Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN




4.1 Hasil Penelitian
Setelah melakukan pengujian, maka akan didapat data-data seperti tertera
pada table 4.1. Pengujian tarik ini dilakukan sebanyak 5 spesimen dengan
menggunakan temperature yang berbeda-beda.
Sifat mekanik merupakan salah satu factor penting yang mendasari
pemilihan material, dalam setiap perencanaan. Sifat mekanik dapat diartikan
reaksi beban atau kemampuan logam untuk menahan beban yang diberikan, baik
beban statis atau dinamis padasuhu biasa, suhu tinggi maupun suhu dibawah 0 C.
Beban statis adalah beban yang tepat, baik besar maupun arahnya pada setiap saat,
sedangkan beban dinamis adalah beban yang besar dan arahnya berubah menurut
waktu.
Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik,
hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan
perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone.
Didaerah ini, kurva pertambahan panjang terhadap beban mengikuti aturan
Hooke.
E = /
Dimana: = Tegangan (N/mm
2
)
= Regangan (%)
Tabel 4.1 Data hasil pengujian kekuatan tarik

Dimensi Spesimen
Data Pengujian
I
(30)
II
(100)
III
(150)
IV
(200)
V
(250)
A. Sebelum Pengujian
1. Diameter (Do, mm)
2. Luas penampang (Ao, mm
2
)
3. Gauge length (Lo, mm)
4. Panjang (Lt, mm)

12,5
122,6
50
250

12,5
122,6
50
250

12,5
122,6
50
250

12,5
122,6
50
250

12,5
122,6
50
250
B. Pada Saat Pengujian
1. Beban yield (Py, kN)
2. Beban Ultimate (Pu, kN)
3. L yield ( mm )

33,3
38,7
5,6

32,9
37
6

30,6
35,3
6,5

29,5
33,4
6,8

28,4
30,8
7,3
C. Sesudah Pengujian
1. Diameter akhir (Di, mm)
2. Luas penampang (Ai, mm
2
)
3. Gauge length (Li, mm)

8,6
58,1
55,6

8,5
56,7
56

8,4
55,4
56,5

8,2
52,8
56,8

7,9
48,9
57,3

Dari tabel diatas terdapat beberapa perbedaan terhadap kekuatan masing-
masing specimen. Hal ini disebabkan karena adanya variasi temperature yang
dikenakan pada specimen tersebut. Energi panas dapat mempengaruhi ikatan
logam dan paduan yang sejenis sehingga berkurang kekuatannya bahkan energi
panas yang tinggi mampu mencairkan logam. Perberlakuan panas terhadap suatu
bahan logam (baja kontruksi) pada temperature tertentu akan mengakibatkan
pelemahan ikatan antar butir dan merubah kekuatan baja.
Pada kasus ini terdapat lima kurva fenomena yang terjadi pada benda
specimen, hal ini erat berhubungan dengan gaya yang bekerja terhadap
pertambahan panjang specimen. Kurva tersebut antara lain:
P (kN)
40
35
30
25
20
15
10
5

1 2 3 4 5 6 L(mm)

Gambar 4.1 kurva gaya (P) vs pertambahan panjang (L) untuk specimen
temperature ruang

Dari gambar 4.1 diatas menjelaskan tentang hubungan antara pertambahan
panjang dengan gaya yang terjadi pada specimen 1, yang diuji pada temperature
ruang (30 C). Dimana gaya maksimum atau beban ultimate (Pu) yang terjadi
sebesar 38,7 kN, dengan pertambahan panjang ( L ) sebesar 5,6 mm dan beban
yield (Py) sebesar 33,3 kN.

P (kN)
40


30


20


10


2 4 6 L (mm)

Gambar 4.2 kurva gaya (P) vs pertambahan panjang (L) untuk specimen
temperature 100 C

