Anda di halaman 1dari 27

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Organik Total
Di dalam lingkungan senyawa organik banyak terdapat dalam bentuk
karbohidrat, protein, lemak yang membentuk organisme hidup dan senyawa-
senyawa lainnya. Secara normal bahan organik tersusun oleh unsur- unsur C, H, O
dan beberapa yang mengandung N, S, P, dan Fe (Achmad, 2004).
Senyawa- senyawa organik pada umumnya tidak stabil dan mudah
dioksidasi secara biologis atau kimia menjadi senyawa yang lebih stabil, antara
lain menjadi CO
2
dan H
2
O. Proses inilah yang menyebabkan oksigen terlarut
menurun dan menyebabkan kehidupan akuatik bermasalah. Untuk menyatakan
kandungan bahan organik dalam perairan, dilakukan dengan mengukur jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan tersebut menjadi senyawa
stabil (Achmad, 2004).
1. Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen yang
dibutuhkan oleh mikro organisme selama penghancuran bahan organik
dalam waktu tertentu dalam suhu 20
o
C. Oksidasi biokimiawi ini merupakan
proses lambat dan secara teoritis memerlukan reaksi sempurna. Dalam
waktu 20 hari oksidasi mencapai 95%-99% sempurna dan dalam waktu 5
hari seperti yang umum digunakan untuk mengukur BOD yang
kesempurnaan oksidasinya mencapai 50-70 %. Suhu 20
o
C yang digunakan
merupakan nilai rata- rata untuk daerah perairan arus lambat di daerah iklim
sedang dan mudah ditiru dalam incubator.
2. Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen, yaitu oksidasi
kimiawi menggunanakan kalium karbonat yang dipanaskan dengan asam
sulfat pekat. COD umumnya lebih besar dari BOD, karena jumlah senyawa
kimia yang bisa dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibandingkan
oksidasi secara biologis. Nilai COD merupakan ukuran bagi tingkat
pencemaran oleh bahan organik yang secara alamiah dapat dioksidasi
melelui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen
terlarut di dalam air.
(Achmad, 2004)
2.1.1 Sumber Bahan Organik
Bahan organik dalam air laut berasal dari empat sumber utama yaitu :
1. Daratan
Menurut Mulya (2002), bahan organik dari daratan diangkut ke laut melalui
angin dan sungai. Bahan organik terlarut yang berasal dari sungai bisa mencapai
20 mgC/L, terutama berasal dari pelepasan humic material dan hasil penguraian
dari buah- buahan yang jatuh di tanah. Penambahan bahan organik secara
perantara alami dalam bentuk sewage (kotoran) dan buangan industri. Sebagian
besar sudah siap di oksidasi dan segera membusuk karena bakteri dalam air laut.
Namun dalam batasan badan air, seperti estuari, kebutuhan oksigen secara biologi
terpenuhi karena kondisi anoksik tersedia.
2. Penguraian organisme mati oleh bakteri
Ada dua mekanisme penguraian bahan organisme mati yaitu secara autolisis
dan bakterial. Di alam kedua mekanisme ini bekerja secara bersamaan. Tingkat
penguraiannya tergantung pada kondisi kematian serta sampai tersedianya enzim
dan bakteri yang diperlukan. Dalam proses autolisis, reaksi penguraiannya terjadi
karena adanya enzim di dalam sel dan hasil selanjutnya akan dilepaskan ke dalam
badan perairan (Mulya, 2002).
Ekresi dari mikroorganisme seperti protozoa merupakan sumber yang
penting dari bahan organik. Proses pelepasan nitrogen dan fosfor dari organisme
mati dalam air laut terjadi dengan cepat, setengah dari nitrogen ditemukan dalam
zooplankton mati, diubah menjadi amonia dalam 2 minggu dan fosfat dilepaskan
dengan cepat. 70% bahan organik karbon tidak terlarut di dalam kultur alga mati
akan dioksidasi menjadi karbondioksida (CO
2
) dan setelah enam bulan ditemukan
sekitar 5% yang diubah kedalam bahan organik terlarut (Riley et al., 1971).
3. Hasil metabolisme alga terutama fitoplankton
Menurut Riley et al. (1971), Hasil fotosintesis alga akan melepaskan
sejumlah bahan ke dalam badan perairan. Produksi ini penting sebagai sumber
energi untuk organisme laut lainnya dan juga berperan dalam kontrol ekologi.
Asam amino dan karbohidrat merupakan bahan yang dominan dikeluarkan secara
dominan oleh spesies khusus seperti Olisthodiscus sp.
4. Eksresi zooplankton dan binatang laut lainnya
Eksresi zooplankton dan binatang laut lainnya menjadi sumber penting
bahan organik terlarut di laut. Bahan- bahan yang dikenal secara prinsip adalah
Nitrogeneois seperti urea, purines (allantoin dan asam uric), trimethyl amine oxide
dan asam amino (Mulya, 2002).
