Anda di halaman 1dari 27

KROMATOGRAFI

Kromatografi berasal dari bahasa Yunani yaitu chromas yang artinya warna dan
graphein yang artinya menulis
Kromatografi melibatkan pemisahan kimia dan identifikasi dengan warna

Penemu kromatografi adalah Michael Tswett yang pada tahun 1903 mencoba
memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang diisi
dengan adsorben kalsium karbonat. Fase gerak yang digunakan adalah campuran
petroleum eter-etanol. Dalam hal ini metode yang digunakan adalah liquid-adsorption
column chromatography.

Hasil pemisahannya terlihat seperti gambar
dimana bagian yang berwarna hijau adalah klorofil
dan yang berwarna kuning adalah karotenoid


Tswett menekankan bahwa :
Senyawa yang tidak berwarna dapat dipisahkan
menggunakan prinsip yang sama.
PENDAHULUAN
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran
didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-
komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu
fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas).

Klasifikasi kromatografi berdasarkan pengemasan fase
diam, yaitu :
1- Kromatografi lapis tipis (KLT) : fase diamnya berupa lapisan
tipis yang didukung oleh lempengan kaca, plastik, atau
plat aluminium
2- Kromatografi kertas : fase diamnya berupa film tipis dari
cairan yang didukung oleh bahan pendukung yang inert
3- Kromatografi kolom : fase diamnya dikemas dalam kolom
kaca.



KROMATOGRAFI KOLOM
Kromatografi kolom merupakan salah satu metode yang
sangat berguna dalam pemisahan dan pemurnian suatu
komponen dari campurannya
Termasuk dalam liquid chromatography (LC)
Mekanisme pemisahannya berdasarkan perbedaan migrasi
komponen-komponen akibat perbedaan distribusi pada dua
fase yang tidak saling bercampur
Perbedaan distribusi dapat disebabkan proses adsorpsi (fase
diam berupa zat padat dan fase gerak berupa zat cair) atau
partisi (fase diam dan fase gerak berupa zat cair)


Fase diam : silika gel, alumina, selulosa, kalsium karbonat,
florisil
Fase gerak : bisa pelarut murni atau campuran
Adsorben dipak dalam sebuah kolom dan fase gerak
melewati kolom dengan bantuan tekanan atau gaya
gravitasi sehingga komponen-komponen campuran dapat
dipisahkan



Solvent reservoir
Column head
Column
Column packing
Porous glass plate
Kromatografi kolom contoh peralatan yang digunakan dalam low-performance liquid
chromatography
Sampel biasanya diaplikasikan langsung pada puncak kolom.
Deteksi : dilakukan dengan analisis lanjutan dari masing-masing fraksi dengan
kromatografi analitik seperti KLT dan kromatografi gas
Cara pengembangan kromatografi dikelompokkan menjadi :
1. Kromatografi elusi paling sering digunakan. Untuk itu larutan pekat senyawa yang
diperiksa (sampel) dimasukkan ke dalam kolom, kemudian pelarut elusi ditambahkan
dan sedapat mungkin dibiarkan mengalir pada suhu dan kecepatan aliran yang konstan,
sampai tercapai pemisahan. Campuran senyawa akan terpisah menjadi zone-zone. Zone
adalah bagian kolom pemisahan yang mengandung senyawa yang ditentukan

2. Kromatografi garis depan tipe ini jarang digunakan. Sampel dilarutkan dalam fase
gerak kemudian ditambahkan pada kolom secara kontinyu berbeda dengan
pengembangan pendesakan dan elusi, dimana sampel secara terpisah ditempatkan
pada kolom kemudian dilanjutkan dengan proses pemisahan. Pusat-pusat aktif
mengadsorpsi akan diduduki oleh komponen yang lebih kuat teradsorpsi sedangkan
komponen yang kurang kuat teradsorpsi berakumulasi pada fase yang bergerak. Larutan
mengandung zat yang lebih kuat diadsorpsi dibandingkan pelarutnya. Yang akan
mengalir ke luar adalah pelarut murni, sampai seluruh kolom dilapisi zat yang larut.
Karena zat ini saling mendesak, maka masing-masingnya akan tampak sebagai zone
yang dibatasi tanpa ruang antara

