PERBEDAAN ANTARA TOYOTA MANUFACTURING SISTEM (TPS) DENGAN
LEAN MANUFACTURING SISTEM (LMS) DAN PENERAPANNYA PADA
PERUSAHAAN Rahmat (1) Program Magister Teknik Mesin, Universitas Pancasila Jakarta
ABSTRAK
Negara Jepang dan Negara Barat sedikit banyak telah memberikan kontribusi yang besar bagi strategi manufaktur yang berbeda berdasarkan praktek mereka sendiri yang unik dan budaya. Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membedakan pendekatan-pendekatan terhadap strategi manufaktur Jepang dari orang-orang Barat, yang dapat memberikan implikasi penting untuk praktek manufaktur dan kinerja perusahaan. Faktor-faktor yang dibandingkan untuk kedua pendekatan Jepang dan Barat meliputi strategi manufaktur, dasar, fokus, metode produksi, lini produksi, operasi, peralatan, tenaga kerja, kualitas, filosofi organisasi, strategi bisnis, perbaikan, dan tujuan keseluruhan. Perusahaan manufaktur Jepang dan Barat juga dibandingkan dalam hal budaya, personel, organisasi, manajemen, dan penilaian. Memadukan kelebihan antara Jepang dan Barat akan menjadi sebuah awal perjuangan yang jika berhasil, akan berakhir dalam peningkatan strategi manufaktur untuk mengejar daya saing yang lebih kompetitif.
Kata kunci: Perbandingan; Jepang; strategi manufaktur; Barat
BAB I PENDAHULUAN
Manufaktur dimulai dengan konsep memproduksi sesuatu menggunakan para pengrajin terampil, dan akhirnya berakhir dengan konsep produksi massal. Meskipun produksi massal telah menggantikan industri kerajinan sebagai pendekatan lebih disukai produksi, dua filosofi, yakni : Toyota Production System (TPS) dan Lean Manufacturing (LM) telah muncul dari Jepang untuk menggantikan praktek produksi massal di Barat (Worley & Doolen 2006; Dettmer 2011). Praktek kerja yang unik dan budaya dari kedua negara Jepang dan negara Barat telah mengakibatkan pengembangan strategi manufaktur yang berbeda pula. Perusahaan manufaktur Jepang dikatakan menekankan pendekatan jangka panjang, dan saat ini memimpin industri manufaktur di seluruh dunia. Sebaliknya, pendekatan jangka pendek yang diadopsi oleh perusahaan-perusahaan Barat menyebabkan mereka menderita dalam hal daya saing manufaktur . Perbedaan dalam pendekatan adalah salah satu di antara perbedaan utama antara Jepang dan Barat (Hayes & Wheelwright 1985; Abegglen & Stalk 1985; Hayes et al 1988; Voss & Blackmon 1998). Meskipun munculnya kekuatan ekonomi yang baru seperti China dan Korea Selatan di benua asia, dilaporkan memiliki kontribusi yang signifikan dari perkembangan ekonomi dunia sejak tahun 2009 (United Nations 2011), upaya utama untuk meningkatkan sistem manufaktur dan strategi terkait dengan TPS dan LM (khususnya, Jepang dan Amerika Serikat) ( Nordin et al . 2010). Oleh karena itu, mengidentifikasi perbedaan antara pendekatan J epang dan Barat dapat membantu praktisi dan peneliti mendapatkan pelajaran dan masukan untuk pengembangan lebih lanjut dari strategi manufaktur yang lebih baik .
1.1 METODOLOGI Metode yang digunakan pada analisa perbedaan antara toyota manufacturing sistem (TPS) dengan lean manufacturing sistem (LMS) dan penerapannya pada perusahaan adalah : 1. Tahap pertama yaitu menggunakan data sekunder review dan analisis. Membaca beberapa buku referensi dan jurnal ilmiah yang berkaitan dengan strategi manufaktur telah diidentifikasi sebagai sumber pustaka. 2. Tahap kedua menggunakan data yang terdapat dalam jurnal ilimiah baik nasional maupun internasional. 3. Tahap ketiga melakukan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan interview terhadap beberapa karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut.
1.2 TUJUAN PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan yang ditampilkan, maka tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Membedakan kedua system yang di pakai pada perusahaan J epang dan perusahaan manufaktur Barat terhadap strategi manufaktur dalam hal berbagai aspek. 2. Mengetahui implikasi dari pendekatan yang berbeda pada praktek manufaktur juga bertujuan untuk lebih memahami kedua pendekatan tersebut. 3. Mengetahui perusahaan-perusahaan dari kedua negara terebut yang menggunakan kedua system manufaktur tersebut.
1.3 RUANG LINGKUP PENELITIAN Untuk mencapai tujuan tersebut, peneitian akan dilakukan pada perusahaan yang menerapkan Lean manufacturing system (LMS) dan Toyota production system (TPS).
BAB II TEORI DASAR
2.1. Sejarah Singkat Manufaktur Istilah manufaktur dimulai dengan pengrajin, pekerja terampil yang membuat apa yang orang butuhkan. Pada awal 1900-an, Fred Taylor dan Henry Ford bekerja sama untuk mengatasi kekurangan produksi pabrik yaitu : produktivitas rendah dan biaya operasi yang tinggi . Taylor memperkenalkan beberapa metode, seperti : standarisasi kerja, pengurangan waktu siklus, motion study, dan studi waktu. Sementara itu, Ford berinovasi dengan penggunaan jalur perakitan, gerakan berulang, dan pembagian kerja untuk membuat pabrik- pabriknya seefisien mungkin. Baru pada tahun 1960, Toyota Motor Corporation memfokuskan pada mengurangi limbah dan meningkatkan keterlibatan karyawan untuk meningkatkan strategi manufaktur yang diperoleh dari Henry Ford ( Krafcik 1988; Worley & Doolen 2006 , Dennis 2007 ). Sakichi Toyoda dan putranya Kiichiro Toyoda adalah pendiri Toyota Motor Corporation, yang memulai dengan produksi mesin jahit dan kemudian mengunjungi perusahaan yang memproduksi mobil pada tahun 1930 (McCarthy & Kaya 2004). Kiichiro Toyoda mengunjungi Ford Motor Company di Detroit untuk belajar dan mendapatkan pengalaman dari industri otomotif Amerika. Akhirnya, Kiichiro kembali ke Jepang dengan pengetahuan dasar yang komprehensif dari sistem produksi Ford, di mana dirinya sudah siap untuk memodifikasi sistem tersebut untuk membuatnya lebih cocok untuk produksi skala kecil ( Becker 2006). Setelah Kiichiro Toyoda meninggal pada tahun 1952, Taiichi Ohno terus meneliti dan mengembangkan TPS berdasarkan dua visi berikut yaitu : Kiichiros untuk memberikan produk "just in time" dan untuk memberdayakan karyawan sehingga membuat perubahan untuk mengembangkan dan memastikan kualitas produk dalam proses manufaktur (Bocock & Martin 2011; Poppendieck & Poppendieck 2006). Konsep pertama berasal dari buku Henry Ford Hari Ini dan Besok, yang membangun dasar dari sistem manufaktur. Sedangkan konsep kedua berasal dari sistem supermarket penggantian produk di rak-rak, yang merupakan dasar dari memasok bahan terus menerus (Becker 2006). Toyota mempraktikkan sistem tarik untuk produksi, yang tergantung pada permintaan dari masing- masing departemen daripada peramalan, untuk mengatasi masalah kurangnya sumber daya setelah Perang Dunia II ( Ohno 1988 ). Pada tahun 1982, Toyota menandatangani perjanjian usaha patungan dengan General Motors untuk mengoperasikan pabrik di Fremont, California, bernama New United Motor Manufacturing Inc (NUMMI) ( Hallam et al 2010; . Shah & Ward 2007). John Krafcik menjabat sebagai insinyur berkualitas di NUMMI sebelum mengejar gelar Master di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Pada tahun 1988, Krafcik sebagai anggota tim Program Kendaraan Bermotor Internasional (IMVP) di MIT, menciptakan istilah " bersandar " dalam tesis Master untuk menggambarkan sistem manufaktur yang digunakan oleh Toyota (Shah & Ward 2007). Penelitian Krafcik dilanjutkan oleh anggota IMVP di MIT dan menerbitkan sebuah buku best seller internasional bertajuk The Machine yang Mengubah Dunia bekerja sama dengan penulis, seperti J im Womack, Daniel Jones, dan Daniel Roos (Holweg 2007). Buku ini memperkenalkan Lean Manufacturing (LM), menjelaskan secara rinci sistem manufaktur Toyota tanpa memberikan definisi yang spesifik. Setelah penerbitan buku pada tahun 1990, konsep LM mulai dipraktekkan di seluruh dunia . Selama masa pengembangan LM , sejumlah besar istilah yang merujuk pada objek atau ide yang sama diciptakan . Istilah-istilah ini termasuk TPS, Sistem Produksi Jepang, Zero Inventory, stockless System, Waktu berbasis manufaktur , World Class Manufacturing (WCM), dan Manufacturing Practices Terbaik . Dalam penelitian berikutnya, istilah-istilah ini mengadopsi arti yang mirip dengan LM (Holweg 2007; Shah & Ward 2007).
2.2. Sejarah Singkat Manufaktur Jepang Setelah akhir Perang Dunia II, Jepang dilarang memproduksi senjata militer. Dengan tak kenal lelah, Jepang mengubah dirinya ke negara adidaya ekonomi. Pemerintah Jepang dan industri manufaktur mengadopsi inisiatif untuk meningkatkan strategi manufaktur dan teknologi. Kepemilikan ekonomi yang kuat berasal dari ketekunan dan kemampuan perusahaan Jepang, sementara keahlian teknologi dikembangkan dengan belajar dan meningkatkan mesin industri yang diimpor dari Barat dengan kesabaran dan tekad. Karakteristik industri manufaktur Jepang adalah sebagai berikut (Balai 1983; Bolwijn & Brinkman 1987; Voss & Blackmon 1998; Frohlich & Dixon 2001) : 1. Sebagian besar perusahaan Jepang memproduksi produk sejenis dengan yang dihasilkan oleh perusahaan Barat, tetapi produk Jepang itu murah, handal, dan tahan lama. 2. Keunggulan manufaktur Jepang dapat dikaitkan dengan ajaran tradisional dalam strategi manufaktur. 3. Jepang telah mengadopsi kebijakan yang konsisten dalam mengejar efisiensi tinggi dan kualitas, penekanan pada manufaktur berulang, produksi just-in-time, alur kerja halus, serta perbaikan terus-menerus. 4. Pabrik-pabrik J epang berlatih LM telah secara bersamaan mencapai biaya yang lebih rendah, kualitas yang lebih baik, fleksibilitas yang lebih tinggi, dan perkenalan produk baru lebih cepat. 5. Perusahaan Jepang menekankan kecepatan dan fleksibilitas daripada volume dan biaya ditekankan oleh perusahaan Barat.
2.2.1 Sejarah Toyota Production System (TPS) TPS merupakan cara berpikir Toyota untuk membuat mobil dengan kualitas yang lebih baik, harga reasonable bagi masyarakat luas dan tersedia sesuai permintaan. Filosofi dasarnya adalah kepuasan pelanggan, kualitas bagus, kaizen (perbaikan terus-menerus), dan tidak boros. Berbicara sejarah TPS tidak akan lepas dari penemuan atau munculnya ide-ide penggunaan tools dalam TPS. Tools itu adalah: just-in-time, kanban, jidoka, multi function worker, dan standarisasi kerja. TPS merupakan filosofi manufaktur yang dikembangkan oleh Taiichi Ohno, Vice-President Executive Toyota, di tahun 1950-an yang terinspirasi oleh semangat kaizen. KAIZEN; atau penyempurnaan kecil yang terus- menerus, telah membuat Toyota berevolusi di mana dalam jangka panjang tampak membuahkan hasil yang revolusioner. Praktek kaizen berakar dari ide Sakichi Toyoda (1867-1930), pendiri grup Toyota. Pada 1890, tanpa bantuan pihak ketiga melakukan upaya penyempurnaan mesin pintal varian dari sistem flying shuttle hasil penemuan 150 tahun sebelumnya di Lancashire, Inggris. Dalam jangka waktu 35 tahun, dengan praktik kaizen- nya terhadap temuan pertama ia menyalip kepemimpinan teknologi Eropa selama 150 tahun dengan keberhasilannya menciptakan mesin pintal fully automatic pertama di dunia. Hak patennya dijual ke Platt Brothers, pabrik tekstil terkemuka Lancashire, Inggris. Di masa ini juga ia menguraikan pemikiran tentang perlunya sistem menghentikan proses produksi saat ada masalah atau istilahnya JIDOKA, istilah dalam bahasa Jepang yang berarti otomasi. Pada tahun 1926 berdiri Toyoda Automatic Loom Works Ltd. (sekarang Toyota Industries Co. Ltd.), di bulan September 1933 mengembangkan divisi otomotif. Berkat gen kaizen yang diturunkan, perkembangan awalnya begitu cepat sehingga diputuskan menjadi perusahaan independen. Di sini Sakichi Toyoda mengadakan sayembara untuk nama baru perusahaan otomotif yang siap dikibarkannya. Syaratnya, nama itu harus sebuah kata yang sama sekali baru dan gampang disebut. Nama Toyota dipilih karena masih mendekati nama lama, walau tak ada artinya dalam bahasa Jepang (sehingga tak dapat ditulis dalam Hiragana). Toyota juga dianggap lebih hoki ketimbang Toyoda karena penulisannya dalam Katakana terdiri dari 8 goresan kuas (seperti dalam kebudayaan Cina, 8 adalah angka mujur). Sakichi Toyoda menunjuk putra tertuanya Kiichiro Toyoda (1894-1952) sebagai bos Toyota Motor Co. Ltd. Sebagai salah satu persiapan, pada awal 1930-an, Kiichiro Toyoda diutus ke AS mempelajari sistem produksi massal yang dikembangkan Henry Ford (1883-1947). Menyesuaikan diri dengan pasar Jepang yang kecil, Kiichiro Toyoda; yang mewarisi kejeniusan ayahnya, menciptakan sistem yang dia namakan JUST-IN-TIME (JIT). JIT merupakan sistem produksi tepat waktu, di mana setiap proses hanya memproduksi sejumlah komponen yang diperlukan pada langkah selanjutnya dalam lini produksi, sesaat sebelum diperlukan dengan tepat waktu. Pada 1956, Taiichi Ohno ke AS mengunjungi The Big Three (GM, Ford, dan Chrysler). Tujuannya, seperti Kiichiro Toyoda untuk menyadap secara selektif teknologi dan praktek terbaik dari industri otomotif yang telah mapan (bukan mendapatkan transfer teknologi langsung sehingga bisa tetap independen). Yang menarik, ide TPS itu justru bukan berasal dari pengamatannya terhadap pabrik otomotif tersebut. VP Executive Toyota ini mendapatkan inspirasi dari supermarket yang sejak lama telah bertebaran di AS. Terkesan pada kenyataan betapa konsumen bebas memilih apa dan berapa yang mereka inginkan, timbul idenya mengembangkan PULL SYSTEM. Dalam sistem ini, setiap lini produksi menjadi supermarket bagi lini produksi berikutnya. Setiap lini hanya akan mengganti item yang diperlukan atau dipilih oleh lini berikutnya sehingga sistemnya sangat ramping (secara umum disebut sistem LEAN PRODUCTION). Ia juga menciptakan sistem KANBAN (kartu penanda) untuk pengisian stok komponen atau hasil rakitan yang belum jadi (sub-rakitan). Untuk menunjang sistem yang perlu akurasi tinggi tersebut, dibentuk jaringan pemasok kelas dunia. Koordinasi erat dengan jaringan pemasok ini memungkinkan sistem inventori JIT yang super-efisien dan efektif. Dan, ketika disertai kemajuan teknologi, dikembangkanlah sistem perakitan super-canggih yang antara lain menggunakan robot. Namun, yang membuat Toyota number one adalah sistem manajemen SDM-nya yang efektif dan efisien, memiliki loyalitas tinggi dan komitmen kuat terhadap kualitas. TPS yang berkembang secara evolusioner di tengah segala kekurangan dan kendala pada dasawarsa awal membuat sistem yang dikembangkan secara organik itu meresap kuat kedalam budaya perusahaan. Dengan kata lain, di Toyota, TPS bukan lagi sekadar sistem produksi melainkan falsafah perusahaan. Di antara strategi sukses yang ada, sistem lean thinking yang merupakan inti TPS adalah yang paling banyak diimplementasi oleh berbagai industri, bukan hanya produsen otomotif. Inilah strategi yang ditanam Sakichi Toyoda (sang pendiri), diperkaya oleh Kiichiro Toyoda (CEO pertama) dari pengamatannya terhadap sistem produksi massal Ford, dan dikembangkan oleh Taiichi Ohno (VP Eksekutif di era Kiichiro) yang mengambil ide dari supermarket di AS. 2.2.2 Prinsip Toyota Production System Konsistensi kinerja Toyota yang luar biasa adalah hasil dari keunggulan operasional (operational excellence). Toyota telah mengubah keunggulan operasional menjadi senjata strategis. Keunggulan yang didasarkan pada alat-alat dan metoda peningkatan kualitas seperti: Just in time, Kaizen, One piece flow dan Heijunka. Teknik-teknik tersebut telah melahirkan revolusi LEAN Manufacturing. Keberhasilan Toyota yang terus menerus dalam mengimplementasikan Best Practices secara berkesinambungan, tiada henti, fokus, disiplin dan mentransformasikannya kedalam budaya kerja hingga merasuk kepada setiap pekerja dan oraganisasi didalamnya. Bahkan mereka bersedia menghentikan kegiatan penghematan atau improvement bila memang bertentangan dengan prinsip kualitas, pelanggan dan keselamatan kerja. Beberapa prinsip yang membuat Toyota menjadi perusahaan kelas dunia adalah sebagai berikut : 1. Prinsip Ke 1 : Filosofi Jangka Panjang Toyota berusaha mengambil keputusan manajerial berdasarkan filosofi jangka panjang, meskipun mengorbankan sasaran keuangan jangka pendek. Memiliki misi filosofi yang mengantikan pengambilan keputusan jangka pendek. Bekerja, tumbuh dan selaraskan seluruh organisasi untuk mencapai sasaran bersama yang lebih besar dari sekedar menghasilkan uang. Pahami tempat dalam sejarah perusahaan dan bekerja untuk membawa perusahaan ke tingkat yang lebih tinggi. Misi filosofi Toyota merupakan dasar semua prinsip-prinsip lainnya. Ciptakan nilai bagi pelanggan, masyarakat dan perekonomian; ini adalah titik awal anda. Evaluasi kemampuan setiap fungsi dalam perusahaan untuk meraihhal ini. Bertanggung jawablah. Usahakan memutuskan nasib sendiri. Bertindak secara mandiri dan percaya pada kemampuan sendiri. Terima tanggung jawab atas tindakan, pelihara dan tingkatkan kemampuan ketrampilan yang memungkinkan menambah nilai. Bagi mereka SAVING bukan berarti mengorbankan Keselematan dan Pelanggan. Mereka berfikir panjang dan demi tujuan jangka panjangnya, sesuai dengan filosofi dan misi Toyoda Family dalam setiap tapak perkembangan bisnisnya. Bertumbuh bersama dengan semua komponen organisasi, dan manusia adalah faktor utama sebagai pembeda. Pembelajaran adalah hal yang utama. Tumbuhnya pengertian menghasilkan daya cipta kreasi yang dasyat, menghalau hadangan masalah dengan tingginya motivasi kerja dan terbentuknya hasil dari sikap kesungguhan dan kepercayaan akan tujuan.
Gambar 1. Four Points Toyota Way
2. Proses Yang Benar Akan Memberikan Hasil Yang Benar Mereka menciptakan proses yang mengalir secara kontinu untuk mengangkat permasalahan kepermukaan. Mendesain ulang proses kerja agar mengalir secara kontinu dan memberi nilai tambah yang tinggi. Usahakan untuk menghilangkan waktu kosong (idle) dalam setiap proses kerja atau menunggu seseorang untuk mengerjakannya. Ciptakan aliran untuk mengerakan material dan informasi dengan cepat serta mengaitkan proses dan orang agar menjadi satu kesatuan sehingga masalah dapat segera diangkat kepermukaan. Buat proses mengalir menjadi kenyataan sebagai bagian budaya organisasi Anda. Ini adalah kunci untuk peningkatan berkesinambungan yang sebenar- benarnya dan untuk pengembangan karyawan.
Gambar 2. Production Line Toyota Way Sebagian besar proses bisnis terdiri dari 90% Pemborosan dan 10% Pekerjaan bernilai tambah. Mengejutkan? Pekerjaan yang bernilai tambah artinya suatu pekerjaan yang benar-benar dihargai dan dibayar oleh pelanggan. Bila pekerjaan tersebut tidak memberikan dampak nilai jual artinya adalah pemborosan, sebab pelanggan atau pembeli tidak mau tahu atau menghargai segala pemborosan yang dilakukan pemasok. Pelanggan tidak peduli akan forklift mondar-mandir terlalu banyak pergerakan atau kelebihan dalam print out kertas atau waktu tunggu change over. Pembeli inginkan: Kualitas, Harga dan Ketersediaan.
Gambar 3. Pemborosan Ditempat Kerja Dalam TPS dikenal adanya istilah 3M (Muda, Mura, Muri) yang harus dihilangkan. MUDA artinya aktifitas yang mubazir atau tidak memberikan nilai tambah. MURA artinya melakukan pekerjaan tidak sesuai prosedur atau semrawut. MURI artinya bekerja tidak sesuai beban seharusnya. Dalam upaya tersebut juga, TPS berprinsip JIT agar tersedianya produk saat dibutuhkan. Artinya TPS hanya memproduksi barang sesuai kebutuhan, dalam jumlah yang diperlukan dan waktu yang ditentukan. Ini menguntungkan karena menjaga minimum stok, kualitas terjaga, hemat dan motivasi karyawan terjaga.
Gambar 4. Konsep 3 M Pengertian yang sederhana tentang MURA + MURI + MUDA Bila kita memindahkan 6,000 Kg XLPE (@ 1,000 Kg/Pallet) dengan forklift kapasitas 2,000 Kg maka: 1. MUDA adalah 6 Trips x 1,000 Kg ==>Pemborosan trasportasi. 2. MURA adalah 2 trips x angkut 2 pallets +2 trips x angkut 1 pallets ==>Tidak konsisten dan pemborosan transportasi. 3. MURI adalah 2 trips x angkut 3 pallets ==> Mengangkut berlebihan dan menyebabkan kerusakan forklift. Yang terbaik adalah ==>3 trips x angkut 2 pallets aman dan produktif. 3. Gunakan SISTEM TARIK untuk Menghindari Produksi Berlebih SISTEM TARIK atau PULL memiliki pengertian yang sama. Perilaku sistem tarik secara pasti diperuntukan bagi barang pemakaian rutin atau fast moving. Sementara untuk slow moving atau barang dengan kriteria tertentu (sulit didapat atau tingkat kemahalannya) maka didasarkan atas perencanaan sesaat. Sistem Tarik ini berdampak langsung bagi rendahnya titik inventory (buffer stock) dan pencegahan terjadinya over-production dan over stock. Karena dikendalikan atas pesanan, maka seorang tukang Nasi Goreng secara nalar tidak akan memproduksi lebih atau dengan kata lain Pembuatannya pun digerakan atas perintah Order. Mengapa anda perlu membeli atau menyimpan barang, bila dengan angkat telepon dan dalam waktu 4 jam barang tersebut telah ada dimeja anda dan siap digunakan? Bandingkan, seberapa murah anda membeli 1 dengan membeli 10? Berapa resiko rusak atau kadaluwarsa atau resiko hilang? Ada banyak alasan karena kekawatiran dan ketakutan (ditakut-takuti pemasok Barang habis atau stock terakhir atau akan naik setelah tanggal... atau selepas ini tidak diproduksi lagi... dst). Apabila itu uang Anda apakah akan Anda beli hanya untuk disimpan? Kanban adalah istilah dalam Just In Time yang artinya Kartu yang dapat memberikan tanda Tarik atau Dorong tergantung sistem yang dipakai. Pada umumnya yang dimaksud disini adalah Tarik, meski di Toyota ada beberapa proses yang mengunakan sistem dorong karena keunikan proses dan pertimbangan produktivitasnya. Kanban adalah satu sistem yang mengorganisasikan sistem penyangga (buffer stock). Dan buffer stock itu adalah pemborosan. Bila mungkin ~NOL. Jadi Kanban adalah adalah sesuatu yang Anda usahakan untuk dengan kerja keras tim kerja untuk dihilangkan.
Gambar 5. Kanban System Bila sebuah lini proses memiliki 4 kartu Kanban, masing-masing terhubung dengan satu kotak komponen atau item. Aturannya adalah, Kotak tidak bisa bergerak tanpa disertai kartu Kanban. Apa yang terjadi bila satu kartu Kanban dihilangkan? 25% perputaran WIP berkurang dan akibatnya adalah munculnya masalah. Bagaimana dengan masalah tersebut? Masalah harus dihadapi dan dicarikan jalan keluar yang solutif dan produktif, hasilnya 25% pemborosan pada WIP atau penumpukan stock dihilangkan (Dikisahkan oleh Taiichi Ohno). Prinsip ke 2 dalam Just in Time dan Kanban dapat Anda lihat pada kegiatan supermarket. Satu lokasi hanya diperuntukan oleh produk tertentu dengan luasan tertentu (~sama dengan jumlah tertentu). Apabila Anda berbelanja dan mengambil 6 kotak susu, maka pramuniaga akan mengantinya dengan 6 kotak susu pula. Dan pada saat itu pula pramuniaga akan melakukan transaksi sistem yang memerintahkan untuk melakukan pengantian sejumlah yang sama. Secara sederhana JUST IN TIME ataupun KANBAN memiliki prinsip yaitu: Buatlah kecepatan input mengalir sesuai dengan tarikan output (bila mungkin didasarkan atas Pembelian pelanggan).
4. Meratakan Beban Kerja (Heijunka), Bekerja Seperti Kura-Kura Dan Tidak Seperti Kelinci Heijunka adalah meratakan produksi baik dari segi volume maupun bauran (mix) produk. Memproduksi tidak berdasarkan urutan actual dari pemesanan pelanggan, yang naik dan turun secara tajam, tetapi mengambil jumlah total pesanan dalam satu periode dan meratakannya sehingga dibuat dalam jumlah dan bauran setiap hari. Pendekatan TPS sejak semula adalah untuk mempertahankan ukuran batch yang kecil dan membuat apa yang diinginkan oleh pelanggan (eksternal maupun internal). Pada aktivitas produksi, Persediaan diisi ulang dengan mengunakan system KANBAN. Aliran informasi dimulai dengan pesanan pelanggan dan berjalan mundur disepanjang lini produksi (operasi). Kartu disimpan di tempat tertentu dan dikirim ke sel produksi. Kartu-kartu ini menginstruksikan pad sel produksi, apa yang harus dibuat dan menentukan kecepatan kerja dari sel tersebut. Ketika sel mengunakan material (parts), sebuah KANBAN dikirimkan kembali ke sel produksi sebelumnya meminta untuk membuatnya lagi. Sistim tarik ini telah diciptakan sepanjang proses sampai dengan ke Pemasok. Membawa serta pihak pemasok untuk memberi dukungan bagi Just in time serta menemukan titik temu bagi kedua kepentingan adalah solusi penting bagi terciptanya system produksi one-piece-flow dengan beban rata. Setiap proses dibuat menjadi aliran tidak terputus, setiap bagian diperusahaan mendukungnya. Heijunka akan melibas segala pemborosan dengan melakukan pembauran (mix produk) baik jumlah maupun volume, yang terpenting adalah bekerja sesuai dengan permintaan pasar berdasar pada kemampuan pekerja, kapasitas mesin dan kemampuan pemasok. Ini akan menjadikan tempat kerja yang harmoni dan produktif. Kelihatannya mudah, tetapi tidak, Heijunka memerlukan kerja keras dan disiplin.