2.1.2 Sifat Bahan Organik dalam Air Laut
Menurut Mulya (2002), sebagian besar bahan organik terlarut dalam air laut
terdiri atas material yang kompleks dan sangat tahan terhadap penguraian bakteri.
Secara lebih jelas konsentrasi representatif beberapa bahan organik terlarut di
permukaan air laut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Konsentrasi Representatif Bahan Organik Terlarut di Permukaan Air
laut
No Bahan Organik Konsentrasi (g/L)
1 Methane 1
2 Paraffinic Hidrocarbons 400
3 Pristane (2,6,10,14-Tetramethyl Pentadecane) Tr
4 Pentoses 0.5
5 Hexoses 14-36
6 Malic Acid 300
7 Citric Acid 140
8 Trigelecerydes + Fatty Acid 200
9 Amino Acid 10-25
10 Vitamin B12 0-0.01
11 Vitamin B1 0.021
12 Biotine 0.01
13 Urea 0-80
14 Adenine 100-1000
15 Uracil 300
16 P-Hydroxyl-Benzoic Acid 1-3
17 Vannilic Acid 1-3
18 Syringic Acid 1-3
Sumber : Riley et al. (1971)
2.1.3 Efek Ekologi Material Bahan Organik
Kualitas air laut dikatakan baik atau buruk tergantung pada
produktivitasnya. Kondisi ini ditentukan oleh keberadaan mikro nutrien anorganik
khususnya nitrogen dan fosfat. Material organik terlarut tidak hanya sebagai
sumber energi tetapi juga sumber senyawa organik esensial yang tidak dapat
disintesa oleh organisme tersebut. Banyak zat- zat dikeluarkan oleh kehidupan air
laut sebagai ectocrines yang mempercepat atau memperlambat kehidupan (Mulya,
2012). Menurut Riley et al. (1971), pertumbuhan didukung banyaknya humic acid
yang secara ekologi penting dalam perairan pantai.
Penghambat pertumbuhan dapat ditemukan dalam media kultur antara
antibiotik dan racun. Zat racun dikeluarkan oleh dinoflagellata seperti
Gynodinium bereze dan Gonyoulax polyhedra yang dapat menyebabkan red tide.
Zar polifenol dihasilkan oleh alga coklat menghambat pertumbuhan beberapa
spesies dari alga unicellular. Zat ini mungkin penting secara ekologi menekan
pertumbuhan epiphytes (Mulya, 2012).
2.1.4 Distribusi Bahan Organik dalam Air Laut
Libes (1971) menyatakan distribusi dissolved organic matter, particulate
organic matter, dan organic carbon erat hubungannya dengan produktivitas
primer. Produktivitas primer sangat tinggi di daerah pantai dan rendah pada
daerah laut terbuka. Konsentrasi bahan organik berdasarkan variasi musim dan
kedalam adalah sebagai berikut :
1. Variasi menurut musim
a. Terjadi hanya pada daerah yang dipengaruhi musim (Laut Utara)
b. Musim semi dan awal musim panas merupakan konsentrasi tertinggi
c. Musim panas konsentrasi menururn
d. Musim gugur awal musim semi, konsentrasi sedikit menurun
2. Variasi menurut kedalaman
a. Permukaan, konsentrasi bahan organik karbon terlarut dan nitrogen
paling tinggi
b. Bagian bawah zona eufotik, konsentrasi mulai menurun dengan
meningkatnya kedalam danterdapat perbedaan antara saru tempat
dengan tempat lainnya tergantung pada produktivitas, ketersediaan
heterotrof dan kondisi hidrografik. Pada kedalaman lebih besar dari 100
meter konsentrasi masih relatif konstan.
c. Pada perairan dalam, kandungan bahan organik terlihat kecil tetapi
signifikan dan berbeda menurut kedalaman. Perbedaan konsentrasi
organik terlarut dengan nitrogen pada permukaan perairan sekitar 100 :
15 sampai 100 : 25.

2.2 Fosfat
Di perairan unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai
elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan
polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Senyawa fosfor
membentuk kompleks ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat tidak
larut, dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae
akuatik (Jeffries dan Mill dalam Effendi 2003).
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.
Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang
merupakan penyusun boisfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Pada
kerak bumi, keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah mengendap. Fosfor juga
merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga
unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat
mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Materi yang menyusun tubuh
organisme berasal dari bumi. Materi yang berupa unsur-unsur terdapat dalam
senyawa kimia yang merupakan materi dasar makhluk hidup dan tak hidup. Siklus
biogeokimia atau siklus organik anorganik adalah siklus unsur atau senyawa
kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke
komponen abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme,
tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga
disebut siklus biogeokimia.
2.2.1 Sumber dan Distribusi
Fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua
organisme untuk pertumbuhan dan sumber energi. Fosfor di dalam air laut,
berada dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Dalam bentuk senyawa
organik, fosfor dapat berupa gula fosfat dan hasil oksidasinya, nukloeprotein dan
fosfo protein. Sedangkan dalam bentuk senyawa anorganik meliputi ortofosfat dan
polifosfat. Senyawa anorganik fosfat dalam air laut pada umumnya berada dalam
bentuk ion (orto) asam fosfat (H3PO4), dimana 10% sebagai ion fosfat dan 90%
dalam bentuk HPO42-. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam pembentukan
protein dan membantu proses metabolisme sel suatu organisme (Hutagalung et al,
1997). Sumber fosfat diperairan laut pada wilayah pesisir dan paparan benua
adalah sungai. Karena sungai membawa hanyutan sampah maupun sumber fosfat
daratan lainnya, sehingga sumber fosfat dimuara sungai lebih besar dari
sekitarnya. Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi,
antara lain dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, PO43-. Fosfat diabsorpsi oleh
fitoplankton dan seterusnya masuk kedalam rantai makanan. Senyawa fosfat
dalam perairan berasal daari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan
dan pelapukan tumbuhan, dan dari laut sendiri. Peningkatan kadar fosfat dalam air
laut, akan menyebabkan terjadinya ledakan populasi (blooming) fitoplankton yang
akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Batas optimum fosfat
untuk pertumbuhan plankton adalah 0,27 5,51 mg/liter (Hutagalung et al, 1997).
Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses
fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid
koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam
keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling
banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di
air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Dipermukaan air, fosfat di
angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3
m akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton.
Untuk konsentrasi dibawah 0,3 m ada bagian sel yang cocok menghalangi dan
sel fosfat kurang diproduksi. Mungkin hal ini tidak akan terjadi di laut sejak NO3
selalu habis sebelum PO4 jatuh ke tingkat yang kritis. Pada musim panas,
permukaan air mendekati 50% seperti organik-P. Di laut dalam kebanyakan P
berbentuk inorganik. Di musim dingin hampir semua P adalah inorganik. Variasi
di perairan pantai terjadi karena proses upwelling dan kelimpahan fitoplankton.
Pencampuran yang terjadi dipermukaan pada musim dingin dapat disebabkan oleh
bentuk linear di air dangkal. Setelah musim dingin dan musim panas kelimpahan
fosfat akan sangat berkurang.
Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam sel, misalnya yang terdapat
pada ATP (Adenosine Triphospate) dan ADP (Adenosine Diphosphate).
Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi dari asam ortofosfat adalah bentuk
fosfor yang paling sederhana di perairan. Ortofosfat merupakan bentuk fosfor
yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan
polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu
sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfat. Setelah masuk kedalam
tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat anorganik mengalami perubahan menjadi
organofosfat. Fosfat yang berikatan dengan ferri [Fe2(pO4)3] bersifat tidak larut
dan mengendap didasar perairan. Pada saat terjadi kondisi anaerob, ion besi
valensi tiga (ferri) ini mengalami reduksi menjadi ion besi valensi dua (ferro)
yang bersifat larut dan melepaskan fosfat keperairan, sehingga meningkatkan
keberadaan fosfat diperairan (Effendi 2003).
2.2.2 Spesiasi Kimia
Secara rinci perputaran campuran organik P yang ditunjukkan di
permukaan air secara garis besar tidak diketahui. Sepenuhnya adalah larutan
inorganik fosfor seperti hasil ionisasi pada H
3
PO
4

H
3
PO
4
..................................... H
+
+ H
2
PO
4
H
3
PO
4
..................................... H
+
+ HPO
4
2-
H
3
PO
4
..................................... H
+
+ PO
4
3-
Pecahan pada bentuk ini dibatasi oleh pH dan komposisi pada air. Ionisasi
konstan untuk tiga tahap penguraian dapat didefinikan sebagai :
K1= [H
+
] [H
2
PO
4
] [H
3
PO
4
]
K2 = [H
+
] [HPO
4
2-
] [H
2
PO
4
-
]
K3 = [H
+
] [PO
3
3-
] [HPO
4
2-
]
Pehitungan persen pada beragam bentuk fosfat di H
2
O, NaCl, air laut,
seperti sebuah fungsi pada pH. Di laut dalam ion fosfat bentuknya lebih penting
(50% pada P= 1000 bar atau 10.000 m ). H
2
PO
4
-
bebas adalah lebih besar dengan
persentase 49%, MgPO
4-
, 46%, dan 5% CaHPO
4
. Sementara PO
4
3-
27% seperti
MgPO
4
-
dan 73% seperti CaPO
4
.


Gambar 1. Grafik Spesiasi Fosfat

2.2.3 Proses pengambilan secara Fisik dan Biologi
Ortofosfat dihasilkan dari dekomposisi tanaman atau jaringan yang
membusuk, karena hal tersebut merupakan proses yang mudah dan cepat maka
terjadi sangat tinggi di kolom perairan sehingga menyediakan fosfat untuk
tanaman ( Davis dalam Effendi, 1987). Ketika fitoplankton mati, organik-P
dengan cepat berubah menjadi fosfat. Banyak fitoplankton dikonsumsi oleh
zooplankton dimana proses ini menghasilkan PO4.
Inorganik fosfat terlarut terdiri atas 90% dari total fosfor selama waktu
ketika produksi organik, maka dari itulah proses pengambilan rendah. Tipe ini
muncul saat musim dingin. Saat musim panas, ketika produktifitas tinggi
inorganik fosfat berkurang setengah dari jumlah total.
2.2.4 Siklus Alami Fosfat
Banyak sumber fosfat yang di pakai oleh hewan, tumbuhan, bakteri, ataupun
makhluk hidup lain yang hidup di dalam laut. Misalnya saja fosfat yang berasal
dari feses hewan (aves). Sisa tulang, batuan, yang bersifat fosfatik, fosfat bebas
yang berasal dari proses pelapukan dan erosi, fosfat yang bebas di atmosfer,
jaringan tumbuhan dan hewan yang sudah mati. Di dalam siklus fosfor banyak
terdapat interaksi antara tumbuhan dan hewan, senyawa organik dan inorganik,
dan antara kolom perairan, permukaan, dan substrat. Contohnya beberapa hewan
melepaskan sejumlah fosfor padat di dalam kotoran mereka.
Dalam perairan laut yang normal, rasio N/P adalah sebesar 15:1. Ratio N/P
yang meningkat potensial menimbulkan blooming atau eutrofikasiperairan,
dimana terjadi pertumbuhan fitoplankton yang tidak terkendali. Eutrofikasi
potensial berdampak negatif terhadap lingkungan, karena berkurangnya oksigen
terlarut yang mengakibatkan kematian organisme akuatik lainnya (asphyxiation),
selain keracunan karena zat toksin yang diproduksi oleh fitoplankton (genus
Dinoflagelata). Fitoplankton mengakumulasi N, P, dan C dalam tubuhnya, masing
masing dengan nilai CF (concentration factor) 3 x 104 untuk P, 16(3 x 104)
untuk N dan 4 x 103 untuk C (Sanusi 2006).
2.2.5 Ketersediaan Fosfor
Studi tentang sirkulasi fosfor di lingkungan perairan laut merupakan
perhatian di berbagai bidang ilmu bidang ilmu. Dengan menggunakan 32P para
peneliti menghasilkan kesimpulan umum bahwa bahwa konsentrasi fosfor akan
berubah karena fosfor merupakan salah satu zat yang digunakan oleh fitoplankton
dalam proses metabolisme. Damanhuri (1997) menyatakan bahwa kadar fosfat
akan semakin tinggi dengan menurnya kedalaman. Konsentrasi fosfat relatif
konstan pada perairan dalam biasanya terjadi pengendapan sehingga nutrien
meningkat seiring dengan waktu karena proses oksidasi f dan bahan organik.
Adanya proses run off yang berasal dari daratan akan mensuplai kadar fosfat pada
lapisan permukaan, tetapi ini tidak terlalu besar. Penambahan terbesar dari lapisan
dalam melalui proses kenaikan masa air.
Fosfor muncul pada bagian yang beragam di dalam lingkungan bahari,
beberapa muncul dalam bentuk susunan organik seperti protein dan gula,
beberapa juga muncul dalam bentuk kalsium organik dan sebagian dalam bentuk
inorganik dan partikel besi fosfat, lalu juga dalam bentuk fosfat terlarut, walaupun
fosfor muncul dalam konsentrasi dibawah nitrogen, tapi pada kenyataanya fosfor
dapat dengan mudah di buat atau tersedia di dalam atau tersedia di dalam zona
penetrasi cahaya yang mencegah fosfor menjadi faktor pembatas di dalam
produktifitas bahari.
Diperairan, bentuk unsur fosfor berubah secara terus menerus akibat proses
dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik, dan bentuk anorganik yang
dilakukan oleh mikroba. Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk
ortofosfat. Perubahan ini bergantung pada suhu yang mendekati titik didih,
perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini
meningkat dengan menurunnya nilai pH. Perubahan polifosfat menjadi ortofosfat
pada air limbah yang mengandung banyak bakteri lebih cepat dibandingkan
dengan perubahan yang terjadi pada air bersih.
