Anda di halaman 1dari 17

Aspek-Aspek Yang Mempengaruhi Masalah Permukiman Di Perkotaan

R. Lisa Suryani
Amy Marisa

Program Studi Arsitektur
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Masalah perumahan menjadi masalah yang sangat penting bagi setiap individu
karena individu akan selalu tinggal dalam suatu masyarakat, maka dalam setiap
masayarakat akan terdapat rumah-rumah yang menampung kebutuhan manusia. Dilihat
dari proses permukiman, rumah merupakan sarana pengaman bagi manusia, pemberi
ketentraman hidup dan sebagai pusat kegiatan berbudaya. Dalam fungsinya sebagai alat
pengaman diri, rumah tidak dimaksudkan untuk pelindung yang menutup diri
penghuninya seperti sebuah benteng, tetapi pelindung yang justru juga harus membuka
diri dan menyatu sebagai bagian dari lingkungannya.
Perumahan dan permukiman selain merupakan kebutuhan dasar manusia juga
mempunyai fungsi yang strategis dalam perannya sebagai pusat pendidikan keluarga,
persemaian budaya, dan peningkatan kualitas generasi yang akan datang serta merupakan
pengaktualisasian jati diri. Terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat ditandai dengan
meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat melalui pemenuhan
kebutuhan papannya. Dengan demikian upaya menempatkan bidang perumahan dan
permukiman sebagai salah satu sektor prioritas dalam pembangunan manusia Indonesia
yang seutuhnya adalah sangat strategis.

1.2 Permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah:
Bagaimana gambaran aspek fisik, teknis, sosial budaya, dan ekonomi di kawasan
yang akan dikaji?
Sejauhmana aspek-aspek tersebut mempengaruhi morfologi kawasan permukiman
di perkotaan?

1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan tulisan ini adalah untuk menguraikan beberapa aspek yang
yang mempengaruhi berbagai masalah permukiman di perkotaan.
Tujuan dari penyusunan tulisan ini adalah untuk menggambarkan permasalahan
permukiman di perkotaan yang mungkin timbul dalam proses perencanaan dan
perancangannya sejalan dengan perkembangan kotanya.




e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
1
BAB II
TINJAUAN UMUM


2.1 Definisi
Dalam pengertian sebagaimana tersebut dalam UU No. 4 Tahun 1992, terhadap
rumah mengandung hal-hal berikut :
a. Mewadahi berlangsungnya kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai
kelompok, serta melindunginya dari berbagai hal yang tidak diinginkan terjadi;
b. Sarana bersosialisasi sebagai kelompok individu terkecil dalam masyarakat, termasuk
didalamnya kegiatan pembentukan watak serta pembinaan keluarga (kelompok
individu terkecil);
c. Sarana awal pembentukan watak, kehidupan dan penghidupan keluarga dalam
lingkungan yang sangat terbatas.
- Dibatasi oleh ruang rumah, yang ditinggali bersama oleh sekelompok individu
dan terikat oleh ikatan keluarga.
- Dibatasi oleh aturan yang berlaku dan disepakati untuk diberlakukan di dalam
lingkungan rumah, yang membatasi perilaku dan kegiatan setiap individu yang
menjadi anggotanya.
- Ada pembatasan dan pembagian ruang dengan fungsi-fungsi tertentu, sehingga
dalam beraktivitas setiap individu tidak tergantung atau menganggu individu
anggota keluarga lainnya.
- Ada struktur yang paling sederhana didalamnya dengan satu kepala keluarga dan
individu lainnya sebagai anggota.

Keterbatasan berperilaku dan berkegiatan dalam rumah ini perlu diberlakukan agar
dicapai keteraturan, kenyamanan dan keamanan dalarn rumah. Aturan ini seringkali
karena alasan kultur/budaya berbeda antara satu keluarga dengan keluarga lainnya.
Permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan
lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan human dan tempat kegiatan yang
mendukung perkehidupan dan penghidupan.
2.2 Fungsi Rumah Bagi Manusia
Rumah menciptakan kondisi tertentu dalam kehidupan manusia. Bermukim pada
hakekatnya adalah hidup bersama. Sehingga dapat dikatakan bahwa rumah menunjukkan
fungsi-fungsi tertentu.
Fungsi pertama, rumah menunjukkan tempat tinggal. Orang yang bermukim berarti
tinggal di satu tempat. Secara fisis orang dikatakan bertempat tinggal, apabila ia telah
menemukan lingkungan alamnya yang cocok baginya serta mempunyai peralatan yang ia
butuhkan untuk bertempat tinggal. Oleh karena itulah maka rumah disebut mansion atau
mansio, suatu pengertian yang menunjukkan manusia tinggal secara menetap.
Bermukim pada dasarnya adalah demeurer yang pada intinya mengacu kepada adanya
ketengan (innerlijkheid, innerlichkeit). Ketenangan ruang (spasial) dalam rumah

e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
2
membawa pula ketenangan rohani bagi manusia. Dengan kata lain dapat diuraikan
sebagai berikut. Pemukiman pada hakekatnya adalah menciptakan ruang hidup manusia.
1
Fungsi kedua ialah bahwa rumah merupakan mediasi antara manusia dan dunia.
Dengan mediasi ini terjadilah suatu dialektik antara manusia dan dunianya. Dari
keramaian dunia manusia menarik dirinya ke dalam rumahnya dan tinggal dalam suasana
ketenangannya. Namun penarikan diri ini tetap bersifat intensional, artinya dengan kerja
dan karyanya. Dengan hasil kerjanya itu ia kembali lagi ke rumahnya untuk menemukan
ketenangan batin. Dengan demikian terjadilah mediasi yang berkesinambungan dan
dialektik yang membawa kemajuan serta peningkatan dalam mutu hidup manusia.
Sebagai fungsi ketiga, rumah merupakan arsenal, di mana manusia mendapat
kekuatannya kembali. Karya yang dilakukannya sebagai ungkapan dialektik antara
manusia dan dunianya suatu ketika akan melelahkan dan menghabiskan energi.
Penguatan kembali dilaksanakan baik dalam arti fisis, maupun dalam arti rohani. Dalam
rumah manusia makan, minum, dan tidur untuk memperoleh kembali kekuatan dan
kesegaran. Dalam rumah pula manusia mendapatkan pendidikan dan pembentukan
mental sebagai perkayaan kehidupan budayanya.