3. Kromatografi pendesakan mula-mula larutan pekat zat yang diperiksa (sampel)
ditambahkan dalam kolom. Kolom ini tidak dikembangkan dengan pelarut murni atau
campuran pelarut elusi, tetapi dengan larutan zat yang lebih kuat diadsorpsi dari semua
komponen yang diperiksa. Zat yang dinyatakan sebagai pendesak akan bekerja dengan
menggeser semua komponen lain, yaitu zat yang hendak dipisahkan, yang kemudian
masing-masingnya akan menjadi pendesak bagi yang berikutnya
Analit akan bersaing untuk menduduki sisi adsorpsi. Pertama-tama, semua sisi
adsorben terdekat akan dipenuhi dengan komponen yang diadsorpsi paling kuat. Ketika
pita sampel bergeser melalui sistem kromatografi maka sisi adsorpsi selanjutnya akan
dijenuhkan dengan komponen yang diadsorpsi kuat selanjutnya. Komponen-komponen
tersebut menyusun dirinya sendiri sepanjang sistem distribusi disusun menurut
penurunan kekuatan adsorpsinya. Komponen sampel biasanya diadsorpsi sangat kuat
pada fase diam sehingga dielusi sangat pelan atau bahkan sama sekali tidak. Sehingga
analit harus digeser dengan senyawa yang diadsorpsi lebih kuat pada adsorben (disebut
displacer). Semua komponen sampel terdorong keluar oleh pergerakan maju displacer
sepanjang kolom. Terbentuklah wilayah-wilayah dengan kekuatan penyerapan yang
makin menurun.Komponen yang paling lemah terikat akan keluar pertama dari kolom
sedangkan displacer akan keluar terakhir.

Fase diam dalam kolom biasanya bersifat polar ditempatkan dalam tabung, sampel
ditambahkan pada bagian atas kolom, baik cairan murni ataupun dilarutkan dalam sejumlah
kecil fase gerak. Fase gerak ditambahkan kedalam kolom secara hati-hati, dan stopcock
dibuka sehingga fase gerak mengalir melewati kolom secara kontinyu.

Selama pemisahan kromatografi akan terjadi proses pemindahan solut dari fase gerak ke
fase diam (sorpsi) dan proses sebaliknya pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak
(desorpsi) secara terus menerus karena sistem kromatografi berada dalam keadaan
kesetimbangan dinamis. Solut akan terdistribusi diantara dua fase sesuai dengan
perbandingan distribusinya.

Molekul fase gerak dan molekul analit bersaing untuk bereaksi dengan titik aktif adsorben.
Keduanya bersaing untuk berikatan dengan sisi-sisi polar pada permukaan adsorben. Silika
dan alumina mempunyai gugus hidroksil permukaan. Makin besar jumlah gugus hidroksil
pada senyawa, makin kuat senyawa itu ditahan. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-
Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus
ini mampu membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat
polar.


KROMATOGRAFI KOLOM
Pada dasarnya ada dua tipe interaksi yang dapat terjadi antara solut dan permukaan silika
gel. Pertama, molekul solut dapat berinteraksi dengan lapisan pelarut yang teradsorpsi pada
silika gel dan menempel di atas itu. Tipe interaksi ini disebut sorption interaction dan terjadi
ketika kekuatan molekular antara solut dan silika relatif lemah dibandingkan dengan kekuatan
antara molekul pelarut dengan silika. Tipe interaksi yang kedua yaitu molekul solut
menggeser molekul pelarut dari permukaan silika dan berinteraksi secara langsung dengan
silika gel, misalnya gugus silanol.

Penggeseran terjadi jika solut sangat polar seperti alkohol, yang akan berinteraksi lebih kuat
dengan gugus silanol polar daripada lapisan pelarut.
Fase gerak terdiri dari campuran pelarut polar dan menyebar yang sering menimbulkan
permukaan bi-layer ketika digunakan bersama silika gel sebagai fase diam sehingga interaksi
yang terjadi lebih kompleks. Permukaan memberikan kesempatan untuk terjadinya sorpsi dan
penggeseran antara solut dan permukaan fase diam.



KROMATOGRAFI KOLOM
Gambar tipe interaksi solut yang
dapat terjadi pada permukaan
silika yang ditutupi oleh pelarut
bi-layer
KROMATOGRAFI KOLOM
Pada gambar terlihat multi-lapisan pelarut, pelarut berinteraksi langsung dengan
permukaan silika adalah yang paling polar (lapisan pertama). Lapisan kedua mungkin dari
pelarut polar yang sama atau mungkin terdiri dari komponen campuran pelarut yang kurang
polar. Biasanya solut dengan polaritas yang lebih kuat berinteraksi dengan permukaan
melalui mekanisme penggeseran bahkan dapat menggeser kedua lapisan pelarut.