Keberadaan fosfor diperairan alami biasanya relative kecil, dengan kaar
yang lebih sedikit dari pada kadar nitrogen. Fosfor tidak bersifat toksik bagi
manusia, hewan, dan ikan. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai
dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di
perairan (algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada
permukaan air, yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya
mathari sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan. Pada saat
perairan cukup mengandung fosfor, algae mengakumulasi fosfor di dalam sel
melebihi kebutuhannya. Fenomena yang demikian dikenal istilah konsumsi
berlebih (luxury consumption). Kelebihan fosfor yang diserap akan dimanfaatkan
pada saat perairan mengalami defisiensi fosfor, sehingga algae masih dapat hidup
untuk beberapa waktuselama periode kekeurangan pasokan fosfor (Effendi 2003).
Berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
perairan dengan tingkat kesuburan rendah yang memiliki kadar fosfat total
berkisar antara 0 0.02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang
memiliki kadar fosfat 0.021 0.05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat
kesuburan tinggi, memiliki kadar fosfat total 0.051 0.1 mg/liter (Effendi, 2003)
2.2.6 Siklus fosfor

Gambar 2. Siklus Fosfor di alam


Gambar 3. Siklus Fosfat di Laut
Fosfor merupakan bagian protoplasma yang penting, cenderung beredar,
senyawa-senyawa organik terurai dan akibatnya menghasilkan fosfat yang
kembali tersedia bagi tumbuh-tumbuhan. Reservoir yang tersbesar dari fosfor
adalah bukan udara, melainkan batu-batuan atau endapan-endapan lain yang telah
terbentuk pada abad-abad geologis yang telah lalu. Dan semua itu berangsur-
angsur terkikis, melepaskan fosfat kedalam ekosistem-ekosistem, tetapi banyak
juga yang lepas kedalam laut, dimana sebagian dari padanya di endapkan dalam
sedimen-sedimen dangkal, dan sebagian lagi hilang ke sedimen-sedimen yang
lebih dalam. Cara-cara pengendalian fosfor kedaurnya sekarang atau yang ada
kurang mencukupi untuk mengganti yang hilang (Odum, 1993).
Di beberapa bagian dari dunia sekarang ini tidak terdapat pengangkatan atau
pemunculan sedimen yang luas, dan kegiatan burung-burung laut dan ikanpun
(dibawa oleh binatang dan manusia kedarat) tidak cukup. Burung-burung laut
jelas berperan penting dalam pengambilan fosfor ke dalam daur (bukti endapan
Guano di Peru yang terkenal). Pemindahan fosfor dan bahan-bahan lain oleh
burung-burung dari laut ke dartan masih terus berlangsung, tetapi tidak dengan
laju yang sama. Tampaknya manusia juga berperan dalam proses penghilangan
fosfor. Walaupun manusia banyak mengambil ikan laut, Hutchinson menaksir
bahwa hanya kurang lebih 60.000 ton fosfor unsur pertahun yang dikembalikan
dalam jalan ini, dibandingkan dengan satu atau dua juta ton batuan fosfat yang
ditambang dan kebanyakan tercuci serta hilang. Ahli-ahli pertanian
memberitahukan, tidak perlu khawatir karena batuan fosfat cadangan masih besar.
Justru sekarang, manusia lebih memperhatikan kekacauan dan kemacetan lalu
lintas fosfat yang larut dalam jalan-jalan perairan yang di akibatkan dari
meningkatnya pengikisan yang tidak dapat di imbangi atau diganti oleh sisitem
protoplasma dan sedimentasi (Odum, 1993).
Fosfor tidak bergerak secara merata dan lancar dari organisme ke
lingkungan dan kembali ke organisme. Umumnya laju pengambilan lebih cepat
dari pada laju pelepasan. Tumbuh-tumbuhan siap mengambil fosfor dalam
keadaan gelap maupun keadaan-keadaan lain apabila mereka tidak dapat
mempergunakannya. Selama periode pertumbuhan yang cepat dari produsen-
rodusen yang sering kali terjadi dalam musim semi, semua fosfor yang tersedia
sudah terikat dalam produsen-produsen dan konsumen-konsumen. Konsentrasi
fosfor pada sesuatu saat dapat mempunyai sedikit hubungan dengan produktifitas
ekosistem. Tingkat yang rendah dari fosfat yang larut berarti bahwa sistemnya
dimiskinkan atau sistemnya secara metabolisme sangat giat, hanya dengan
pengukuran laju dari pemasukan keadaan sebenarnya dapat ditentukan (Odum,
1993)


2.3 Spektrofotometer
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu
pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet. Sebagian dari cahaya
tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya
yang dilewatkan akan sebanding dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet.
sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang
gelombang dari sinar putih lebih dapat terseleksi dan ini diperoleh dengan alat
pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar
dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai filter dari
berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang
gelombang tertentu.
Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang
benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm.
Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar
terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma.
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu,
monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat
untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun
pembanding.
2.3.1 BAGIAN ATAU KOMPONEN SPEKTROFOTOMETER
Secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu :
a. Sumber Cahaya
Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran
radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa
untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu
pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip
dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (l ) adalah 350 2200
nanometer (nm).
b. Monokromator
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya
polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu
(monokromatis) yang bebeda (terdispersi).
c. Cuvet
Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat
contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya terbuat dari kwars,
plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung empat persegi panjang 1 x 1 cm
dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau
plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca
mengabsorbsi sinar UV. Semua macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di
daerah sinar tampak (visible).

d. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada
berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal
listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum
penunjuk atau angka digital.
Dengan mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan untuk
menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.
Spektrofotometer akan mengukur intensitas cahaya melewati sampel (I), dan
membandingkan ke intensitas cahaya sebelum melewati sampel (Io). Rasio
disebut transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam persentase (% T) sehingga
bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = -log %T.
2.3.2 PRINSIP KERJA
Prinsip kerja spektrofotometer adalah bila cahaya (monokromatik maupun
campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan
dipantulkan, sebagian diserap dalam medium itu, dan sisanya diteruskan. Nilai
yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi karena
memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel.
2.3.3 CARA KERJA SPEKTROFOTOMETER
Sinar berasal dari dua lampu yang berbeda, yaitu lampu wolfram untuk sinar
Visible (sinar tampak = 38 780nm) dan lampu deuterium untuk sinar Ultra
Violet (180-380nm) pada video lampu yang besar. Pilih panjang gelombang yang
diinginkan/diperlukan. Kuvet, ada dua karena alat yang dipakai tipe double beam,
disanalah kita menyimpan sample dan yang satu lagi untuk blanko. Detektor atau
pembaca cahaya yang diteruskan oleh sampel, disini terjadi pengubahan data sinar
menjadi angka yang akan ditampilkan pada reader.
Yang harus dihindari adanya cahaya yang masuk ke dalam alat, biasanya
pada saat menutup tenpat kuvet, karena bila ada cahaya lain otomatis jumlah
cahaya yang diukur menjadi bertambah.
2.3.4 KALIBRASI ALAT SPEKTROFOTOMETER
Kalibrasi yang dimaksud ini adalah men-seting blank alat spektrofotometer,
sebelum digunakan untuk analisis. Secara umum sbb:
1. Nyalakan alat spektrofotometer
2. Isi kuvet dengan larutan blanko (aquades)
3. Diseting/diatur panjang gelombang untuk kalibrasi.
4. keterangan: 0%T itu diukur saat kuvet dalam keadaan kosong. 100%T
itu diukur saat kuvet dalam keadaan terisi larutan.
5. Kuvet berisi larutan blanko dimasukkan ke spektrofotometer
6. lalu tekan tombol 0 ABS 100%T, tunggu sampai keluar kondisi setting
blank (dalam bentuk teks)
2.3.5 CARA PERAWATAN SPEKTROFOTOMETER
Cara Perawatan dan Penyimpanan Alat :
1. Sebelum digunakan, biarkan mesin warming-up selama 15-20 menit.
2. Spektrofotometer sebisa mungkin tidak terpapar sinar matahari
langsung, karena cahaya dari matahari akan dapat mengganggu pengukuran.
3. Simpan spektrofotometer di dalam ruangan yang suhunya stabil dan
diatas meja yang permanen.
4. Pastikan kompartemen sampel bersih dari bekas sampel.
5. Saat memasukkan kuvet, pastikan kuvet kering.
6. Lakukan kalibrasi panjang gelombang dan absorban secara teratur.
* Hal-hal yang harus diperhatikan :
Larutan yang dianalisis merupakan larutan berwarna
Apabila larutan yang akan dianalisis merupakan larutan yang tidak
berwarna, maka larutan tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi larutan
yang berwarna. Kecuali apabila diukur dengan menggunakan lampu UV.
Panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang
mempunyai absorbansi maksimal. Hal ini dikarenakan pada panajgn
gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang
gelombang tersebut, perubahan absorbansi untuk tiap satuan konsentrasi adalah
yang paling besar. Selain itu disekitar panjang gelombang maksimal, akan
terbentuk kurva absorbansi yang datar sehingga hukum Lambert-Beer dapat
terpenuhi. Dan apabila dilakukan pengukuran ulang, tingkat kesalahannya akan
kecil sekali.
Kalibrasi Panjang gelombang dan Absorban
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang
dipancarkan dan cahaya yang diabsorbsi. Hal ini bergantung pada spektrum
elektromagnetik yang diabsorb oleh benda. Tiap media akan menyerap cahaya
pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa yang terbentuk. Oleh
karena itu perlu dilakukan kalibrasi panjang gelombang dan absorban pada
spektrofotometer agar pengukuran yang di dapatkan lebih teliti.

2.3.6 JENIS JENIS SPEKTROFOTOMETER
Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasar sumber cahaya yang
digunakan. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Spektrofotometri Vis (Visible)
2. Spektrofotometri UV (Ultra Violet)
3. Spektrofotometri UV-Vis
4. Spektrofotometri IR (Infra Red)

1. Spektrofotometri Visible (Spektro Vis)
Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi
adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum
elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang
sinar tampak adalah 380 sampai 750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat
oleh kita, entah itu putih, merah, biru, hijau, apapun.. selama ia dapat dilihat oleh
mata, maka sinar tersebut termasuk ke dalam sinar tampak (visible).
Sumber sinar tampak yang umumnya dipakai pada spektro visible adalah
lampu Tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama Wolfram merupakan
unsur kimia dengan simbol W dan no atom 74. Tungsten mempunyai titik didih
yang tertinggi (3422 C) dibanding logam lainnya. karena sifat inilah maka ia
digunakan sebagai sumber lampu. Sample yang dapat dianalisa dengan metode ini
hanya sample yang memilii warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari
metode spektrofotometri visible. Oleh karena itu, untuk sample yang tidak
memiliki warna harus terlebih dulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagent
spesifik yang akan menghasilkan senyawa berwarna. Reagent yang digunakan
harus betul-betul spesifik hanya bereaksi dengan analat yang akan dianalisa.
Selain itu juga produk senyawa berwarna yang dihasilkan harus benar-benar
stabil.
Salah satu contohnya adalah pada analisa kadar protein terlarut (soluble
protein). Protein terlarut dalam larutan tidak memiliki warna. Oleh karena itu,
larutan ini harus dibuat berwarna agar dapat dianalisa. Reagent yang biasa
digunakan adalah reagent Folin.
Saat protein terlarut direaksikan dengan Folin dalam suasana sedikit basa,
ikatan peptide pada protein akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna
biru yang dapat dideteksi pada panjang gelombang sekitar 578 nm. Semakin
tinggi intensitas warna biru menandakan banyaknya senyawa kompleks yang
terbentuk yang berarti semakin besar konsentrasi protein terlarut dalam sample.

2. Spektrofotometri UV (ultraviolet)
Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri UV
berdasarkan interaksi sample dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang
gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium.
Deuterium disebut juga heavy hidrogen. Dia merupakan isotop hidrogen yang
stabil yang terdapat berlimpah di laut dan daratan. Inti atom deuterium
mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hidrogen hanya memiliki satu
proton dan tidak memiliki neutron. Nama deuterium diambil dari bahasa Yunani,
deuteros, yang berarti dua, mengacu pada intinya yang memiliki dua pertikel.
Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang dapat
menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna.
Bening dan transparan.
Oleh karena itu, sample tidak berwarna tidak perlu dibuat berwarna dengan
penambahan reagent tertentu. Bahkan sample dapat langsung dianalisa meskipun
tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sample keruh tetap harus dibuat jernih
dengan filtrasi atau centrifugasi. Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah
sample harus jernih dan larut sempurna.
Tidak ada partikel koloid apalagi suspensi. Sebagai contoh pada analisa
protein terlarut (soluble protein). Jika menggunakan spektrofotometri visible,
sample terlebih dulu dibuat berwarna dengan reagent Folin, maka bila
menggunakan spektrofotometri UV, sample dapat langsung dianalisa. Ikatan
peptide pada protein terlarut akan menyerap sinar UV pada panjang gelombang
sekitar 280 nm. Sehingga semakin banyak sinar yang diserap sample (Absorbansi
tinggi), maka konsentrasi protein terlarut semakin besar. Spektrofotometri UV
memang lebih simple dan mudah dibanding spektrofotometri visible, terutama
pada bagian preparasi sample.
Namun harus hati-hati juga, karena banyak kemungkinan terjadi interferensi
dari senyawa lain selain analat yang juga menyerap pada panjang gelombang UV.
Hal ini berpotensi menimbulkan bias pada hasil analisa.
3. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan
Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan
sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah
menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu
photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Untuk sistem
spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan paling populer digunakan.
Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sample berwarna juga
untuk sample tak berwarna.
4. Spektrofotometri IR (Infra Red)
Dari namanya sudah bisa dimengerti bahwa spektrofotometri ini berdasar
pada penyerapan panjang gelombang infra merah. Cahaya infra merah terbagi
menjadi infra merah dekat, pertengahan, dan jauh. Infra merah pada
spektrofotometri adalah infra merah jauh dan pertengahan yang mempunyai
panjang gelombang 2.5-1000 m. Pada spektro IR meskipun bisa digunakan
untuk analisa kuantitatif, namun biasanya lebih kepada analisa kualitatif.
Umumnya spektro IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu
senyawa, terutama senyawa organik. Setiap serapan pada panjang gelombang
tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik.
Hasil analisa biasanya berupa signal kromatogram hubungan intensitas IR
terhadap panjang gelombang. Untuk identifikasi, signal sample akan
dibandingkan dengan signal standard. Perlu juga diketahui bahwa sample untuk
metode ini harus dalam bentuk murni. Karena bila tidak, gangguan dari gugus
fungsi kontaminan akan mengganggu signal kurva yang diperoleh. Terdapat juga
satu jenis spektrofotometri IR lainnya yang berdasar pada penyerapan sinar IR
pendek. Spektrofotometri ini di sebut Near Infrared Spectropgotometry (NIR).
Aplikasi NIR banyak digunakan pada industri pakan dan pangan guna analisa
bahan baku yang bersifat rutin dan cepat. (Herliani, 2008)
2.4 Analisa Kurva Regresi
Untuk memperhalus perkiran, teknik yang berdasarkan data masa lampau
dengan penggambaran kurva polinomial akan dapat digambarkan sebagai suatu
garis regresi. Cara ini disebut metode selisih kuadrat terkecil (least square). Cara
ini dianggap penghalusan cara ekstrapolasi garis lurus , karena garis regresi
memberikan penyimpangan minimum atas data penduduk masa lampau (dengan
menganggap ciri perkembangan penduduk masa lampau berlaku untuk masa
depan).
Metoda ini mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan
suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan bentuk hubungan variabel bebas dan variabel yang
akan diramal (variabel tak bebas). Hubungan antara dua variabel pada dasarnya
berkisar pada dua hal yang kadang-kadang sulit ditarik garis pemisahnya. Hal
tersebut adalah :
a. Persamaan bentuk yang sesuai guna meramal rata-rata Y dan X yang
tertentu serta menaksir kesalahan peramalan itu. Persoalan ini menitikberatkan
pada pengamatan variabel yang tertentu, sedangkan variabel lain dibuat konstan
pada suatu interval atau keadaan.
b. Pengukuran tingkat korelasi antara variabel X dan Y. Tingkat korelasi
ini tergantung pada variasi atau interrelasi yang bersifat simultan dari variabel X
dan Y.
Metoda Regresi dibedakan menjadi Regresi Linear dan Regresi Non Linear.
(Anonim, 2014)

2.5 Kondisi Perairan Tambak Lorok Semarang
Tambak Lorok merupakan salah satu daerah pantai di kota Semarang yang
terletak di Sungai Banger, kelurahan Tanjung Mas, sekitar tahun 1950 pada
kawasan ini muncul sebuah pemukiman yang sebagian besar masyarakatnya
bermata pencaharian mencari ikan dan hasil laut lain atau sering disebut sebagai
nelayan.
Dengan adanya fenomena bahwa masyarakat yang bermukim di kawasan ini
memiliki ketergantungan terhadap Natural Resources (sumber alam) dalam hal ini
laut sebagai tempat mencari ikan, sungai dan muara sebagai tempat menambat
perahu dan keluar masuknya perahu ke laut, dalam hal ini telah menyatu dengan
kehidupan kebudayaan masyarakat serta berlangsung turun menurun maka
pemukiman ini lebih dikenal dengan Pemukiman Nelayan. Pada dasarnya bahwa
pemukiman ini muncul karena ada keterkaitan tiga variable yang mempengaruhi
masyarakat untuk tinggal pada kawasan ini, yaitu :
1. Lokasi
Posisi pada kawasan ini merupakan bagian dari aktivitas ekonomi yang cukup
penting penting, karena aktivitas kawasan merupakan bagian dari aktivitas
ekonomi kota Semarang. Adanya relasi yang kuat ini menunjukkan nilai strategis
kawasan, dengan orientasi laut dan kawasan sekitar sebagai sasaran aktivitas.
2. Jarak
Dengan orientasi laut dan kawasan sekitar sebagai sasaran aktivitas, maka jarak
terhadap kawasan akan menampilkan hirarki intensitas aktivitas. Jarak lokasi kerja
penduduk kawasan rata-rata kurang dari tiga km. jarak ke tempat aktivitas tersebut
berkaitan erat dengan intensitas network atau jaringan kerja kawasan.
3. Sarana Pencapaian
Lokasi dan jarak ke tempat aktivitas sangat berpengaruh terhadap sarana
pencapaian atau sarana transportasi yang digunakan. Sehubungan dengan relatif
dekat jarak dan lokasi ke tempat aktivitas maka sarana pencapian masyarakat ke
tempat kerja kebanyakan ditempuh dengan berjalan kaki dan sepeda.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat nelayan tersebut lebih
memilih tempat tinggal di Tambak Lorok karena pertimbangan kedekatan dengan
lokasi kerja (Fikadiana, 2001).

Anda mungkin juga menyukai