Anda di halaman 1dari 70

1

Bayi Tampak Kuning setelah 48 Jam Dilahirkan dan Kaitannya dengan


Sistem Hepatobilier

Indra Febryan Gosal
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
Telp. (021) 56942061 Fax. (021) 563-1731 E-mail : indra_gosal@yahoo.co.id

Pendahuluan
Kita mengetahui bahwa kasus kuning pada kulit bayi merupakan suatu peristiwa yang
tidak wajar. Namun bagi beberapa orang yang memahaminya, peristiwa tersebut bisa saja
merupakan peristiwa yang lazim atau wajar. Peristiwa tersebut tentunya menjadi tanda tanya
bagi kita semua, apakah hal tersebut wajar atau tidak, dan adakah kaitannya dengan sistem
hepatobilier. Dan mungkin banyak diantara kita yang belum memahami dan mengetahui lebih
jelas, serta mendalam, mengenai peristiwa perubahan warna kulit menjadi kuning pada bayi yang
baru berusia sekitar 48 jam, dan kaitannya dengan sistem hepatobilier. Maka dari itulah,
dibuatlah makalah ini, agar kita dapat memahami, dan mengetahui lebih jelas, serta lebih
mendalam mengenai hal-hal klinik yang berkaitan dengan peristiwa tersebut, dan kaitannya
dengan sistem hepatobilier. Di dalam makalah ini, nantinya akan dijelaskan mengenai cara
anamnesisnya, pemeriksaan yang akan dilakukan, etiologinya, manifestasi klinik atau gejalanya,
diagnosis dari kasus ini, patofisiologinya, penatalaksanaannya, edukasi kepada pasien,
komplikasi, dan juga prognosis dari kasus ini. Pemahaman, dan pengertian akan itu semua, akan
menambah wawasan, dan pengetahuan kita semakin terbuka dan luas tentunya. Kemudian,
penulisan makalah ini, juga merupakan pemenuhan tugas untuk kegiatan Problem Based
Learning (PBL). Dan diharapkan, dengan adanya makalah ini, kita semua, dan khususnya para
pembaca mampu memahami, dan mengetahui segala hal mengenai sistem hepatobilier,
khususnya perubahan warna kulit pada bayi menjadi kuning.
2

Sebelumnya, pada proses diskusi Problem Based Learning kelompok pertama saya, dilakukan
langkah pertama, yakni melakukan identifikasi istilah yang tidak diketahui. Pada kasus ini,
rupanya ada dua istilah yang rupanya tidak diketahui.
Istilah tersebut adalah G1P1A0, dan kemudian APGAR score, yang akan saya bahas pada
penjelasan selanjutnya.

G1P1A0
G1P1A0 sebetulnya merupakan suatu bagian yang biasa ditanyakan dalam riwayat medis
lalu, dimana hal tersebut merupakan bagian yang biasa ditanyakan dalam riwayat prenatal
maternal, dimana G sendiri bermakna Gravida, yang berkaitan dengan status kehamilan,
terutama jumlah kehamilannya; selanjutnya adalah P bermakna partus, yang juga berkaitan
dengan status kehamilan, dimana hal ini menjelaskan jumlah kelahiran bayi yang hidup; dan
kemudian A, yang bermakna abortus, yang berkaitan dengan status abortus, yang menjelaskan
jumlah keguguran, atau aborsi; selain ketiga hal tersebut, dalam riwayat prenatal maternal
sebaiknya tanyakan juga usia dari pasien atau calon ibu, dan kemudian tanggal perkiraan partus.
1

Dan dari penjelasan tersebut, berarti G1P1A0 menujukkan bahwa pasien pernah hamil
sebelumnya sebanyak 1 kali, kemudian mengalami partus atau kelahiran sebanyak 1 kali, dan
belum pernah mengalami keguguran, atau abortus. Berikut gambar yang menunjukkan wanita
yang sedang gravid, atau hamil.

Gambar No.1 Seorang Wanita yang Gravid atau Hamil
3

APGAR Score
Apgar score, atau penilaian APGAR merupakan suatu sistem scoring cepat yang
diperkenalkan oleh Dr. Virginnia Apgar dimana penilaiannya ini didasarkan pada respons
fisiologik terhadap proses kelahiran, dan merupakan metode yang sangat baik untuk menilai
kebutuhan resusitasi bayi baru lahir, dimana pada interval 1 menit, dan 5 menit sesudah lahir
akan ada lima parameter fisiologis yang diamati atau diperiksa oleh pemeriksa yang memenuhi
syarat, dimana bayi cukup bulan dengan adaptasi kardiopulmonal normal harus memiliki skor 8-
9 pada 1 dan 5 menit; sementara skor APGAR 4-7 memerlukan perhatian khusus, dan ketat
untuk menentukan apakah status bayi akan membaik dan juga memastikan apakah setiap
keadaan patologis akibat persalinan atau pelahiran atau yang berasal dari bayinya sendiri yang
menyebabkan skor APGAR rendah; dan untuk skor APGAR 0-3 dapat digambarkan bahwa hal
tersebut dapat dikatakan berbahaya, dan fatal, karena terjadi henti kardiopulmonal atau keadaan
yang disebabkan oleh bradikardi berat, hipoventilasi, atau depresi sistem saraf pusat, dimana
kebanyakkan skor APGAR yang rendah ini, disebabkan oleh kesukaran untuk menciptakan
ventilasi yang adekuat dan bukan oleh patologi jantung primer.
2
Jadi dapat dikatakan skor
APGAR yang rendah memerlukan perhatian, dan pengawasan yang khusus.
Kemudian faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi skor APGAR ini antara lain
adalah pengaruh obat-obatan, trauma lahir, kelainan bawaan, infeksi, hipoksia, hipovolemia, dan
kelahiran prematur, kemudian nilai APGAR ini juga dapat dijadikan acuan dalam menilai respon
resusitasi, dan nilai APGAR yang diperluas dengan menyatakan tindakan resusitasi ini akan
dapat memberikan informasi untuk meningkatkan pelayanan neonatal.
2,3
Berikut tabel yang
menunjukkan tanda-tanda, yang dijadikan acuan dalam menilai skor APGAR.
Tabel 1. Cara Menentukan Nilai APGAR
2,3

Tanda 0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada <100/menit >100/menit
Pernapasan Tidak ada Lambat Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi
sedikit
Gerakan aktif
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan
4

Warna kulit Seluruh tubuh biru/pucat Tubuh kemerahan.
Ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerahan

Saya sudah menjelaskan mengenai 2 istilah yang tidak dimengerti. Sekarang saya akan mencoba
memberikan gambaran materi yang nantinya akan saya bahas. Gambaran materinya sendiri
berdasarkan mind map yang sudah dibuat dalam pertemuan PBL (Problem Based Learning) yang
pertama. Berikut gambarannya.



















Penatalaksanaan
Pemeriksaan
penunjang
Patofisiologi
Diagnosis
Prognosis
Komplikasi
Edukasi
Etiologi
Nyeri, tampak tidak
normal, dan tidak
dapat digerakkan
pada lengan bawah
kanan
Anamnesis
Pemeriksaan
fisik
Medikal
mentosa
Non
medical
mentosa
Diagnosis Banding (DD)
Ikterus fisiologik
Breast feeding jaundice
Ikterus et causa sepsis
Inkompabilitas golongan darah
Pendarahan tertutup dari trauma kepala
Manifestasi klinik
Umum
Edukasi
Komplikasi
Prognosis
Diagnosis Kerja (WD)
Tidak ada
5

Anamnesis
Sebelum saya menjelaskan mengenai tindakan anamnesis apa saja yang harus saya
lakukan, terlebih dahulu saya akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan anamnesis atau
anamnesa. Anamnesa sendiri merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien
dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit
pasien, dimana riwayat pasien ini merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga
kerahasiaannya, yakni segala hal yang diceritakan kepada pasien.
4

Dalam anamnesis kasus ini, karena tidak ada diagnosis kerjanya, jadi anamnesis
didasarkan pada diagnosis banding atau differential diagnosis yang ada. Dalam kasus seperti ini,
anamnesis yang dapat dilakukan tidak mungkin menganamnesis bayi yang baru lahir, jadi
anamnesis bisa ditanyakan kepada ibunya atau orang lain yang masih memiliki hubungan dengan
pasien, yaitu anak bayinya. Bentuk anamnesis yang pertama dilakukan adalah menanyakan
identitas pasien, misalnya nama pasien, tempat-tanggal lahir, agama, alamat, dan sebagainya.
Namun dalam kasus ini karena pasien adalah bayi yang berusia sekitar 48 jam, jadi tidak perlu
dilakukan tanya jawab identitas pasien, karena sebagian besar data yang berhubungan dengan
identitas pasien sudah pasti dimiliki oleh pihak rumah sakit yang bertanggung jawab, ataupun
tempat pelayanan kesehatan lainnya.
Kemudian bagian dari anamnesis yang harus ditanyakan dan paling penting adalah
keluan utama. Keluhan utama penting, karena hal ini yang mendasari mengapa pasien datang
berobat ke rumah sakit atau pergi ke dokter, dan dapat juga menjadi acuan bagi kita sebagai
seorang dokter dalam menentukan diagnosis.
1
Berikut percakapan dalam bentuk tanya jawab
yang dapat ditanyakan kepada pasien, dalam kasus seperti ini.
Identitas pasien
Siapa nama bapak/ibu/anak ?
Boleh saya tahu tempat-tanggal lahirnya ?
Bapak/ibu/anak tinggal dimana ya kalau boleh tahu ?
Mohon maaf ibu/bapak/anak, agamanya apa ya ?
Maaf ibu/bapak, kalau boleh tahu pendidikan terakhirnya apa ya ?
Bagaimana bapak/ibu/anak status perkawinannya, apakah sudah menikah ?
6

Keluhan utama
Ada keluhan apa bapak/ibu/anak, sehingga datang kemari ?
Riwayat Penyakit Sekarang (Umum Garis besar)
Apakah kuningnya hanya pada kulit saja, atau bagian lain yang menjadi kuning ?
Kapan munculnya kuning ini pada anak ibu ? (Sebelum 24 jam, antara 24-72 jam,
atau setelah 72 jam)
Apakah ibu dan anak/bayi ibu memiliki perbedaan rhesus pada darahnya ?
Kalau boleh tahu, apa golongan darah ibu ? (Dengan asumsi, sudah mengetahui
golongan darah anak, jadi dapat diketahui apakah nantinya ada perbedaan
golongan darah atau tidak)
Apakah ketika masa gestasi atau kehamilan ibu pernah mengalami infeksi virus,
misalnya toxoplasma, rubella, CMV, herpes, malaria, ataupun bakteri lainnya ?
Apakah ibu/ayah memiliki kelainan genetik, terutama hal yang berkaitan dengan
kelainan genetik pada darah ?
Apakah proses kelahiran anak ibu lancar atau justru mengalami beberapa
hambatan ?
Apakah ibu sebelumnya pernah mengalami trauma pada perut ibu sebelum proses
persalinan ?
Pada saat proses kelahiran anak ibu, ibu apakah ibu pergi ke dokter atau bidan ?
Bagaimana kelancaran dalam pemberian ASI terhadap anak/bayi ibu ?
Apakah ibu menjalankan atau mengikuti program ASI eksklusif ?
Berapa frekuensi anak/bayi ibu buang air kecil dalam satu hari ?
Bagaimana ibu, warna feses pada anak/bayi ibu ketika buang air besar ?
Bagaimana ibu, warna urin pada anak/bayi ibu ketika buang air kecil ?
Apakah anak/bayi ibu alergi terhadap obat-obatan ?
Apakah anak/bayi ibu secara aktif diberikan obat-obatan yang bersifat
hepatotoksik, seperti paracetamol ?
Berapa berat lahir bayi/anak bapak atau ibu ketika dilahirkan ?
Berapa masa gestasi atau kehamilan dari bayi/anak ibu ?
Berapa usia anak ibu saat ini ? (Dalam jam)
Apakah dalam keluarga ibu/ayah memiliki riwayat adanya penyakit hati ?
7

Apakah pada proses persalinan ibu, terjadi penundaan pengikatan tali pusat ?
Apakah pada anak/bayi ibu atau bapak terdapat gejala muntah, letargis, malas
menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu tidak
stabil ?
Sudah berapa lamakah kuning pada kulit anak/bayi ibu atau bapak berlangsung ?
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pernah mengalami hal yang sama pada anak/bayi ibu atau bapak ?
(Jika iya, maka ada kemungkinan terkena Sindrom Gilbert), jadi bisa ditanyakan
pertanyaan yang lebih mendetil mengenai sindrom Gilbert tersebut.
Ketika anak/bayi ibu atau bapak dalam keadaan stress, apakah kulit anak/bayi ibu
atau bapak menjadi kuning ?
Riwayat pribadi, riwayat sosial, dan sebagainya
Bagaimana ibu/bapak kebiasaan makan anaknya/bayinya ? (Terutama riwayat
menyusuinya)
Bagaimana ibu/bapak kesehatan lingkungan di sekitar tempat tinggalnya ?
Hal tersebut sebagai seorang dokter harus ditanyakan. Segala sesuatu yang meliputi
identitas pasien, keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
hingga riwayat sosial, riwayat pribadi, dan sebagainya sebagai seorang dokter sebaiknya
ditanyakan.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara garis besar, hendaknya harus dilakukan dari ujung kepala
sampai ke ujung kaki. Hal tersebut harus dilakukan, karena bisa saja kita dapat menemukan
tanda-tanda klinis, atau gejala klinis yang mungkin tidak tampak apabila kita tidak melakukan
pemeriksaan secara menyeluruh terhadap pasien. Pada bayi yang baru lahir, pemeriksaan umum
yang dilakukan sebagai seorang dokter betujuan untuk mendeteksi masalah medis penting sedini
mungkin, sehingga dapat diobati secara tepat, kemudian mempermudah adaptasi pada kehidupan
ekstrauterus, dan yang terakhir adalah melindungi bayi baru lahir dari proses berbahaya yang
8

terutama rentan, seperti hipotermia ataupun infeksi.
2,5
Oleh sebab itu, penting sekali
dilakukannya pemeriksaan fisik yang menyuluruh pada bayi, terutama yang baru lahir.
Dalam pemeriksaan fisik secara umum, hendaknya neonates diperiksa secara singkat
pada saat lahir untuk menilai usia gestasi, menentukan ukuran untuk usia gestasi, memeriksa
abnormalitas kongenital mayor, dan mendeteksi penyakit yang mengancam jiwa, dimana selama
6 jam pertama setelah lahir, sebagai seorang dokter, kita harus sering melakukan evaluasi
perawatan berupa pencatatan frekuensi denyut jantung, frekuensi serta upaya pernapasan, suhu,
kulit, perfusi kulit, warna kulit, dan aktivitas neuromuscular, serta jangan lupakan juga untuk
memantau aktivitas pemberian makanan pada bayi, terutama pemberian makanan pertamanya;
kemudian untuk pemeriksaan medis secara terperinci, harus dilakukan terhadap semua bayi
dalam 24 jam pertama kehidupannya, dimana dalam kondisi ini bayi tetap tinggal di rumah sakit
selama 2 hari atau lebih harus diperiksa ulang sebelum pemulangan, sementara itu untuk bayi
yang dipulangkan lebih awal, pada 24 jam setelah lahir, perlu dilihat, dan diperiksa ulang pada
usia 3-4 hari.
5
Bagian ini, masih merupakan dasar dari pemeriksaan fisik terhadap anak/bayi
yang baru lahir. Berikut gambar dari bayi yang baru dilahirkan.

Gambar No.2 Seorang Bayi yang Baru Dilahirkan
Pemeriksaan fisik pada anak/bayi yang abru dilahirkan memerlukan syarat-syarat khusus.
Dimana pemeriksaan fisik itu sendiri harus dilakukan di temoat yang hangat dan bebas dari angin
untuk mencegah bayi menggigil, dan dalam memeriksa bayi dalam suatu penghangat radian
(radiant heater, semacam pemanas dengan prinsip kerja pemancaran) dengan suhu yang dapat
diatur (servocontrolled) adalah cara yang baik untuk melakukan hal tersebut; kemudian mencuci
9

tangan secara cermat sebelum memegang setiap bayi penting untuk mencegah penyebaran
bakteri pathogen; kemudian jangan lupakan juga untuk selalu menggunakan pita pengukur, dan
stetoskop yang bersih untuk setiap bayi atau membersihkan peralatan diantara setiap
pemeriksaan bila digunakan pada lebih dari satu bayi; pengamatan terhadap bayi, mulai dari
penampilan, postur, dan perilaku bayi sebelum melakukan paslpasi, dan auskultasi dapat
dikatakan penting; riwayat kehamilan dan persalinan juga sering memberikan petunjuk terhadap
masalah neonatal, dimana polihidramnion dapat menunjukkan obstruksi usus, dan
oligohidramnion, anomali ginjal, serta paru, kemudian bayi postmatur juga dapat menderita
hipoglikemia, dan polisitemia, kemudian demam pada ibu dan takikardia pada janin merupakan
peringatan terhadap sepsis neonatus.
2,5
Jadi pemeriksaan pada bayi baru lahir tidak dapat
dilakukan secara sembarangan, tetapi perlu memperhatikan hal-hal dasar, sebagai syarat dalam
melakukan pemeriksaan pada bayi baru lahir.
Pemeriksaan Fisik (Tampilan)
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir
adalah memeriksa tampilan dari si bayi itu sendiri, dimana kita melihat apakah ada tanda-tanda
sianosis, pelebaran cuping, hidung, retraksi interkostal, dan mendengkur yang dapat memberikan
kesan adanya penyakit paru, kemudian lihat pula tali pusat, kuku, dan kulit yang ternodai oleh
mekonium, yang dapat memberikan kesan distress janin dan adanya kemungkinan pneumonia
aspirasi, kemudian jangan lupakan untuk melihat tingkat aktivitas spontan , tonus otot pasif,
kulaitas menangisnya, dan apnea yang merupakan tanda skrining yang berguna untuk
mengevaluasi sistem saraf pada mulanya; sebetulnya kebanyakan dari bayi sendiri ketika lahir
akan menangis dengan keras, lalu cenderung terjaga selama setengah jam atau lebih, dan sangat
aktif selama waktu tersebut, kemudian mata bayi terbuka, memperlihatkan gerakan menghisap,
mengunyah, menelan, dan ada juga bayi mungkin menyeringai, menangis singkat, atau
mendadak melakukan gerakan fleksi dan ekstensi berulang pada lengan atau tungkai mereka,
dimana aktivitas ini sendiri dapat berlangsung terus-menerus, dan bahkan dapat diselingi dengan
periode diamn, yang selama waktu tersebut mata mereka akan tetap terbuka; untuk keras, lemah
dari tangisannya sendiri, sebetulnya hal tersebut dapat dijadikan penilaian, dimana apabila bayi
menangis, tangisannya lemah atau lembut, berarti abnormal, tangisan yang bernada tinggi atau
menjeritpun demikian yang menandakan adanya suatu masalah neurologic, sementara untuk
10

tangisan parau mengesankan paralisis pita suara, hipotiroidisme atau trauma pada hipofaring; ada
kemungkinan juga bayi juga dapat mengalami deformasi, yang dapat diakibatkan oleh adanya
trauma pada ibu, ketika bayi atau janin masih di dalam kandungan ibu.
2,5
Berikut gambar dari
bayi menangis, yang merupakan suatu tanda yang normal pada kebanyakan bayi yang baru lahir.