2.3 Ciri-ciri Hakiki Pemukiman Manusia
Dengan singkat dapat disebutkan beberapa ciri hakiki yang secara intrinsik menandai
perumahan manusia. Ciri-ciri hakiki itu adalah sebagai berikut:
2
Rumah memberikan keamanan; manusia adalah makhluk rohani dan jasmani. Sebagai
keutuhan pribadi yang jasmani ia membutuhkan pengamanan bagi badannya. Tempat
berteduh untuk menghindari teriknya panas matahari, dinginnya air hujan dan
kepengapan udara polusi. Rumah harus menjaga kesehatan badan.
Rumah memberikan ketenangan hidup; dunia dalam jaman dewasa ini dipenuhi oleh
keramaian dan hiruk pikuk yang memekakkan telinga. Kesibukan dan keramaian itu
dapat menimbulkan ketegangan patologis. Bahkan jaman teknologi yang begitu maju
justru merupakan ancaman yang meresahkan, karena manusia di situ merasa dirampas
dari ketenangan dan kepribadiannya. Rumah seharusnya menunjukkan manfaatnya
untuk tempat memperoleh ketenangan jasmani dan rohani. Rumah adalah tempat
rekoleksi kekuatan.
Rumah memberikan kemesraan dan kehangatan hidup; manusia adalah makhluk yang
menuju kepada kemandiriannya dan ingin menemukan dirinya. Di sini rumah mampu
memberikan wahana yang ideal dan suasana yang mampu mendorong penemuan
dirinya itu.
Rumah memberikan kebebasan; kegiatan-kegiatan budaya itu sendiri merupakan
proses pembebasan manusia. Karya manusia pada hakekatnya adalah langkah-
langkah menuju kepada penemuan diri yang otentik (memerangi kemunafikan).
Rumah memberikan kondisi kepada pencapaian kebebasan psikologis dan sosial.





1
Soerjanto P. dalam Budihardjo, Eko. (1998), hlm. 138-139.
2
Soerjanto P. dalam Budihardjo, Eko. (1998), hlm. 140-141.

e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
3
BAB III
PERMUKIMAN KOTA DITINJAU DARI BEBERAPA ASPEK
3.1. Aspek Fisik
3.1.1. Tipologi Bangunan
Tipologi bangunan tempat tinggal dapat dilihat pada penjelasan berikut di bawah
ini:
a. Rumah Tunggal (Detached House)
Rumah yang berdiri sendiri pada persilnya dan terpisah dari rumah disebelahnya.
Tipe besar dengan luas persil diatas 400 m2


Gambar: Bentuk Detached House

b. Rumah Koppel (Semi-Detached House)
Rumah yang umumnya berada pada 1 (satu) persil
Terdiri dari 1 (satu) bangunan dengan 2 (dua) unit rumah tinggal, dimana atapnya
menjadi satu.
Dari segi kepemilikan rumah biasanya satu persil dibagi menjadi dua kepemilikan
sehingga masing-masing unit rumah mempunyai kepemilikan sendiri.



Gambar: Bentuk Semi-Detached House
c. Rumah Deret (Row House)
Suatu jenis hunian yang bangunan/unit rumahnya menempel satu dengan lainnya
Pada umumnya berderet maksimal 6 (enam) unit
Rumah dengan type kecil dengan luas persil dibawah 200 m2 .

e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
4

Gambar: Bentuk Row House (site plan)

d. Rumah Type Maisonette
Rumah tinggal yang terdiri dari 2 lantai, bias berupa 1 unit tersendiri, bisa juga
berderet dan dapat juga berada pada satu massa besar.
Umumnya lantai satu dimanfaatkan untuk kegiatan umum seperti ruang tamu,
ruang keluarga, dapur, dan lain-lain. Lantai dua dimanfaatkan untuk kegiatan
pribadi seperti ruang tidur.


Gambar: Bentuk Maissonette (site plan)

e. Apartemen
Adalah sebuah bangunan bertingkat banyak dan terdiri dari unit-unit hunian.
Bertingkat rendah maksimal 4 lantai dan bertingkat tinggi >8 lantai
Ada beberapa jenis istilah untuk tipe bangunan rumah tinggal seperti ini. Biasanya
dibedakan atas kelompok penghuninya seperti rumah susun atau flat untuk
kelompok penghuni masyarakat menengah kebawah dan apartemen atau
kondominium untuk kelompok penghuni masyarakat menengah keatas.

Gambar: Bentuk Apartemen (site plan)

e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
5

f. Ruko ( Rumah Toko ) / Shop Houses
Termasuk pada rumah deret hanya dibedakan dari fungsi bangunan yaitu fungsi
hunian dan fungsi niaga
J umlah tingkat 2 4 lantai
Umumnya berada pada pusat-pusat kegiatan


3.1.2. Lahan / tanah
a. Perkotaan
Permasalahan tanah diperkotaan selalu berkaitan dengan :
Pertambahan populasi yang pesat
Urbanisasi
Keterbatasan lahan menyebabkan harga tanah tinggi

Beberapa kelompok yang mencoba bertahan dengan bermukim di pusat kota akan
membangun rumah tinggal di lokasi tanah-tanah liar seperti daerah pinggiran
sungai, disepanjang rel kereta api, ruang-ruang terbuka kota yang mengakibatkan
tumbuhnya permukiman kumuh di perkotaan.
b. Pedesaan
Peruntukan lahan di pedesaan terdiri dari :
Tanah ( sawah, pekarangan, tegalan/hutan dan perumahan ). Keempat aspek
ini berfungsi sebagai sumber pangan dan industri
Sumber Air ( keperluan domestik pengairan ). Berfungsi sebagai sumber
hidrologis
Tanaman dan hewan (potensi tanaman pokok dan dagang). Berfungsi sebagai
sumber vegetasi dan protein

3.1.3. Prasarana/sarana Lingkungan
Menurut Undang Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman dikatakan bahwa :
Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang
memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana
mestinya.
Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk
penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan
budaya

Melihat pertumbuhan kota masa kini, disamping masalah sosio ekonomi (antara
lain lapangan kerja), terdapat masalah kesehatan lingkungan yang menyangkut
permukiman dan perumahan yaitu :


e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
6
a. Penyediaan sarana dan pengawasan kualitas air bersih.
Masih belum tersedianya kualitas air bersih untuk semua penduduk. Bahkan sebagian
kecil penduduk masih mendapatkan air bersih dengan tingkat Water of Questionable
Safety.
b. Pembuangan sampah dan air limbah
Pembuangan sampah di kota pada umumnya belum memadai karena kurangnya
fasilitas angkutan, makin terbatasnya tempat pembuangan, kurangnya biaya, system
pengangkutan dan pembuangan yang belum saniter dan kurangnya kesadaran
masyarakat . Pembuangan air limbah baik yang berasal dari rumah tangga maupun
industri, disamping sarana pembuangannya yang terbatas juga cara pembuangannya
yang terbuka begitu saja. Kualitas air limbah terutama yang berasal dari industri,
masih banyak yang kualitasnya diatas ambang batas yang diperkenankan menurut
peraturan yang ada , oleh karenanya tidak jarang timbul keluhan masyarakat karena
pencemaran yang terjadi.
c. Penyediaan sarana pembuangan kotoran
Diperkirakan penduduk daerah pedesaan yang menggunakan jamban saniter tidak
lebih dari 25%, selebihnya membuang kotoran ke sungai, empang, kebun dan cara-
cara lain yang tidak saniter. Di daerah perkotaan, angka penduduk yang menggunakan
jamban lebih tinggi, namun di banyak kota , pembuangan kotoran dari jamban
tersebut disalurkan ke septic tank atau sumur penampungan sebagian bahkan
langsung ke sungai atau badan-badan air lainnya. Pencemaran air dan tanah makin
hari makin parah, sehingga penyakit perut dan cacing masih tetap tinggal meskipun
telah dikeluarkan biaya cukup besar untuk peningkatan penyediaan air bersih.
d. Penyediaan fasilitas dan pelayanan umum
Masalah ini pada dasarnya berpangkal pada ketidak seimbangan antara jumlah
penduduk yang semakin meningkat dengan kemampuan pengelolaan kota, ditambah
dengan kurangnya kesadaran masyarakat sendiri akan hubungan antara kesehatan
lingkungan dengan kesehatan dirinya sendiri.


Sehubungan dengan pembangunan perumahan, The Committee on the Hygiene of
Housing of the American Public Health Association telah menyarankan persyaratan
pokok suatu rumah sehat adalah sebagai berikut :
Harus memenuhi kebutuhan fisiologis; yang meliputi suhu optimal di dalam rumah,
pencahayaan, perlindungan terhadap kebisingan, ventilasi yang baik, serta tersedianya
ruangan untuk latihan dan bermain anak-anak
Harus memenuhi kebtuhan psikologis; yang meliputi jaminan privacy yang cukup,
kesempatan dan kebebasan untuk kehidupan keluarga secara normal, hubungan yang
serasi antara orang tua dan anak, terpenuhinya persyaratan sopan santun pergaulan
dan sebagainya
Dapat memberikan perlindungan terhadap penularan penyakit dan pencemaran; yang
meliputi tersedianya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan, adanya
fasilitas pembuangan air kotoran, tersedia fasilitas untuk menyimpan makanan,
terhindar dari serangga atau hama-hama lain yang mungkin dapat berperan dalam
penyebaran penyakit dan sebagainya

e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
7
Dapat memberikan perlindungan / pencegahan terhadap bahaya kecelakaan dalam
rumah; yang meliputi konstruksi yang kuat, dapat menghindarkan bahaya kebakaran,
pencegahan kemungkinan kecelakaan jatuh atau kecelakaan mekanis lainnya.
Melihat pertumbuhan kota masa kini, di samping masalah sosial ekonomi, (antara
lain lapangan kerja), terdapat masalah kesehatan lingkungan yang menyangkut
pemukiman dan perumahan yaitu :
Penyediaan sarana dan pengawasan kualitas air bersih
Pembuangan sampah dan air limbah
Penyediaan sarana pembuangan kotoran
Penyediaan fasilitas dan pelayanan umum, serta pencemaran air dan udara

3.2. Aspek Teknis
3.2.1. Struktur Tata Ruang Kota
Konsep pemahaman terhadap ruang perkotaan dapat berbeda, namun selalu
dibutuhkan untuk mengintegrasikan watak regional tertentu di dalam perancangan
perkotaan. Pemahaman itu tidak hanya terbatas pada keragaman rupa aksitektur pribumi,
tetapi konsep watak regional yang membutuhkan pemahaman sikap terhadap ruang
perkotaan yang lebih luas dengan melibatkan semua implikasi lingkungan yang sejati
berdasarkan prinsip-prinsip ekologi setempat (Markus Zahnd, hlm 221).
Pembangunan perumahan dan permukiman tidak bersusun harus mengikuti Kawasan
Perkotaan atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten, terdiri dari:
1. Rumah sederhana.
2. Rumah menengah.
3. Rumah mewah.

Persyaratan pembangunan perumahan dan permukiman tidak bersusun:
1. Pembangunan perumahan sederhana tidak bersusun harus mengikuti Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum No. 20/KPTS/1986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan
Perumahan Sederhana Tidak Bersusun dan peraturan perubahannya.
2. Pembangunan rumah sangat sederhana harus memenuhi Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 54/PRT/1991 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sangat
Sederhana dan peraturan perubahannya.
3. Pembangunan rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah wajib
menerapkan ketentuan lingkungan hunian yang berimbang sesuai dengan Surat
Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri
Perumahan Rakyat No. 648-384 Tahun 1992, No. 739/KPTS/1992 dan No.
09/KPTS/1992 dan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat selaku Ketua
Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Nasional No. 04/KPTS/BKP4N/1995 tentang Ketentuan Lebih Lanjut Surat
Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri
Negara Perumahan Rakyat.
4. Bangunan rumah tidak bersusun yang belum selesai dibangun, dapat dijual dengan
syarat harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri
Negara Perumahan Rakyat No. 09/KPTS/ M/1995 tentang Pedoman Perikatan J ual
Beli Rumah.


e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
8
Persaingan dapat terjadi antara berbagai peruntukan tanah; persaingan antara
kebutuhan tanah untuk industri, perkantoran, jalan-jalan umum, taman, dan pemukiman
manusia sendiri. Persaingan ini tidak saja timbul karena luas tanah yang terbatas, tetapi
juga karena orang cenderung memilih lokasi yang terdekat ke pusat-pusat kegiatan kota,
di mana fasilitas-fasilitas kota (jalan, telepon, dan sebagainya) tersedia.
Persaingan ini kemudian juga menjadi penentu corak konflik-konflik pertanahan di
kota besar. Dalam kota besar ditemukan konflik antara pemerintah kota dan sebagain
warga kota, khususnya dalam peruntukan tanah, konflik antara kepentingan ekonomi dan
kepentingan sosial, juga antara kepentingan umum dan kepentingan perorangan di
samping tentu saja konflik antar orang sendiri.
Persaingan ini untuk sebagian juga mendorong naiknya harga tanah di kota besar,
makin dekat ke pusat kegiatan dan fasilitas kota, makin mahal pula harganya. Soal harga
ini pada gilirannya menjadi sumber konflik pula, khususnya dalam penentuan ganti rugi
dalam hal terjadi pembebasan tanah.
Dalam usaha menjembatani dan mencari penyelesaian adil dari konflik-konflik
(conflict management) inilah kita akan banyak bertemu dengan aspek-aspek hukum dari
soal pertanahan dan pemukiman di kota besar.
Tidak saja untuk mencegah konflik-konflik itu menjadi semakin tajam karena tidak
ditemukan pemecahan yang dianggap pasti dan adil, tetapi juga untuk menyalurkan
konflik-konflik itu dalam suatu aturan bermain yang sehat dan terbyuka bagi pihat yang
terlibat dalam konflik itu untuk mencari pemecahan yang dirasakan adil
(rechtsvaardigheid).
Tetapi aturan hukum tidak hanya diperlukan kalau terjadi konflik. Aturan hukum
juga diperlukan untuk memberikan semacam rasa kepastian dan patokan yang biasa
dipegang (rechtszerheid) oleh masyarakat.
1. Azas Kepentingan Umum Dalam Soal Pemukiman
Ada satu masalah besar yang menggoda pikiran dan karena itu selalu menimbulkan
tanda tanya, yaitu apakah benar ada kepentingan umum yang terlibat dalam penentuan
suatu lokasi tanah sebagai daerah pemukiman. Dengan manyatakan bahwa lokasi yang
ditunjuk sebagai daerah pemukiman adalah utnuk kepentingan umum, maka secara
hukum bisa dilakukan pembebasan tanah dari pemilik semula, tentu saja dengan
penggantian kerugian.
Pembebasan tanah untuk kepentingan pembuatan jalan, sekolah, puskesmas,
misalnya, tentu saja akan segera dimengerti sebagai pembebasan untuk kepentingan
umum. Tetapi agak berbeda misalnya, jika yang akan dibangun di bekas tanah yang
dibebaskan itu adalah pasar atau pusat perbelanjaan (shopping center). Dalam hal pasar,
seringkali harus dipertanyakan, apakah pembangunan pasar itu benar-benar nyata
keperluannnya, ataukah hanya objekan dagang untuk berjual beli kios. Demikian juga
halnya dalam pembangunan pusat perbelanjaan yang super mewah, rakyat kecil pemilik
tanah tentu akan berttanya, apakah kepentingannya terwakili dalam toko yang barang-
barangnya bukan konsumsi mereka.
Demikian juga halnya dalam soal pemukiman. Tidak setiap pemukiman bisa
dianggap sebagai kepentingan umum. Pemukiman untuk segolongan kecil anggota
masyarakat, proyek rumah-rumah mewah misalnya, bukanlah sebagai kepentingan
umum. Maka harus benar-benar diperhatikan apakah pembebasan lahan tersebut benar-
benar untuk kepentingan umum.

e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
9

2. Pembebasan Tanah Dan Perundingan Ganti Rugi
Apa yang kini biasa dilakukan dengan pembebasan tanah secara hukum dikenal
sebagai pencabutan hak atas tanah. Pasal 18 UUPA menyatakan bahwa pencabutan hak
atas tanah itu memang dimungkinkan, dengan syarat-syarat :
Pencabutan itu dilakukan untuk kepentingan bersama / umum, termasuk kepentingan
bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat.
Pencabutan hak itu hanya dapat dilakukan dengan pemberian ganti rugi yang layak,
Pencabutan hak itu dilakukan menurut cara yang diatur undang-undang

Dengan melihat kembali beberapa aspek hukum dan segi-segi yang rawan dari
persoalan tanah ini, hendaknya dalam soal pengadaan pemukiman meninjau skala
prioritas. Mana yang lebih bersifat melayani kepentingan rakyat banyak, apalagi
lapisan yang terbawah dari masyarakat harus didahulukan. Untuk masyarakat tersebut
dalih kepentingan umum bisa dan layak digunakan soal pembebasan tanah.

3.2.2. Kelembagaan
Lembaga-lembaga yang dibentuk Pemerintah dalam pengendalian pembangunan
perumahan belum berjalan sesuai yang diharapkan. Lembaga-lembaga itu adalah :
BKP4N ( Badan Koordinasi Pengendalian Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Nasional ) ditingkat Pusat
TP4D ( Tim Pembina Pembangunan Perumahan dan Permukiman di Daerah ) di
Tingkat I
BP4D ( Badan Pengendali Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah ) di
Tingkat II.
Perum Perumnas sebagai pionir pembangunan perumahan sederhana.
Bank BTN sebagai penyalur kredit rumah ( KPR )

3.3 Aspek Ekonomi
3.3.1 Harga Rumah
Ada tiga komponen utama yang mempengaruhi harga per unit bangunan rumah tinggal.
Ketiga komponen itu adalah (Norma, 1977):
1. Harga tanah
Harga tanah merupakan prosentasi yang terbesar dari harga bangunan. Harga tanah
setiap tahunnya sejalan dengan bertambahnya waktu akan terus meningkat. Developer
perumahan biasanya memilih tanah yang harganya murah walaupun lokasi agak di
pinggiran kota. Dengan tujuan apabila tanah tersebut telah diolah menjadi kawasan
perumahan yang lengkap dengan sarana dan prasarana penghuninya, harga tanah yang
akan dijual dapat meningkat pesat. Dan dari sinilah biasanya developer
mengumpulkan profit yang sebesar-besarnya.
Ada beberapa aspek yang mempengaruhi harga tanah yaitu :
Lokasi.

e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
10
Harga tanah akan ditentukan oleh lokasi tanah tersebut apakah berada di pusat
kota, pinggiran kota ataupun tanah di pedesaan.. Demikian juga dengan sarana
dan prasarananya serta akses menuju lokasi tanah.
Nilai tanah.
Status tanah.
Pengembangan kawasan.
Semakin lengkap utilitas yang ada, semakin tinggi harga tanah.
Topografi.
Peruntukan Lahan.

Kesemua aspek-aspek diatas yang akan menentukan harga tanah di suatu kawasan.
Apabila kesemua aspek sudah diperiksa, barulah harga tanah dapat ditentukan
2. Material/Bahan bangunan
Komponen material bangunan merupakan prosentasi terbesar kedua dari harga rumah.
Oleh karena itu diusahakan pemilihan material bangunan dengan memanfaatkan
bahan bangunan produksi dalam negeri. Di negara kita, bahan bangunan masih
tergantung dengan produksi luar negeri. Meskipun bahan tersebut sudah dibuat di
dalam negeri, tetapi masih ada komponen pembuatnya yang diimport dari luar negeri.
Harga bahan bangunan juga belum stabil tergantung dengan kondisi perekonomian
negara. Seperti pada waktu terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997, harga bahan
bangunan rata-rata naik hampir 30%. Semakin maju perindustrian negara kita, maka
semua bahan bangunan dapat diproduksi di dalam negeri. Terlebih lagi negara kita
kaya dengan bahan-bahan alam yang dapat dimanfaatkan.
3. Tenaga kerja dan Upah.
Di negara-negara maju, prosentasi upah tenaga kerja mempunyai prosentase yang
sama besarnya dengan harga bahan bangunan. Tetapi di Indonesia upah tenaga kerja
masih lebih murah. Semakin ahli tenaga kerjanya, maka semakin mahal pula upah
kerjanya. Biaya untuk membayar upah tenaga kerja berkisar antara 20% - 30% dari
harga bangunan. Kontraktor bangunan biasanya membayar upah tenaga kerja menurut
spesialisasi keahliannya. Seperti misalnya tukang batu, tukang besi, tukang kayu akan
lebih tinggi upahnya bila dibandingkan dengan tukang angkut biasa.
Ketiga komponen diatas adalah komponen-komponen yang menentukan harga
bangunan rumah tinggal. Ada komponen yang juga terdapat didalamnya tetapi belum
biasa dipergunakan yaitu biaya disain/perancangan bangunan. Pada kota-kota besar dan
proyek-proyek berskala besar, komponen ini sudah diperhitungkan. Yaitu berkisar antara
1% - 5% dari harga bangunan. Tetapi pada proyek-proyek kecil, seperti renovasi rumah
tinggal atau bangunan rumah sederhana, biasanya biaya disain /perancangan bangunan
tidak ada.

3.3.2 Nilai Rumah
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah nilai rumah. Nilai tidak sama artinya dengan
harga rumah . Aspek-aspek yang mempengaruhi nilai suatu bangunan adalah sebagai
berikut :

e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
11
1. Nilai dari kepemilikan unit bangunan.
Nilai ini selalu bertambah dari waktu ke waktu sehingga banyak orang yang
melakukan investasi uangnya dengan membeli rumah. Walaupun umur bangunan
sudah tua tetapi nilainya tetap bertambah.
2. Harga sewa bangunan.
Nilai bangunan akan terlihat dari harga sewanya. Harga sewa bangunan (apabila itu
rumah sewa) , akan terus bertambah dari waktu ke waktu.
3. Kualitas rumah.
Diukur dari fasilitas utilitas dan fisik bangunan. Pada bangunanbangunan itu,
biasanya utilitas bangunan yang semakin menurun, sehingga perlu dilakukan renovasi
untuk memperbaiki kualitas bangunan. Tetapi ada juga bangunan rumah tinggal yang
telah berusia ratusan tahun tetapi masih terasa nyaman untuk dihuni.

3.3.3 Pasar Perumahan
Ada dua komponen utama yang menentukan pasar perumahan yaitu :
jumlah unit rumah dan
jumlah rumah tangga sebagai konsumen.
Yang menentukan jumlah unit rumah adalah :
rumah yang sudah ada (eksisting )
rumah yang baru di bangun.
Yang menentukan jumlah rumah tangga sebagai konsumen adalah
pendapatan setiap Rumah tangga, Prospek lokasi/daerah
perbandingan harga hunian kontrak, sewa dan kost
budaya 1 kk tinggal didalam 1 unit rumah

Secara umum, pengadaan rumah di negara-negara berkembang berjalan sangat
lambat, jumlah kekurangan rumah di daerah perkotaan terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah semakin bertambah besar akibat besarnya tingkat urbanisasi yang
terjadi. Meskipun pada kenyataannya perumahan yang diperlukan oleh masyarakat
berpenghasilan rengah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan golongan-golongan
lain, sangat sederhana dan biayanya sangat murah, memerlukan pemikiran dan
penanganan secara khusus, karena jumlahnya sangat banyak.
Menurut Turner, yang merujuk pada teori Maslow, terdapat kaitan antara kondisi
ekonomi seseorang dengan skala prioritas kebutuhan hidup dan prioritas kebutuhan
perumahan.
3
Dalam menentukan prioritas tentang rumah, seseorang atau sebuah keluarga yang
berpendapatan sangat rendah cenderung meletakkan prioritas utama pada lokasi rumah
yang berdekatan dengan tempat yang dapat memberikan kesempatan kerja.
Tanpa kesempatan kerja yang dapat menopang kebutuhan sehari-hari, sulit bagi
mereka untuk dapat mempertahankan hidupnya. Status pemilikan rumah dan lahan
menempati prioritas kedua, sedangkan bentuk maupun kualitas rumah prioritas yang

3
Panudju, Bambang (1999), hlm. 9.

e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
12
terakhir. Yang terpenting pada tahap ini adalah tersedianya rumah untuk berlindung dan
istirahat dalam upaya mempertahankan hidupnya.
Selanjutnya seiring dengan meningkatnya pendapatan, prioritas kebutuhan
perumahannya akan berubah pula. Status pemilikan rumah maupun lahan menjadi
prioritas utama, karena orang atau keluarga tersebut ingin mendapatkan kejelasan tentang
status kepemilikan rumahnya. Dengan demikian, mereka yakin bahwa tidak akan digusur,
sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang untuk menaikkan pendapatannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bagi masyarakat berpenghasilan
rendah dan sangat rendah, faktor jarak antara lokasi rumah dengan tempat kerja
menempati prioritas nomor satu dan rumah menjadi prioritas kedua sedangkan faktor
bentuk dan kualitas bangunan tetap menempati prioritas yang paling rendah.
Dapat dikatakan kriteria perumahan yang dibutuhkan oleh masyarakat
berpenghasilan rendah, yaitu sebagai berikut :
Lokasi tidak terlalu jauh dari tempat-tempat yang dapat memberikan pekerjaan bagi
buruh-buruh kasar atau tenaga tidak terampil
Status kepemilikan lahan dan rumah jelas, sehingga tidak ada rasa ketakutan
penghuni untuk digusur
Bentuk dan kualitas bangunan tidak perlu terlalu baik, tetapi cukup memenuhi fungsi
dasar yang diperlukan penghuninya
Harga atau biaya pembangunan rumah harus sesuai dengan tingkat pendapatan
mereka

Pengadaan perumahan kota dalam jumlah besar bagi masyarakat berpenghasilan
rendah dinegara-negara berkembang merupakan persoalan yang cukup kompleks dan
menghadapi banyak kendala. Adapun kendala-kendala tersebut secara garis besar dapat
diuraikan sebagai berikut :
Kendala Pembiayaan; hampir seluruh negara berkembang memiliki kemapuan
ekonomi nasional yang rendah atau sangat rendah. Sebagian besar anggaran biaya
pemerintah yang tersedia untuk pembangunan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan
yang menunjang perbaikan ekonomi seperti industri, pertanian, pengadaan
infrastruktur, pendidikan, dan sebagainya. Anggaran pemerintah untuk pengadaan
perumahan menempati prioritas yang rendah, dengan jumlah kecil. Selain itu
pendapatan sebagian besar penduduk di negara0negara berkembang begitu rendah,
sehingga setelah dipakai untuk membayar makanan, pakaian, keperluan sehari-hari
dan lain-lain, hanya sedikit sekali yang tersisa untuk keperluan rumah. Sementara itu
harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh di bawah
harga rumah yang termurah sekalipun.
Kendala Ketersediaan dan Harga Lahan; lahan untuk perumahan semakin sulit
didapat dan semakin mahal, di luar jangkauan sebagian besar anggota masyarakat.
Meskipun kebutuhan lahan sangat mendesak, terutama untuk pengadaan perumahan
bagi masyarakat berpenghasilan rendah, usaha-usaha positif dari pihak pemerintah di
negara-negara berkembang untuk mengatasi masalah tersebut belum terlihat nyata.
Mereka cenderung menolak kenyataan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah

e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
13
memerlukan lahan untuk peruahan dalam kota dan mengusahakan lahan untuk
kepentingan mereka.
4

Kendala Ketersediaan Prasarana untuk Perumahan; ketersediaan prasarana untuk
perumahan seperti jaringan air minum, pembuangan air limbah, pembuangan sampah
dan transportasi yang merupakan persyaratan penting bagi pembangunan perumahan.
Kurangnya pengembangan prasarana,terutama jalan dan air merupakan salah satu
penyebab utama sulitnya pengadaan lahan untuk perumahan di daerah perkotaan.
Kendala Bahan Bangunan dan Peraturan Bangunan; banyak negara berkembang
belum mampu memproduksi bahan-bahan bangunan tertentu seperti semen, paku,
seng gelombang, dan lain-lain. Barang-barang tersebut masih perlu diimpor dari luar
negeri, sehingga harganya berada di luar jangkauan sebagian besar anggota
masyarakat. Selain itu, banyak standar dan peraturan-peraturan bangunan nasional di
negara-negara berkembang yang meniru negara-negara maju seperti Inggris, J erman,
atau Amerika Serikat yang tidak sesuai dan terlalu tinggi standarnya bagi masyarakat
negara-nagar berkembang. Kedua hal tersebut menyebabkan pengadaan rumah bagi
atau oleh masyarakat berpenghasilan rendah sulit untuk dilaksanakan.

Menurut Turner, peran pemerintah perlu dibedakan antara peran Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Peran Pemerintah Daerah sebaiknya dibatasi pada pengelolaan
sumber-sumber dana, pengelolaan penggunaan lahan, pengadaan prasarana terutama air
bersih dan kegiatan-kegiatan lain pada skala kota agar masyarakat dapat benar-benar
berperan serta dalam pengadaan perumahannya.
Instrumen untuk memecahkan masalah dari segi permintaan meliputi :
Mengembangkan hak kepemilikan
Membentuk sistem pendanaan dengan kredit
Merasionalkan subsidi

Sedangkan instrumen untuk memecahkan masalah dari segi pengadaan meliputi:
Menyediakan prasarana untuk lahan perumahan
Mengatur lahan dan pembangunan rumah
Mengorganisir industri bangunan

Karena Pemerintah Daerah adalah tingkat pemerintah yang paling dekat dengan
masyarakat, banyak negara-negara di Asia yang mendesentralisasikan beberapa
kewenangan, terutama dalam kegiatan-kegiatan pengadaan dan pengelolaan prasarana
dan pelayanan kota kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian jelas bahwa berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan, penyediaan lahan dan prasarana untuk
keperluan pengadaan perumahan menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.

3.3.4 Perkembangan Perumahan Ditinjau Dari Ekonomi Daerah
Pemerintah daerah bekerja sama dengan pihak
Lembaga keuangan pemerintah / swasta

4
Panudju, Bambang (1999), hlm. 14.


e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
14
Perlu keselarasan antar besarnya investasi yang dilakukan dan penerimaan yang
diharapkan diperoleh
Perlu adanya keterpaduan antara perencanaan, tahapan pembangunan, rencana
investasi dan proyeksi penerimaan, dengan harapan bahwa pada tingkat awal
dengan investasi sesedikit mungkin , penerimaan dari hasil usaha telah mulai
terwujud.

3.4. Aspek Sosial Budaya
Menurut Rapoport ( 1977 ) yang menekankan bahwa latar belakang budaya manusia akan
berpengaruh terhadap prilaku seseorang. Pada dasarnya kerangka pendekatan ini
menganggap perlunya memperhatikan latar belakang budaya manusia seperti pandangan
hidup, dan peran yang dipilihnya di masyarakat. Selanjutnya cara hidup dan peran yang
dipilih seseorang akan menentukan system kegiatannya. Sistem kegiatan akan
menentukan macam dan wadah bagi kegiatan tersebut
Ada tiga aspek budaya yang mempengaruhi pembangunan . Ketiga aspek itu adalah
agama, adat istiadat dan aturan.

Agama adalah kepercayaan yang dianut manusia
Adat istiadat adalah norma budaya yang banyak dipengaruhi oleh tradisi dan suku
bangsa manusia itu sendiri
Aturan adalah norma norma yang berlaku di dalam kelompok masyarakat

Budaya masyarakat modern :
Susunan dan corak masyarakat heterogen
Kurang ketergantungan terhadap alam sekitar
Interaksi sempit, cenderung untuk bersifat individualistis, egois dan kompetitif
Kehidupan rumah tangga tertutup, mementingkan privacy
Kecenderungan mengagungkan kebendaan dan ketergantungan pada peralatan
yang modern
Kemampuan berfikir relatif tinggi, menggunakan rasio dan logika
Cepat menerima pengaruh dari luar
Cenderung mencari nilai-nilai baru


e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
15
Daerah perkotaan merupakan titik rawan terberat dalam dislokasi sosial, seperti
terbukti dari meningkatnya kejahatan di dalamnya, beratnya masalah pencemaran
lingkungan yang dihadapi, cepatnya perubahan yang terjadi dalam pola-pola
demografisnya.
Daerah perkotaan, bagaimanapun juga akan merupakan konsentrasi penduduk
terbesar di kemudian hari, bila dibandingkan dengan daerah pedesaan. Secara sosiologis
dapat dikemukakan bahwa daerah perkotaan merupakan sumber pengembangan manusia
atau, sebaliknya, sumber kemungkinan konflik sosial, yang akan merubah seluruh
kehidupan bangsa, tergantung ke arah mana pola hubungan antar-lapisan masyarakat di
dalamnya akan berkembang.
Manusia dan alam lingkungannya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Keduanya saling berinteraksi. Interaksi mana akan berpengaruh pada tingkah laku
manusia. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik, yaitu alam sekitar baik yang
alamiah maupun yang dibuat manusia, dan lingkungan sosial budaya. Melalui
interaksinya dengan ketiga lingkungannya ini barulah seorang manusia dapat disebut
sebagai manusia yang lengkap.
Di kota-kota besar, migrasi ke atau dari tempat itu berlangsung secara massuf;
puluhan ribu jiwa setiap tahun, baik yang pindah secara tetap maupun yang bersifat
musiman. Sedangkan secara internal, perpindahan dari satu ke lain bagian kota besar
terjadi secara rutin, mengikuti jalur peningkatan sosial ekonomis. Pendatang baru (atau
pendatang lama yang tidak mengalami peningkatan) akan memasuki daerah-daerah
sekitar stasiun kereta api, lapangan terbang lama, terminal bus, pelabuhan dan pasar-pasar
lama, membentuk daerah-daerah rakyat dalam bentuk perkampungan dengan bangunan
berderet secara rapat dan berpenduduk sangat padat dan pada umumnya kawasan ini
semakin lama kualitasnya akan semakin menurun.
Penurunan kualitas kehidupan di kawasan perkampungan rakyat di tengah-tengah
kota, walaupun ada proyek perbaikan kampung, juga memaksa mereka yang tidak
mampu menanggung beban ekonomis pemeliharaan tingkat kulitas yang ada, untuk
berpindah ke tempat lain, umumnya ke pinggiran kota dan membentuk kawasan rumah
petak yang paralel pola penyebarannya dengan penyebaran lapisan-lapisan lebih mampu
ke kawasan-kawasan mewah dan menengah baru di pinggiran kota pula.
Dari uraian di atas, maka rangkaian kebijaksanaan yang diambil dalam mengatasi
berbagai permasahalan sosiologis, minimal harus meliputi hal-hal berikut :
penetapan areal (zona) perumahan murah di kawasan-kawasan rakyat yang sudah ada,
untuk diremajakan secara berangsur-angsur dengan sarana kredit yang memadai dari
pemerintah,d engan melarang sama sekali pembuatan rumah mewah dalam areal
tersebut;
penetapan pola pembagian kapling yang memungkinkan dibangunnya rumah inti pada
tahap pertama, untuk disusul dengan perluasan bertahap bagi masing-masing rumah
di areal perumahan murah tersebut;
penyediaan lembaga kemasyarakatan yang mendukung pola pengembangan seperti
itu, yang secara sosial-ekonomis berfungsi prakooperatif dan kooperatif untuk
mengembangkan kesejahteraan warga areal perumahan murah itu tanpa perlu
melakukan penggusuran atas mereka yang terdesak kedudukuannya dan terbata
kemampuannya;

e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
16
penyediaan sarana pelayanan umum yang memadai, dengan jalan menangananinya
secara pemusatan-bergiliran (rotated concentrated efforts) dalam bentuk penanganan
menyeluruh secara bergiliran dari satu ke lain areal, yang harus dilandaskan kepada
pendekatan menjauhi penyediaan sarana minimal belaka (gang sempit, got dangkal,
dan sebagainya);
dengan memainkan senjata berupa penyediaan kredit membuat rumah murah dapat
pula diterapkan standarisasi pola pembuatan dan pemeliharaan rumah-rumah yang
ada untuk tiap areal, dan juga standarisasi sarana pelayanan umum yang diperlukan;
untuk memungkinkan partisipasi penuh dari pihak penduiduk diperlukan
pembentukan lembaga-lembaga swadaya masyarakat di tingkat lokal yang akan
mengawasi agar pola perencanaan dan rangkaian ketentuan yang sudah diputuskan
tidak sampai menyimpang dari acuan semula.



DAFTAR PUSTAKA



Budihardjo, E. (1997) Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Penerbit Alumni, Bandung.
Laurens, J .M (2004) Arsitektur dan Perilaku Manusia, Penerbit PT Grasindo, J akarta.
Panudju, B. (1999) Pengadaan Perumahan Kota Dengan Peran Serta Masyarakat
Berpenghasilan Rendah, Penerbit Alumni, Bandung.
Syahrin, A. (2003) Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Berkelanjutan, Pustaka Bangsa Press.
Zahnd, M. (1999 ) Perancangan Kota Terpadu, Penerbit Soegidjapranata University
Press






e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
17

Anda mungkin juga menyukai