Gambar diatas menjelaskan bagai mana perbedaan yang terjadi antara
specimen 1 yang diuji pada temperature ruang (30 C) dengan specimen 2 yang
diuji pada temperature 100 C. Perbedaan tersebut meliputi pertambahan panjang
(L) dan tegangan atau beban (P). Dimana pada specimen 2 beban yieldnya (Py)
sebesar 32,9 kN, dan beban ultimate atau maksimumnya (Pu) sebesar 37 kN
dengan pertambahan panjang (L) sepanjang 6 mm. Perbedaan-perbedaan lainnya
juga terjadi pada specimen 3, 4 dan 5, dimana masing-masing pertambahan
panjangnya (L) sebesar 6,5 mm, 6,8 mm dan 7,3 mm. dan beban ultimatnya (Pu)
sebesar 35,3 kN, 33,4 kN dan 30,8 kN.
Hal ini terjadi karena peningkatan temperature yang dikenai pada
specimen uji. Kenaikan temperature ini yang mengakibatkan terjadinya perubahan
sifat mekanik material. Pada pengujian, temperature akan merubah sifat mekanik
specimen menjadi lebih ulet. Ini ditandai oleh perpanjangan spesimen, dan juga
tegangan dan regangan yang terjadi. Semakin tinggi temperature, maka semakin
panjang pula perpanjangan specimen yang terjadi. Seiring dengan itu tegangan
dan regangannya juga semakin meningkat.
Energi panas dapat mempengaruhi ikatan logam dan paduan yang sejenis
sehingga berkurang kekuatannya bahkan energi panas yang tinggi mampu
mencairkan logam. Pemberlakuan panas terhadap suatu bahan logam (baja
kontruksi) pada temperature tertentu akan mengakibatkan pelemahan ikatan antar
butir dan merubah kekuatan baja. Pada beberapa logam terdapat sistem
penggelinciran baru jika suhu naik. Dengan naiknya suhu pada logam akan terjadi
deformasi terhadap butir,faktor lain yang diperhatikan adalah pengaruh lamanya
temperatur yang terdapat logam dapat mengganggu stabilitas metalurgi logam dan
paduan dan hal lain yang tak kalah pentingnya yaitu interaksi antara logam
temperatur yang terdapat logam dapat mengganggu stabilitas metalurgi logam dan
paduan dan hal lain yang tak kalah pentingnya yaitu interaksi logam dengan
lingkungannya pada temperature 100
o
C 250
o
C. Pada umumnya mengandung
karbon 0,13 0,2 % dengan temperature perubahan fasa 830
o
C. Pemanasan
samapi 250
o
C belum dapat merubah fasanya (ferrit+ pearlite), namun proses yang
dikontrol oleh fusi mempunyai pengaruh yang berarti pada sifat mekaniknya.
Sekarang kita akan membahas profil data dari tensile test secara lebih
detail. Untuk keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji
tarik dapat digeneralisasi seperti pada gambar 4.3.


Gambar 4.3 Profil data hasil uji tarik
Kita akan membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan
berpedoman pada hasil uji tarik seperti pada gambar 4.3. Asumsikan bahwa kita
melakukan uji tarik mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam
gambar. Besaran-besaran yang diperoleh dari uji tarik adalah:
Batas elastic
E
( elastic limit)
Dalam Gambar 4.3 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi
beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut
akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula)
yaitu regangan nol pada titik O (lihat inset dalam Gambar 4.3). Tetapi bila
beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan
terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan
permamen (permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu
kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada
standarisasi yang universal mengenai nilai ini.
Batas proporsional
p
(proportional limit)
Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak
ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional
sama dengan batas elastis.
Deformasi plastis (plastic deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada
Gambar 4.3 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan
mencapai daerah landing.
Tegangan luluh
y
(yield stress)
Tegangan minimum dimana specimen terdeformasi tanpa pertambahan
beban yang berarti, karena deformasi yang terjadi tidak hilang meski beban
ditiadakan. Setelah mencapai titik yield bahan memasuki fase daerah landing
peralihan deformasi elastic ke plastis.

y =


Regangan luluh
y
(yield strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan elastis
e
(elastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan plastis
p
(plastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan
regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan total (total strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, T = e+p.
Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah
regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan
besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength).
Pada Gambar 4.3 ditunjukkan dengan titik C (), merupakan besar
tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah (breaking strength)
Pada Gambar 4.3 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di
mana bahan yang diuji putus atau patah.

4.2 Pembahasan
Setelah didapat hasil pengujian diatas dan agar lebih mudah dalam
peninjauannya, maka selanjutnya akan dilakukan perumusan untuk mencari nilai
tegangan dan regangan yang terjadi. Dimana nilai tersebut akan menentukan sifat
mekanik dari specimen uji. Nilai-nilai perumusan tersebut akan dituangkan dalam
table 4.2 dibawah ini:


Tabel 4.2 Nilai hasil uji tarik
Temp
eratur
C
Spesi
men
Max Stress
N/mm
2

Regangan
Max
%
Gaya pada
saat putus
N
Perpanjang
mm
30 1 666,57 11,20 22000,00 5,60
100 2 652,37 12,00 21400,00 6,00
150 3 637,30 13,00 20800,00 6,50
200 4 632,77 13,60 19100,00 6,80
250 5 628,67 14,60 18200,00 7,30

Berdasarkan table diatas yang diperoleh dari data penelitian, maka kita akan
bisa memperoleh beberapa kurva. Kurva-kurva ini nantinya akan menjelaskan
tentang proses yang terjadi selama pengujian, seperti kurva hubungan temperature
dan gaya saat putus, kurva hubungan temperature dan regangan serta kurva
hubungan tegangan dan regangan.


Gambar 4.4 Kurva hubungan temperature dan gaya saat putus
Dalam gambar 4.4 menunjukan bahwa adanya penurunan gaya seiring
meningkatnya temperature atau penurunan gaya berbanding terbalik dengan
meningkatnya temperature. Jadi apabila material (baja) diberi temperature maka
kekuatan dari material tersebut menjadi berkurang.
Sebagai contoh, dari data kita mengetahui bahwa pada specimen 1 yang diuji
pada temperature ruang (30 C), memiliki gaya putus sebesar 22 kN. Sedangkan
specimen 2 yang diuji pada temperature 100 C memiliki gaya putus sebesar 21,4
kN. Ini menunjukan bahwa semakin tinggi temperature yang diberikan pada
specimen uji, maka semakin rendah atau menurun nilai dari gaya putus itu sendiri.
Begitu juga seterusnya yang terjadi pada specimen 3, 4 dan 5, yang masing-
masing diuji pada temperature 150 C, 200 C dan 250 C, mengalami penurunan
gaya putus sebesar 20,8 kN, 19,1 kN dan 18,2 kN.
0
5
10
15
20
25
0 50 100 150 200 250 300
Kurva Temperatur vs Gaya saat putus
Temperatur C
G
a
y
a

s
a
a
t

p
u
t
u
s

(
k
N
)


Gambar 4.5 Kurva hubungan temperature dan regangan
Gambar 4.5 menjelaskan bahwa seiring pertambahan atau meningkatnya
temperature maka pertambahan panjang dan regangan juga meningkat. Pada
specimen 1 yang diuji dengan temperature ruang (30 C), dengan nilai
regangannya sebesar 11,2 %. Akan mengalami pertambahan regangan pada
specimen 2 yang diuji pada temperature 100 C sebesar 12 %, kemudian specimen
3 pada temperature 150 C dengan nilai regangan sebesar 13 %. Dan begitu
seterusnya yang terjadi pada specimen 4 dan 5, yang diuji pada temperature 200
C dan 250 C, dimana masing-masing pertambahan regangan sebesar 13,6 % dan
14,6%, dengan nilai regangan yang bertambah besar. Dari fenomena ini
menunjukan bahwa keuletan material meningkat pada saat temperature
meningkat.

0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 50 100 150 200 250 300
Kurva Temperatur vs Regangan
R
e
g
a
n
g
a
n

(
%
)

Temperatur (C)

Gambar 4.6 Kurva hubungan regangan dan tegangan
Dari data kita dapat mengetahui bahwa kekuatan tarik baja maksimum
adalah 666,57 N/mm
2
ini ditunjukan pada specimen 1 tanpa diberi perlakuan
panas (temperature ruang), sedangkan pada specimen 2 yang diberi perlakuan
panas dengan temperature 100 C mengalami penurunan tegangan baja sebesar
652,37 N/mm
2
. Dan pada specimen 3 yang diberi perlakuan panas dengan
temperature 150 C, mengalami penurunan tegangan sebesar 637,30 N/mm
2
.
Begitu juga yang terjadi pada specimen 4 dan 5 yang masing-masing diberi
perlakuan panas dengan temperature 200 C dan 250 C, mengalami penurunan
tegangan sebesar 632,77 N/mm
2
dan 628,67, N/mm
2
.
Hasil eksperimen diatas menunjukan bahwa adanya pengaruh menurunnya
kekuatan baja akibat panas semakin meningkat. Begitu juga halnya, kebakaran
yang menimpa bangunan permanen yang sebagian besar bajanya berada dalam
0
2
4
6
8
10
12
14
16
620 630 640 650 660 670
r
e
g
a
n
g
a
n


(
%
)

Tegangan (N/mm)
semen beton dan dibebani baik oleh berat sendiri maupun ditambah beban lain.
Meningkatnya panas baja dalam semen beton diyakini akan menurunkan kekuatan
baja tersebut dan pada beban yang konstan dapat melengkung atau roboh.
Mengacu pada diagram fasa Fe-Fe3C, bahwa baja karbon rendah dengan
kadar karbon 0,20 %C dan meskipun ditingkatkan temperaturnya sampai 250 C
tidak merubah fasa baja ( + Fe3C), namun hanya berpengaruh terhadap energy
ikatan antar butir saja. Pada temperature itu energy antar butir berkurang dan
mempermudah terjadinya slip dan pada giliran berikutnya menurunkan kekuatan
serta meningkatkan regangan (keuletan) dan pada lain mobilitas atom meningkat.
Jika terdapat kekosongan (vakansi atom), maka konsentrasi tempat kosong
(vakansi) dalam keadaan seimbang juga bertambah besar seiring meningkatnya
temperature yang berarti merubah sifat mekaniknya.
Bersamaan meningkatnya temperature dan menurunnya kekuatan baja,
maka kemampuan baja menerima beban (F) juga menurun dan pada sisi lain
regangan baja meningkat.

Anda mungkin juga menyukai