yang seharusnya diimplikasikan oleh pembangunan dalam konteks
tertentu (Hettne, 2001). Dalam perkembangan selanjutnya, muncul berbagai
pendekatan menyangkut kajian tentang pembangunan. Salah satu diantaranya
adalah mengenai pembangunan wilayah. Secara luas pembangunan wilayah
diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori
kedalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang didalamnya
mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial dan
lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan
(Nubroho dan Dahuri, 2004).

B. Pemekaran Wilayah
Dalam sistem pemerintahan Indonesia, otonomi daerah bukanlah suatu
yang baru sebab dalam penyelenggaraan pemerintahannya menganut asas
desentralisasi sebagai pengejawantahan Pasal 18 UUD 1945, memberikan
keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan
memberikan kewenangan yang sangat luas, nyata, dan bertanggung jawab. Jadi
daerah otonom selanjutnya disebut Daerah, daerah adalah suatu kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Daerah yang dimaksud adalah daerah Provinsi, Daerah Kota dan Daerah
Kabupaten yang bersifat otonom. Di mana daerah tersebut terbentuk adalah
berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya,
sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Akan tetapi, daerah yang tidak
mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabungkan
dengan daerah lain. Aspirasi masyarakat dan atau kebijakan pemerintah dapat
menimbulkan pemekaran daerah setelah meninjau dari segi yuridis, sosial dan
persyaratan lainnya dalam pemekaran ataupun pembentukan daerah baru.
Dengan pembentukan daerah otonom ini, daerah otonom tersebut dapat
diharapkan mampu, memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus
rumah tangganya sendiri, terutama dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber-
sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam dan pengelolaan bantuan
pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik. Oleh
karena itu dengan pemekaran daerah diharapkan meningkatkan dinamika
kemandirian daerah yang pada akhirnya bermanfaat pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan utama otonomi. Bukan sebaliknya bahwa
pemekaran daerah telah menguras energi pemerintah Provinsi dan prosesnya
sering menimbulkan ketidakstabilan di daerah (Suara APPSI, 2007).

2.2 Strategi manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Ahli strategi Michael Porter menemukan bahwa manajemen sumberdaya
manusia (MSDM) merupakan kunci untuk mencapai keunggulan kompetitif
(Greer, 2001). Strategi pengembangan SDM yang dilakukan secara konsisten dan
berkesinambungan melalui proses akumulasi dan utilisasi modal manusia telah
terbukti memiliki peran strategis bagi upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat luas. Tulisan ini menjelaskan pentingnya penerapan dan penegakan
strategi manajemen SDM yang berorientasi investasi sumberdaya manusia pada
level organisasi sehingga mampu berkontribusi bagi peningkatan daya saing
bangsa secara berkesinambungan.
Penerapan praktik manajemen SDM strategik dalam organisasi, yaitu
model manajemen SDM yang memiliki kesesuaian (fit) dengan orientasi strategi
organisasi perlu dikedepankan sebagai solusi. Dengan demikian komitmen dan
kontribusi SDM terhadap kinerja organisasi dapat ditingkatkan. MSDM yang
berorientasi strategik (human capital investment oriented) memungkinkan
SDMdapat berperan sebagai partner strategic bagi organisasi guna melakukan
penyesuaian terhadap berbagai perubahan yang terjadi (Ulrich, 1998). Fungsi
pokoknya adalah membantu pencapaian strategi umum perusahaan melalui
kepastian adanya kemampuan manajerial dan karyawan yang kompeten (Pearce
dan Robinson, 1997:409).
Penerapan dan penegakan strategi manajemen SDM yang tepat dapat
memunculkan kemampuan organisasi untuk mendorong proses kreasi praktik
praktik SDM yang lebih inovatif, progresif dan berkinerja tinggi. Adanya
kemampuan untuk mengalokasikan SDM kearah pemanfaatan yang lebih baik
sehinga dapat menekan biaya tenaga kerja akibat penggunaan tenaga kerja yang
tidak efisien. Produktivitas rendah dapat terjadi karena underutilized workers,
rendahnya kepercayaan, resistensi karyawan terhadap perubahan, manajemen
hubungan tenaga kerja yang antagonistik, masalah motivasional dan praktik-
praktik-kerja yang terbatas (Greer, 2002).
Teori berbasis sumberdaya (resource-baseviewatauRBV) menyatakan
bahwa organisasi dapat menciptakan dan mempertahankan keunggulan
kompetitifnya melalui proses penciptaan nilai (value creation process) yang
langka dan sulit ditiru para kompetitor (Barney, 1998). Indikasinya dapat dinilai
dari kemampuan organisasi untuk mengkreasikan kebijakan dan praktik-praktik
MSDM yang unik dan sulit ditiru pesaing. Hal ini akan mendorong terjadinya
interaksi antar individu yang menghasilkan pengetahuan (knowledge) dan modal
sosial (social capital) serta menjadi pembeda organisasi atau perusahaan
(corporate identity) dengan pesaingnya yang kemudian mampu memberikan
keuntungan ekonomis positif serta tidak mudah ditiru. Strategi SDM hanya dapat
bekerja dengan baik jika kebijakan dan praktik-praktik manajemen SDM yang
diterapkan terintegrasi secara baik dengan strategi organisasi. Tingkat interaksi
dan kecocokan (match atau fit) antara strategi organisasi dengan strategi SDM
sesungguhnya mencerminkan kesungguhan dan komitmen organisasi dalam
menempatkan dan menilai peran modal manusia (human capital) yang
dimilikinya, lebih dari sekedar menempatkan SDM pada tataran retorika
organisasional. Masalah pokoknya terletak pada upaya untuk menemukan strategi
SDM yang tepat dan khas yang sesuai dengan potensi sumberdaya yang dimiliki,
lingkungan sosial maupun kultural organisasi. Diperlukan strategi khusus untuk
mengintegrasikan manajemen SDM sebagai sebuah proses yang bersifat
multidimensional dengan strategi organisasi agar mampu memberikan kontribusi
optimal bagi organisasi.

2.3 Hubungan Strategi Pengembangan Wilayah terhadap Strartegi MSDM

A. MSDM sebagai Instrumen Organisasi Dalam Mencapai Tujuan
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu
instrumen penting bagi organisasi dalam mencapai berbagai tujuannya. Bagi
sektor publik, tanggung jawab besar birokrasi dalam memberi pelayanan kepada
masyarakat harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang
profesional dan kompeten. Dalam konteks reformasi birokrasi, MSDM merupakan
salah satu pilar perbaikan di samping aspek kelembagaan dan sistem. Utilisasi
SDM aparatur secara efektif dan efisien menjadi fungsi utama MSDM bagi
birokrasi mulai dari perencanaan hingga tahap terminasi SDM.
Sebagaimana terdapat dalam berbagai literatur manajemen, pencapaian
tujuan organisasi secara manajerial diawali dengan fungsi perencanaan
(Ivancevich et al. 2004:66-87). Keterlibatan aparatur dalam perencanaan memiliki
peran signifikan terutama berkaitan dengan sikap dan perilakunya. Seperti telah
diidentifikasi oleh Boyne & Gould-Williams (2003), sikap aparatur yang terlibat
dalam perencanaan berperan penting bagi pencapaian kinerja organisasi sektor
publik di samping adanya pengaruh sejumlah variabel teknis lainnya. Jika dalam
tahap perencanaan SDM bermutu memiliki peran penting dalam mencapai target
yang ditetapkan, maka proses manajerial birokrasi selanjutnya dalam bentuk
pengarahan, pelaksanaan, dan evaluasi pun harus didukung oleh aparat yang
bermutu.
Dalam konteks yang demikian itulah, MSDM mendapat tantangan untuk
menjawab masalah peningkatan mutu aparat. Hingga saat ini mutu aparat
birokrasi dalam memberikan layanan publik di Indonesia masih menjadi persoalan
yang sangat serius. Masyarakat sebagai pengguna layanan birokrasi acapkali
mengeluhkan mutu aparat dalam menjalankan fungsinya. Berbagai bentuk
keluhan muncul mulai dari proses pelayanan, waktu yang dibutuhkan dalam
penyelesaian urusan, sikap dan perilaku aparat, hingga berkaitan dengan kualitas
hasil layanan. Permasalahan serius yang tak kunjung teratasi tersebut pada ahirnya
memposisikan Indonesia sebagai negara yang tidak kondusif bagi pelayanan
publik.
Peran MSDM di sektor publik menjadi sangat kritis dan berbeda
kondisinya dengan sektor privat (lihat Boselie et al. 2003). Secara historis konsep-
konsep yang berkembang dalam MSDM memang berawal dari kegiatan usaha
sektor privat. Bagi perusahaan, MSDM tidak hanya sekadar merupakan instrumen
utilisasi pegawai. MSDM di sektor privat sebagaimana dikatakan Stroh &
Caligiuri (1998) sekaligus merupakan sumber kekuatan bagi perusahaan dalam
mencapai keunggulan bersaing di era global seperti saat ini. MSDM dapat
berfungsi secara efektif di sektor privat, sementara tidak demikian halnya di
sektor publik. Salah satu faktor penentu efektifitas MSDM berkaitan dengan
budaya organisasi sektor privat yang sangat kontras dengan sektor publik. Selain
budaya, iklim organisasi yang tidak kondusif dan nilai-nilai manajerial yang tidak
relevan dengan perubahan menjadi ganjalan birokrasi dalam mencapai efektifitas
organisasi sebagaimana pernah diidentifikasi oleh Wallace et al. (1999) yang
meneliti organisasi sektor publik dan kepolisian di Australia.
Sangat penting artinya bagi dunia ilmu pengetahuan dan praktisi untuk
menguraikan MSDM dalam budaya, iklim organisasi dan nilai-nilai manajerial
khas birokrasi yang berbeda dengan perusahaan yang merepresentasikan sektor
privat. Dengan keyakinan terhadap pandangan bahwa budaya dan iklim organisasi
serta nilai-nilai manajerial dapat mendukung pencapaian keunggulan bersaing
organisasi sebagaimana dikembangkan Glonaz & Lees (2001), maka tulisan ini
dimaksudkan untuk mendeskripsikan fenomena dan pengantar pengembangan
model MSDM dalam sektor publik sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk
membangun birokrasi yang kuat dalam memberi pelayanan yang mendukung
peningkatan daya saing bangsa Indonesia.

B. Permasalahan Penerapan MSDM dalam Birokrasi Publik
Masalah MSDM Sektor Publik Terdapat berbagai masalah yang ada dalam
birokrasi di Indonesia khususnya berkaitan dengan pengelolaan SDM aparatur.
Permasalahan tersebut dapat dilihat baik dari perhitungan statistik jumlah SDM
aparatur atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), maupun dari sisi kualitatifnya. Dari sisi
kuantitatif, jumlah PNS pada tahun 2010 sudah mencapai 4.598.100 (lihat:
www.bkn.go.id). Menurut versi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Menpan & RB) EE. Mangindaan, jumlah PNS tersebut
termasuk dalam kategori cukup moderat. Dengan total jumlah penduduk
Republik Indonesia (RI) saat ini yang mencapai sekitar 224 juta jiwa, maka rasio
jumlahPNS terhadap jumlah penduduk adalah 1,94 persen. Persoalan PNS dalam
birokrasi bukanlah sekadar terletak pada hasil perhitungan kuantitatif.
Berbagai pertanyaan kritis yang patut dikedepankan sehubungan dengan
perhitungan jumlah PNS tersebut diantaranya adalah: (1) Apakah beban kerja
(work-load) PNS telah dianalisis secara benar sedemikian rupa sehingga mampu
menghasilkan angka ketersediaan dan kebutuhan (supply and demand) PNS yang
tepat?; (2) Apakah PNS telah tersebar secara merata dan proporsional baik dari
sisi demografis maupun per satuan atau unit kerja?; (3) Apakah semua PNS telah
benar-benar bekerja sesuai dengan kebutuhan organisasi?; dan (4) Apakah telah
ada perhitungan secara eksak dan rasional atas kontribusi dan kinerja PNS
terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan negara RI? Daftar
pertanyaan skeptis tersebut dapat saja terus bertambah. Oleh karena itu respon
strategis sangat diperlukan baik berupa kajian ataupun penelitian ilmiah secara
terus menerus untuk mendapat menjawab semua permasalahan kepegawaian.
Secara normatif semakin besar jumlahnya, PNS seharusnya mampu memberikan
pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat. Dengan jumlah yang sangat besar,
PNS harus pula dapat memposisikan diri secara lebih dekat lagi dengan
(kepentingan) masyarakat. Namun demikian realitas menunjukkan bahwa
meskipun jumlahnya besar, ternyata kualitas PNS berada pada tingkat yang
rendah dan pada akhirnya mempengaruhi level efektifitas pemerintahan.
Permasalahan kualitas SDM birokrasi di Indonesia tampaknya juga
diperberat dengan perilaku menyimpang para aparat. Berbagai media massa baik
tulis maupun cetak menyajikan pemberitaan yang sangat tidak sedap tentang
perilaku negatif aparat dalam bertugas mulai dari kasus korupsi hingga kasus
penggelapan pajak yang mewarnai mayoritas berita nasional serta bermacam-
macam berita negatif lainnya. Sementara di sisi lain, ternyata negara ini juga telah
banyak menyedot anggaran untuk menggaji aparatnya dalam jumlah yang sangat
besar sehingga pembangunan berbagai sektor utama lain menjadi tersendat.
Melihat upaya hukum pemerintah dengan menerbitkan sejumlah UU dan
PP di bidang kepegawaian, tampaknya sudah cukup kuat bagi birokrasi untuk
mengatur perilaku dan kinerja SDM aparatur. Namun demikian harus tetap
diingat, bahwa sekadar pendekatan legal-formal tidaklah cukup komprehensif
untuk mampu membentuk perilaku PNS yang disiplin, produktif, dan berkinerja
tinggi. Oleh karena itu, pendekatan nonlegal-formal atau multi-perspectives
approach harus dikedepankan dalam mengatur MSDM sektor publik untuk
birokrasi di Indonesia.
Perspektif strategis dan lingkungan menunjukkan adanya hubungan antara
strategi MSDM dengan strategi organisasi secara keseluruhan dalam rangka
menghadapi berbagai tekanan dari faktor-faktor politik, ekonomi, dan budaya
yang mendeterminasi organisasi. Strategi MSDM dan strategi organisasi bersifat
interaktif. Strategi MSDM menyajikan suatu kerangka kerja bagi organisasi untuk
melakukan seleksi SDM, penilaian kinerja, penyusunan skema penghargaan dan
pelatihan, serta tindakan yang harus dilakukan untuk merespon hasil penilaian
kinerja.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Satu hal yang tidak boleh diabaikan dalam praktek organisasi dan pelayanan
sektor publik dalam strategi pengembangan wilayah adalah pentingnya integrasi
atau keterpaduan antara perencanaan regional dengan perencanaan SDM.
Perencanaan regional yang diikuti dengan perencanaan SDM yang baik akan
menghasilkan tingkat efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan. Sebaliknya,
perencanaan wilayah yang tidak dibarengi dan diikuti perencanaan SDM yang
baik akan mempengaruhi tujuan. Tidak sedikit wilayah hasi pemekaran dalam
praktek perencanaan SDM yang kurang dalam memberi perhatian atau porsi
pelibatan strategi MSDM terhadap pembuatan rencana-rencana yang akan
dilakukan dalam kurun waktu tetentu.
Strategi manjemen SDM yang berorientasi investasi SDM pada prinsipnya
memberikan pengakuan dan penekanan bahwa keberadaan SDM organisasi sangat
menentukan kualitas dan daya saing organisasi. Organisasi yang mempraktikkannya
akan mendapatkan return berupa SDM berkualitas dan memberikan kontribusi
signifikan bagi kinerja organisasi. Pengakuan ini tentu bukan sekedar pemanis
bibir belaka, tetapi perlu diikuti langkah-langkah implementasi strategis dalam
bentuk penegakan praktik-praktik manajemen SDM organisasi yang
mencerminkan komitmen dan upaya yang sungguh-sungguh untuk menjunjung
martabat manusia dan kemanusiaan. Karena dengan cara itulah seluruh potensi
dan kemampuan organisasi dapat dieksplorasi dan menghasilkan kemaslahatan
bagi seluruh stakeholder nya dan pada gilirannya dapat menjunjung cita-cita
menjadi bangsa yang berdaya saing dan bermartabat. Praktik-praktik manajemen
SDM yang mengabaikan rasa keadilan, diskriminatif dan hanya demi kepentingan
itu semata apalagi jauh dari perspektif yang berorientasi jangka panjang
semestinya dapat dihindarkan. Pertumbuhan organisasi atau perusahaan yang
berbasis pada kinerja tinggi akan memberikan kontribusi positif bagi kemajuan
perekonomian bangsa melalui peningkatan kualitas dan daya saing. Perekonomian
yang tumbuh dengan dukungan kualitas SDM akan lebih berkelanjutan sehingga
memberikan ruang untuk terus melakukan upaya-upaya yang berorientasi pada
peningkatan kualitas dan mutu SDM bangsa.




















DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai