Anda di halaman 1dari 7

Kesiapan Sektor Pertanian Indonesia dalam

Menghadapi AEC 2015



TUGAS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengantar Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember




Oleh
Alvin Rizki Ramadhani
NIM. 121510601118








PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER

Mei, 2014
Kesiapan Sektor Pertanian Indonesia dalam
Menghadapi AEC 2015

Resume Artikel
Pergeseran sistem ekonomi internasional yang bergerak ke arah pasar
bebas telah menimbulkan dampak yang sangat besar bagi perkembangan dan
dinamika suatu hubungan perdagangan antar negara. Akibatnya negara-negara
dituntut untuk dapat mengintegrasikan ekonomi nasionalnya menuju sistem
pedagangan bebas. Seperti halnya akan diberlakukan hubungan perdagangan
ASEAN Economic Community yang lebih populer disingkat AFTA (ASEAN Free
Trade Area) pada awal tahun 2015, dimana nantinya akan terjadi lalu-lintas
perdagangan bebas khususnya kawasan kelompok negara-negara dalam ASEAN
menjadi tanpa kendala.
Prakarsa pembentukan AFTA dimulai pada saat terselenggaranya
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura pada tahun 1992
yang lalu, dimana negara-negara ASEAN menyepakati pewujudan integrasi
ekonomi kawasan yang penerapannya mengacu pada ASEAN Economic
Community (AEC) yang secara garis besar ada 4 (empat) pilar utama dalam
kesepakatan, antara lain: ASEAN sebagai pasar tunggal, berdaya saing ekonomi
tinggi, sebagai kawasan ekonomi merata, dan sebagai kawasan yang terintegrasi
secara penuh dengan perekonomian global.
Banyak kalangan dan pengamat memberikan argumentasi bahwa
ketidaksiapan Indonesia menghadapi AFTA 2015 akan memberikan dampak
negatif yang cukup besar bagi perekonomian. Dengan lalu-lintas produk negara-
negara ASEAN yang diklaim saat ini lebih berkualitas dan telah menggeser daya
saing produk yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia.
Komite Ekonomi Nasional (KEN) pada tahun 2013 merilis peringkat daya
saing produk Indonesia, dimana secara konsisten telah mengalami penurunan dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2012 peringkat daya saing produk Indonesia berada
diperingkat ke-50, padahal pada tahun 2011 memiliki peringkat ke-48 dan tahun
2010 bertengger di peringkat ke-46. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya yang memiliki peringkat cenderung stabil, seperti Malaysia dengan
peringkat ke-25 dan Thailand mempunyai peringkat ke-38 pada tahun 2012,
peringkat daya saing Indonesia relatif di bawahnya.
Negara Indonesia telah berpredikat sebagai salah satu negara pengimpor
produk pangan terbesar di dunia. Dalam setahun, untuk keperluan pembelian
untuk impor bahan pangan dari negara lain, konsumen di negara ini hampir
mengeluarkan 12 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 120 triliun. Oleh karena
itu, sudah seharusnya kita semua mulai memikirkan upaya serius untuk
meningkatkan daya saing produk pertanian. Upaya peningkatan produksi memang
penting tetapi memberikan energi daya saing sangatlah berperan penting dan
berarti bagi sektor pertanian di Indonesia.
Untuk menghadapi perdagangan bebas AFTA 2015, saat ini pemerintah
menjadi pihak yang paling menentukan dalam menciptakan strategi kebijakan
mendasar dalam usaha meningkatkan daya saing. Selain itu, diperlukan ketegasan
pemerintah dengan menciptakan kebijakan-kebijakan yang sangat pro rakyat.
Seperti mengatur kembali tata niaga pangan, mematok harga dasar atau harga
pokok pangan yang menguntungkan petani dan konsumen. Bagaimanapun harga
dasar pangan tidak boleh tergantung kepada harga internasional dan tidak
berkorelasi langsung dengan ongkos produksi dan keuntungan di Indonesia,
ataupun dengan memperlancar distribusi hasil pertanian dengan siklus yang
pendek, sehingga dapat tersalurkan ke seluruh penjuru Nusantara dengan harga
yang terjangkau sampai ke tangan masyarakat
Kebijakan pemberian subsidi pada seluruh tahapan usaha tani juga
menjadi alternatif terbaik pemerintah untuk meningkatkan daya saing sektor
pertanian, hingga pembangunan dan peningkatan jaringan infrastruktur ataupun
fasilitas yang akan mendukung efisiensi produksi juga akan berdampak langsung.

Komentar
AEC 2015 sudah dalam hitungan beberapa bulan lagi, Indonesia
seharusnya sudah siap menghadapi AEC 2015 namun hingga saat ini masih
banyak yang menganggap AEC adalah sebuah peluang dan tantangan. Anggapan
bahwa AEC adalah peluang dan tantangan menunjukkan ketidaksiapan Indonesia
dalam menghadapi AEC 2015 mendatang, ketika Indonesia sudah siap
menghadapi AEC 2015, Indonesia tidak akan menganggap AEC 2015 adalah
sebuah peluang dan tantangan tetapi AEC 2015 merupakan peluang yang baik
untuk Indonesia menjadi negara yang lebih maju lagi.
Fakta di lapangan tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia masih jauh dari
kata siap untuk menghadapi peluang dan tantangan ini. Daya saing ekonomi
(termasuk ekonomi pertanian) masih berada di bawah beberapa negara ASEAN.
Indonesia dengan segala sumber daya alam dan sumber daya manusianya
seharusnya bisa menjadi pemimpin di kawasan regional.
Perkembangan ekonomi yang selama ini dibanggakan oleh pemerintah
lebih banyak didukung oleh konsumsi Indonesia yang terus meningkat buat
sebuah peningkatan sebagai produsen. Tingkat konsumsi Indonesia yang tinggi
menjadi salah satu penopang peningkatan pertumbuhan nasional Indonesia yang
selalu diatas 5% itu. Negara Indonesia telah berpredikat sebagai salah satu negara
pengimpor produk pangan terbesar di dunia. Dalam setahun, untuk keperluan
pembelian untuk impor bahan pangan dari negara lain, konsumen di negara ini
hampir mengeluarkan 12 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 120 triliun.
Seharusnya konsumsi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia ini lebih pada
produk lokal tidak lebih memilih produk impor yang dianggap memiliki kualitas
lebih baik, terutama pada produk pertanian. Pemerintah seharusnya bisa menjadi
pelindung bagi petani dan memberikan pemahaman kepada masyarakat konsumen
bahwa produk lokal tidak kalah bahkan lebih baik daripada produk impor.
Indonesia terlalu kebarat-baratan, lebih mementingkan gengsi, masyarakat akan
bangga ketika mengkonsumsi produk impor yang belum tentu lebih baik
dibandingkan dengan produk lokal. Pemerintah harus bisa mengubah pola pikir
masyarakat ini. Jika memang demikian adanya, ada hal yang paling mendasar
dalam ekonomi Indonesia yang harus dibangun ulang atau diperbaiki, yaitu
nasionalisme. Ketika nasionalisme sangat kuat, masyarakat tidak akan ragu untuk
memilih produk lokal, bahkan tidak akan memilih produk impor. Produk impor
boleh masuk dengan bebas, ketika rakyat sudah memiliki pola pikir bahwa produk
lokal lebih baik dan harus mendukung yang lokal, bisa jadi konsumsi produk
impor akan menurun dan menjadi sedikit saja untuk kebutuhan tertentu.
Itu dari sisi konsumen, untuk produsen, dalam hal ini petani, petani
seharusnya bisa menangkap peluang yang ada, bagaimana caranya untuk
mengambil hati para konsumen lokal. Pemerintah juga harus berperan dalam hal
ini untuk membantu petani meningkatkan daya saing mereka. Daya saing menjadi
sangat penting untuk merebut hati para konsumen sehingga melirik dan membeli
produk lokal. Kualitas dan harga yang reliable pasti akan dibeli oleh masyarakat
Indonesia. Saya yakin, ketika produk yang memiliki kualitas bagus setara impor,
meskipun impor belum tentu berkualitas baik karena sudah lama dalam
perjalanan, harga yang ditawarkan oleh petani atau pedagang pasti akan dibawah
impor karena sudah ada bantuan dari pemerintah seperti subsidi dan biaya-biaya
lain pasca panen yang dikerjakan dilokalan saja tidak akan sebanyak ketika
pengolahan yang dilakukan pada produk impor.
Pemerintah, petani (termasuk petani pedagang), dan masyarakat memiliki
peran yang sama dalam menghadi AEC mendatang. Ketiga elemen bangsa ini
harus bersatu untuk melindungi bangsa Indonesa dari kehancuran. Menghilangkan
stiga bahwa Indonesia hanya bisa melakukan impor saja, tidak bisa memenuhi
kebutuhan sendiri.
Terdapat beberapa hal yang sangat perlu diperhatikan dalam menghadai
AEC 2015 mendatang. Dalam menghadapi AEC 2015 seluruh lini termasuk
produk pertanian harus memperhatikan 3 hal penting yaitu :
1. Peningkatan Daya Saing (peningkatan produktifitas, distribusi, infrastruktur,
perbankan, efisiensi regulasi).
2. Pengamanan Pasar Domestik (lebih mencintai produk lokal).
3. Penguatan Ekspor dengan memperhatikan 3 K (kualitas, kuantitas dan
kontinyuitas).
Upaya yang bisa ditempuh agar petani di Indonesia dalam rangka
menghadapi pemberlakuan AEC 2015 nanti, diantaranya adalah :
1. Pemerintah dan pihak-pihak terkait harus segera menganalisa kekuatan dan
kelemahan di sektor pertanian dan membuat rumusan.
2. Perlu adanya sosialisasi intensif mengenai pemberlakuan AEC dan strategi
untuk menghadapinya, kepada petani yang dibuat dengan bahasa sederhana
agar mudah diterima petani.
3. Menemukan teknologi efisien, yang bertujuan untuk menghasilkan produk
dengan BEP rendah. BEP serendah mungkin bila dibandingkan dengan
komoditas yang sama dari negara pesaing, sehingga harga jual produk
pertanian Indonesia dipasaran bisa lebih terjangkau. Bagaimana hal ini dapat
dicapai, salah satunya adalah dengan kembali menerapkan prinsip sistem
pertanian organik dimana selain dapat menjaga kelestarian ekosistem /
lingkungan juga dapat meningkatkan produktivitas. Selain itu dapat ditempuh
dengan melakukan penerapan SOP/GAP spesifik lokasi dan komoditas.
4. Membangun dan memperkuat kelembagaan gapoktan/kelompok tani.
Kemampuan teknik budidaya dan manajemen petani yang masih rendah harus
ditingkatkan, dan hal ini tidak lepas dari peran serta petugas dan pemerintah.
Petani diajarkan bagaimana caranya berbudidaya yang baik, menguntungkan
dan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga tani itu sendiri.
5. Menjalin kerjasama atau kemitraan dan jejaring pasar secara nasional. Harus
ada kemitraan yang kuat antar wilayah-wilayah pertanian di Indonesia. Serta
perlu pengembangan sentra / daerah kawasan dengan komoditas spesifik
lokasi.
6. Membangun rasa cinta atau semangat nasionalisme terhadap produk pertanian
nasional. Di DIY hal ini sudah mulai dilakukan di Kabupaten Kulonprogo
dengan semboyan nya Bela dan Beli Kulonprogo.
7. Menerapkan standar mutu internasional dalam rangka peningkatan kualitas
produk, kuantitas dan kontinuitas.

Referensi
Elizani, Prahesti. 2014. Persiapan Sektor Pertanian dalam Menghadapi
Pemberlakuan AEC 2015. [serial online] http://distan.pemda-
diy.go.id/distan11/index.php?option=com_content&view=article&id=8344:
persiapan-sektor-pertanian-dalam-menghadapi-pemberlakuan-aec-2015&
catid=41:artikel&Itemid=514 [diakses pada tanggal 201 Mei 2014]

Mandagi, Stenley. 2013. Kesiapan Sektor Pertanian Menghadapi AEC 2015.
[serial online] http://www.slideshare.net/stenlymandagi/aec-2015-
presentasi-di-menado-untuk-refrensi-dir-pi [diakses pada tanggal 201 Mei
2014]

Nugrayasa, Oktavio. 2014. Melongok Persiapan Sektor Pertanian RI Hadapi
Pasar Bebas ASEAN 2015. [serial online] http://www.setkab.go.id/artikel-
12683-melongok-persiapan-sektor-pertanian-ri-hadapi-pasar-bebas-asean-
2015.html. [diakses pada tanggal 21 Mei 2014]

Anda mungkin juga menyukai