Gambar No.3 Bayi Baru Lahir yang Menangis
Pemeriksaan Fisik (Tanda Vital)
Kemudian, langkah kedua adalah memeriksa tanda vital. Dimana tanda vital ini, yang
diutamakan adalah frekuensi jantung (frekuensi jantung normal 120-160 denyut/menit),
frekuensi pernapasan (frekuensi normal 30-60 pernapasan/menit), suhu (biasanya pada mulanya
dilakukan pengukuran per rectal, dan kemudian melalui aksila), dan tekanan darah (sering
dicadangkan untuk bayi yang sakit); selain itu panjang tubuh yang diukur dari puncak kepala
(vertex) sampai lutut dengan tungkai bayi dalam keadaan ekstensi, berat badan (berat badan
minimal bayi baru lahir adalah 2.500 gram), dan lingkaran kepala harus diukur pada diameter
oksipital ke frontal terbesar, dan dicatat pada kurva pertumbuhan untuk menentukan apakah
pertumbuhan normal, terlalu cepat, atau terhambat.
2,5-7
Berikut salah satu gambar dari
pengukuran berat badan bayi baru lahir.
11


Gambar No.4 Penimbangan Berat Badan Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan Fisik (Usia Kehamilan)
Tahap selanjutnya atau langkah ketiga adalah usia kehamilan, dimana usia kehamilan dapat
ditentukan atau diperkirakan dengan berbagai cara, beberapa cara yang dapat dilakukan dengan
penilaian didasarkan pada tanda-tanda fisik, dan tanda-tanda neurologis yang bervariasi menurut
usia, dan maturitas janin, dimana kriteria fisik sendiri akan terus bertambah seiring dengan
bertambahnya juga usia janin, termasuk peningkatan kekenyalan daun telinga; peningkatan
ukuran jaringan payudara, penurunan rambut lanugo halus, dan imatur pada punggung, dan
pengurangan opasitas kulit; kemudian kriteria neurologic yang merupakan tanda-tanda yang
matur seiring usia kehamilan, termasuk penambahan fleksi kaki, pinggul, dan lengan, kemudian
penambahan tonus otot fleksor leher, dan juga penurunan kelemahan sendi, dimana keseluruhan
dari tanda-tanda neurologis ini ditentukan selama usia hari pertama dan ditentukan pula skornya,
dan skor kumulatif dikorelasikan dengan usia kehamilan, yang biasanya akurat sampai 2 minggu;
penilaian usia kehamilan sendiri, memungkinkan deteksi pola pertumbuhan janin abnormal,
sehingga membantu prediksi komplikasi neonatus akibat besar atau kecil menurut usia
kehamilan, dimana bayi yang dilahirkan dengan berat badan lebih besar dari persentil ke-90
menurut usia dianggap besar menurut usia kehamilan (large for gestational age = LGA), dimana
diantara resiko yang dihubungkan dengan LGA adalah semua resiko bayi dari ibu dengan
diabetes dan resiko yang dihubungkan dengan pasca maturitas, dimana bayi yang dilahirkan
dengan berat badan kurang dari persentil ke-10 menurut usianya (beberapa kurva pertumbuhan
kurang dari dau standar deviasi atau persentil ke-5) adalah kecil menurut usia kehamilan (small
for gestational = SGA), dan mengalami retardasi intrauterine, dan juga masalah-masalah yang
biasanya dihubungkan dnegan bayi SGA adalah malformasi kongenital.
2,5
Berikut tabel yang
12

menunjukkan kriteria fisik, dan kriteria neuromuskular untuk penilaian maturitas dan usia
kehamilan berdasarkan skor Ballard.

13

Gambar No.5 Kriteria Fisik dan Kriteria Neuromuskular untuk Penilaian Maturitas dan Usia
Kehamilan

Gambar No.6 Grafik Perkiraan Usia Kehamilan Berdasarkan Berat Badan
Pemeriksaan Fisik (Suhu)
Selanjutnya pemeriksaan suhu, dimana sebetulnya pemeriksaan ini sudah dilakukan
ketika melakukan pemeriksaan tanda vital, akan tetapi disini saya akan membahasnya lebih
mendalam, dan lebih spesifik. Bayi normal umumnya bewarna merah muda dan teraba hangat,
namun tangan dan kaki bayi dapat menjadi dingin dan tampak sedikit sianotik akibat terpajan
oleh lingkungan yang dingin; suhu aksilla yang normal adalah 36,5 derajat celcius, dan 37,4
derajat celcius, dan alasan yang paling sering untuk suhu yang rendah atau tinggi adalah
pemajanan pada lingkungan yang dingin atau terlalu hangat , akan tetapi suhu abnormal yang
menetap dalam suhu lingkungan normal menunjukkan keadaan patologik; sepsis dapat
ditemukan pada demam atau hipotermia, dan penyebab lain dari hipotermia itu sendiri adalah
hipoglikemia, hipoksia, atau hipotiroidisme, kemudian hipertermia sendiri dapat terjadi pada
penghentian obat dan perdarahan intracranial ataupun adrenal.
5
Suhu sendiri, merupakan salah
14

satu dari tanda vital, yang tentunya wajib untuk dilakukan pemeriksaan, jadi sebagai seorang
dokter, jangan pernah melupakan salah satu tanda vital ini, yakni suhu.
Pemeriksaan Fisik (Kulit)
Langkah selanjutnya adalah, melakukan pemeriksaan kulit, dimana pada pemeriksaan
kulit saya akan mulai membahasnya dari perubahan gesatasional, dimana perubahan
gesatasionalnya diawali dengan tumbuhnya rambut lanugo yang halus, dan lembut yang akan
menutupi seluruh tubuh bayi yang sangat premature, dan hilang dari wajah serta punggung
bagian bawah antara 32 dan 37 minggu, dan kemudian rambut lanugo pada bayi cukup bulan
akan terdapat di punggung bagian atas dan bagian dorsal ekstremitas, kemudian ditambah juga
dengan adangay verniks kaseosa yang merupakan suatu bahan putih yang tebal dengan
konsistensi lembut seperti keju yang menutupi kulit seluruh tubuh sampai minggi 36-38 minggu,
dimana pada minggu ke 40, jumlah verniks akan bekurang, sehingga hanya dijumpai pada
lipatan-lipatan kulit; kemudian pada usia cukup bulan, nantinya sudah akan terdapat jaringan
subkutan yang relatif tebal, kemudian diikuti dengan pembentukkan kuku jari tangan, dan kaki
yang sudah terbentuk sempurna, dan tumbuh sedikit lebih panjang dari ujung jari; kemudian
apabila keluar ke cairan amnion in utero, mekonium dapat melapisi kulit dan menjadi tanda
gawat janin pada bayi matur, dimana bayi dengan usia gestasi kurang dari 34 minggu jarang
mengeluarkan mekonium bila mengalami asfiksia, hal ini menandakan bahwa bayi yang usia
gesatsinya kurang dari 34 minggu akan mempunyai warna kulit, kuku jari tangan, dan kaki, serta
tali pusat dengan warna kehijau-hijauan, sementara untuk bayi yang postmatur (lebih dari 42
minggu) biasanya akan memiliki penampilan yang siaga, dan lemah dengan kulit kering,
terkelupas, jaringan subkutan lebih sedikit dibanding normal, dan kuku jari tangan yang panjang,
dan juga dapat terjadi pewarnaan mekonium pada kulit, tali pusat, dan juga kuku.
2,5
Terlepas dari
perubahan pada masa gestasional, masih ada pembahasan mengenai kulit yang lain.
Langkah seterusnya dari pemeriksaan fisik kulit adalah, pengecekkan abnormalitas kulit
yang umum, dimana kita melakukan pemeriksaan terhadap bayi yang kita periksa, apakah ada
kulit kolodion, yaikni kulit yang terleihat seperti lapisan plastik tipis yang retak (kolodium
kering), kemudian adakah lepuh atau kulit yang mudah mengalami erosi, jika ditemukan, maka
ada kemungkinan pasien dapat menderita epidermolisis bulosa, akan tetapi hal tersebut harus
dibedakan juga dengan lepuh akibat infeksi stafilokokus, kemudian lakukan juga pemeriksaan
15

apakah ada aplasia kutis, yang ditandai dengan tidak adanya kulit, dan biasanya terjadi meliputi
suatu daerah yang kecil dan terlokalisasi, kemudian sklerema neonatorum, yang ditandai dengan
adanya pengerasa jaringan subkutan difus yang ditemukan pada bayi baru lahir sakit berat, yang
juga ditandai dengan kulit menjadi keras, dan dingin, serta dapat mengencang di sekitar
persendiaan.
2,5
Pemeriksaan fisik pada kulit tidak hanya selesai sampai di sini saja, masih ada
pemeriksaan kulit bagian lain yang harus dilakukan.
Selanjutnya adalah warna kulit, dimana khusus untuk warna kulit sebetulnya dapat
dipengaruhi oleh ras itu sendiri, yang berkaitan dengan genetika, misalnya bayi kaukasia baru
lahir normal akan memiliki kulit bewarna merah muda, terlepas dari itu semua, kita harus
memeriksa bayi, apakah ada kelainan-kelainan pada warna kulitnya, seperti pucat yang dapat
terjadi akibat anemia, ataupun perfusi yang buruk yang seringkali dijumpai pada asfiksia, syok,
ataupun jumlah kelainan jantung kongenital, kemudian apakah bayi memiliki membran mukosa
yang pucat, warna kelabu yang meliputi seluruh badannya, yang dapat mengindikasikan adanya
asidosis apabila betul-betul terjadi, kemudian adakah kulit yang pucat, dan burik yang tampak
pada sepsis ataupun hipotermia, akan tetapi kondisi sianosis dapat dikatakan normal apabila bayi
terpajan pada lingkungan yang dingin ketika baru lahir, dan nantinya akan terlihat sianosis pada
kaki dan juga tangan, perlu diketahui juga, sianosis juga dapat menjadi tanda bahwa adanya
kemungkinan bayi memilki kelainan pada penyakit jantung, paru, ataupun sistem saraf pusat,
juga methemoglobinemia, selain sianosis yang mungkin dapat terjadi pada bayi yang baru lahir,
kelainan lain pada warna kulit bayi seperti pletor yang menunjukkan adanya polisitemia (kondisi
lisis sel darah merah yang berlebihan atau hebat), harlequinisme yang merupakan perubahan
sementara pada warna kulit bayi baru lahir, dengan salah satu sisi tubuh bewarna merah
sedangkan sisi lain bewarna pucat juga dapat terjadi.
2,5
Selain warna kulit, masih ada kelainan-
kelainan lain yang wajib dan harus diperhatikan dalam pemeriksaan bayi baru lahir.
Kelainan kulit yang harus diperhatikan antara lain adalah apakah adanya ekimosis yang
biasanya diakibatkan oleh trauma lahir, dan seringkali ditemukan pada kepala setelah eklahiran
puncak kepala, atau pada kaki, kemudian ekstremitas bawah, dan bokong setelah kelahiran
sungsang, tidak hanya itu saja, pada trauma lahir berat, dapat ditemukan perdarahan yang luas
pada otot di bawah kulit yang dapat mengalami ekimosis; kemudian kelainan lain seperti petekia
dapat terjadi pada bayi, yang dapat timbul akibat adanya stasis vascular lokal, atau kompresi
16

selama kelahiran, dan dapat ditemukan pada wajah setelah suatu kelahiran puncak kepala, atau
ekstremitas bawah setelah kelahiran sungsang, kemudian petekia yang luas, dapat mengesankan
terjadinya trombositopenia; sekedar informasi tambahan saja, kulit yang berada di atas daerah
yang mengalamai nekrosis lemak subkutan sering kali tampak merah, dan jaringan subkutan
akan teraba keras dan berbatas tegas, dengan lesi paling sering dijumpai di pipi, bokong,
ekstremitas, ataupun punggung; kemudian kelainan lainnya, yakni yang penting adalah ikterus
neonatorum, yang ditandai dengan perubahan warna kulit menjadi kuning sampai jingga akibat
dari peningkatan bilirubin yang bereaksi indirek, sementara peningkatan bilirubin direk, akan
memberikan pewarnaan kuning sampai hijau pada kulit, kemudian untuk penilaiannya akan lebih
mudah apabila kita lakukan dengan memberikan tekanan singkat menggunakan jari ke kulit bayi
dan kemudian mengamati warna di daerah yang memucat tersebut, dimana tindakan ini sangat
bermanfaat bagi bayi berkulit gelap ataupun berpigmen, kemudian, pada keadaan normal, derajat
hiperbilirubinemia dapat diperkirakan secara kasar dari penyebaran ikterus, tetapi tidak dari
intensitasnya, namun cara Kramer ini dapat menjadi tidak valid, apabila pasien atau bayi yang
dicurigai mengalami ikterus sudah mendapatkan fototerapi berikut tabel yang menunjukkan
intensitas ikterus.
5

Tabel 2. Intensitas Ikterus Cara Kramer
5

Zona Ikterus
Kadar bilirubin serum
indirek (Rata-rata
[mg/dL])
Kadar bilirubin
serum indirek
(Maksimum
[mg/dL])
I Terbatas pada kepala
dan leher
6 8
II Pada badan bagian atas 9 12
III Pada badan bagian
bawah, paha
12 16
IV Pada lengan, tungkai,
bawah lutut
15 18
V Tangan, kaki >15 -

17

Masalah kulit selanjutnya adalah ruam, dimana bayi baru lahir yang normal sering kali
memiliki bentuk ruam kulit jinak tertentu, kemudian juga bisa ditemukan adanya milia, yang
merupakan papul kecil bewarna putih, yang terbentuk pada permukaan kelenjar sebasea yang
umumnya muncul pada hidung, kemudian miliaria yang merupakan sumbatan pada kelenjar
keringat, miliaria kristalina yang merupakan vesikel jernih yang letaknya superficial, miliaria
yang bentuknya rubra yang mengalami peradangan, dan terletak lebih dalam pada epidermispun
dapat terjadi pada bayi; ruam eritema toksikum, yang terdiri atas bercak eritema dan pustule
kecil yang berisi eosinofil, lesis melanosis pustular, kemudian infeksi intrauterine yang dapat
disertai dengan purpura trombositopeni, bluberry muffin akibat rubella kongenital, ruam
makulopapular akibat toksoplasmosis dan sifilis kongenital, kemudian kelainan kulit yang dapat
ditimbulkan oleh herpes simpleks, infeksi stafilokokus, dan bakteri lainnya harus diperhatikan.
5

Berikut salah satu gambar yang menunjukkan kelainan kulit pada bayi yang baru lahir.

Gambar No.7 Kelainan Kulit pada Bayi yaitu Eritema
Kemudian, kelainan lainnya adalah lesi vascular yang bentuknya dapat berupa
hemangioma bercak salmon, atau macular yang dapat ditemukan pada 30% bayi yang baru lahir,
dimana lokalisasinya terdapat pada dahi, kelopak mata atas, atau tengkuk; kemudian noda port-
wine atau naevus flammeus yang jarang dijumpai, yang ditandai dengan warna merah, ungu, atau
bahkan hitam pada bayi berkulit gelap, dan mempunyai permukaan seperti beludru atau tebal;
kemudian hemangioma strawberry yang pada mulanya muncul sebagai daerah diskolorasi kecil
dan pucat, yang dapat berkembang menjadi hemangioma sempurna pada masa bayi lebih lanjut;
18

hemangioma kavernosa yang terletak di subkutan dan memberikan warna merah dan ungu redup
pada kulit di atasnya; dan kemudian lesi berpigmen dan nevi yang juga harus diperhatikan,
misalnya bercak Mongolian, bercak caf-au-lait, nevus pigmentosus, dan sebagainya.
2,5
Berikut
gambar dari strawberry hemangioma pada bayi.

Gambar No.8 Strawberry Hemangioma pada Bayi
Pemeriksaan Fisik (Kepala dan Tengkorak)
Rambut kulit kepala akan teraba halus, dan seperti sutera, kemudian bentuk kepala akan
berbeda pada bayi yang terletak dalam posisi puncak kepala atau bokong, dimana bayi dengan
persentasi bokong seringkali memiliki bentuk kepala yang memanjang dalam arah oksipito-
frontal dengan prosesus oksipitalos menonjol; awalnya sendiri, tengkorak atau kepala dapat
memanjang dan tercetak (molded) sesudah kelahiran yang lama, tetapi keadaan ini kan sembuh
2-3 hari sesudah lair, dan sutura harus diraba untuk menentukan lebar, dan adanya fusi premature,
atau sinostosis cranial, kemudian fontanel anterior dan posterior harus lunak dan tidak
menggelembung, dengan bagian anterior lebih besar dari bagian posterior, dimana fontanel yang
besar itu sendiri akan dihubungkan dengan hidrosefalus, hipotiroidisme, rakhitis, dan gangguan
lain; kemudian daerah lunak yang jauh dari fontanel adalah kraniotabes, dimana lesi ini akan
terasa seperti bola pingpong bila diraba, yang kemungkinana timbul akibat adanya kompresi
dalam rahim; kemudian tengkorak harus diperiksa secara teliti, dalam mencari adanya tanda-
tanda trauma atau laserasi dan sisi elektroda interna janin, atau sampling PH kulit kepala janin,
kemudian temukan kelainan seperti pembentukkan abses yang dapat terjadi pada daerah
19

tengkorak atau kepala; kemudian periksalah kepala atau tengkorak bayi apakah ada lesi
traumatik seperti kaput suksedaenum yang merupakan edema kulit kepala akibat tekanan lokal,
dan trauma selama persalinanpun dapat terjadi, bahkan hingga yang berat mengarah ke
perdarahan subgaleal di bawah aponeurotika galea, yang ditandai dengan kulit kepala terasa
tegang dibandingkan dengan kaput yang normal, dan dapat bengkak sampai ke daerah
suboksipital; kemudian periksa bayi juga, apakah ada lesi-lesi lain seperti sefalohematoma, yang
merupakan perdarahan subperiostal yang dapat terjadi akibat trauma persalinan, yang biasa
mengenai tulang parietal atau oksipital; kemudian trauma kepala yang lain seperti luka tusuk
akibat elektroda pemantau janin serta pengambilan sampel darah in utero untuk analisi gas darah,
kemudian lepuh, dan hematoma sirkular yang dapat terjadi akibat pemasangangan ekstraktor
vakum juga dapat dijumpai.
2,5
Berikut gambar dari salah satu kelainan kepala atau tengkorak
yang dapat muncul pada bayi baru lahir.

Gambar No.9 Kelainan Kepala atau Tengkorak yaitu Kaput Suksedaneum
Pemeriksaan Fisik (Wajah, Mata, Mulut)
Pemeriksaan wajah harus dilakukan untuk tanda-tanda dismorfik seperti lipatan epikantus,
hipertelorisme, tanda (tag) atau sinus preaurikular, telinga letak rendah filtrum yang panjang, dan
celah bibir atau palatum, serta asimetri wajah yang harus diperhatikan dimana asimetri wajah ini
dapat terjadi akibat palsi saraf ketujuh, dan kemudian kepala miring yang dapat terjadi akibat
tortikolis; kemudian pemeriksaan mata, dimana mata harus terbuka spontan, terutama pada posisi
tegak, dan sebelum usia kehamilan 28 minggu, kelopak mata mungkin berfusi, kemudian
20

koloboma, megalokornea, dan mikroftalmia member kesan malformasi lain atau infeksi
intrauterine; kekeruhan kornea dengan diameter lebih besar dari 1 cm juga dapat dilihat pada
glaucoma kongenital, disgenesis aluran uvea, dan penyakit penyimpanan, kemudian perdarah
konjungtiva dan retina umum terjadi dan biasanya tidak begitu berarti, perhatikan pula respon
pupil mata terhadap cahaya, dimana sudah dapat ditemukan pada 28 minggu kehamilan,dan
refleks merah retina yang mudah diperlihatkan, sementara refleks putih atau leukokoria adalah
hal abnormal dan dapat terjadi akibat katarak, tumor ocular, korioretinitis berat, vitreus primer
hiperplastik persisten ataupun retinopati prematuritas; kemudian pemeriksaan selanjutnya adalah
mulut, dimana mulut harus diperiksa untuk adanya gigi lahir, celah palatum mole dan jurus,
uvula, serta mikrognatia, kemudian uvula bifida dapat memberikan kesan celah submukosa,
sementara kista inklusi epidermis multiple sementara yang bewarna putih cemerlang pada
palatum durum adalah normal, dan massa keras sebesar kelereng pada mukosa bukal biasanya
merupakan nekrosis lemak idiopatik sementara, kemudian membran timpani tidak mengilap,
abu-abu, opak dan juga immobile, serta perlu diperhatikan pula bahwa temuan-temuan tersebut
nantnya dapat menetap 1-4 minggu, jadi tidak perlu dikira terlebih dahulu sebagai kelaianan,
yakni otitis media.
2,5
Berikut gambar dari wajah bayi, mata, dan juga mulut bayi yang harus
diperiksa.

Gambar No.10 Penampakkan Seluruh Permukaan Wajah yang Diperiksa
Pemeriksaan Fisik (Leher, dan Dada)
21

Untuk leher dan dada, saya akan mulai dulu dengan leher. Dimana leher pada bayi akan
terlihat pendek dan simetris, dimana dapat juga ditemukan adanya kelainan yang meliputi celah
garis tengah atau massa yang disebabkan oleh kista duktus tiroglossus atau massa oleh gondok
dan massa pada sisi lateral leher (atau sinus), yang secara berurutan merupakan akibat dari
adanya celah brankial, kemudian kista higroma, dan hemangioma merupakan massa lain yang
mungkin dapat ditemukan, sementara pemendekkan dari otot sternokleidomastoideus dengan
tumor fibrosa di atas oto dapat menyebabkan kepala miring dan muka asimetris (tortikolis
neonatus), kemudian malformasi Arnold-Chiari, dan lesis spina servikalis juga da[at
menyebabkan tortikolis, sementara edema dan webbing of the neck akan member kesan sindrom
Turner, serta jangan lupakan juga untuk melakukan palpasi pada klavikula untuk mencari adanya
fraktur; dan selanjutnya adalah pemeriksaan dada, dimana pada pemeriksaannya meliputi
inspeksi dinding dada untuk mengidentifikasi ketidaksimetrisannya akibat tidak adanya otot
pektoralis dan inspeksi jaringan payudara untuk menentukan usia kehamilan dan mendeteksi
adanya abses payudara, dimana baik laki-laki maupun perempuan dapat mengalami
pembengkakan payudara dan menghasilkan sisi, kemudian upaya memeras susu tidak boleh
dilakukan, ditambah lagi dengan adanya kemungkinan putting susu tambagan yang dapat terjadi
bilateral dan kadang-kadang disertai dengan anomali ginjal.
2,5
Berikut gambar yang
menunjukkan permukaan leher, dan dada pada bayi.

Gambar No.11 Pemeriksaan Dada dan Leher pada Bayi
22



Pemeriksaan Fisik (Paru-Paru)
Pemeriksaan paru sendiri, sebetulnya sudah dilakukan sedikit pada pemeriksaan tanda
vital, yakni pemeriksaan frekuensi pernapasan permenit. Namun disini saya akan coba
menjelaskannya lebih spesifik. Dimana pada pemeriksaan paru pada bayi baru lahir, meliputi
pemeriksaan atau pengamatan frekuensi, kedalaman, dan sifat retraksi interkostal atau sternum,
dimana suara pernapasan harus sama pada kedua sisi dada, dan ronkhi tidak boleh terdengar
sesudah usia 1-2 jam pertama, kemudian hialng atau tidak adanya suara pernapasan pada satu sisi
memberikan kesan pneumotoraks, paru kolaps, efusi pleura, ataupun hernia diafrgamatika,
ditambah lagi, apabila terjadi pergeseran impuls jantung yang menjauh dari tension
pneumothorax dan hernia diafragmatika ke arah paru yang kolaps merupakan temuan fisik yang
membantu untuk membedakan gangguan-gangguan ini, kemudain emfisema subkutan leher atau
dada juga dapat memberikan kesan pneumothoraks, sedangkan bising usus yang diauskultasi di
dada bila terdapat perut skafoid, dapat memberikan kesan hernia diafragmatika.
2,5
Berikut ini
gambar askultasi pada paru-paru bayi.

Gambar No.12 Auskultasi pada Bayi Baru Lahir
Pemeriksaan Fisik (Jantung)
23

Selanjutnya adalah pemeriksaan jantung, dimana pemeriksaan jantung diawali oleh
pengetahuan kita mengenai letak jantung bayi, dimana posisi jantung pada bayi lebih ke garis
tengah dibandingkan pada anak yang lebih besar, dimana suara jantung pertama normal,
sedangkan suara jantung kedua mungkin tidak membelah (split) pada usia hari pertama,
kemudian pengurangan pembelahan suara jantung kedua ditemukan pada hipertensi pulmonal
primer (HPP) (juga dikenal sebagai sirkulasi janin persisten), transposisi pembuluh darah besar,
dan atresia pulmonal; kemudian bising jantung (heart murmur) pada bayi baru lahir terdapat
dalam ruang pelahiran dan selama usia hari pertama, dan kebanyakan dari bising jantung ini
bersifat sementara dan merupakan akibat dari penutupan duktus arteriosus, stenosis arteri
pulmonalis perifer, atau VSD kecil, sementara nadi harus dipalpasi pada ekstremitas atas dan
bawah, dimana palpasi ini biasanya dilakukan pada arteri brakhialis dan femoralis; sementara
tekanan darah pada ekstremitas atas dan bawah harus diukur pada semua pasien dengan bising
atau gagal jantung, kemudian perbedaan tekanan antara ekstremitas atas, dan bawah lebih dari 1-
20 mmHg memberikan kesan koartaksio aorta.
2,5

Pemeriksaan Fisik (Abdomen)
Pada pemeriksaan abdomen, tentunya akan ada beberapa organ yang dapat diperiksa.
Salah satunya adalah hati, dimana hati pada bayi dapat diraba 2 cm di bawah tepi kosta kanan,
kemudian ujung limpa kurang dapat dipalpasi, kemudian hati pada sisi kiri memberikan kesan
situs inversus dan sindrom asplenia, ditambah lagi kedua ginjal yang seharusnya dapat diraba
pada usia hari pertama dengan palpasi lembut dan dalam; kemudian pengeluaran urine pertama
terjadi selama usia hari pertama pada lebih dari 95% bayi cukup bulan normal; pemeriksaan
abdomen selanjutnya, berkaitan dengan massa abdomen, dimana massa abdomen biasanya
menggambarkan hidronefrosis atau penyakit ginjal displastik-multikistik, dimana massa ini
kadang menunjukkan adanya kista ovarium, duplikasi usus, neuroblastoma, atau nefroma
mesoblastik, kemudian massa ini juga harus dievaluasi dengan segera menggunakan ultrasound
apabila perangkatnya ada, dan sarananya mendukung, kemudian selaian itu, masih ada distensi
abdomen yang juga perlu diperhatikan, dan distensi abdomen ini dapat disebabkan oleh obstruksi
usus seperti atresia ileum, illeus mekonium, volvulus usus tengah, annulus imperforate, atau
penyakit Hirschprung, dan jangan lupakan tinja mekonium yang biasanya dikeluarkan dalam 48
jam pasca lahir pada 99% bayi cukup bulan; kemudian anus harus paten, dan untuk anus
24

imperforate sebetulnya tidak selalu dapat dilihat, karena itu, suhu pertama yang diukur dengan
menggunakan thermometer rectal harus dilakukan dengan hati; kemudian kelainan otot-otot
dinding perut juga harus diperhatikan, misalnya sindrom prune-belly, atau lemah, yang dapat
menyebabkan diastasis rekti; kemudian hernia umbilikalis juga harus diperhatikan, dimana
umumnya hal ini terdapat pada bayi kulit hitam atau gelap; kemudian jangan lupakan juga tali
pusat yang harus diperiksan untuk menentukan adanya urakus atau herniasi isi perut, seperti
terjadi pada omfalokel, kemudian omfalitis, dan periksa juga adanya kemungkinan terjadinya
hernia usus melalui dinding perut 2-3 cm lateral dari umbilicus, yakni gastroskisis.
2,5
Berikut
gambar dari salah satu kelainan yang harus diwaspadai pada bayi baru lahir.

Gambar No.13 Gastroschisis dan Omfalokel
Pemeriksaan Fisik (Genitalia)
Untuk pemeriksaan genitalia, sebetulnya penampakkannya sangatlah bervariasi. Dimana
pada bayi cukup bulan, testis harus turun ke dalam skrotum yang terbentuk baik, berpigmen, dan
berkerut; kemudian testis juga kadang-kadang berada di kanalis inguinalis, dimana hal ini lebih
sering terjadi pada bayi kurang bulan sebagai kasus kriptokhidismus; kemudian pembengkakkan
skrotum dapat menggambarkan hernia, hidrokel sementara, torsio testis dalam rahim, atau jarang
25

mekonium pembedahan dari ileus mekonium, dan peritonitis; kemudian hidrokel jernih dan
mudah dilihat dengan transluminasi, sedang torsio testis pada bayi baru lahir bisa muncul dengan
pembengkakan gelap, kemudian perhatikan juga lubang uretra yang harus berada pada ujung
penis, dan perhatikan juga adanya kemungkinan kelainan berupa epispadia atau hipospadia.
2,5

Hal ini merupakan hal yang harus diperhatikan pada bayi laki-laki yang baru lahir. Selanjutnya
adalah mengenai bayi perempuan.
Untuk genitalia perempuan, normalnya dapat menampakkan secret vagina putih susu atau
bergaris-garis darah sebagai akibat penarikkan (withdrawal) hormon ibu, kemudian adanya
tambahan mukosa (mucosal tags) labia mayora umumnya terjadi atau ada; kemudian distensi
hymen imperforate dapat menghasilkan hidrometrokolopos dan massa perut linea mediana
bawah sebagai akibat dari pembesaran uterus, ditambah dengan adanya pembesaran klitoris
dengan fusi lipatan labium-skrotum (labia mayora) memberikan kesan sindrom androgenital atau
pajanan terhadap hormon maskulinisasi ibu.
2,5
Berikut gambar yang menunjukkan organ
genitalia bayi perempuan.

Gambar No.14 Genitalia Bayi Laki-Laki Gambar No.15 Genitalia Bayi Perempuan
Pemeriksaan Fisik (Ekstremitas)
Pada pemeriksaan ekstremitas, yang diperiksa hanyalah panjang, simetri, dan adanya
pemeriksaan untuk melihat adanya kelainan berupa hemihipertrofi, kemudian atrofi, polidaktili,
sindaktili, garis simian, ketiadaan jari, jari yang tumpang tindih, kaki rocker-bottom, clubfoot,
pita-pita kongenital (congenital bands), fraktur, dan amputasi.
2,5

26

Pemeriksaan Fisik (Tulang Belakang / Spine)
Pada pemeriksaan tulang belakang, yang diperiksa adalah apakah ditemukan adanya
berkas rambut sacrum (sacral hair tufts), kemudian traktus sinus dermal di atas lipatan glutea,
skoliosis kongenital (akibat hemivertebra), dan massa jaringan lunak seperti lipoma, atau
meningomielokel.
2,5
Berikut gambar dari sacral hair tufts, atau berkas rambut sacrum.

Gamabr No.16 Berkas Rambur Sakrum (Sacral Hair Tufts)
Pemeriksaan Fisik (Pinggul)
Untuk pemeriksaan pinggul, dimana pinggul harus diperiksa untuk dysplasia kongenital
(dislokasi), kemudian ketidaksimetrisan lipatan glutea atau ketidaksesuaian panjang kaki
mengesankan tanda dysplasia, tetapi pemeriksan harus melakukan uji Barlow, dan maneuver
Ortolani untuk mengevaluasi stabilitas sendi pinggul, dimana uji ini menentukan apakah caput
femoral dapat dipindahkan dari asetabulum (Uji Barlow) dan kemudian dikembalikan (maneuver
Ortolania), dimana jari panjang pemeriksa ditampatkan di medial, tepat di distal jari panjangnya,
kemudian dengan paha ditahan pada posisi mid abduksi, kemudian pemeriksa berupaya menarik
kaput femoralis secara lembut keluar asetabulum dengan tekanan lateral jempol, dan dengan
menggoyang-goyangkan lutut ke medial; sementara maneuver dari kebalikkannya dilakukan
dengan menekan jari panjang pada trokanter mayor, dan menggoyang-goyangkan lutut ke lateral,
27

dimana nanti akan timbul sensasi bunyi klang yang dapat terapa bila kaput femoris
meninggalkan dan kembali ke asetabulum.
2,5

Pemeriksaan Fisik (Penilaian Neurologik)
Selanjutnya adalah penilaian neurologic, dimana pemeriksaan neurologic harus meliputi
penilaian tonus aktif dan pasif, tingkat kewaspadaan, refleks neonatus primer (primitive), refleks
tendon dalam, aktivitas motorik spontan, dan saraf kranialis (meliputi pemeriksaan retina),
gerakan otot ekstraokuler, kekuatan masseter seperti pada pengisapan, kemudian jangan lupakan
motilitas wajah, pendengaran, dan fungsi lidah; kemudian, ada beberapa refleks yang harus diuji,
yang pertama adalah refleks Moro, dimana refleks ini merupakan salah satu refleks primer bayi
baru lahir, dan refleks ini ada pada saat lahir dan hilang pad ausia 3-6 bulan, serta refleks ini
terjadi dengan menjatuhkan sedikit dan medadak kepala yang ditopang dari posisi terlentang
yang sedikit diangkat, dimana penjatuhan sedikit ini dapat menyebabkan pembukaan tangan dan
abduksi lengan, yang diikuti oleh fleksi ekstremitas atas dan menangis; kemudian genggaman
telapak tangan muncul pada usia 28 minggu, dan menghilang pada usia 4 bulan; uji refleks
tendon dalam mungkin cepat pada bayi baru lahir normal, dengan 5-10 denyut klonus
pergelangan kaki normal; dan kemudian tanda Babinski yang merupakan tanda ekstensor atau
pengangkatan, dimana pemeriksaan sensorisnya sendiri dapat dievaluasi dengan penarikkan
ekstremitas, meringis, dan menangis dalam responnya terhadap stimuli nyeri; dan kemudian
refleks mencari (rooting), atau menutar kepala ke arah stimulasi taktil ringan daerah perioral,
yang terjadi pada usia 32 minggu.
2,5
Berikut gambar dari refleks Babinski.
28


Gambar No.17 Refleks Babinski pada Bayi
Pemeriksaan fisik secara keseluruhan sudah saya jelaskan di atas. Jadi untuk pemeriksaan fisik
lokal, hanya tergantung kepada kita selaku dokter ingin memfokuskan pada bagian yang mana.
Sementara itu, untuk pemeriksaan penunjangnya, nanti akan saya jelaskan berdasarkan diagnosis
bandingnya. Untuk bagian yang lain, dari sampai prognosis, akan saya jelaskan berdasarkan
diagnosis bandingnya.

Diagnosis
Untuk diagnosisnya sendiri, sebetulnya terbagi menjadi dua, yakni diagnosis kerja, dan
juga diagnosis banding. Namun dikarenakan dalam kasus ini tidak ditemukannya adanya
diagnosis kerja, jadi hanya ada diagnosis banding, yang akan saya jelaskan pada bagian
berikutnya.
Diagnosis bandingnya sendiri adalah ikterus fisiologik, breast feeding jaundice, ikterus et
causa sepsis, inkompabilitas darah, dan perdarahan tertutup dari trauma kepala.


29

Ikterus Fisiologik
Pertama, saya akan membahas mengenai ikterus fisiologik. Dimana saya akan
memulainya dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, etiologi, manifestasi
klinik, patofisiologinya, penatalaksanaan, edukasi, komplikasi yang dapat ditimbulkannya, dan
yang terakhir adalah prognosisnya.
Anamnesis
Sebetulnya ikterus fisiologik merupakan ikterus yang tidak perlu dikhawatirkan, karena
ikterus ini merupakan suatu keadaan normal. Dimana ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru
lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL.
Jadi, anamnesis yang dapat dilakukan terhadap pasien, atau pertanyaan yang dapat diajukan
kepada pasien tentunya diawali dengan identitas pasien, dan keluhan utama, sama seperti
penjelasan saya sebelumnya pada bagian anamnesis secara umum. Sementara pertanyaan yang
berkaitan dengan diagnosis banding yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.
Apakah kuningnya hanya pada kulit saja, atau bagian lain yang menjadi kuning ?
Bervariasi.
Kapan munculnya kuning ini pada anak ibu ? (Sebelum 24 jam, antara 24-72 jam,
atau setelah 72 jam) Biasanya akan dijawab setelah 24 jam.
Apakah ibu dan anak/bayi ibu memiliki perbedaan rhesus pada darahnya ?
Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah ketika masa gestasi atau kehamilan ibu pernah mengalami infeksi virus,
misalnya toxoplasma, rubella, CMV, herpes, malaria, ataupun bakteri lainnya ?
Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah ibu/ayah memiliki kelainan genetik, terutama hal yang berkaitan dengan
kelainan genetik pada darah ? Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah proses kelahiran anak ibu lancar atau justru mengalami beberapa hambatan ?
Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah ibu sebelumnya pernah mengalami trauma pada perut ibu sebelum proses
persalinan ? Bervariasi, tapi kebanyakan tidak ada.
30

Pada saat proses kelahiran anak ibu, ibu apakah ibu pergi ke dokter, bidan, atau
lainnya ? Bervariasi, untuk masalah seperti ini biasanya ke dokter atau bidan.
Bagaimana kelancaran dalam pemberian ASI terhadap anak/bayi ibu ? Biasanya
akan dijawab tidak ada masalah, atau normal.
Berapa frekuensi anak/bayi ibu buang air kecil dalam satu hari ? Normalnya 6-7
kali sehari.
Bagaimana ibu, warna feses pada anak/bayi ibu ketika buang air besar ? Normal
(Kuning agak kecoklatan / bervariasi)
Bagaimana ibu, warna urin pada anak/bayi ibu ketika buang air kecil ? Biasanya
akan dijawab kuning muda, bahkan putih (Normal).
Apakah anak/bayi ibu alergi terhadap obat-obatan ? Bervariasi, bisa ada bisa tidak,
kalaupun ada harus ditanyakan lebih spesifik jenis obatnya.
Apakah anak/bayi ibu secara aktif diberikan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik,
seperti paracetamol ? Biasanya akan dijawab tidak.
Berapa berat lahir bayi/anak bapak atau ibu ketika dilahirkan ? Bervariasi,
normalnya di atas 2.500 gram untuk bayi baru lahir yang normal. Biasanya akan
dijawab normal.
Berapa masa gestasi atau kehamilan dari bayi/anak ibu ? Bervariasi, normalnya
berkisar 38-42 minggu. Tapi biasanya akan dijawab 38-42 minggu atau normal.
Namun ada kemungkinan dijawab dibawah 38 minggu, dan itu dapat dikatakan
prematur.
Berapa usia anak ibu saat ini ? (Dalam jam) Di atas 24 jam.
Apakah dalam keluarga ibu/ayah memiliki riwayat adanya penyakit hati ?
Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah pada proses persalinan ibu, terjadi penundaan pengikatan tali pusat ?
Biasanya akan dijawab tidak ada, namun dokter terkait biasanya yang mengetahui
pasti atau tidaknya.
Apakah pada anak/bayi ibu atau bapak terdapat gejala muntah, letargis, malas
menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu tidak stabil ?
Tidak ada atau tidak bisa ditentukan.
31

Selanjutnya, bisa ditanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu, untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya sindrom Gilbert. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.
Apakah sebelumnya pernah mengalami hal yang sama pada anak/bayi ibu atau bapak ?
Tidak ada. (Jika iya, maka ada kemungkinan terkena Sindrom Gilbert), jadi bisa
ditanyakan pertanyaan yang lebih mendetil mengenai sindrom Gilbert tersebut.
(Jika jawaban sebelumnya iya, baru dapat ditanyakan) Ketika anak/bayi ibu atau
bapak dalam keadaan stress, apakah kulit anak/bayi ibu atau bapak menjadi kuning ?
Kemudian tanyakan juga mengenai riwayat pribadi, sosial, dan penyakit keluarganya.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, atau sebuah diagnosa. Karena dengan
anamnesispun, diagnosa kemungkinan besar sudah dapat diketahui.
Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik, sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, yakni pada
pemeriksaan fisik secara menyeluruh, baik umum maupun lokal, yang terdapat dari halaman 7
sampai 28.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemeriksaan penunjang, sebetulnya pemeriksaan yang dapat dilakukan tidak ada.
Karena kondisi pasien kita duga ikterus fisiologi, jadi tidak perlu pemeriksaan penunjang. Paling
tidak hanya dilakukan monitoring dengan pemeriksaan fisik menyeluruh, terutama pada kulit
untuk melihat perkembangan ikterusnya; namun, jika memang pasien mampu menyanggupi
pemeriksaan penunjangnya, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
kada bilirubin serum total, kemudian pemeriksaan bilirubin direk, hitung darah lengkap, hitung
retikulosit dan asupan untuk morfologi darah tepi, golongan darah, tes antibody direk,
konsentrasi G6PD, albumin serum, dan urinalisis, skrining sepsis.
5,8

Etiologi
Etiologi atau penyebab dari ikterus fisiologik sendiri disebabkan oleh peningkatan ringan
kadar bilirubin serum dalam darah tali pusat, dimana peningkatannya bertahap samapai
maksimum 8 mg/dL pada hari ke-3 sampai ke-5 setelah lahir dan kembali ke nilai normal pada
32

minggu kedua, dimana pada bayi lahir premature, kadar bilirubinn serumnya akan memuncak
pada kadar yang lebih tinggi dan tetap tinggi untuk periode yang lebih lama, kemudian faktor
lain yang berperan dalam ikterus fisiologik tercantum dalam tabel berikut ini.
5
Tabel 3. Faktor yang Berperan dalam Ikterus Fisiologik pada Neonatus Normal
Faktor yang berperan dalam ikterus fisiologik pada neonatus normal
Pemisahan dari fungsi transportasi plasenta dan mekanisme detoksifikasi ibu
Pola aliran hati perinatal yang mengalihkan bilirubin menjauhi sinusoid
Peningkatan produksi bilirubin tidak terkonjugasi akibat :
Massa SDM yang besar
Usia SDM yang lebih singkat (sekitar 80 hari)
Eritropoesis yang tidak efisien
Peningktakan aktivitas heme oksigenase
Penurunan pengikatan albumin ke bilirubin tidak terkonjugasi akibat :
Konsentrasi albumin serum yang lebih rendah
Penurunan kapasitas mengikat
Stres (Misalnya : sepsis, asidosis, dan hipoksia)
Penurunan kadar protein Y hati ( sehingga terjadi penurunan penyerapan dan pengikatan intrasel)
Penurunan kapasitas konjugasi bilirubin (akibat penurunan aktivitas enzim)
Gangguan ekskresi empedu
Perubahan sirkulasi enterohepatik bilirubin yang tidak terkonjugasi :
Penurunan flora bakteri sehingga terjadi penurunan pembentukkan uribilinogen
Hidrolisis bilirubin terkonjugasi, diperantarai oleh -Glukuronidase usus, serta diresorpsi

Terlepas dari semua faktor tersebut, ikterus fisiologik ini lebih banyak dijumpai pada
bayi premature sebanyak >80%, sementara bayi aterm sekitar 60%; kemudian untuk ikterus
fisiologik juga dapat terjadi akibat peningkatan pemecahan hemoglobin janin pada beberapa hari
ertama setelah pelahiran dan imaturitas hari saat lahir, terutama pada bayi premature, dimana
kadar bilirubin yang tidak terkonjugasi menumpuk dalam darah dan karena bilirubin tidak
terkonjugasi tidak dapat diekskresikan melalui urine, maka timbul ikterus.
2,5,9

33




Manifestasi Klinis
Untuk manifestasi klinis, ini dapat dikatakan merupakan gejala kliniknya. Gambaran
klinisnya dimana kadar bilirubin tidak terkonjugasi akan meningkat pada bayi baru lahir,
biasanya akan memuncak pada 2 sampai 4 hari setelah lahir, dan menurun dengan sendirinya
dalam 1 sampai 2 minggu setelah lahir, dan kadarnya akan tetap meningkat lebih lama
dibandingkan dengan bayi premature; kemudian diikuti juga dengan ikterus, dimana terjadi
warna kuning pada sclera, kulit, dan jaringan lain akibat penimbunan bilirubin.
9-11

Patofisiologi
Sebelum saya membahas mengenai patofisiologinya terlebih dahulu, ada baiknya kita
mengetahui terlebih dahulu, bagaimana bilirubin itu terbentuk. Dimana bilirubin sendiri
merupakan pigmen kristal bewarna jingga, dimana ikterus merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi, dan langkah oksidasi yang
pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase,
yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain; kemudian pada
reaksi tersebut juga akan terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukkan
hemoglobin, dan karbon monoksida (CO) yang diekskresikan ke dalam paru, dan kemudian
biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase, setelah menjadi
bilirubin, nantinya bilirubin akan segera dibawa ke hati dengan bantuan albumin, yang kemudian
di hati akan berikatan dengan ligandin, dan segera diproses, yang kita kenal dengan proses
konjugasi, dimana proses konjugasinya sendiri dibantu oleh enzim glukuronil transferase, dan itu
terjadi di dalam hati; kemudian eksresi bilirubin dalam bentuk bilirubin direk atau bilirubin
terkonjugasi, setelah dikonjugasi oleh enzim glukuronil transferase ke duodenum, dan kemudian
sebagian akan dieksresikan melalui feses setelah melalui proses penguraian oleh bakteri diusus
dalam bentuk urobilinogen, dan kemudian sebagian kecil akan diserap oleh usus, dimana
nantinya setenga bagian dari hasil penyerapan tersebut akan dieksresikan melalui ginjal,
34

kemudian sebagian lagi akan kembali diubah menjadi bilirubin kembali yang kita kenal dengan
istilah siklus enterohepatik.
3,12
Berikut gambar yang menunjukkan proses pembentukan
bilirubin.

Gambar No.18 Proses Pembentukan Bilirubin
Patofisiologi terjadinya ikterus, sebetulnya dapat dibagi menjadi 4, dan saya akan
mencoba menjelaskan keempatnya di bagian ini. Karena, dan ini termasuk juga patofisiologi
dari ikterus fisiologis itu sendiri. Berikut penjelasannya.
Pembentukkan bilirubin yang berlebihan
Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab
tersering dari pembentukkan bilirubin yang berlebihan, dimana ikterus ini sering
disebut sebagai ikterus hemolitik, kemudian konjugasi dan transfer pigmen empedu
berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui hati, hal ini
jelas akan mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah.
Dan ini biasanya dapat terjadi pada bayi-bayi yang baru lahir, dimana kemampuan
hati untuk mengubah bilirubin tidak terkonjugasi menjadi bilirubin yang terkonjugasi,
atau dari indirek menjadi direk belum begitu baik, atau sempurna fungsinya; dan pada
35

bayi baru lahir, hal tersebut juga ditunjang oleh waktu hidup eritrosit yang lebih
singkat dari orang dewasa, yakni sekitar 70-90 hari, ditambah lagi dengan adanya
peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat, dan juga reasorbsi
bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).
12
Gangguan ambilan bilirubin
Ambilan bilirubin yang tidak terkonjugasi terikat albumin oleh sel hati dilakukan
dengan memisahkan dan mengikatkan bilirubin terhadap protein penerima, dan hanya
beebrapa obat yang telah terbukti berpengaruh terhadap ambilan bilirubin oleh hati,
misalnya asam flavaspidat, kemudian novobiosin, dan beberapa zat warna
kolesistografik, kemudian hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya
akan menghilang bila obat pencetus dihentikan; dahulu ikterus neonatal, dan beberapa
kasus sindrom Gilbert dianggap disebabkan oleh defisiensi protein penerima dan
gangguan ambilan oleh hati, namun pada sebagian besar kasus ditemukan adanya
defisiensi glukuronil transferase.
12
Dan dalam ikterus fisiologik, mekanisme ini tidak
mungkin dapat terjadi pada kasus ikterus fisiologik, terkecuali ada kelainan-kelainan
yang mungkin tidak diduga.
Gangguan konjugasi bilirubin
Mekanisme ini bisa terjadi pada ikterus fisiologis pada neonatus, dimana biasanya
akan terjadi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan yang biasanya timbul antara
hari kedua dan kelima setelah lahir; dimana hal ini terjadi akibat imaturitas enzim
glukuronil transferase, dimana aktivitasnya baru akan meningkat beberapa hari
minggu kedua setelah lahir, dan setelah itu ikterus akan menghilang; dan apabila
bilirubin tak terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20 mg/dL, akan terjadi
suatu keadaan yang disebut kernikterus, dan keadaan ini bisa timbul bila suatu proses
hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir dengan defisiensi
glukuronil transferase yang normal, dimana kernikterus ini timbul akibat penimbunan
bilirubin tak terkonjugasi pada daerah ganglia basalis yang banyak mengandung
lemak, dan apabila keadaan ini tidak diobati, makan dapat menyebabkan kematian,
ataupun kerusakkan neurologis yang berat; selain itu, masih ada tiga gangguan
herediter yang dapat menyebabkan defisiensi progresif enzim glukuronil transferase,
yakni sindrom Gilbert, dan sindrom Crigler-Najjar tipe I, dan tipe II; dimana sindrom
36

Gilbert merupakan suatu penyakit familial ringan yang dicirikan dengan ikterus, dan
hiperilirubinemia tak terkonjugasi ringan (2-5 mg/ml) yang kronis; kemudian sindrom
Crigler-Najjar tipe I, dan tipe II yang sama-sama merupakan penyakit genetic, dimana
sindorm tipe I lebih berat, namun jarang terjadi, dimana tidak adanya enzim
glukuronil transferase sama sekali sejak lahir, sementara tipe II lebih ringan dengan
defisiensi sebagian glukuronil transferase saja.
12

Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi
Dimana gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor fungsional
maupun obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia terkonjugasi,
dimana bilirubin terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat diekresikan dalam urin,
dan menimbulakn bilirubinuria serta urine yang gelap, kemudian urobilinogen feses,
dan urobilinogen urine sering menurun sehingga feses terlihat pucat; kemudian
peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekresi
hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol, dan garam
empedu dalam serum, dimana kadar garam empedu yang meningkat dalam darah ini
dapat menyebabkan gatal-gatal pada ikterus, dan ikterus akibat hiperbilirubinemia
terkonjugasi biasanya lebih kuning, kemudian perubahan warna berkisar dari oranye-
kuning muda atau tua sampai kuning-hijau muda atau tua bila terjadi obstruksi total
aliran empedu, dimana perubahan ini menunjukkan adanya ikterus kolestatik, yang
merupakan nama lain dari ikterus obstruktif yang dapat bersifat intrahepatik
(mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola), ataupun ekstrahepatik ( mengenai
saluran empedu di luar hati), namun penyebab tersering dari kolestasis intrahepatik
sendiri adalah penyakit hepatoseluler.
12

Dan berdasarkan penjelasan patofisiologi dari ikterus tersebut, pada ikterus fisiologik
lebih mengarah kepada pembetukkan bilirubin yang berlebihan, dan juga penurunan ekskresi
bilirubin terkonjugasi, meskipun demikian, ikterus fisiologik memang tidak dapat dijadikan
acuan bahwa bayi yang baru lahir dan terkena ikterus setelah 24 jam adalah normal, jadi harus
dimonitor, atau dipantau.
Penatalaksanaan
37

Untuk penatalaksanaan dari ikterus fisiologik tidak ada yang perlu dilakukan dalam
penatalaksanaa, terapi sinar tidak dibutuhkan, begitu juga dengan transfuse tukar; hanya saja bayi
harus diberikan minum lebih awal, atau diberi minum lebih sering, dan juga melakukan aspirasi
mekonium atau memantau pengeluaran mekoniumnya.
Edukasi
Untuk edukasi, kepada orang tua pasien nantinya dapat disarankan atau dinasehati agar
bayi yang baru lahir segera diberikan air minum lebih awal, atau diberi minum lebih sering, dan
yang diberikan adalah ASI sebagai asupan nutrisi utama bayi; kemudian mengingatkan orang tua
pasien agar memantau mekoniumnya, atau waktu pengeluaran feses pertama kalinya; kemudian
sarankan kepada orang tua pasien, terutama ibunya, agar menjalankan program ASI eksklusif,
dan tidak menggunakan susu formula sebagai pengganti ASI; sarankan juga kepada orang tua
bayi, agar selalu menjaga suhu tubuh bayi agar tetap dalam suhu atau temperatur yang nyaman
dan normal; dan yang terutama adalah orang tua pasien tidak perlu takut atau khawatir akan
masalah ini, karena sifatnya yang fisiologis, maka dalam waktu sekitar 2 minggu ikterus ini akan
hilang sendiri tanpa perlu diterapi; kemudian hindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada
bayi, misalnya sulfafurazole, dan novobiosin; jangan lupa ingatkan kepada orang tua pasien, agar
selalu melakukan control ke rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya, untuk
memantau perkembangan ikterus bayinya.
3,10

Komplikasi
Komplikasinya sebetulnya tidak ada, karena ini keadaan fisiologis, namun ada
kemungkinan terjadinya komplikasi, yakni kernikterus, dimana kondisi ini dapat terjadi apabila
bilirubin tak terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20 mg/dL, dan keadaan ini bisa timbul
bila suatu proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir dengan
defisiensi glukuronil transferase yang normal, dimana kernikterus ini timbul akibat penimbunan
bilirubin tak terkonjugasi pada daerah ganglia basalis yang banyak mengandung lemak, dan
apabila keadaan ini tidak diobati, makan dapat menyebabkan kematian, ataupun kerusakkan
neurologis yang berat; intinya, kernikterus atau ensefalopati bilirubin ini, secara patologis
ditandai dengan pewarnaan bilirubin dan nekrosis neuron di ganglia basa;, korteks hipokampus,
dan nucleus subtalamikus otak, sementara bagian lain kurang terkena, dan tanda-tanda klinis
38

yang muncul biasanya adalah letargi, tidak nafsu makan, rigiditas, opistotonus, menangis
bernada tinggi, demam, dan kejang yang muncul secara berurutan; pada dasarnya, hal ini terjadi
akibat penumpukkan berlebihan bilirubin tidak terkonjugasi di neuron, dan pasien yang selamat
sendiri, sering menderita serebral palsi tipe koreoatreoid, tulis, retardasi mental, dan defek
neurologic lainnya selama masa pertumbuhannya, namun dibalik itu semua, ada konsekuensi
yang mungkin pasti terjadi apabila bayi didiagnosa mengalami kernikterus, yakni menurunnya
atau berkurangnya kemampuan kognitifnya.
5,9,12
Prognosis
Prognosis dari ikterus fisiologik baik jika tidak ditemukan adanya indikasi lain penyebab
ikterus.

Breast Feeding Jaundice
Breast feeding jaundice, seringkali disebut sebagai ikterus ASI. Berikut akan saya bahas
selengkapnya dari anamnesisnya hingga prognosisnya.
Anamnesis
Tentunya dalam melakukan anamnesis, selalu diawali dengan menanyakan identitas, dan
keluhan utama terlebih dahulu, barulah kita bisa masuk ke dalam anamnesis atau pertanyaan-
pertanyaan yang penting, terkait dengan keluhan utama pasien. Berikut pertanyaan-pertanyaan
yang dapat diajukan kepada pasien, yang juga bertujuan untuk menegakkan diagnosis kerja, dan
menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis lainnya.
Apakah kuningnya hanya pada kulit saja, atau bagian lain yang menjadi kuning ?
(Bervariasi, bisa seluruh badan ataupun bagian lainnya)
Kapan munculnya kuning ini pada anak ibu ? (Sebelum 24 jam, antara 24-72 jam,
atau setelah 72 jam) Antara 24 jam-72 jam biasanya.
Apakah ibu dan anak/bayi ibu memiliki perbedaan rhesus pada darahnya ?
Tidak ada
39

Apakah ketika masa gestasi atau kehamilan ibu pernah mengalami infeksi virus,
misalnya toxoplasma, rubella, CMV, herpes, malaria, ataupun bakteri lainnya ?
Biasanya akan dijawab tidak ada. Tetapi tidak menutup kemungkinan iya.
Apakah ibu/ayah memiliki kelainan genetik, terutama hal yang berkaitan dengan
kelainan genetik pada darah ? Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah proses kelahiran anak ibu lancar atau justru mengalami beberapa
hambatan ? Bervariasi, namun biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah ibu sebelumnya pernah mengalami trauma pada perut ibu sebelum proses
persalinan ? Bervariasi juga, namun biasanya akan dijawab tidak ada.
Pada saat proses kelahiran anak ibu, ibu apakah ibu pergi ke dokter atau bidan,
atau mungkin ke tempat lainnya ? Bervariasi, akan tetapi biasanya jawabannya
ke dokter ataupun ke bidan.
Bagaimana kelancaran dalam pemberian ASI terhadap anak/bayi ibu ?
Biasanya akan di jawab kurang lancar.
Bagaimana pola pemberian ASInya dalam satu hari ibu ? Biasanya polanya
jarang, atau frekuensi sedikit, tetapi jumlah pemberiannya dalam 1 kali pemberian
bisa banyak.
Apakah ibu menjalankan atau mengikuti program ASI eksklusif ? Jawaban bisa
beragam, namun kemungkinan besar akan dijawba tidak. Kalaupun iya,
kemungkinan besar programnya tidak dijalankan dengan sebagaimana mestinya.
Apakah ibu/bapak memberikan susu formula kepada anak/bayi anda sebagai
pengganti ASI secara dini, dan sering ? Kemungkinan besar akan dijawab iya.
Apakah anak ibu yang sebelumnya pernah mengalami hal yang sama ?
Bervariasi, bisa dijawab iya dan tidak.
Berapa frekuensi anak/bayi ibu buang air kecil dalam satu hari ? Biasanya akan
dijawab kurang atau dibawah 6-7 kali sehari.
Bagaimana ibu, warna feses pada anak/bayi ibu ketika buang air besar ?
Kemungkinan besar akan dijawab normal, atau seperti pada umumnya, yakni
kuning kecoklatan
Bagaimana ibu, warna urin pada anak/bayi ibu ketika buang air kecil ?
Kemungkinan besar akan dijawab normal juga, kuning.
40

Apakah anak/bayi ibu alergi terhadap obat-obatan ? Biasanya akan dijawab
tidak ada.
Apakah anak/bayi ibu secara aktif diberikan obat-obatan yang bersifat
hepatotoksik, seperti paracetamol ? Biasanya akan dijawab tidak, kecuali
pasien dalam keadaan sakit.
Berapa berat lahir bayi/anak bapak atau ibu ketika dilahirkan ? Bervariasi, akan
tetapi kemungkinan besar akan dijawab di atas 2.500 gram.
Berapa masa gestasi atau kehamilan dari bayi/anak ibu ? Biasanya akan dijawab
38-42 minggu, yang artinya dalam batasan normal.
Berapa usia anak ibu saat ini ? (Dalam jam) Biasanya akan dijawab antara 24
jam 72 jam.
Apakah dalam keluarga ibu/ayah memiliki riwayat adanya penyakit hati ?
Biasanya akan dijawab tidak ada, namun bisa saja iya. (Bervariasi)
Apakah pada proses persalinan ibu, terjadi penundaan pengikatan tali pusat ?
Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah pada anak/bayi ibu atau bapak terdapat gejala muntah, letargis, malas
menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu tidak
stabil ? Biasanya akan dijawab tidak ada, namun untuk penurunan berat badan
akibat dehidrasi biasanya bisa dijawab ada. Tanyakan lagi mengenai dehidrasinya,
apakah bayi tampak aktif atau tidak ?; Apakah bayi sering menangis tanpa sebab ?
Biasanya kalau dehidrasinya tidak terlalu berat, maka keaktifannya akan
berkurang sedikit, dan sering menangis tanpa sebab atau mengeluh, karena derajat
dehidrasinya sendiri tidak akan mengarah sampai ke berat pada umumnya.
Kemudian tanyakan juga mengenai riwayat pribadi, sosial, dan penyakit keluarganya.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, atau sebuah diagnosa. Karena dengan
anamnesispun, diagnosa kemungkinam besar sudah dapat diketahui. Jangan lupa tanyakan
mengenai riwayat penyakit dahulunya.
Pemeriksaan Fisik
41

Untuk pemeriksaan fisik, sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, yakni pada
pemeriksaan fisik secara menyeluruh, baik umum maupun lokal, yang terdapat dari halaman 7
sampai 28.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemeriksaan penunjang, sebetulnya pemeriksaan yang dapat dilakukan tidak ada.
Karena kondisi pasien kita duga breast feeding jaundice, yang merupakan suatu tanda yang
normal jadi tidak perlu pemeriksaan penunjang. Paling tidak hanya dilakukan monitoring dengan
pemeriksaan fisik menyeluruh, terutama pada kulit untuk melihat perkembangan ikterusnya;
namun, jika memang pasien mampu menyanggupi pemeriksaan penunjangnya, maka dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kada bilirubin serum total, kemudian
pemeriksaan bilirubin direk, hitung darah lengkap, hitung retikulosit dan asupan untuk morfologi
darah tepi, golongan darah, tes antibody direk, konsentrasi G6PD, albumin serum, dan urinalisis,
skrining sepsis.
5,8
Etiologi
Etiologi atau penyebab dari kasus breast feeding jaundice ini juga belum diketahui
dengan pasti sampai saat ini. Namun diduga hal ini berkaitan dengan proses pemberian minum
pada bayi; namun ada beberapa faktor juga yang berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada
bayi yang mendapatkan ASI, yakni asupan cairan yang meliputi kelaparan frekuensi menyusui,
dna kemudian kehilangan berat badan/dehidrasi; kemudian hambatan ekskresi bilirubin hepatic,
seperti pregnadiol, lipase free fatty acids, dan unidentified inhibitor; dan yang terakhir adalah
intestinal reabsorpsion of bilirubin, dimana ada pasase mekonium yang terhambat,
pembentukkan urobilinoid bakteri, beta-glukoronidase, hidrolisis alkaline, dan asam empedu;
namun hal tersebut masih kemungkinan saja, jadi belum dapat dipastikan sendiri, dan secara
detail penyebab dari breast feeding jaundice, namun indikasi kuat mengarah kepada asupan
cairan kepada bayi.
2,3

Manifestasi Klinis
Untuk manifestasi klinisnya atau gejala kliniknya, adalah terjadi warna kuning pada
sclera, kulit, dan jaringan lain akibat penimbunan bilirubin.
9-11

42

Patofisiologi
Pada bayi yang mendapat ASI, sebetulnya terdapat dua bentuk neonatal jaundice, yaitu
early (berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI), dimana bentuk
early onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum, sementara late onset lebih ke
kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan eksresi, dimana ASI sendiri dapat
mengandung inhibitor konjugasi bilirubin atau dapat meningkatkan resirkulasi enterohepatik
bilirubin karena glukuronidase ASI, meskipun tidak semua ASI menyebabkan hal tersebut; dan
hal tersebut sendiri kebanyakan dijadikan alasan sebagai terjadi neonatal jaundice late onset,
yang berkaitan pula dengan adanya faktor spesifik dari ASI, yaitu : 2-20-pregnanediol yang
mempengaruhi aktivitas UDPGT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit, kemudian
peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian melepaskan asam lemak bebas ke dalam
usus halus, ditmabah lagi dnegan penghambatan konjugasi akibat peningkatan asam lemak
unsaturated, atau adanya -glukoronidase.
2,3

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari kasus seperti ini adalah observasi semua fese awal bayi, kemudian
pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam;
segera mulai menyusui dan beri sesegera mungkin, dimana menyusui yang sering dengan waktu
yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi yang
jarang walupun total waktu yang diberikan sama; kemudian tidak dianjurkan pemberian air,
desktrosa, ataupun formula pengganti; observasi berat badan, bak, dan bab yang berhubungan
dengan pola menyusui; ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum,
rangsang oengeluaran produksi ASI dengan cara memompanya, dan menggunakan protocol
penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP; kemudain tidak terdapat bukti bahwa early
jaundice berhubungan dengan abnormalitas AS, sehingga penghentian menyusui hanya sebagai
suatu upaya yang diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20
mg/dL, atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.
2,3
Edukasi
Nasehat atau saran yang dapat diberikan kepada orang tua dari pasien adalah, segera
memberikan ASI sebagai asupan nutrisi utama kepada anak/bayi mereka; kemudian susui dengan
43

ASI sesering mungkin dan sesegera mungkin; nasehati kepada orang tua pasien, agar tidak
memberikan air, desktrosa, ataupun formula pengganti lainnya; selalu ingatkan kepada orang tua
pasien, agar selalu melakukan monitoring atau observasi berat badan, BAK, dan BAB dari
bayi/anak mereka, dimana hal ini dapat dilakukan di rumah sakit, atau sarana kesehatan terdekat;
apabila anak/bayi mereka sebelumnya memiliki riwayat terkena sakit kuning akibat hal yang
sama, kita dapat menyarankan untuk melakukan peghentian menyusui, dan ini juga berlaku
apabila ikterus menetap lebih dari 6 hari, atau kadarnya meningkat di atas 20 mg/dL; jaga
kondisi bayi agar tetap sehat, dan senyaman mungkin; selalu ingatkan kepada orang tua pasien,
agar selalu memberikan ASI sebagai asupan utama dari sang anak/bayi mereka; kemudian
hindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi, misalnya sulfafurazole, dan novobiosin;
jangan lupa ingatkan kepada orang tua pasien, agar selalu melakukan control ke rumah sakit atau
sarana pelayanan kesehatan lainnya, untuk memantau perkembangan ikterus bayinya.
2,3

Komplikasi
Komplikasinya sebetulnya tidak ada, karena ini keadaan yang tidak perlu dikhawatirkan,
namun ada kemungkinan terjadinya komplikasi, yakni kernikterus, dimana kondisi ini dapat
terjadi apabila bilirubin tak terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20 mg/dL, dan keadaan
ini bisa timbul bila suatu proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru
lahir dengan defisiensi glukuronil transferase yang normal, dimana kernikterus ini timbul akibat
penimbunan bilirubin tak terkonjugasi pada daerah ganglia basalis yang banyak mengandung
lemak, dan apabila keadaan ini tidak diobati, makan dapat menyebabkan kematian, ataupun
kerusakkan neurologis yang berat; intinya, kernikterus atau ensefalopati bilirubin ini, secara
patologis ditandai dengan pewarnaan bilirubin dan nekrosis neuron di ganglia basa;, korteks
hipokampus, dan nucleus subtalamikus otak, sementara bagian lain kurang terkena, dan tanda-
tanda klinis yang muncul biasanya adalah letargi, tidak nafsu makan, rigiditas, opistotonus,
menangis bernada tinggi, demam, dan kejang yang muncul secara berurutan; pada dasarnya, hal
ini terjadi akibat penumpukkan berlebihan bilirubin tidak terkonjugasi di neuron, dan pasien
yang selamat sendiri, sering menderita serebral palsi tipe koreoatreoid, tulis, retardasi mental,
dan defek neurologic lainnya selama masa pertumbuhannya, namun dibalik itu semua, ada
konsekuensi yang mungkin pasti terjadi apabila bayi didiagnosa mengalami kernikterus, yakni
menurunnya atau berkurangnya kemampuan kognitifnya.
5,9,12
44

Prognosis
Prognosis dari breast feding jaundice adalah baik jika tidak ditemukan adanya indikasi
lain penyebab ikterus.

Ikterus Et Causa Sepsis
Sepsis sendiri pada bayi baru lahir, atau neonatal sampai sekarang masih menjadi
masalah yang belum terpecahkan, baik di negara yang berkembang maupun negara yang maju,
hal ini masih menjadi masalah. Sepsis pada bayi baru lahir sendiri, merupakan infeksi aliran
darah yang bersifat invasive dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairang tubuh
seperit darah, cairan sumsum tulang ataupun air kemih, dan lebih banyak ditemukan pada bayi
beresiko, seperti bayi kurang bulan, bayi dengan berat badan lahir rendah, bayi dengan sindrom
gangguan napas, ataupun bayi yang lahir dari ibu beresiko; dan sepsis ini dibagi dalam dua
kelompk, yaitu sepsis awitan dini, dan awitan lambat, dimana sepsis awitan dini ditemukan pada
hari-hari pertama kehidupan (umur di bawah 3 hari), dan infeksinya biasanya vertical, yakni dari
ibu ke anak; sementara sepsis awitan lambat terjadi karena kuman yang berasal dari lingkungan
di sekitar bayi, dan biasanya menyerang 3 hari setelah lahir.
3

Untuk jenis bakterinya, ataupun virusnya sebetulnya sangat beragam. Gejala klinis yang
timbulpun sebetulnya tidak jauh berbeda, namun saya akan membahas bakteri apa saja, atau
virus apa saja yang dapat menyebabkan ikterus pada anak/bayi baru lahir, meskipun hal tersebut
memang sulit untuk dilakukan.
Anamnesis
Seperti biasa, dalam anamnesis, selalu tanyakan terlebih dahulu mengenai identitas, dan
juga keluhan utama. Kemudian barulah kita tanyakan segala sesuatu yang berkaitan dengan
keluhan utama pasien.
Apakah kuningnya hanya pada kulit saja, atau bagian lain yang menjadi kuning ?
(Bervariasi, bisa seluruh badan ataupun bagian lainnya)
45

Kapan munculnya kuning ini pada anak ibu ? (Sebelum 24 jam, antara 24-72 jam,
atau setelah 72 jam) Antara 24 jam-72 jam biasanya, tapi bisa lebih dari 72 jam.
Apakah ibu dan anak/bayi ibu memiliki perbedaan rhesus pada darahnya ? Tidak
ada
Apakah ketika masa gestasi atau kehamilan ibu pernah mengalami infeksi virus,
misalnya toxoplasma, rubella, CMV, herpes, malaria, ataupun bakteri lainnya ?
Biasanya infeksinya tidak akan disadari, bisa saja infeksinya asimptomatik. Namun
bisa dijawab iya ada, bisa juga tidak karena asimptomatik tadi.
Apakah bapak/ibu pernah menderita hepatitis yang disebabkan oleh virus, terutama
hepatitis B, dan C sebelumnya ? Kepada bapak = ditakutkan ayah/bapak
mengalami hepatitis virus B, ataupun C dan menularkannya kepada istrinya melalui
hubungan seksual; sementara kepada ibu, ditakutkan demikian.
Apakah ibu/bapak merupakan pengguna obat-obatan terlarang (maaf) ? Bisa iya,
bisa juga tidak. (Bervariasi)
Apakah selama iu dalam keadaan mengandung atau hamil, apakah pernah mengalami
demam-demam, lesu, anorexia ? Ada kemungkinan dijawab ada (Apabila benar-
benar disebabkan oleh virus hepatitis)
Apakah ibu/ayah memiliki kelainan genetik, terutama hal yang berkaitan dengan
kelainan genetik pada darah ? Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah proses kelahiran anak ibu lancar atau justru mengalami beberapa hambatan ?
Bervariasi, namun biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah ibu sebelumnya pernah mengalami trauma pada perut ibu sebelum proses
persalinan ? Bervariasi juga, namun biasanya akan dijawab tidak ada.
Pada saat proses kelahiran anak ibu, ibu apakah ibu pergi ke dokter atau bidan, atau
mungkin ke tempat lainnya ? Bervariasi, akan tetapi biasanya sepsis ini dapat
terjadi akibat proses kelahirannya tidak ditangani secara asepsis, dimana biasanya
akan dijawab di luar dokter ataupun bidan. Tetapi tidak menutup kemungkinan
dijawab ke dokter ataupun ke bidan.
Bagaimana kelancaran dalam pemberian ASI terhadap anak/bayi ibu ? Biasanya
akan dijawab lancar.
46

Apakah anak ibu yang sebelumnya pernah mengalami hal yang sama ? Bervariasi,
bisa dijawab iya dan tidak.
Berapa frekuensi anak/bayi ibu buang air kecil dalam satu hari ? Biasanya akan
dijawab kurang atau dibawah 6-7 kali sehari.
Bagaimana ibu, warna feses pada anak/bayi ibu ketika buang air besar ?
Kemungkinan besar akan dijawab normal, atau seperti pada umumnya, yakni kuning
kecoklatan
Bagaimana ibu, warna urin pada anak/bayi ibu ketika buang air kecil ?
Kemungkinan besar akan dijawab normal juga, kuning.
Apakah anak/bayi ibu alergi terhadap obat-obatan ? Biasanya akan dijawab tidak
ada.
Apakah anak/bayi ibu secara aktif diberikan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik,
seperti paracetamol ? Biasanya akan dijawab tidak, kecuali pasien dalam keadaan
sakit.
Berapa berat lahir bayi/anak bapak atau ibu ketika dilahirkan ? Bervariasi, akan
tetapi kemungkinan besar akan dijawab di atas 2.500 gram. Namun masih ada
kemungkinan dijawab kurang dari 2.500 gram, karena kebanyakan sepsis pada bayi
baru lahir dialami oleh bayi berat badan lahir kurang.
Berapa masa gestasi atau kehamilan dari bayi/anak ibu ? Biasanya akan dijawab 38-
42 minggu, yang artinya dalam batasan normal. Akan tetapi bisa saja dijawab di
bawah 38 minggu, karena sepsis pada bayi baru lahir kebanyakan dialami oleh bayi
kurang bulan.
Berapa usia anak ibu saat ini ? (Dalam jam) Biasanya akan dijawab antara 24 jam
72 jam.
Apakah dalam keluarga ibu/ayah memiliki riwayat adanya penyakit hati ?
Biasanya akan dijawab iya. Akan tetapi bsia saja tidak ada, karena asimptomatik tadi.
Apakah pada proses persalinan ibu, terjadi penundaan pengikatan tali pusat ?
Biasanya akan dijawab tidak ada.
Berapa lama, atau jam ketuban ibu pecah saat ibu dalam proses persalinan ?
Jawaban yang akan diberikan bisa bervariasi. Apabila ketuban pecah sebelum dibawa
47

ke rumah sakit atau sarana kesehatan terdekat, bisa tanyakan hal yang sama, tetapi
sebelum masa persalinan, dan pasti jawaban yang diberikan akan bervariasi.
Kemudian tanyakan juga mengenai riwayat pribadi, sosial, dan penyakit keluarganya.
Yang dapat atau perlu ditanyakan juga riwayat vaksianasi virus hepatitis B, kemudian fakor
sosial ekonomi, dan juga gizi ibu apakah adekuat atau tidak. Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan, atau sebuah diagnosa. Karena dengan anamnesispun, diagnosa kemungkinam besar
sudah dapat diketahui. Jangan lupa tanyakan mengenai riwayat penyakit dahulunya.
Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik, sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, yakni pada
pemeriksaan fisik secara menyeluruh, baik umum maupun lokal, yang terdapat dari halaman 7
sampai 28.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang terhadap bayi yang baru lahir yang sangat disarankan adalah
pemeriksaan dengan kultur darah, dan juga pemeriksaan darah lengkap, serta jika bisa
bilirubinnya diperiksa; namun, jika pasien mampu menyanggupi biaya untuk pemeriksaan
penunjangnya, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yang lebih lengkap yang berupa
pemeriksaan kadar bilirubin serum total, kemudian pemeriksaan bilirubin direk, hitung darah
lengkap, hitung retikulosit dan asupan untuk morfologi darah tepi, golongan darah, tes antibody
direk, konsentrasi G6PD, albumin serum, dan urinalisis, skrining sepsis, serta kultur vagina ibu,
jaringan plasenta, skrining antigen cepat, gas darah, dan skrining koagulasi yang perlu
dipertimbangkan; namun untuk infeksi yang dicurigai akibat virus hepatitis, dapat dilakukan
diagnosis serologi sesuai dengan virus hepatitis yang dicurigai.
5,8,11

Etiologi
Etiologi dari kasus ikterus et causa sepsis ini sebetulnya sangat banyak, dan beragam.
Indikasinya tentunya berhubungan dengan suatu spesies mikroorganisme, seperti virus, dan juga
bakteri. Yang paling berkaitan adalah infeksi virus, yang akan saya bahas terlebih dahulu.
Dimana infeksi virus yang tersering adalah virus hepatitis B, dan C, meskipun virus hepatitis C
48

memiliki kemungkinan yang kecil untuk ditularkan melalui jalan lahir, atau perinatal.
11
Berikut
akan saya bahas sedikit mengenai kedua virus ini.
Virus Hepatitis B (HBV), merupakan virus yang memiliki masa inkubasi 15-180 hari,
dengan rata-rata 60-90 hari, dimana pada 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi
hepatitis kronik, dan viremia yang persisten, dimana infeksi persisten dihubungkan dengan
hepatitis kronik, sirosis, dan kanker hati, ditambah cara transmisi virus ini melalui maternal-
neonatal, maternal-infant dapat terjadi; dan ini juga berlaku bagi Virus Hepatitis D (HDV), yang
juga dapat menyerang bersamaan dengan timbulnya Virus Hepatitis B (HBV).
11
Jadi hal ini
cukup menyulitkan, karena bisa banyak dugaan mikroorganisme yang menyebabkan ikterus pada
neonatal.
Dan selanjutnya adalah Virus Hepatitis C (HCV), dimana virus ini memiliki masa
inkubasi 15-160 hari, dengan puncaknya pada sekitar hari ke 50, dan viremia yang
berkepanjangan dan infeksi yang persisten umum dijumpai (55-85%) dengan distribusi geografik
yang luas, dan infeksi yang menetap berhubungan dengan hepatitis kronik, sirosis, kanker hati,
meskipun cara transmisi maternal-neonatalnya kemungkinannya kecil.
11
Meskipun demikian,
infeksi dari virus ini juga tidak bisa disepelekan, karena penularan melalui penggunaan obat-
obatan terlarang melalui jarum suntik dapat dimungkinkan terjadi.
Tidak menutup kemungkinan juga, bahwa virus HIV atau infeksi HIV dapat terjadi pada
neonatal, yang memiliki jalur utama berupa transmisi vertical, terutama saat kelahiran,
transplasental, dan juga melalui ASI, dan bahkan angka transmisi vertical ketika ibu menyusui
dna tanpa adanya intervensi apapun adalah 25-40%.
8
Jadi, sebetulnya banyak sekali virus yang
dapat menyebabkan sepsis pada neonatal, meskipun yang menyebabkan ikterus tidak semua.
Hal tersebut sendiri, apabila dilihat dari dua virus yang dapat menimbulkan ikterus.
Namun, masih ada beberapa infeksi dari mikroorganisme seperti virus ataupun bakteri lainnya
yang dapat menyebabkan ikterus dengan mekanisme, atau patofisiologi yang berbeda, misalnya
infeksi TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes), malaria, dan bakteri lainnya
yang mekanismenya melalui hemolisis darah, yang mengakibatkan terjadinya ikterus, sebagai
salah satu gejala yang muncul; namun tidak menutup kemungkinan juga disebabkan oleh bakteri
lainnya, seperti kuman gram negatif berupa kuman enteric seperti Enterobacter sp, Klebsiella sp,
49

dan Coli sp, bahkan beberapa penyebab dari sepsis pada neonatal terjadi akibat infeksi
nosokomial yang terjadi di rumah sakit.
3,8
Berikut tabel yang menunjukkan kuman penyebab
sepsis bayi baru lahir di beberapa rumah sakit di Indonesia.
Tabel 4. Kuman Penyebab Sepsis BBL di Beberapa Rumah Sakit Indonesia
3

Peneliti Tempat
Jumlah kultur darah
positif
Mikroorganisme
terbanyak
Suarca (2004) RS Sanglah, Denpasar 104 Staphlococcus
coagulated-negative,
Enterobacter sp,
Klebsiella sp
Siswanto (2004) NICU RS Harapan Kita,
Jakarta
264 Serratia sp,
Klebsiella
pneumonia,
Enterobacter
aerogenes,
Klebsiella sp,
P.aeruginosa
Rohsiwatmo (2005) RSCM, Jakarta 320 Acinebacter
calciaceticius,
Enterobacter sp,
Staphylococcus sp
Yuliana (2006) RS Hasan Sadikin,
Bandung
53 Staphylococcus
epidermidis,
Burkholderia
cepacia, Klebsiella
pneumonia
Sofiah F (2006) RS Moh. Husein,
Palembang
36 Acinetobacter
calcoaceticius,
Klebsiella
pneumonia,
50

Staphylococcus
epidermidis,
Streptococcus
viridians
Rahman (2006) RS Sutomo, Surabaya 36 Staphylococcus
coagulated-negative,
Acinetobacter,
Enterobacter
aerogenes,
Klebsiella
pneumoniae

Perbedaan ini sendiri belum diketahui secara pasti, meski demikian, beberapa hipotesis
yang sering dikemukakan karena, tingginya angka kejadian kolonisasi kuman pada ibu;
kemudian perbedaan pola kuman ynag berada di lingkungan ibu dan bayi; perbedaan dalam
respons imun dan faktor-faktor genetic dari populasi; perbedaan dalam melakukan analisa
mikrobiologik yang dilaksanakan di masing-masing negara; dna yang terakhir adalah perbedaan
dalam tingkat pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan masing-masing negara.
3

Manifestasi Klinis
Untuk manifestasi klinisnya atau gejala kliniknya, adalah terjadi warna kuning pada
sclera, kulit, dan jaringan lain akibat penimbunan bilirubin; namun biasanya hal tersebut
merupakan gejala lain yang dapat muncul pada sepsis neonatal, dimana selain hal tersebut yang
dapat muncul, takikardiapun dapat muncul, bayi lahir dengan afiksia, bayi tampak lemah dengan
kondisi hipo/hipertermia, kemudian hipoglikemia ataupun hiperglikemia, yang kemudian dapat
muncul juga disertai dengan gambaran klinis dengan disfungsi multiorgan apabila memang
sudah parah, dan berat infeksinya dan berujung pada kematian.
3
Berikut tabel yang menunjukkan
gambaran klinis disfungsi multiorgan pada bayi.
Tabel 5. Gambaran Klinis Disfungsi Multiorgan pada Bayi
3

51

Gangguan Organ Gambaran Klinis
Kardiovaskular Tekanan darah sistolik <40 mmHg
Denyut jantung <50 atau >220/menit
Terjadi henti jantung
PH darah <7,2 pada PaCO
2
normal
Kebutuhan akan intropik untuk
mempertahankan tekanan darah normal
Saluran napas Frekuensi napas >90/menit
PaCO
2
<40 mmHg
Memerlukan ventilasi mekanik
FiO
2
<200 tanpa kelainan jantung
sistolik
System hematologik Hb <5 g/dL
WBC < 3.000 sel/mm
3

Trombosit < 20.000
D-dimer > 0,5 ug/ml pada PTT > 20
detik atau waktu tromboplastin > 60
detik
SSP Kesadaran menurun disertai
dengandilatasi pupil
Gangguan ginjal Ureum > 100 mg/dL
Creatinin > 20 mg/dL
Gastroenterologi Perdarahan gastrointestinal, disertai
dengan penurunan HB > 2g%,
hipotensi, perlu transfusi darah atau
operasi gastrointestinal
Hepar Bilirubin total > 3mg%

Tentunya gejala-gejala klinik seperti demam, mual, muntah, letargi, anoreksia, dehidrasi
mungkin menjadi gejala penyerta yang paling umum apabila terinfeksi oleh suatu virus ataupun
52

bakteri lainnya, namun tidak menutup kemungkinan ada gejala-gejala klinik lainnya, dan bahkan
tidak jarang dapat menyebabkan kematian pada neonatal.
3,8,11
Berikut gambar yang menunjukkan
salah satu gejala yang sering muncul pada sepsis neonatal, yang diikutin dengan ikterus.

Gambar No.18 Muntah pada Bayi Gambar No.19 Demam pada Bayi
Patofisiologi
Patofisologi terjadinya ikterus et causa sepsis sebetulnya sangat beragam sekali, dan
tergantung dari mikroorganisme atau virus, dan bakteri penyebabnya. Jika terjadi karena infeksi
TORCH, malaria, dan juga bakteri yang bersifat hemolisis, maka ikterus et causa sepsis dapat
terjadi karena ada proses penghancuran atau proses lisis pada darah, terutama sel darah merah,
sehingga menyebabkan peningkatan yang tinggi pada bilirubin indireknya; sementara
kemampuan pada hati bayi, terutama kemampuan kerjanya dalam menghasilkan enzim
glukuronil transferase misalnya untuk mengkonjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk
belum optimal, sehingga kondisi ikterus dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dengan terinfeksi
TORCH, malaria, dan bakteri bersifat patogenik; dan dapat dipastikan, ikterus et causa sepsis
seperti ini, dapat digolongkan sebagai ikterus prahepatik, dimana ikterus ini terjadi akibat
produksi bilirubin yang meningkat, yang seperti sudah saya katakan, yakni adanya hemolisis sel
darah merah (ikterus hemolitik), dimana kapasitas sel hati sendiri untuk mengadakan konjugasi
terbatas apalagi jika disertai dengan adanya disfungsi sel hati, yang mengakibatkan bilirubin
indirek akan meningkat, namun dalam batasan tertentu, bilirubin direk juga meningkat, dan akan
segera dieksresikan ke dalam saluran pencernaan, sehingga didapatkan peninggian kadar
urobilinogen di dalam tinja; namun untuk infeksi dari hepatitis sendiri, hal ini berkaitan dengan
53

sistem imun yang bertanggung jawab untuk terjadinya kerusakan sel hati, yang melibatkan
respons CD8, dan CD4 sel T, dan produksi sitokin di hati serta sistemik, dan bisa juga
disebabkan oleh efek sitopatik langsung dari virus, sehingga menyebabkan sel-sel hati menjadi
rusak, dan menyebabkan fungsi hati menjadi terganggu, ini juga sering disebut dengan ikterus
hepatoseluler (hepatic), dimana kerusakkan sel hati yang ditimbulkan menyebabkan konjugasi
bilirubin terganggu, sehingga bilirubin direk akan meningkat dan kerusakan ini akan
menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke
dalam sel hati yang kemudian akan menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam
aliran darah, dan kemudian bilirubin direk ini akan larut dalam air, sehingga mudah dieksresikan
oleh ginjal ke dalam air kemih.
10,11
Berikut tabel yang menunjukkan gambaran khas ikterus
hemolitik, hepatoseluler, dan obstruktif.
Tabel 6. Gambaran Khas Ikterus Hemolitik, Hepatoseluler, dan Obstruktif
12

Gambaran Hemolitik Hepatoselular Obstruktif
Warna kulit Kuning pucat Oranye-kuning muda
atau tua
Kuning-hijau muda
atau tua
Warna urine Normal (atau gelap
dengan urobilin)
Gelap (bilirubin
terkonjugasi)
Gelap (bilirubin
terkonjugasi)
Warna feses Normal, atau gelap
(lebih banyak
sterkobilin)
Pucat (lebih sedikit
sterkobilin)
Warna dempul
(tidak ada
sterkobilin)
Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap
Bilirubin serum
indirek atau tak
terkonjugasi
Meningkat Meningkat Meningkat
Bilirubin serum
direk atau
terkonjugasi
Normal Meningkat Meningkat
Bilirubin urine Tidak ada Meningkat Meningkat
Urobilinogen urine Meningkat Sedikit meningkat Menurun

54




Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan dari ikterus et causa sepsis, perlu diperhatikan sepsis yang
disebabkan oleh apa dan seperti apa gejala yang ditimbulkan terlebih dahulu. Untuk sepsisnya
sendiri, dapat diberikan antibiotic kombinasi, yang bertujuan untuk memperluas cakupan
mikroorganisme pathogen yang mungkin diderita pasien, dimana dapat diberikan golongan
ampisilin/kloksasilin/vankomisin, dan golongan aminoglikosid/sefalosporin, dimana lama
pemberiannya apabila terinfeksi oleh kuman gram positif, maka pemberian antibiotiknya
dianjurkan 10-14 hari, sementara kuman gram negatif, pemberiannya 2-3 minggu; pengobatan
tambahan lain yang dapat diberikan kepada pasien adalah pemberian immunoglobulin secara
intravena dimana pemberiannya ini diharapkan dapat meningkatkan antibody tubuh, serta
memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih, namun pemberian immunoglobulin ini
masih terkendala biaya, ditambah lagi masih dalam tahap penelitian lebih lanjut; kemudian
pemberian fresh frozen plasma (FFP) dapat dilakukan, dimana hal ini dimaksudkan untuk
mengatasi perubahan hematologic, dan gangguan koagulasi yang ditemukan pada perjalanan
penyakit sepsis neonatal; dan yang terakhir adalah tindakan transfusi tukar, dimana ini
merupakan terapi tambahan, yang tidak jarang dilakukan, dimana tindakan ini bertujuan untuk
mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediator-mediator penyebab sepsis,
kemudian memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen
dalam darah, dan memperbaiki sistem imum dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai
antibody yang mungkin terkandung dalam darah donor, namun terapi ini masih terkendala
sulitnya pelaksanaan, dan tidak semua daerah memiliki kemampuan untuk melakukan hal ini,
ditambah dengan resiko timbulnya reaksi transfusi yang dapat terjadi.
3
Namun dalam kasus
sepsis ini, dipertimbangkan juga untuk dilakukannya fototerapi juga. Dan tidak menutup
kemungkinan orang tuanya, terutama ibunya yang diterapi.
Untuk kasus hepatitis B bisa diberikan lamivudin yang merupakan antivirus dengan dosis
1 mg/kgBB, bila perlu hingga 100 mg/hari untuk anak-anak, dengan lama terapi mencapai 1
tahun (HBeAg negative) bahkan lebih dari satu tahun (HBe positif), bisa juga menggunakan
55

adefovir dengan dosis tinggal 10 mg per hari untuk dewasa; sementara untuk anaknya
disesuaikan; kemudian entecavir dengan dosis peroral pada orang dewasa 0,5 mg/hari, sementara
untuk anak disesuaikan; bisa juga menggunakan obat yang sifatnya imunomodulator seperti
interferon- dengan dosis pada anak-anak 6 MU/m
2
tiga kali perminggu selama 4-6 bulan, untuk
yang terkena HCV, biasanya dikombinasikan dengan ribavirin pemberiannya.
13

Edukasi
Edukasi dari kasus yang dihadapi yang harus diberikan kepada orang tua pasien terutama
adalah untuk sementara waktu lakukan penghentian pemberian ASI, apabila dicurigai bahwa ASI
ibunya menjadi awal terjadi transmisi virus atau bakteri patogen; dengan adanya penghentian
ASI sementara, maka dapat disarankan kepada orang tua pasien agar memberikan susu formula
untuk sementara waktu, ataupun ASI yang berasal dari individu lainnya; menyarankan kepada
orang tua pasien agar mengonsumsi obat secara teratur, dan tidak menutup kemungkinan orang
tuanya, terutama ibunya diterapi juga, sehingga nasehat ini dapat diberikan; selalu ingatkan
kepada orang tua pasien, agar selalu melakukan monitoring atau observasi berat badan, BAK,
dan BAB dari bayi/anak mereka, dimana hal ini dapat dilakukan di rumah sakit, atau sarana
kesehatan terdekat; jaga kondisi bayi agar tetap sehat, dan senyaman mungkin; kemudian hindari
obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi, misalnya sulfafurazole, dan novobiosin; jangan
lupa ingatkan kepada orang tua pasien, agar selalu melakukan control ke rumah sakit atau sarana
pelayanan kesehatan lainnya, untuk memantau perkembangan ikterus bayinya; apabila tidak ada
indikasi penularan melalui ASI, maka ASI menjadi pilihan utama dalam asupan nutrisi bayi/anak
baru lahir, dan harus diberikan segera, dan sesering mungkin; menyarankan pasien agar
dilakukan vaksin, apabila pemberian vaksin belum dilakukan, terutama vaksin hepatitis.
2,3

Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul akibat icterus et causa sepsis, salah satunya adalah
kernicterus, dimana kondisi ini dapat terjadi apabila bilirubin tak terkonjugasi pada bayi baru
lahir melampaui 20 mg/dL, dan keadaan ini bisa timbul bila suatu proses hemolitik (seperti
eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir dengan defisiensi glukuronil transferase yang
normal, dimana kernikterus ini timbul akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi pada daerah
ganglia basalis yang banyak mengandung lemak, dan apabila keadaan ini tidak diobati, makan
56

dapat menyebabkan kematian, ataupun kerusakkan neurologis yang berat; intinya, kernikterus
atau ensefalopati bilirubin ini, secara patologis ditandai dengan pewarnaan bilirubin dan nekrosis
neuron di ganglia basa, korteks hipokampus, dan nucleus subtalamikus otak, sementara bagian
lain kurang terkena, dan tanda-tanda klinis yang muncul biasanya adalah letargi, tidak nafsu
makan, rigiditas, opistotonus, menangis bernada tinggi, demam, dan kejang yang muncul secara
berurutan; pada dasarnya, hal ini terjadi akibat penumpukkan berlebihan bilirubin tidak
terkonjugasi di neuron, dan pasien yang selamat sendiri, sering menderita serebral palsi tipe
koreoatreoid, tulis, retardasi mental, dan defek neurologic lainnya selama masa pertumbuhannya,
namun dibalik itu semua, ada konsekuensi yang mungkin pasti terjadi apabila bayi didiagnosa
mengalami kernikterus, yakni menurunnya atau berkurangnya kemampuan kognitifnya.
5,9,12
Kemudian ada juga komplikasi yang dapat ditimbulkan diluar icterusnya itu, dimana
icterus dianggap sebagai salah satu gejala yang timbul saja, dan tidak terlalu menonjol. Dan hal
tersebut digambarkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 6. Gambaran Klinis Disfungsi Multiorgan pada Bayi
3

Gangguan Organ Gambaran Klinis
Kardiovaskular Tekanan darah sistolik <40 mmHg
Denyut jantung <50 atau >220/menit
Terjadi henti jantung
PH darah <7,2 pada PaCO
2
normal
Kebutuhan akan intropik untuk
mempertahankan tekanan darah normal
Saluran napas Frekuensi napas >90/menit
PaCO
2
<40 mmHg
Memerlukan ventilasi mekanik
FiO
2
<200 tanpa kelainan jantung
sistolik
System hematologik Hb <5 g/dL
WBC < 3.000 sel/mm
3

Trombosit < 20.000
57

D-dimer > 0,5 ug/ml pada PTT > 20
detik atau waktu tromboplastin > 60
detik
SSP Kesadaran menurun disertai
dengandilatasi pupil
Gangguan ginjal Ureum > 100 mg/dL
Creatinin > 20 mg/dL
Gastroenterologi Perdarahan gastrointestinal, disertai
dengan penurunan HB > 2g%,
hipotensi, perlu transfuse darah atau
operasi gastrointestinal
Hepar Bilirubin total > 3mg%

Dari hal itu semua, akibat yang dapat ditimbulkan adalah gangguan-gangguan yang
berkaitan dengan organnya, yang dapat menimbulkan kematian.
Prognosis
Prognosis dari kasus ini dapat dikatakan baik apabila pasien atau bayi yang baru lahir
tersebut segera mendapat tindakan medis yang cepat, dan tepat. Namun tidak menutup
kemungkinan dapat menjadi buruk apabila tindakan medis tidak segera diberikan, ataupun
tindakan medis yang diberikan tidak tepat atau sesuai.

Inkompatibilitas Golongan Darah
Ikterus yang disebabkan inkompatibilitas golongan darah, kurang lebih memiliki
patofisologi yang sama dengan ikterus et causa sepsis. Untuk lebih lengkapnya, saya akan
membahasnya dari anamnesis hingga prognosisnya.
Anamnesis
58

Seperti biasa, anamnesis yang dilakukan pada awal kehadiran pasien ke tempat kita
adalah menanyakan identitas, kemudian tanyakan mengenai keluhan utama yang penting. Setelah
itu baru tanyakan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keluhan utamanya.
Apakah kuningnya hanya pada kulit saja, atau bagian lain yang menjadi kuning ?
Biasanya akan dijawab bervariasi.
Kapan munculnya kuning ini pada anak ibu ? (Sebelum 24 jam, antara 24-72 jam,
atau setelah 72 jam) Biasanya akan dijawab sebelum 24 jam, atau 24 jam
pertama.
Apakah ibu dan anak/bayi ibu memiliki perbedaan rhesus pada darahnya ?
Biasanya akan dijawab iya.
Kalau boleh tahu, apa golongan darah ibu ? (Dengan asumsi, sudah mengetahui
golongan darah anak, jadi dapat diketahui apakah nantinya ada perbedaan
golongan darah atau tidak) Biasanya akan dijawab berbeda atau tidak ada
perbedaan atau sama.
Apakah ibu/ayah memiliki kelainan genetik, terutama hal yang berkaitan dengan
kelainan genetik pada darah ? Biasanya akan dijawab iya.
Maaf ibu, kalau boleh tahu ini anak keberapa ya ? Biasanya bisa dijawab
pertama ataupun kedua, apabila memang ada masalah dengan inkompabilitas
darah.
Apakah ketika masa gestasi atau kehamilan ibu pernah mengalami infeksi virus,
misalnya toxoplasma, rubella, CMV, herpes, malaria, ataupun bakteri lainnya ?
Biasanya akan dijawab tidak.
Apakah proses kelahiran anak ibu lancar atau justru mengalami beberapa
hambatan ? Biasanya akan dijawab iya.
Apakah ibu sebelumnya pernah mengalami trauma pada perut ibu sebelum proses
persalinan ? Biasanya akan dijawab iya.
Pada saat proses kelahiran anak ibu, ibu apakah ibu pergi ke dokter atau bidan,
atau lainnya ? Bervariasi.
Bagaimana kelancaran dalam pemberian ASI terhadap anak/bayi ibu ?
Biasanya akan dijawab lancar.
59

Berapa frekuensi anak/bayi ibu buang air kecil dalam satu hari ? Biasanya akan
dijawab 6-7 kali sehari (Normal)
Bagaimana ibu, warna feses pada anak/bayi ibu ketika buang air besar ?
Kemungkinan besar akan dijawab normal, atau seperti pada umumnya, yakni
kuning kecoklatan.
Bagaimana ibu, warna urin pada anak/bayi ibu ketika buang air kecil ?
Kemungkinan besar akan dijawab normal juga, kuning.
Apakah anak/bayi ibu alergi terhadap obat-obatan ? Biasanya akan dijawab
tidak ada.
Apakah anak/bayi ibu secara aktif diberikan obat-obatan yang bersifat
hepatotoksik, seperti paracetamol ? Biasanya akan dijawab tidak ada, kecuali
sakit.
Berapa berat lahir bayi/anak bapak atau ibu ketika dilahirkan ? Bervariasi,
akan tetapi kemungkinan besar akan dijawab di atas 2.500 gram. Namun masih
ada kemungkinan dijawab kurang dari 2.500 gram.
Berapa masa gestasi atau kehamilan dari bayi/anak ibu ? Biasanya akan
dijawab 38-42 minggu, yang artinya dalam batasan normal. Akan tetapi bisa saja
dijawab di bawah 38 minggu, yang disebut prematur.
Berapa usia anak ibu saat ini ? (Dalam jam) Biasanya akan dijawab kurnag
dari 24 jam atau lebih sedikit dari 24 jam.
Apakah dalam keluarga ibu/ayah memiliki riwayat adanya penyakit hati ?
Bervariasi, bisa iya bisa tidak.
Apakah pada proses persalinan ibu, terjadi penundaan pengikatan tali pusat ?
Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah pada anak/bayi ibu atau bapak terdapat gejala muntah, letargis, malas
menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu tidak
stabil ? Biasanya akan dijawab tidak ada.
Kemudian tanyakan juga mengenai riwayat pribadi, sosial, dan penyakit keluarganya.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, atau sebuah diagnosa. Karena dengan
anamnesispun, diagnosa kemungkinan besar sudah dapat diketahui. Jangan lupa tanyakan
mengenai riwayat penyakit dahulunya.
60

Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik, sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, yakni pada
pemeriksaan fisik secara menyeluruh, baik umum maupun lokal, yang terdapat dari halaman 7
sampai 28.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemeriksaan penunjang, sebetulnya pemeriksaan yang dapat dilakukan yang
terpenting adalah pemeriksaan darah lengkap, hitung retikulosit, dan apusan untuk morfologi
darah tepi; golongan darah dan tes antibodi direk (direct antibody test, DAT atau tes Coombs);
konsentrasi G6PD (glucose 6 phospate dehidrogenase); albumin serum; urinalisis kemudian
kadar bilirubin serum dan juga bilirubin direknya; namun apabila kondisi ekonomi pasien yang
kurang mendukung, dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap saja, terutama rhesus, dan
golongan darah, serta kadar bilirubinnya untuk kemudian didiagnosis dari hal tersebut ditambah
dengan anamnesis, serta gejala klinisnya.
3,5,8

Etiologi
Terjadinya ikterus akibat inkompatibilitas darah bisa disebabkan oleh kemudian
inkompatibilitas darah itu sendiri juga dapat menyebabkan timbulnya kuning, atau ikterus,
dimana ini terjadi kebanyakan pada golongan darah ibu O, golongan darah bayi A atau B, dan
IgG antihemolisin maternal melewati plasenta dan menyebabkan hemolisis pada bayi; kemudian
penyakit rhesus, dimana keadaan ini merupakan bentuk penyakit hemolitik yang paling berat,
dan berawal in utero, dimana saat lahir bayi mungkin mengalami anemia, hidrops, ikterus, dan
hepatosplenomegali, dan biasanya akan teridentifikasi pada skrining antenatal, namun kini
keadaan ini tidak umum ditemukan akibat adanya profilaksis.
8

Manifestasi Klinik
Untuk manifestasi klinisnya atau gejala kliniknya, adalah terjadi warna kuning pada
sklera, kulit, dan jaringan lain akibat penimbunan bilirubin; ditambah bayi yang baru lahir bisa
mengalami anemia, hidrops, dan hepatosplenomegali untuk penyakit rhesusnya, kemudian untuk
inkompatibilitas darahnya sendiri, dapat terjadi anemia yang berkembang selama beberapa
61

minggu pertama kehidupan bayi yang baru lahir, yang tentunya membutuhkan pengawasan lebih
lanjut; bisa juga ditemukan adanya peningkatan kecepatan denyut nadi, dan pernapasan.
8,9

Patofisiologi
Untuk patofisiologinya, ikterus yang ditimbulkan oleh inkompatibilitas golongan darah
dapat digolongkan sebagai ikterus prahepatik, dimana ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin
yang meningkat, yakni adanya hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik), dimana kapasitas
sel hati sendiri untuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi jika disertai dengan adanya
disfungsi sel hati, yang mengakibatkan bilirubin indirek akan meningkat, namun dalam batasan
tertentu, bilirubin direk juga meningkat, dan akan segera dieksresikan ke dalam saluran
pencernaan, sehingga didapatkan peninggian kadar urobilinogen di dalam tinja namun ini terjadi
karena adanya perbedaan golongan darah dimana pada perbedaan rhesus, hal ini dapat terjadi
karena ibu yang tidak memiliki antigen Rh (misalnya ibu Rh -), pada sel-sel darah merahnya
membentuk antibody terhadap antigen tersebut apabila ia terpajan oleh antigen yang terdapat
pada sel darah merah janinnya, kemudian wanita Rh negative dapat terpajan pada antigen Rh
apabila ayah bayinya Rh positif dan janinnya membawa sifat tersebut, dan karena banyaknya
antibody maternal yang dihasilkan terhadap sel darah merah janin, maka dapat terjadi lisis sel
darah merah janin yang berlebihan, dimana lisis sel darah merah tersebut menyebabkan
pelepasan bilirubin serta aglutinasi (penggumpalan) sel, dan hal ini dapat terjadi sebelum
ataupun sewaktu kelahiran, sehingga kapasitas hati bayi yang memang sudah rendah tersebut
dibebani secara berlebihan untuk mengonjugasi bilirubin; biasanya seorang wanita akan
membentuk antibody terhadap antigen Rh janin hanya setelah beberapa kali kehamilan, atau
keguguran sehingga ia mengalami pajanan ulang terhadap antigen tersebut.
9,10

Penatalaksanaan
Untuk kasus ringan, fototerapi dapat menyembuhkan penyakitnya dimana bayi dengan
usia kehamilan 35-37 minggu yang diperbolehkan untuk fototerapi pada kadar bilirubin total
sekitar medium risk line, dan boleh dilakukan di rumah sakit atau di rumah apabila kadar
bilirubin total 2-3 mg/dL dibawah batas normal, sementara yang faktor resikonya tinggi
dilakukan di rumah sakit, kemudian efek samping yang dapat ditimbulkan antara lain adalaha
perubahan suhu dan metabolic lainnya, perubahan kardiovaskuler, status cairan, fungsi saluran
62

cerna, perubahan aktivitas, perubahan berat badan, efek okuler, perubahan kulit, perubahan
enodkrin, perubahan hematologi, perhatian terhadap perilaku psikologis; namun pada kasus yang
sedang atau parah, bayi harus ditransfusi darah tukar, dimana bayi ditransfusi darah Rh positif
yang tidak mengandung antibody Rh, dan transfusinya sendiri dilanjutkan sampai dua kali
volume darah bayi telah diganti, dan kadar bilirubinnya berkurang, keuntungan lain dari terapi
ini juga mengatasi anemianya, dan sebagian janin Rh positif yang beresiko meninggal dalam
kandungan juga dapat diterapi sebelum lahir dengan transfuse sel darah merah; aspek terpenting
dari pengobatan penyakit ini adalah pencegahan penyakit melalui identifikasi ibu yang beresiko
membentuk antibody Rh, dimana wanita yang memiliki Rh negative tersebut dapat diberikan
dengan Rh positif dalam bentuk terkonsentrasi, yang disebut dengan immunoglobulin Rh
(RhoGAM).
3,9

Edukasi
Edukasi yang dapat disampaikan atau diberikan kepada orang tua dari pasien adalah
nasihat agar selalu memberikan ASI sebagai asupan nutrisi utama pada bayi/anak; sarankan
kepada orang tua bayi agar sesegera mungkin meminumkan ASI kepada anaknya, dan sesering
mungkin; jelaskan kepada orang tua pasien, bahwa untuk kehamilan pertama tidak ada masalah,
begitu juga dengan kehamilan kedua, namun untuk kehamilan ketiga resiko untuk terjadinya
kematian janin atau keguguran akan lebih besar, karena adanya eritroblastosis fetalis; apabila
pasien sudah mengetahui resiko kehamilan ketiga, sarankan kepada pasien agar tidak
mengandung atau hamil lagi; selalu ingatkan kepada orang tua pasien, agar selalu melakukan
monitoring atau observasi berat badan, BAK, dan BAB dari bayi/anak mereka, dimana hal ini
dapat dilakukan di rumah sakit, atau sarana kesehatan terdekat; jaga kondisi bayi agar tetap sehat,
dan senyaman mungkin; kemudian hindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi,
misalnya sulfafurazole, dan novobiosin; jangan lupa ingatkan kepada orang tua pasien, agar
selalu melakukan control ke rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya, untuk
memantau perkembangan ikterus bayinya; menyarankan pasien agar dilakukan vaksin, apabila
pemberian vaksin belum dilakukan, terutama vaksin hepatitis.
2,3,8


63

Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul apabila bayi selamat, namun penanganannya tidak tepat
dan cepat salah satunya adalah kernicterus, dimana kondisi ini dapat terjadi apabila bilirubin tak
terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20 mg/dL, dan keadaan ini bisa timbul bila suatu
proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir dengan defisiensi
glukuronil transferase yang normal, dimana kernikterus ini timbul akibat penimbunan bilirubin
tak terkonjugasi pada daerah ganglia basalis yang banyak mengandung lemak, dan apabila
keadaan ini tidak diobati, makan dapat menyebabkan kematian, ataupun kerusakkan neurologis
yang berat; intinya, kernikterus atau ensefalopati bilirubin ini, secara patologis ditandai dengan
pewarnaan bilirubin dan nekrosis neuron di ganglia basa, korteks hipokampus, dan nucleus
subtalamikus otak, sementara bagian lain kurang terkena, dan tanda-tanda klinis yang muncul
biasanya adalah letargi, tidak nafsu makan, rigiditas, opistotonus, menangis bernada tinggi,
demam, dan kejang yang muncul secara berurutan; pada dasarnya, hal ini terjadi akibat
penumpukkan berlebihan bilirubin tidak terkonjugasi di neuron, dan pasien yang selamat sendiri,
sering menderita serebral palsi tipe koreoatreoid, tulis, retardasi mental, dan defek neurologic
lainnya selama masa pertumbuhannya, namun dibalik itu semua, ada konsekuensi yang mungkin
pasti terjadi apabila bayi didiagnosa mengalami kernikterus, yakni menurunnya atau
berkurangnya kemampuan kognitifnya; kemudian untuk kelahiran anak pertama dan kedua tidak
ada masalah bagi anaknya, dan juga ibunya, namun untuk kelahiran ketiga, bisa timbul atau
munculnya ertitroblastosis fetalis yang menyebabkan kematian pada janin akibat keadaan
hemolisa pada janin yang hebat, dan hal ini tentunya dapat menyebabkan tekanan psikologis bagi
ibu atau orang tua sendiri.
5,9,12

Prognosis
Prognosis dari kasus ini dapat dikatakan baik, jika mendapatkan penanganan, dan
tindakan medis yang tepat, dan cepat, serta anak yang ditangani merupakan anak pertama
ataupun kedua dari pasangan yang berbeda rhesus terutama, atau berbeda golongan darah.
Namun tidak menutup kemungkinan dapat memburuk, apabila penanganan, atau tindakan medis
yang diberikan tidak tepat, dan cepat.

64

Perdarahan Tertutup Dari Trauma Kepala
Perdarahan tertutup dari trauma kepala dapat terjadi pada bayi baru lahir. Perdarahan ini
seringkali disebut dengan perdarahan intracranial. Berikut akan saya jelaskan dari anamnesisnya
hingga prognosisnya.
Anamnesis
Tentunya dalam langkah awal melakukan anamnesis, selalu tanyakan identitas, dan
keluhan utama, sebelum menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan keluhan utama.
Apakah kuningnya hanya pada kulit saja, atau bagian lain yang menjadi kuning ?
Bervariasi.
Kapan munculnya kuning ini pada anak ibu ? (Sebelum 24 jam, antara 24-72 jam,
atau setelah 72 jam) Biasanya akan dijawab antara 24-72 jam.
Apakah ibu dan anak/bayi ibu memiliki perbedaan rhesus pada darahnya ?
Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah ketika masa gestasi atau kehamilan ibu pernah mengalami infeksi virus,
misalnya toxoplasma, rubella, CMV, herpes, malaria, ataupun bakteri lainnya ?
Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah ibu/ayah memiliki kelainan genetik, terutama hal yang berkaitan dengan
kelainan genetik pada darah ? Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah proses kelahiran anak ibu lancar atau justru mengalami beberapa
hambatan ? Biasanya akan dijawab ada hambatan atau tidak lancar prosesnya
(kemungkinan besar).
Apakah ibu sebelumnya pernah mengalami trauma pada perut ibu sebelum proses
persalinan ? Biasanya akan dijawab ada (kemungkinan besar).
Pada saat proses kelahiran anak ibu, ibu apakah ibu pergi ke dokter atau bidan,
atau lainnya ? Biasanya akan dijawab kemungkinan besar bisa diluar dari
dokter maupun bidan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan akan dijawab di
dokter maupun di bidan.
Bagaimana kelancaran dalam pemberian ASI terhadap anak/bayi ibu ?
Biasanya akan dijawab lancar.
65

Berapa frekuensi anak/bayi ibu buang air kecil dalam satu hari ? Biasanya akan
dijawab 6-7 kali sehari (Normal)
Bagaimana ibu, warna feses pada anak/bayi ibu ketika buang air besar ?
Kemungkinan besar akan dijawab normal, atau seperti pada umumnya, yakni
kuning kecoklatan.
Bagaimana ibu, warna urin pada anak/bayi ibu ketika buang air kecil ?
Kemungkinan besar akan dijawab normal juga, kuning.
Apakah anak/bayi ibu alergi terhadap obat-obatan ? Biasanya akan dijawab
tidak ada.
Apakah anak/bayi ibu secara aktif diberikan obat-obatan yang bersifat
hepatotoksik, seperti paracetamol ? Biasanya akan dijawab tidak ada, kecuali
sakit.
Berapa berat lahir bayi/anak bapak atau ibu ketika dilahirkan ? Bervariasi,
akan tetapi kemungkinan besar akan dijawab di atas 2.500 gram. Namun masih
ada kemungkinan dijawab kurang dari 2.500 gram.
Berapa masa gestasi atau kehamilan dari bayi/anak ibu ? Biasanya akan
dijawab 38-42 minggu, yang artinya dalam batasan normal. Akan tetapi bisa saja
dijawab di bawah 38 minggu, yang disebut prematur.
Berapa usia anak ibu saat ini ? (Dalam jam) Biasanya akan dijawab kurnag
dari 24 jam atau lebih sedikit dari 24 jam.
Apakah dalam keluarga ibu/ayah memiliki riwayat adanya penyakit hati ?
Bervariasi, bisa iya bisa tidak.
Apakah pada proses persalinan ibu, terjadi penundaan pengikatan tali pusat ?
Biasanya akan dijawab tidak ada.
Apakah pada anak/bayi ibu atau bapak terdapat gejala muntah, letargis, malas
menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu tidak
stabil ? Biasanya akan dijawab tidak ada.
Kemudian tanyakan juga mengenai riwayat pribadi, sosial, dan penyakit keluarganya.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, atau sebuah diagnosa. Karena dengan
anamnesispun, diagnosa kemungkinan besar sudah dapat diketahui. Jangan lupa tanyakan
mengenai riwayat penyakit dahulunya.
66

Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik, sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, yakni pada
pemeriksaan fisik secara menyeluruh, baik umum maupun lokal, yang terdapat dari halaman 7
sampai 28.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemeriksaan penunjang yang paling disarankan adalah yang pertama adalah
menghitung kadar bilirubin serum, dan juga direknya, kemudian darah lengkap dengan CT scan,
atau rontgen daerah kepala; akan tetapi, jika pasien memiliki kemampuan ekonomi yang terbatas,
maka dapat disarankan untuk hanya melakukan pemeriksaan kadar bilirubin, dan kalau bisa
darah lengkap yang meliputi masa protrombin, uji trombosit, uji resistensi, hematokrit, dan
sebagainya dengan membuktikan diagnosa dari anamnesis, serta pemeriksaan fisik, ditambah
lagi dengan melihat gejala klinis yang muncul.
8

Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya perdarahan tertutup akibat trauma kepala sebetulnya
beragam sekali. Perdarahan tertutup akibat trauma kepala dapat dikelompokkan sebagai
perdarahan sesudah bayi dilahirkan, dimana keluhan ini biasanya akan timbul beberapa jam atau
beberapa hari kemudian yang ditandai dengan gejala perdarahan seperti renjatan, dan sebagainya,
yang sebetulnya faktor penyebabnya cukup beragam; bisa saja karena adanya trauma sebelum
terjadinya kelahiran ketika janin atau bayi masih di dalam kandungan; atau ada kemungkinan
dokter, bidan, atau pihak yang menangani proses persalinan atau kelahiran anak/bayinya
melakukan kesalahan.
10

Manifestasi Klinik
Tentunya bisa ditemukan adanya ikterus dimana terjadi warna kuning pada sklera, kulit,
dan jaringan lain akibat penimbunan bilirubin; penonjolan ubun-ubun yang besar, yang membuat
kepala menjadi besar, dan juga ada kemungkinan terjadinya hematoma sefal; kemudian adanya
gejala pucat, lemah, reaksi terhadap rangsangan berkurang, kesadaran menurun, bagian akral
tubuh bewarna keabu-abuan, nadi dan denyutan pembuluh darah talipusat lemah atau tidak
teraba, takikardia, bunyi jantung lemah, pernapasan dangkal, dan tidak teratur serta tidak ada
67

perbaikan dengan pemberian oksigen; PH di bawah 7,2; dan yang terakhir adalah perubahan
warna kulit yang kemerahan, yang menandakan bahwa oksigenisasi dalam peredaran darah bayi
sudah memenuhi kebutuhan.
10

Patofisiologi
Untuk patofisiologinya, ikterus yang ditimbulkan oleh inkompatibilitas golongan darah
dapat digolongkan sebagai ikterus prahepatik, dimana ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin
yang meningkat, yakni adanya hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik), dimana kapasitas
sel hati sendiri untuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi jika disertai dengan adanya
disfungsi sel hati, yang mengakibatkan bilirubin indirek akan meningkat, namun dalam batasan
tertentu, bilirubin direk juga meningkat, dan akan segera dieksresikan ke dalam saluran
pencernaan, sehingga didapatkan peninggian kadar urobilinogen di dalam tinja akibat banyak
darah yang keluar dan lisis dari tempat terjadinya trauma intracranial.
10

Penatalaksanaan
Bayi harus dirawat dalam incubator, atau dalam ruangan yang cukup hangat, sehingga
bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36 37 derajat celcius, kemudian perlu
diberikan pula vitamin K yang larut dalam air (vitamin K1 konakion), dan selanjutnya
bergantung kepada penyebab perdarahan, dan beratnya anemia, yaitu apakah diberikan transfuse
darah, transfuse tukar parsial terhadap bayi yang polisitemik, operasi juga dapat dilakukan
apabila memang sudah parah, dan tidak bisa ditangani dengan tindakan penatalaksanaan medika
mentosa; untuk penyakit kuningnya sendiri, atau ikterusnya dapat juga dilakukan dengan terapi
sinar, atau foto terapi.
10

Edukasi
Edukasi yang dapat disampaikan atau diberikan kepada orang tua dari pasien adalah
nasihat agar selalu memberikan ASI sebagai asupan nutrisi utama pada bayi/anak; sarankan
kepada orang tua bayi agar sesegera mungkin meminumkan ASI kepada anaknya, dan sesering
mungkin; kemudian sarankan orang tua pasien apabila tindakan medika mentosa tidak berhasil,
maka perlu dilakukan tindakan non medika mentosa, baik itu berupa transfusi darah, transfusi
tukar, sampai pembedahan; selalu ingatkan pasien, agar tidak lupa untuk memberikan vitamin K
68

yang sudah diresepkan; selalu ingatkan kepada orang tua pasien, agar selalu melakukan
monitoring atau observasi berat badan, BAK, dan BAB dari bayi/anak mereka, dimana hal ini
dapat dilakukan di rumah sakit, atau sarana kesehatan terdekat; jaga kondisi bayi agar tetap sehat,
dan senyaman mungkin; kemudian hindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi,
misalnya sulfafurazole, dan novobiosin; jangan lupa ingatkan kepada orang tua pasien, agar
selalu melakukan control ke rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya, untuk
memantau perkembangan ikterus bayinya; menyarankan pasien agar dilakukan vaksin, apabila
pemberian vaksin belum dilakukan, terutama vaksin hepatitis.
2,3,8,10
Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul apabila bayi selamat, namun penanganannya tidak tepat
dan cepat salah satunya adalah kernicterus, dimana kondisi ini dapat terjadi apabila bilirubin tak
terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20 mg/dL, dan keadaan ini bisa timbul bila suatu
proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir dengan defisiensi
glukuronil transferase yang normal, dimana kernikterus ini timbul akibat penimbunan bilirubin
tak terkonjugasi pada daerah ganglia basalis yang banyak mengandung lemak, dan apabila
keadaan ini tidak diobati, makan dapat menyebabkan kematian, ataupun kerusakkan neurologis
yang berat; intinya, kernikterus atau ensefalopati bilirubin ini, secara patologis ditandai dengan
pewarnaan bilirubin dan nekrosis neuron di ganglia basa, korteks hipokampus, dan nucleus
subtalamikus otak, sementara bagian lain kurang terkena, dan tanda-tanda klinis yang muncul
biasanya adalah letargi, tidak nafsu makan, rigiditas, opistotonus, menangis bernada tinggi,
demam, dan kejang yang muncul secara berurutan; pada dasarnya, hal ini terjadi akibat
penumpukkan berlebihan bilirubin tidak terkonjugasi di neuron, dan pasien yang selamat sendiri,
sering menderita serebral palsi tipe koreoatreoid, tulis, retardasi mental, dan defek neurologic
lainnya selama masa pertumbuhannya, namun dibalik itu semua, ada konsekuensi yang mungkin
pasti terjadi apabila bayi didiagnosa mengalami kernikterus, yakni menurunnya atau
berkurangnya kemampuan kognitifnya; kondisi anemiapun dapat terjadi pada bayi akibat
kekurangan darah.
5,9,10,12



69

Prognosis
Prognosis untuk kasus ini bisa dikatakan baik apabila mendapatkan perawatan atau
tindakan medis yang cepat, dan tepat. Namun tidak menutup kemungkinan dapat menjadi buruk
apabila perawatan atau tindakan medis yang diberikan kurang tepat, dan cepat.

Kesimpulan
Berdasarkan penjelesan yang telah saya paparkan, ditambah lagi dengan keterangan
kasus yang menyatakan bahwa seorang bayi laki-laki dilahirkan di sebuah rumah sakit, secara
normal pervaginam, dengan kondisi ibu berusia 26 tahun G1P1A0, dengan masa gestasi normal,
BBL 3.200 gram, PBL 48 cm, dan APGAR score yang baik, ditambah dengan aktif dan menyusu
dengan baik, dapat saya katakana bahwa apa yang dialami oleh bayi tersebut adalah ikterus
fisiologik.











70

Daftar Pustaka
1. Wilms JL, Scheneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik : evaluasi diagnosis dan
fungsi di bangsal. 1
st
ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.475.
2. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi pediatric nelson. 4
th
ed. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2010.h.223-48.
3. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku ajar neonatologi. 1
st
ed.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2012.h.72-184.
4. Santoso M. Pemeriksaan fisik dan diagnosis. 1
st
ed. Jakarta : Bidang Penerbit Yayasan
Diabetes Indonesia; 2004.h.2-14.
5. Rudolph AM, Rudolph CD, Lister GE, First LR, Gershon AA. Buku ajar pediatric
rudolph. 20
th
ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.242-58,1249-52.
6. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. 1
st
ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2008.h.1-11.
7. Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh ING, Wiradisuria S. Tumbuh
kembang anak dan remaja. 2
nd
ed. Jakarta : Sagung Seto; 2008.h.1-32.
8. Lissauer T, Fanaroff AA. At a glance neonatologi. 1
st
ed. Jakarta : Penerbit Erlangga;
2009.h.96-105.
9. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. 3
rd
ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2009.h.661-3.
10. Dahlan A, Musa DA, Aminullah A, Darmawan S, Sugiono M, Barlianta L, et al. Buku
kuliah ilmu kesehatan anak. 11
th
ed. Jakarta : Infomedika Jakarta; 2007.h.519-27,1093-
125.
11. Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 5
th
ed. Jakarta : Interna Publishing; 2009.h.634.
12. Price LA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6
th
ed. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.483-5.
13. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. 5
th
ed. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI; 2009.h.648-51.

Anda mungkin juga menyukai