Semakin polar solut maka semakin semakin tertahan kuat kedalam adsorben silika gel.
Solut-solut non polar (seperti hidrokarbon jenuh) tidak mempunyai afinitas atau mempunyai
sedikit afinitas terhadap adsorben polar. Solut-solut yang terpolarisasi (seperti hidrokarbon
tidak jenuh) mempunyai afinitas yang kecil terhadap adsorben polar disebabkan adanya
interaksi dipol atau interaksi yang diinduksi oleh dipol.
Solut-solut polar, terutama yang mampu membentuk ikatan hidrogen, akan terikat kuat
pada adsorben sehingga dibutuhkan fase gerak yang cukup polar untuk mengelusinya.
Ikatan hidrogen dibentuk antara gugus OH pada silika dengan atom elektronegatif seperti
oksigen, nitrogen pada solut. Berikut urutan elusi dari kolom biasanya mengikuti seri : alkil
halida < hidrokarbon jenuh < hidrokarbon tidak jenuh < aromatis < eter < ester < keton dan
aldehid < tiol < amin dan amida < alkohol < fenol < asam-asam organik.

Pada umumnya, urutan elusi pad pemisahan isomer ialah orto, meta, dan para. Kedudukan
gugus fungsional tertentu dalam suatu senyawa menentukan interaksinya. Urutan
kemampuan berinteraksi dengan adsorben silika gel membentuk ikatan hidrogen adalah
posisi o- > posisi m- > posisi p-
KROMATOGRAFI KOLOM

Persaingan antara solut dan pelarut untuk teradsorpsi menimbulkan suatu proses dinamik
dimana molekul-molekul zat terlarut dan molekul-molekul pelarut secara kontinyu
mengadakan kontak dengan permukaan adsorben, tertahan beberapa saat di permukaan
kemudian masuk kembali pada fase gerak.

Pada saat teradsorpsi, zat terlarut dipaksa untuk berpindah oleh aliran fase gerak,
akibatnya hanya molekul-molekul dengan afinitas yang lebih besar terhadap adsorben akan
secara selektif tertahan.
Demikian seterusnya, solut-solut akan tertahan karena adanya adsorpsi pada permukaan
gugus aktif silanol dan akan terelusi sesuai dengan urutan polaritasnya.

Elusi Gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fasa gerak selama analisis
kromatografi berlangsung. Efek dari Elusi Gradien adalah mempersingkat waktu retensi
dari senyawa-senyawa yang tertahan kuat pada kolom. Fase gerak dibuat menjadi lebih
polar secara progresif misalnya dengan meningkatkan kandungan etil asetat, sehingga
interaksi polar antara atil asetat dan solut akan mampu bersaing dengan interaksi polar
antara solut dengan gugus hidroksil dari silika gel dan membiarkannya dielusi lebih cepat.

Fraksi yang keluar dikumpulkan sesuai dengan volume standar tertentu.

Prinsip pemisahan pada kolom
Prinsip pemisahan pada kolom
Prinsip pemisahan pada kolom
Prinsip pemisahan pada kolom
Prinsip pemisahan pada kolom
Prinsip pemisahan pada kolom
Prinsip pemisahan pada kolom
ISOLASI KAROTEN DARI SUNGAI PABRIK MINYAK KELAPA
SAWIT DAN DIGUNAKAN SEBAGAI SUMBER KAROTEN




Malaysia merupakan produsen dan eksportir minyak kelapa sawit 51% dari produksi
minyak kelapa sawit dunia dan 62% dari ekspor dunia.
Pabrik minyak kelapa sawit menggunakan sejumlah besar air selama ekstraksi crude
palm oil (CPO) dari buah segar.
Palm oil mill effluent (POME) adalah limabah cair yang dibuang dari campuran dari
kondensasi pensteril, mesin pemisah kotoran, dan hydrocyclone wastewater. POME tidak
beracun tetapi berbau.
Dampak pembuangan POME ke sungai yaitu dapat membunuh ekosistem dan
mengganggu pemanfaatan sungai sehingga semua pabrik diminta untuk mengolah POME
untuk mengurangi kadar minyak dan lemak sampai kurang dr 50 mg/L.
Perhatian untuk mencegah polusi dan peningkatan kegunaan karoten menyebabkan
POME harus diubah menjadi produk yang bernilai.
Sasaran penelitian ini adalah untuk mengekstrak residu minyak dari POME dan untuk
mengisolasi karoten dari ekstrak minyak. Ekstraksi pelarut single batch digunakan untuk
mengekstrak minyak dari POME dan kromatografi adsorpsi digunakan untuk
memperoleh kembali karoten kelapa sawit.
ISOLASI KAROTEN DARI SUNGAI PABRIK MINYAK KELAPA
SAWIT DAN DIGUNAKAN SEBAGAI SUMBER KAROTEN