Gambar 6. Zero Downtime Konsep Dengan study-time untuk menganalisa change-over, setup time dan cycle time serta membakukan procedure kerja, akan didapat satuan waktu yang ideal dan logis untuk membalance (meratakan) beban alur proses dengan baik. 5. Membangun Budaya Berhenti Untuk Memperbaiki Masalah, Dengan Tujuan Memperoleh Kualitas Yang Baik Sejak Awal Semua pabrikan memiliki masalah. Anda tidak bisa menyembunyikannya. Coba periksa sejumlah persediaan sehingga masalah terungkap (re-work, re-make, over stock, kedatangan lebih awal, permintaan berlebihan, cadangan berlebihan,...). Anda akan menghentikan proses produksi untuk perbaikan dan pencegahan, akan lebih baik dibanding munculnya masalah yang berulang karena Anda membiarkannya terjadi. Bila sistem diberhentikan, akan mendorong tim kerja untuk memecahkan masalah hingga tuntas, dan ini akan berdampak bagi kinerja yang efisien dan produktif, dan mutu adalah menjadi target utamanya. J idoka adalah pilar ke-2 dalam rumah Toyota Production System. Ide ini ditemukan dan dikembangkan oleh Sakichi Toyoda (masih ingat alat pintal otomatis?), sebuah alat yang dapat mendeteksi adanya benang yang terputus dan mesin dengan otomatis akan berhenti. J idoka sering disebut sebagai autonomation, peralatan dilengkapi dengan inteligensia manusia untuk menghentikan dirinya sendiri ketika ia memiliki masalah. Kualitas dalam proses (mencegah masalah untuk dilakjutkan ke proses berikutnya) jauh lebih efektif dan lebih murah daripada memeriksa dan memperbaiki setelah masalah kualitas terjadi. J idoka didefinisikan dalam 4 tahapan proses ketika muncul ketidak-normalan, yaitu : 1. Mendeteksi adanya ketidak-normalan sedari awal. 2. Stop. Berhenti, menghentikan. 3. Tindak lanjut perbaikan dengan segera. 4. Investigasi terhadap akar masalah/penyebab dan ukur tingkat keberhasilan tindakan. Dibanyak perusahaan, seorang operator tidak diberikan kewenangan untuk menghentikan proses produksi, bahkan malah seorang manajerlah yang tetap memaksakan kehendaknya untuk menabrak rambu kualitas. Di Toyota, hal itu tidak mungkin terjadi. Waktu dan biaya yang dibutuhkan bagi pemborosan (reject/scrap) dan re-work (pengerjaan ulang) adalah 2 kali atau lebih besar disamping hilangnya atas kesempatan waktu untuk menghasilkan produk. Mengapa harus kompromi?. Kuncinya adalah PELATIHAN +KEPATUHAN +KEDISIPLINAN dimulai dari hal kecil, oleh pimpinan hingga operator. Semua itu adalah rangkaian proses dan perjalanan panjang, pembakuan sistem kerja, kejelasan dan perbaikan setiap hari menjadikan cara kerja baru yang lebih baik dan mendorong mental budaya kerja disiplin dan handal. Budaya MALU untuk melepas kesalahan atau barang reject ke seksi berikutnya adalah awal dari perbaikan kualitas. Setiap pekerja dalam rantai proses, seharusnya memeriksanya sebelum produk itu sampai pada seksi kerja berikutnya. Sebagai pekerja dan anggota lini, seharusnya Malu ketika kesalahan itu ditemukan pada proses berikutnya. Buatlah cara yang sederhana bagi operator untuk dapat mendeteksi jika kesalahana itu terjadi, libatkan seluruh komponen tim untuk menjadi pekerja bagi perbaikan. Keterlibatan meningkatkan kemampuan dan kemahiran dalam trouble- shooting. Dan itu artinya kualitas. 4 alat kualitas adalah: 1. Pergi dan lihat kesalahan dan masalah yang terjadi. 2. Analisa situasi ditempat kejadian. 3. Gunakan One-piece-flow (alur kerja kontinu) dan Andon (lampu peringatan) untuk mengungkap masalah. 4. Bertanyalah Mengapa sebanyak lima kali untuk setiap kondisi sebelum menyimpulkan. Membangun kualitas adalah Prinsip, bukan teknologi. Apa gunanya bendera 3 warna (Merah, Kuning dan Hijau) yang disediakan disebuah mesin? Itulah tanda visual. Merah artinya mereka memerlukan bantuan Anda segera untuk menyelesaikan masalah kualitas. Andon atau lampu tanda peringatan dan visual control, sangat membantu dan memotivasi pekerja untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
Gambar 7. Konsep JIDOKA
6. Standar Kerja Merupakan Fondasi Bagi Peningkatan Berkesinambungan Dan Pemberdayaan Karyawan Standarkan apa yang Anda kerjakan hari ini. Standar tersebut merupakan fondasi yang diperlukan yang akan menjadi dasar peningkatan hari esok. J ika Anda menganggap standardisasi sebagai hal terbaik yang Anda ketahui hari ini, tetapi masih dapat ditingkatkan di hari esok, Anda akan maju. Namun jika Anda berfikir bahwa standar adalah sesuatu yang membatasi, maka kemajuan akan berhenti. Standar yang kaku hanya akan menghasilkan batasan, dan akhirnya melahirkan birokrasi baru. Birokrasi yang akan membuat organisasi Anda, berhenti dan kemudian tertinggal. Prinsip penting, bahwa standarisasi adalah dasar dari Peningkatan Berkesinambungan dan Kualitas Produk. Adalah sebuah kesalahan bagi para Manajer yang menyatakan bahwa standardisasi adalah melakukan sesuatu menurut prinsip ilmiah dan pembuktiannya, cara yang terbaik dan ideal, kemudian membakukannya. Salah. Ini-lah yang menyebabkan kekakuan dan kebuntuan dalam mengali potensi kreativitas yang hidup ditempat kerja. Bukan-kah tempat kerja adalah sesuatu yang Dinamis?
Gambar 8. Konsep Proses Standarisasi Cara pertama untuk mengetahui sebuah kesalahan dalam kualitas adalah bertanya Apakah standar kerja telah diikuti dengan baik dan benar?. Bila jawabannya IYA, maka yang perlu diperbaiki diubah diganti adalah standar kerjanya. Namun apa yang biasanya terjadi? Menyalahkan atau mencari penyebab lain sebelum melakukan peninjauan ulang terhadap sistem standar kerja yang ada saat ini. Tugas penting saat mengimplementasikan standardisasi adalah menemukan keseimbangan antara menyediakan prosedur kaku agar diikuti karyawan dan menyediakan kebebasan untuk berinovasi dan menjadi kreatif untuk memenuhi target yang menantang secara konsisten dalam hal biaya, kualitas dan pengiriman. Kuncinya adalah terletak pada tugas orang (pekerja/operator/pihak yang sangat berkaitan dalam pekerjaan tersebut) untuk menulis standar kerja.
7. Gunakan Pengendalian Visual Agar Tidak Ada Masalah Yang Tersembunyi
Kendali Visual adalah setiap alat komunikasi yang digunakan dalam lingkungan kerja untuk menunjukan dalam waktu sekejap bagaimana pekerjaan seharusnya dilakukan dan apakah terjadi penyimpangan terhadap standar. Pengendalian visual lebih dari sekedar mengungkapkan penyimpangan dari target melalui bagan, grafik, penandaan dan menempatkannya di tempat yang mudah ditemukan, tempat berkumpulnya atau lalu-lalangnya orang banyak. Visual berarti dapat melihat: 1. Proses apakah berjalan sesuai rencana. 2. Apakah proses dalam kendali kualitas. 3. Apakah persediaan atau tumpukan WIP melebihi batas minimum atau maximum. 4. Apakah peralatan itu tersedia, mudah ditemukan dan mengetahui bila alat tidak ditempat atau hilang. 5. Visual berarti memotivasi untuk menjadi lebih baik. 6. Visual berarti pencegahan Intinya adalah Visual Control =Visual Management =Visual Factory =Glass Management = Transparent System diciptakan untuk dapat mengendalikan proses kerja agar pemborosan dan penyimpangan ditempat kerja dapat dihilangkan. Dan terlebih lagi adalah membuat suasana kerja menjadi semakin terukur dan memotivasi. Bagan manajemen visual atau sering disebut visual board harus memungkinkan komunikasi dan berbagi komunikasi, dan yang lebih penting lagi adalah yang ditampilkan pada visual board adalah hal-hal: 1. Hal-hal yang critical untuk pencapaian hasil hari ini dan minggu ini yang berhubungan dengan harapan pelanggan atas produk kita (Mutu, Biaya, Waktu pengiriman). 2. Hal-hal yang memotivasi untuk berbuat lebih, mencapai hasil optimal dan menjadi lebih baik. 3. Hal-hal yang membimbing pekerja untuk dapat menemukan informasi dengan mudah dan informasi itu dapat membantunya untuk berprestasi dalam memproduksi mutu, biaya dan percepatan produksi.
Gambar 9. Contoh Pengendalian Visual 8. Gunakan Hanya Teknologi Handal Yang Sudah Benar-benar Teruji Untuk Membantu Orang-orang dan Proses Anda Kita sering bersikukuh membela apa yang kita ketahui dan yakini sebagai hal yang benar. Sehingga hanya membatasi diri pada pilihan-pilihan yang langsung terdapat didepan kita dan gagal memikirkan apa yang sesungguhnya mungkin (dan mungkin lebih dahsyat). Memang yang ideal adalah menerima masukan dari suara pelanggan (Voice of Customer) dan mentransformasikan kedalam kemampuan (keungulan) dari proses dan manusia yang dimiliki, sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas, waktu serta hasil produktif dan biaya atau harga yang bersaing.
Gambar 10.Konsep Teknologi handal Dengan Skill Teruji Penyiapan sumber daya manusia harus menjadi target utama dalam jangka pendek maupun jangkan panjang. Peralatan dan proses didesign sedemikian hingga membangun keunggulan organisasi, sekaligus menyakinkan setiap orang dalam organisasinya untuk menjadi percaya akan keunggulan dan kekuatan yang dimiliki organisasi tersebut. Lucunya, justru anggota team dan manusia dalam organisasi tidak mempercayainya. Inilah peran leader sangat penting dalam melakukan Visioning & Directing. Never weaken your organization untuk mencapai hasil yang Dahsyat, hanya karena keraguan kecil yang dibicarakan setiap hari di kantin atau di pantry. Di Toyota, solusi elegan dikenali dari perbandingan antara kesederhanaan dan kekuatan. Solusi yang mencapai hasil optimal atau yang diinginkan dengan upaya yang sedikit mungkin. Adalah upaya untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Keeleganan adalah gabungan antara Ketrajaman +Penghematan +Mutu. Keleganan adalah menemukan solusi, bertemakan kesederhanaan, melibatkan kreatifitas, mempergunakan kecerdasan. Dimulai dari hal-hal kecil ditempat kerja hingga produk yang benar-benar diinginkan pelanggan. Pelajari keunggulan dan lakukan perbaikan bagi kelemahan. Tetap focus dan meningkatkan daya saing dengan menghilangkan pemborosan di lini proses. Rekayasa Industri di departemen Engineering, focus pada Manufacturing design, Process Engineering, Maintenance Design, Quality Design, Environment dan Reliability Design. Inilah tantangan dan peran utama. 1. Mudahkanlah pekerja untuk bekerja untuk mengasilkan produktivitas dan mutu 2. Hilangkan factor variasi pada input, proses dan hasil 3. Deteksi dini bagi variasi dan kesalahan 4. Standardisasi bagi sistem kerja (work instruction), tahapan proses dan proses control yang mudah dilakukan pekerja dan menghilangkan variasi 5. Multi skill operator dan kemudahan pengulangan pekerjaan dengan sedikit variasi atas hasil Dan yang sering muncul dalam assumsi pemikiran yang menjebak adalah membodohkan pekerja atau pekerja manja, namun bila ditilik lebih dalam, memang itu yang seharusnya terjadi yaitu kemudahan bagi pekerja dalam mengasilkan produk dan mutu dengan cara mudah dan rendah variasi, meski extrimnya pekerja bekerja dengan mata tertutup. Dan disitulah letak keunggulan sebuah rekayasa proses. Bukankan letak produktivitas ada pada Hasil dan Mutu? Semua bagian mengambil peran ini, yaitu peran Standardisasi dan hilangnya variasi hasil kerja. DFSS (Design for Six Sigma) mendorong terciptanya hasil elegan dengan jaminan mutu dan bersaingnya harga.
Gambar 11. Konsep Design for Six Sigma Bekerja dalam Kaizen adalah bekerja memperbaiki keadaan yang ada saat ini dengan dukungan inovasi dan kreatifitas untuk meningkatkan performa pencapaian. Pengembangan dan modifikasi dari proses yang ada dengan sumber daya yang tersedia dengan pilihan terakhir pada investasi teknologi.Investasi Kapital adalah pilihan terakhir. Memulai dengan hal-hal kecil ditempat kerja, merubah kebiasaan baik menjadi lebih baik. Menyempurnakan proses yang masih menghasilkan variasi. Melakukan inovasi engineering untuk mendeteksi sebelum terjadinya variasi dan lebih penting lagi memudahkan problem solving dan tindakan pencegahan.
9. Kembangkan Pemimpin yang Benar-benar Memahami Pekerjaan, Menjiwai Filosofi dan Mengajarkan kepada Orang Lain Sering kali perusahaan sebagai organisasi lupa, bahwa suksesi dan pengembangan ketrampilan jangka panjang adalah sangat penting bagi kekuatan sebuah organisasi, apalagi untuk proses yang unik. Contohnya adalah pada bagian penerimaan karyawan (Recruiting Department), mereka mengunakan metoda seleksi dan bahkan mau membayar lebih bagi para Head- hunter. Ini adalah perekrutan cara tradisional. Ada cara lain dari pada mencari atau seleksi trasional, yaitu dengan metoda menjaring. Menjaring artinya akan mendapatkan lebih banyak calon, dibutuhkan atau tidak bagian Recruitment harus menyediakan talent Stock yang handal, karena jumlah kandidat yang ada dalam data stock tidak-lah terbatas. Dibanyak perusahaan Jobs Description dan Intruksi Kerja (Work Instruction), bentuknya naratif dan lebih parah lagi adalah ke dua form tersebut diketik dan diterbitkan hanya untuk keperluan Audit Quality. Pernahkah terpikirkan, bahwa dari sini-lah awal Qualitas itu ada. Pertanyaannya mengapa ke dua form tidak masuk dalam daftar pelatihan? Dibuat visual, singkat dan mudah? Intruksi kerja adalah landasan untuk mengembangkan bakat. Hal ini sulit untuk dimengerti dan disadari. Kemudian, Mengapa mempersulit pekerja untuk menghasilkan produktivitas yang artinya prestasi? Bila bentuk Intruksi kerja yang naratif, sulit dimengerti, diberikan tanpa pelatihan... artinya hanya pemborosan. Karena intruksi kerja yang ada tidak membimbing pekerja untuk berprestasi. Apalagi bila kenyataannya untuk menyelesaikan satu masalah saja, mesti harus menunggu seseorang. Bagaimana kalau seseorang itu berhalangan? Bisakah digantikan dengan selembar kertas yang bernama OPL atau Instruksi Kerja atau Panduan Trouble Shooting?
Gambar 12. OPL Konsep 10. Kembangkan Orang dan Kelompok Yang Memiliki Kemampuan Istimewa, Dan Yang Menganut Filosofi Perusahaan Anda Keseimbangan yang ideal antara kemampuan individual dan kerja kelompok antara peran individual yang berkualitas dan kerja team yang efektif adalah dambaan setiap organisasi. Dan inilah yang diupayakan di perusahaan yang bernama TOYOTA. Kinerja kelompok adalah sangat penting, namun peran individu yang brilian sekaligus cemerlang adalah pondasi penting bagi keefektifan kinerja kelompok. Kelompok kerja semestinya bisa melaju dengan lebih efektif dan kencang jika tidak terbebani oleh beberapa individu yang memberatkan langkahnya. Pengembangan Kerja Individual yang sangat baik adalah sambil mempromosikan kerja tim yang efektif. Dengan sendirinya, bahwa tim yang hebat, tentu diisi oleh anggota tim yang handal. Dan untuk membentuk sebuah tim yang handal tidak dalam satu malam, apalagi untuk membuat seorang individu yang cemerlang dalam kerja kelompok. Membangun budaya kerja kelompok memerlukan waktu bertahun-tahun dengan harus konsisten menerapkan pendekatan dan prinsip budaya sesuai visi dan misi perusahaan.
Gambar 13. Piramida Kinerja Kelompok
Gambar 14. Tujuan Team Work
11. Hormati Jaringan Mitra Dan Pemasok Anda Dengan Memberi Tantangan Dan Membantu Mereka Untuk Meningkatkan Diri Beberapa Industri bersikap arogan terhadap pemasoknya (mereka merasa sebagai Pelanggan yang harus dilayani sebagai raja), bahkan mereka membebani pemasok dengan biaya. Biaya-biaya itu ada yang ilegal hingga yang dilegalkan seperti wajib mengikuti pelatihan, pemenuhan persyaratan. Bila demikian bukan-kah unjungnya adalah berkurangnya daya saing bagi perusahaan tersebut? Aneh... Namun terjadi. Bagaimana dengan perusahaan tempat anda bekerja? Ringankah beban pemasok, mudahkan mereka sehingga mereka dapat bertumbuh bersama dan memberikan servis prima yang berujung pada daya saing dan konsistensi mutu. Temukan mitra kerja yang solid dan berkembang bersama demi keuntungan kedua belah pihak, ini sering disebut sebagai pola MUTUAL BENEFIT. Di TOYOTA ada program yang disebut dengan nama SIC (Supplier Improvement Commitee) atau lebih dikenal dikalang pemasok sebagai Sick Supplier Club (pemasok yang sakit). Itu mungkin dianggap lucu, namun benar. Banyak perusahaan yang membaik dan bahkan menjadi hebat oleh tanggan-tangan ahli TPS (Toyota Production System) yang secara khusus didirikan oleh Taiici Ohno untuk menjadikan mitra kerja pemasok yang handal. Organisasi ini dinamakan OMCD ~ Operation Management Consulting Division.
Gambar 15. Konsep Suplier & Vendor Mutual Benefit
12. Pergi Dan Lihat Sendiri Untuk Memahami Situasi Sebenarnya (Genchi Genbutsu) Amati lantai produksi tanpa prasangka dan dengan pikiran kosong. Ulangi pertanyaan MENGAPA sebanyak lima kali pada setiap permasalahan. Selesaikan masalah dan tingkatkan proses dengan datang ke sumber permasalahan dan secara pribadi mengamati dan memverifikasi data dan bukan hanya berteori berdasarkan apa yang dikatakan orang lain atau yang ditunjukan layar komputer. Berfikirlah dan berbicaralah berdasarkan data yang telah Anda verifikasi sendiri. Bahkan para manajer dan eksekutif tingkat tinggi harus pergi dan melihat sendiri masalah yang ada, sehingga mereka akan memiliki lebih dari sekedar pemahaman yang dangkal terhadap situasi.
Gambar 16. Konsep Go & Study
13. Buat Keputusan Secara Perlahan-Lahan Melalui Konsensus, Pertimbangkan Semua Pilihan Dengan Seksama; Kemudian Implementasikan Keputusan Dengan Sangat Cepat J ika Anda mendapat proyek yang direncanakan untuk diterapkan secara penuh dalam waktu satu tahun, menurut saya, perusahaan Amerika pada umumnya akan menghabiskan waktu tiga bulan untuk perencanaan, lalu mereka akan mengimplementasikannya. Namun mereka akan menghadapi berbagai masalah setelah implementasi tersebut dan mereka menghabiskan sisa tahun itu untuk mengoreksi masalah-masalah yang ada. Namun, untuk jangka waktu proyek yang sama, TOYOTA akan menghabiskan sembilan bulan sampai 10 bulan untuk melakukan perencanaan dan mengimplementasikan secara perlahan misalnya produksi percontohan (pilot product) dan menerapkannya secara penuh pada akhir tahun dengan hampir tidak ada masalah lagi. Di TOYOTA, Analisis Strategi dan taktik adalah sangat penting. Tidak ada hal yang diasumsikan. Segala sesuatunya diverifikasi. Tujuannya adalah melakukan semuanya dengan benar. Bagaimana Anda sampai pada suatu keputusan itu sama pentingnya dengan kualitas keputusan itu sendiri. Lima elemen dalam memutuskan dengan seksama: 1. Menemukan apa yang sebenarnya terjadi (Genchi Genbutsu). 2. Memahami penyebab yang mendasarinya, yang menjelaskan hal-hal yang terlihat di atas permukaan dengan menanyakan 5 x MENGAPA. 3. Mempertimbangkan solusi alternatif seluas-luasnya dan mengembangkan penjelasan secara rinci untuk solusi yang dipilih. 4. Membangun consensus di dalam kelompok, termasuk karyawan dan mitra kerja (pemasok). 5. Menggunakan alat komunikasi yang sangat efisien untuk melakukan satu sampai empat, sebaiknya dalam satu sisi dari selembar kertas secara visual.
Gambar 17. Konsep Plan, Do Check & Action 14. Menjadi Organisasi Pembelajar Melalui Refleksi Diri Tanpa Kompromi (Hansei) Dan Peningkatan Berkesinambungan (Kaizen) Di Toyota, mereka tiada hentinya mempelajari OPL (one point lesson); dari yang kecil dan sedikit hingga menjadi Leason Learned yang luar biasa. Mereka catat, mereka buku-kan; mereka sebar luaskan hingga seluruh level terkait. Tiada henti dan penuh semangat perbaikan di tempat kerja. Setiap kegiatannya adalah untuk menghapuskan pemborosan di semua lini kerja dengan satu tujuan menurunkan biaya dan meningkatkan daya saing perusahaan. Setiap individu di dalam oraganisasi tahu benar tentang itu, dan telah menjadi The Way Of Working Live. Pekerja, para supervisor, manajer dan hingga level eksekutif benar menjalankan organisasi seperti tidak ubahnya pemilik modal. Mereka merasa tidak dapat hidup tanpa kepuasan pelanggan, hasil kerja yang bermutu, berdaya saing dan hidup dalam pelayanan. Dalam setiap permasalahan yang muncul, selalu bersama-sama dengan fikiran positif untuk dapat menyelesaikan masalah dengan mengungkapkan kejadian yang sebenarnya, akar masalah yang sebenarnya tanpa bertujuan menyalahkan atau menghakimi. Mereka sadar, bila akar penyebab dimatikan, maka efektifitas kerja dapat ditingkatkan, suatu kesalahan hanya untuk sekali saja, dan tidak berulang. Melakukan diskusi, brainstorming, mengamati proses, mendeteksi penyimpangan, mencari tahu sumber penyebab permasalahan, melibatkan lintas fungsi department; seakan-akan semua merasa bersalah dan wajib memperbaikinya. Sehingga esok pagi, segala sesuatunya dapat diketahui jawabannya, distandardisasikan proses/kerja, disebar luaskan dan menjadi bagian pencegahan masalah yang sama muncul kembali. Kesadaran pekerja benar-benar diatas rata-rata; Bekerja sebagai ibadah ; Bekerja dengan loyalitas dan integritas Tinggi. Untuk Perusahaan dan masa depan Pekerjanya. Inilah pendekatan Toyota dalam problem solving approach mencari akar penyebab.
Gambar 18. Konsep Lean Thinking
2.2.3 Perusahaan Yang Menerapkan TPS Denso adalah anggota dari Toyota Group, salah satu cabangnya di Indonesia adalah PT Denso Indonesia (DNIA). Berkat TPS, DNIA memproduksi sekitar 1.200 unit filter udara mobil berbagai tipe per hari di Pabrik Sunter. Produknya itu dipasok ke industri- industri mobil terkemuka, lokal dan Asia Tenggara. Proses produksi dimulai dari tempat menurunkan komponen dari pemasok, baik lokal maupun impor. Komponen ini ada yang langsung dikirim ke assembly line, ada pula yang mampir dulu ke bagian machining. Di assembly line, setiap operator memeriksa part yang diterimanya. Bila cacat, disisihkan dan diberi catatan (hasil kerja operator sebelumnya harus diperiksa). Perakitan dilakukan oleh 3 operator dan 1 mesin otomatis sederhana. Operator mengerjakan tugasnya dengan cekatan dan terukur, rapi, dan sesuai standar menggunakan peralatan handal- sederhana yang hemat biaya. Penyusunan stasiun kerja (workstations) diusahakan saling berhadapan atau membentuk huruf U; U-LAYOUT, hal ini bertujuan agar tata letak menjadi kompak (padat) dan saling berdekatan sehingga memudahkan pekerja untuk saling berinteraksi dan memudahkan rotasi pekerjaan. Setelah perakitan selesai, sub-rakitan memasuki oven conveyor untuk proses pengeringan lem besi. Sub-rakitan akan berjalan di atas konveyor berkecepatan 20 cm/menit memasuki oven sepanjang 2,5 meter; atau selama 23 menit, dengan semburan blower dan suhu 90C. Di ujung konveyor dipasang kawat portal dengan alarm agar ada isyarat jika produk akan jatuh ke lantai. Kawat ini adalah salah satu POKA-YOKE, yaitu: suatu peralatan hasil inovasi di lantai produksi yang mempunyai keandalan tinggi dan berbiaya rendah untuk digunakan dalam sistem J IDOKA sehingga mengurangi kesalahan dalam setiap proses. Setelah proses pengeringan, produk diproses oleh 2 operator; operator printing dan packing. Di depan operator printing digantungkan DEKI-DAKA (lembar kendali hasil) yang harus dicatat setiap jamnya oleh operator printing mengenai jumlah produksi aktual per jam berbanding target produksi per jam. Di depan operator paling hilir (downstream); operator packing, digantungkan jadwal perintah produksi tiap tipe yang harus diselesaikan pada hari itu. Hal ini menandakan bahwa sistem produksi berjalan berdasarkan tarikan operator sebelumnya (PULL SYSTEM). Dalam sistem produksi di tempat ini tidak ada gudang untuk produk jadi, produk jadi hanya menunggu di shooter finish goods dan staging area. Tidak ada barang yang mengalir tanpa KANBAN. Kanban produk jadi oleh operator packing dipindai dengan fasilitas komputer untuk data ke bagian inventori. Di depan setiap operator digantungkan lembar standarisasi kerja yang berisi hal-hal penting apa saja yang harus diperhatikan, tangan mana yang harus bergerak, dan langkah apa selanjutnya. Lembar ini mencegah terjadinya penyimpangan sehingga membantu membangun kualitas dalam prosesBuild in Quality (BiQ). Di lantai produksi tampak terdapat lampu sirene berwarna kuning. Ini disebut ANDON, yaitu isyarat untuk menunjukkan bahwa di unit itu ada masalah dan butuh bantuan. Selain andon kuning, terdapat juga andon hijau dan andon merah. Kuning menandakan ada masalah kekurangan bahan, hijau berarti sistem berjalan normal, dan merah menandakan lini/mesin berhenti karena ada masalah. Bila andon kuning dinyalakan maka MIZUSUMASHI (operator penanganan bahan dan kanban) akan datang untuk membantu di mana proses tetap berjalan. Dengan TPS yang begitu efisien, teliti dan komprehensif, produk-produk Denso terkenal memiliki kualitas tinggi. Kualitas tinggi adalah berkat diterapkan Build in Quality (BiQ) di mana diterapkan konsep operator adalah inspektor, seperti halnya supermarket operator selanjutnya adalah konsumen yang berhak menerima kualitas dan kuantitas terbaik dari kerja operator sebelumnya dan berhak komplain. Hasilnya kualitas terjaga, perbaikan hanya pada proses awal, bukan di tengah atau di akhir. Kualitas dibangun di dalam proses, bukan melalui repair atau perbaikan di proses selanjutnya. Dan tentu saja ada SOP (standard operation procedure) yang jelas. Untuk mencapai sasaran harga yang reasonable, TPS memilih mengurangi pemborosan untuk meningkatkan keuntungan. Dalam buku The Toyota Way, hasil penelitian Jeffrey K. Liker selama 20 tahun, ada delapan pemborosan yang didentifikasikan TPS dan selalu terus menerus dicari untuk dikeluarkan dari prosesnya, yaitu: 1. produksi berlebih (over-production); 2. waktu menunggu; 3. transport yang tidak diperlukan; 4. pemrosesan berlebih (inefficient processes); 5. inventori berlebih, 6. gerakan yang tidak diperlukan (unnecessary motion); 7. produk defect; dan 8. kreativitas karyawan yang tidak digunakan. Dalam TPS dikenal adanya istilah 3M (Muda, Mura, Muri) yang harus dihilangkan. MUDA artinya aktifitas yang mubazir atau tidak memberikan nilai tambah. MURA artinya melakukan pekerjaan tidak sesuai prosedur atau semrawut. MURI artinya bekerja tidak sesuai beban seharusnya. Dalam upaya tersebut juga, TPS berprinsip JIT agar tersedianya produk saat dibutuhkan. Artinya TPS hanya memproduksi barang sesuai kebutuhan, dalam jumlah yang diperlukan dan waktu yang ditentukan. Ini menguntungkan karena menjaga minimum stok, kualitas terjaga, hemat dan motivasi karyawan terjaga. 2.3. Sejarah Singkat Manufaktur Barat Manufaktur di Amerika tidak sepenuhnya berkembang sampai setelah perang tahun 1812 dengan Inggris. Terlebih pabrik dan industri yang dikembangkan di Amerika setelah perang untuk memastikan bahwa mereka memiliki akses ke produk yang diperlukan mereka sendiri tanpa bergantung pada negara lain. Sektor manufaktur kemudian berkembang menjadi skala yang lebih besar selama Perang Dunia II karena permintaan mesin meningkat . Perang memaksa produsen untuk memastikan cara untuk menghasilkan mesin otomotif dan peralatan tersedia cepat dengan jumlah besar, dengan tetap menjaga kualitas produk. Frederick Taylor memperkenalkan prinsip-prinsip manajemen ilmiah, yang bertujuan untuk mengoptimalkan dan menyederhanakan pekerjaan, dan akhirnya meningkatkan produktivitas pekerja (Taylor 1996). Menurut pandangan Taylor (Taylor 1996), optimasi lebih penting daripada bekerja keras untuk menghindari usaha yang sia-sia. Kolaborasi antara pekerja dan manajer juga memiliki peran penting dalam keberhasilan bisnis (Taylor 1996). Secara keseluruhan, revolusi manufaktur di Amerika melibatkan pasar massal, desain standar, dan pemanfaatan bagian dipertukarkan untuk mencapai volume tinggi produksi (Drejer et al. 2000).
2.3.1 Sejarah Lean Manufakturing Lean manufacturing atau lean production atau dikenal sebagai lean, merupakan metode optimal untuk memproduksi barang melalui peniadaan waste (pemborosan) dan penerapan flow (aliran), sebagai ganti batch dan antrian. Lean manufacturing adalah filosofi manajemen proses yang berasal dari Toyota Production System (TPS), yang terkenal karena menitikberatkan pada peniadaan seven waste dengan tujuan peningkatan kepuasan konsumen seccara keseluruhan. Karakteristik dari lean meliputi struktur lantai produksi yang aktif melakukan pemecahan masalah dengan penerapan kaizen dan continuous improvement, serta pelaksanaan lean manufacturing melalui tingkat inventory yang rendah, manajemen kualitas yang mengutamakan tindakan preventif (pencegahan) dibandingkan tindakan corretive (perbaikan), penggunaan pekerja yang sedikit, ukuran lot yang kecil serta penerapan konsep Just in Time (JIT). Lean manufacturing adalah strategi pencapaian yang signifikan, perbaikan yang berkesinambungan melalui eliminasi seluruh pemborosan waktu dan sumberdaya pada seluruh proses. Adapun yang dimaksud dengan pemborosan di sini meliputi 7 hal, yaitu: 1. Transportasi 2. Inventarisasi 3. Pergerakan (proses) 4. Waktu tunggu 5. Produksi yang berlebihan 6. Proses yang berlebihan 7. Kerusakan produk Kunci sukses Lean Manufacturing ada pada point-point seperti : 1. Mengurangi pengaturan biaya dan waktu 2. Small lot production 3. Keterlibatan karyawan dan pemberdayaan 4. Fokus kualitas pada sumbernya 5. Pull production atau just in time 6. Perawatan equipment yang berkesinambungan 7. Tenaga kerja yang multi-skill 8. Keterlibatan supplier Sedangkan elemen utama dari lean production adalah sebagai berikut : 1. Produksi just in time (JIT), adalah suatu metode produksi yang membawa semua bahan baku dan suku cadang yang dibutuhkan dalam setiap produksi tepat pada saat dibutuhkan. Tujuan dari JIT adalah persediaan yang nol dengan kualitas 100%. 2. Pengawasan kualitas yang ketat, dimana penghematan biaya maksimum dari JIT akan tercapai jika pembeli menerima barang yang sempurna dari pemasok. Dengan demikian pemasok harus menerapkan prosedur pengawasan yang sangat ketat sebelum barang tersebut diserahkan kepada pabrikan. 3. Penyerahan beulang kali dan dapat diandalkan, dimana pengiriman ini sebaiknya dilakukan setaip hari untuk menghindari penumpukan persediaan. Bilamana terjadi keterlambatan akan pengiriman atau tidak memenuhi pemasokan maka pemasok dikenakan denda atau pemutusan kontrak kerja. 4. Lokasi yang lebih dekat, dengan adanya lokasi yang berdekatan dengan pelanggan utama, maka penyerahan dapat diandalkan sehingga akan timbul komitmen yang besar dengan pelanggan utama. 5. Telekomunikasi, dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat, maka pemasok dapat membangun sistem penyerahan yang lebih baik lagi. 6. Jadwal produksi yang stabil, dimana pelanggan menyerahkan jadwal produksinya pada pemasok sehingga pemasok dapat menyerahkan barang sesuai dengan jadwal produksi pelanggan. 7. Sumber tunggal dan keterlibatan awal pemasok, dimana dengan adanya JIT ini baik pemasok maupun pelanggan sudah terlibat dalam penyusunan kontrak kerja dan syarat-syarat lainnya. Lean Manufacturing bisa didefinisikan sebagai : Pendekatan sistematis untuk mengidentifikasikan dan mengeliminasi pemborosan/waste melalui perbaikan berkesinambungan dengan aliran produk berdasarkan kehendak konsumen (pulll system) dalam mengejar kesempurnaan. Pull System dikenal juga dengan Just In Time ( JIT ) atau Produksi Tepat waktu. Waste didefiniskan sebagai segala aktivitas pemakaian sumber daya (resources) yang tidak memberikan nilai tambah (value added) pada produk. Pada dasarnya semua waste yang terjadi berhubungan erat dengan dimensi waktu. JIT mendefinisikan ada 8 jenis waste yang tidak memberikan nilai dalam proses bisnis atau manufaktur, antara lain adalah sebagai berikut (Liker, 2006): 1. Produksi berlebihan (overproduction) Memproduksi lebih banyak dari yang permintaan, atau memproduksi sebelum diinginkan. Hal ini terlihat pada simpanan material. Ini adalah akibat dari produksi berdasarkan permintaan spekulatif. Produksi berlebihan juga berarti membuat lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh proses berikutnya, membuat sebelum diinginkan oleh proses berikutnya, atau membuat lebih cepat dari yang dibutuhkan oleh proses berikutnya. Penyebab over produksi : Logika just-in-case (untuk jaga-jaga), Penggunaan otomatisasi yang salah, Proses setup yang lama, Penjadwalan yang salah, Ketidakseimbangan beban kerja, Rekayasa berlebihan, Inspeksi berlebihan, dll.
2. Menunggu (Waiting) Waktu menunggu dalam proses harus dihilangkan. Prinsipnya adalah memaksimalkan penggunaan / efisiensi pekerja daripada memaksimalkan penggunaan mesin-mesin. Penyebab menunggu termasuk: Ketidakseimbangan beban kerja, Pemeliharaan yang tidak terencana, Waktu setup yang lama, Penggunaan otomatisasi yang salah, Masalah kualitas yang tidak selesai, Penjadwalan yang salah, dll. 3. Transportasi (transportation) Tidak ada nilai tambah pada produk. Daripada memperbaiki transportasi, akan lebih baik bila dikurangi atau dihilangkan. Beberapa penyebab transportasi tinggi: Layout pabrik yang buruk, Pemahaman yang buruk terhadap aliran proses produksi, Ukuran lot besar, lead time besar, dan area penyimpanan yang besar. 4. Memproses secara keliru/berlebihan (Inefficient Process) Harus dihilangkan dengan cara bertanya mengapa sebuah proses diperlukan dan mengapa sebuah produk diproduksi. Semua langkah proses yang tidak diperlukan harus dihilangkan. Beberapa penyebabnya: Perubahan produk tanpa perubahan proses, Logika just-in-case, Keinginan konsumen yang sebenarnya tidak jelas, Proses berlebihan untuk menutupi downtime, Kurang komunikasi. 5. Work In Process (WIP) Material antar operasi yang timbul karena lot produksi yang besar atau proses-proses dengan waktu siklus yang panjang. Penyebab inventory berlebihan: Melindungi perusahaan dari inefisiensi dan masalah-masalah tak terduga, Kompleksitas produk, Penjadwalan yang salah, Peramalan pasar yang buruk, Beban kerja tidak seimbang, Supplier yang tidak bisa diandalkan, Kesalahan komunikasi. 6. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) Gerakan-gerakan tubuh yang tidak perlu, seperti mencari, meraih, memutar akan membuat proses memakan waktu lebih lama. Daripada melakukan otomatisasi terhadap gerakan sia-sia, operasionalnya sendiri yang seharusnya diperbaiki. Penyebabnya antara lain: efektifitas manusia/mesin yang buruk, metode kerja yang tidak konsisten, layout fasilitas yang buruk, pemeliharaan dan organisasi tempat kerja yang buruk, gerakan tambahan saat menunggu 7. Produk cacat (defective product) Memproduksi barang cacat, sehingga membutuhkan pengerjaan ulang atau bahkan dibuang karena tidak bisa diperbaiki. J elas ini merupakan pemborosan pemakaian bahan, waktu, tenaga kerja, dan sumber daya yang lain. Aktivitas ini merupakan kesia- siaan yang sempurna. Mencegah timbulnya cacat lebih baik daripada mencari dan memperbaiki cacat. Penyebabnya antara lain: Kontrol proses yang lemah, Kualitas buruk, Tingkat inventory tidak seimbang, Perencanaan maintenance yang buruk, Kurangnya pendidikan / training / instruksi kerja, Desain produk, Keinginan konsumen tidak dimengerti. 8. Kreativitas karyawan yang tidak dimanfaatkan (Underutilizing People) Kehilangan waktu, gagasan, keterampilan, peningkatan, dan kesempatan belajar karena tidak melibatkan atau mendengarkan karyawan. Penyebabnya antara lain: Budaya bisnis, politik, Perekrutan yang buruk, Rendah / tidak adanya investasi untuk training, Strategi upah rendah, turnover tinggi. Sehingga dengan kata lain tidak ada perbedaan yang signifikan antara JIT dengan lean manufacturing. Hal demikian dikarenakan just in time merupakan elemen utama dari lean manufacturing. Dan lean manufacturing melakukan penerapan konsep just in time. 2.3.2 Perusahaan Yang Menerapkan Lean Manufakturing General Motors (GM) adalah salah satu produsen mobil terbesar di dunia. Mereka mengadopsi dan menerapkan metode Lean Manufacturing yang digagas oleh Toyota sejak awal dekade 80-an. Pada tahun 1994, GM dan Toyota membentuk joint venture yang disebut New United Motor Manufacturing Inc., sebagai pionir yang mengimplementasikan metode Lean dalam perusahaan manufaktur otomotif untuk pertama kalinya di Amerika Serikat. Hingga kini, GM terus menerapkan dan mengembangkan metode-metode Lean Manufacturing untuk membuat proses operasional mereka tetap efisien dan cost-effective. Salah satunya adalah implementasi pada bagian administrasi di departemen purchasing, untuk efisiensi proses administratif. Aplikasi Metode Lean dalam Proses Administratif di Bagian Purchasing Sebagai bagian dari budaya Lean di proses manufaktur GM, perusahaan tersebut kemudian menerapkannya untuk mengefisienkan proses administratifnya. Salah satu kasusnya, tim purchasing GM mengedepankan persoalan mengenai proses Request for Quote (RFQ) yang dikirimkan kepada para supplier. Karea setiap RFQ harus memiliki daftar yang mendetail mengenai system requirement, RFQ yang dibuat tercetak memakan sangat banyak kertas, yang ketebalannya kira-kira mencapai hingga 6 inci. Dengan menggunakan analisa value stream mapping (VSM), GM mengidentifikasi beberapa cara untuk mengurangi pemakaian kertas untuk keperluan RFQ. Pemakaian kertas berlebihan memang telah menimbulkan waste bagi GM. Bukan hanya biaya yang dikeluarkan untuk membeli lebih banyak kertas, tapi juga biaya yang dikeluarkan untuk keperluan printing dan packaging, misalnya tinta dan karton, juga energi yang digunakan untuk mengantarkan setiap dokumen RFQ kepada supplier potensial. Solusi yang dikemukakan GM adalah mengubah proses RFQ kepada sistem yang berbasis elektronik. Sistem baru tersebut bukan hanya paperless dan ramah lingkungan, tapi juga menyelamatkan GM dari berbagai biaya tambahan dan waste yang ditimbulkan oleh pencetakan, pengemasan, dan biaya pengiriman untuk setiap dokumen RFQ. Dengan menggunakan sistem berbasis internet, GM mampu meningkatkan efisiensi pada procurement sekaligus menurunkan biaya, menghemat waktu, serta mengeliminasi waste. Dengan mendistribusikan RFQ secara elektronik, GM mengestimasi bahwa perusahaan akan mampu berhemat sekitar 2 ton kertas pertahunnya. Disamping keuntungan finansial, hal ini juga akan meningkatkan sustainability dalam proses administrasi GM.
2.4. Definisi Dan Model Konseptual Strategi Manufaktur Beberapa peneliti telah mengusulkan definisi masing-masing dan penjelasan dalam menggambarkan strategi manufaktur. Definisi strategi manufaktur disederhanakan dalam Tabel 1 (Dangayach & Deshmukh 2001). Secara singkat, strategi manufaktur dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan untuk meningkatkan kinerja saat ini perusahaan untuk mencapai tujuan jangka pendek dan panjang. Aktivitas manufaktur memiliki potensi untuk mempengaruhi kemampuan kompetitif perusahaan (Rho et al. 2000). Strategi manufaktur sebagai komponen fungsional yang penting dari strategi bisnis diusulkan oleh Skinner (1969). Ward & Duray (2000) telah menyarankan manufaktur model strategi, merekomendasikan bahwa strategi kompetitif dan manufaktur dipengaruhi oleh dinamika lingkungan, dimana strategi manufaktur secara langsung dipengaruhi oleh strategi bersaing. Model konseptual strategi manufaktur disajikan pada gambar 1.
Tabel 1. Definisi strategi manufaktur
Peneliti Definisi Skinner (1969) Exploiting certain properties of the manufacturing functions as a competitive weapon. Hayes & Wheelwright (1985) Consistent pattern of decision making in the manufacturing function that is linked to the business strategy. Hill (1987) Coordinated approach which strives to achieve consistency between functional capabilities and policies for success in the marketplace. Swamidass & Newell (1987) A tool for effective use of manufacturing strength as a competitive weapon for achievement of business and corporate goals. Swink & Way (1995) A decision and plan affecting resources and policies Sumber : Dangayach & Deshmukh 2001
Gambar 19. Model konseptual strategi manufaktur Sumber: Ward & Duray 2000 Ada dua unsur inti dalam strategi manufaktur, yaitu : tugas manufaktur dan pola pilihan manufaktur seperti yang disarankan oleh Miller & Roth (1994). Pilihan manufaktur merupakan prioritas kompetitif, seperti kualitas, biaya, pengiriman, dan fleksibilitas, bahwa struktur keprihatinan manufaktur dan infrastruktur yang dibuat oleh perusahaan untuk menyelesaikan tugas-tugas manufaktur yang telah ditentukan (Rho et al. 2000). Tiga pendekatan yang luas telah digunakan dalam studi manufaktur, yaitu, kemampuan manufaktur, pilihan strategis, dan praktik terbaik (Miller & Roth 1994).
KESIMPULAN
Seiring berkembangnya Lean manufacturing, akhirnya muncul beberapa hal yang membedakan Lean dari TPS dalam implementasinya. 1. Seeking profit Mengejar profit adalah suatu fokus target utama yang dilakukan perusahaan Toyota secara intens dengan prinsip pemaksimalan profit (price cost = profit) dan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, mereka melakukan pengujian cost reduction sistematik untuk menghitung keuntungan. Pada implementasinya, Lean dapat melakukan penurunan pada pengukuran tersebut dan melakukan tindakan fiksasi dari hal tersebut dengan konsep improvement flow atau pull. Namun pada akhirnya kemunculan value curve analysis cukup menjanjikan lean improvement untuk mencapai ukuran performansi bottom-line. 2. Tool orientation Kecenderungan pada beberapa program untuk hanya menggunakan tool seperti standardisasi kerja, value stream mapping, visual control, dll. untuk menyelesaikan masalah yang ada di luar kendali mereka sendiri. Tools hanyalah sebuah cara lain untuk bekerja di berbagai tipe masalah, tetapi tools tidak dapat menyelesaikan masalah maupun memperlihatkan akar dari suatu masalah dengan sendirinya tanpa tindakan dari Anda. Tools yang dipekerjakan pada Toyota lebih sering digunakan untuk memperjelas suatu masalah dibanding menyelesaikannya. Hal ini terjadi karena adanya limit ataupun blind spot dari tool itu sendiri. Sebagai contoh, Value Stream Mapping memfokuskan pada material dan informasi dari masalah flow tetapi tidak memiliki kekuatan untuk mengatasi masalah seputar Metrics, Man, maupun Methods. Untuk menyelesaikan masalah secara tuntas kita harus melihat dan menganalisis semua waste atau segala masalah yang terkait dengan kualitas, downtime, personnel development, masalah terkait cross training, capacity bottlenecks, atau hal yang berkaitan dengan profit, keamanan, metrics atau moral, dll. Tidak ada tools yang dapat melakukan hal tersebut sekaligus. Untuk memunculkan masalah, Anda membutuhkan tools lain yang mungkin lebih luas cakupannya dan lebih efektif.
3. Management technique rather than change agents
Hal ini telah menjadi suatu prinsip bagi Toyota sejak awal tahun 1950an ketika mereka memilai untuk membesar-besarkan pengembangan dari skill set production manager dan supervisor dalam mengarahkan natural team work dan tidak memperhatikan bagaimana pengembangan yang terjadi pada level staff. Dalam konteks Lean, hal ini menunjukkan bahwa terjadi implementasi push dibandingkan dengan implementasi pull dari suatu tim itu sendiri. Pengembangan skill ini tidak terjadi pada level atau area yang mencakup para specialist dari suatu pekerjaan itu sendiri. TPS sendiri menganggap pengembangan skill set untuk para specialist tidak efektif karena jumlah specialist itu sendiri yang sangat banyak jauh melebihi jumlah manager maupun supervisor. Di beberapa perusahaan yang mengaplikasikan Lean, banyak dari mereka yang membalikkan prioritas dari TPS dalam hal ini. Mereka memperbesar upaya pengembangan mereka di tahap para staff specialist dimana tingkatan skill dari para supervisor mereka diharapkan dapat meningkat dengan sendirinya seiring dengan waktu dan pengalaman kerja yang dilakukan oleh mereka mengingat bahwa supervisor memang orang-orang yang terlatih untuk itu. Lean sendiri telah mengalami perkembangan sejak kemunculannya dari TPS. Secara prinsipal keduanya bisa dibilang sama namun diorganisir dengan cara yang berbeda dan tidak selalu identik. TPS sendiri lebih dari sekedar salah satu set dari Lean tools. TPS dan Lean adalah suatu teknik yang luar biasa dan pendekatan holistik adalah kunci sukses dari implementasi keduanya. DAFTAR PUSTAKA
1. Mohd Irwan Bin Salleh. Lean Manufacturing, Total Quality Management and Six Sigma : What are difeerences and similarities?, Faculty Of Manufacturing Engineering, Universiti Teknikal Malaysia Melaka, May 2007. 2. Mohd Nizam Ab Rahman, Chan Kien Ho, Rahim Jamian,Norhidayah Fathirah Ramli and Neo Ming Cherng. Journal Comparative Study of Manufacturing Strategy between Japanese and Western Approaches: An Overview, Malaysia, May 2012. 3. Becker, R. M. 2006. Lean Manufacturing and the Toyota Production System. http://www.bxlnc.com . Accessed on: 05 th April 2014. 4. Ohno, Taiichi), Toyota Production System: Beyond Large-Scale Production, Productivity Press, March 1998. 5. Toyota Globa Site. Toyota Production System. http://www.toyota-global.com. Accesed on: 14 th March 2014. 6. Liker, J. The Toyota Way: 14 Management Principles from the World's Greatest Manufacturer. 2004.