BAHAN

Bahan : sampel POME dikumpulkan dari salah satu pabrik di Penang pada suhu 80
0

C, silika gel dgn ukuran partikel 63200 m dan ukuran pori 90 .
Perbandingan campuran POME:n-hexane (1:0,6) dalam flokulator (350 rpm selama
10 menit) kemudian dipindahkan ke corong pemisah dan dibiarkan memisah menjadi
dua lapisan. Ekstrak dimasukkan kedalam conical flask dan pelarut didestilasi
menggunakan rotary evaporator. Proses pengeringan dihubungkan dengan oven 100
0

C dan didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan.

-10 g silika gel dikemas dalam kolom dengan diameter 10mm dan
diluarnya dilapisi untuk sirkulasi air panas
-Kolom disetimbangkan dengan n-heksan
-Kira-kira 2.5 g ekstrak minyak POME dimasukkan kedalam
kromatografi kolom
-Pelarut awal (pelarut non-polar) ; kira-kira 100 mL n-heksan
-Pelarut kedua adalah etanol kira-kira 100 mL yang ditambahkan
kemudian.
-25 mL fraksi dikumpulkan dan pelarut diuapkan dengan rotary
evaporator.
-Kandungan minyak masing-masing fraksi ditentukan secara
gravimetri setelah proses pengeringan yang dihubungkan dgn
oven 100
0
C dan didinginkan dalam desikator.
-Kandungan karoten ditentukan mengacu pada metode tes
PORIM dgn melarutkan 0.1 g sampel dalam 25 mL n-heksan dan
diukur dgn spktrofotometer Genesys 20 pada 445 nm.
-Penelitian dilakukan pada 30, 40 and 50C. Kolom dengan
diameter 30 mm digunakan dlm penelitian dengan loading yang
berbeda.
-Berat ekstrak minyak : silika gel (w/w) digunakan untuk rasio 1:4,
1:5 dan1:6 dimana 10 g:40 g, 8 g:40 g and 6.67 g:40 g.
-Disamping itu, petroleum eter merupakan pelarut awal yg dpt
digunakan untuk menggantikan n-heksan

Gambar disamping menunjukkan skema diagram proses
kromatografi kolom adsorpsi
Kromatografi kolom
adsorpsi
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Ekstraksi Pelarut
- Dengan menggunakan ekstraksi pelarut single batch kandungan minyak dan
lemak yang dapat diperoleh kembali dari POME sekitar 5000 mg/L. konsentrasi
karoten dr ekstrak minyak POME sekitar 453 ppm dgn komponen utama -
carotene and -carotene. Konsentrasi karoten yg diperoleh ini dikatagorikan
rendah.
2. Pengaruh ekstrak minyak yang dipisahkan dgn kromatografi kolom
- Tabel efek perbandingan ekstrak minyak:silika gel thd perolehan kembali karoten
kelapa sawit





- Total karoten yang diperoleh kembali dalam sistem heksan-etanol (H-E) sebagian
besar sama dalam semua rasio sementara pada sistem petroleum eter-etanol (P-E)
meningkat sesuai dengan peningkatan rasio ekstrak minyak:silika gel.
3. Pengaruh suhu kolom pada kromatografi kolom
- Pengaruh suhu kolom terhadap perolehan kembali karoten kelapa sawit terlihat
seperti tabel :













- Perolehan kembali karoten dlm fraksi heksan dgn sistem H-E tidak banyak variasi
akibat pengaruh suhu kolom
- Disarankan 50
0
C suhu yg tdk cocok untuk perolehan kembali karoten kelapa sawit
dari ekstrak minyak menggunakan sistem P-E
- Perolehan kembali minyak dalam fraksi heksan sedikit berfluktuasi pada suhu yg
berbeda tetapi total perolehan kembali minyak dalam sistem H-E lebih dr 90 %
dengan perolehan kembali tertinggi pd 40
0
C.
KESIMPULAN
-Kandungan minyak dan lemak pada POME dgn ekstraksi pelarut sekitar 5000 mg/L
dgn konsentrasi karoten 453 ppm.
-Berdasarkan penelitian, yang paling cocok adalah rasio ekstrak minyak : silika gel 1
:6 dan suhu yang disarankan untuk kromatografi adsorpsi baik sistem P-E maupun
P-E pada 40C, ini merupakan kondisi yang paling cocok untuk mengisolasi karoten
dari ekstrak minyak
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai