Pertussis

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 8

1

Pendahuluan
Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent cough, dan di
Cina disebut batuk seratus hari. Sydenham yang pertama kali menggunakan istilah pertussis
(batuk kuat) pada tahun 1670. Istilah ini lebih disukai dari batuk rejan (whooping cough) karena
kebanyakan individu yang terinfeksi tidak berteriak (whoop artinya berteriak).
Pertusis yang berarti batuk yang sangat berat atau batuk yang intensif, merupakan
penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak
yang belum diimunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan yang menurun.
Pertusis masih merupakan penyebab terbesar kesakitan dan kematian pada anak, terutama
di negara berkembang. WHO memperkirakan lebih kurang 600.000 kematian disebabkan
pertussis setiap tahunnya terutama pada bayi yang tidak diimunisasi. Dengan kemajuan
perkembangan antibiotik dan program imunisasi makamortalitas dan morbiditas penyakit ini
mulai menurun.
.










2


Etiologi
Genus Bordetella mempunyai 4 spesies yaitu B.pertusis, B.parapertusis, B.bronkiseptika,
dan B.avium. Penyebab pertusis adalah Bordetella pertussis dan perlu dibedakan denga sindrom
pertusis yang disebabkan oleh Bordetella parapertusis dan adenovirus (tipe 1, 2, 3, dan 5).
Bordetella pertussis termasuk kokobasilus, gram negatif, kecil, ovoid, ukuran panjang 0,5 m
sampai 1 m dan dimeter 0,2 m sampai 0,3 m, tidak bergerak, tidak berspora, tumbuh pada
suhu kamar, aerob obligat, segera mati diluar saluran nafas. Dengan pewarnaan toluidin biru,
dapat terlihat granula bipoler metakromatik dan mempunyai kapsul. Untuk melakukan biakan
B.pertusis, diperlukan suatu media pembenihan yang disebut bordet gengou (potato-blood-
glycerol agar) yang ditambah Penisilin G 0,5 g/ml untuk menghambat pertumbuhan organisme
lain.
.Epidemiologi
Pertusis merupakan salah satu penyakit yang paling menular yang dapat menimbulkan
attack rate 80% sampai 100% pada penduduk yang rentan. Sampai saat ini manusia merupakan
satu-satunya host. Pertusis dapat ditularkan melalui udara secara kontak langsung yang berasal
dari droplet penderita selama batuk. Pertusis adalah penyakit endemik. Di Amerika Serikat
antara tahun 1932 sampai tahun 1989 telah terjadi 1.188 kali puncak epidemi pertusis.
Penyebaran penyakit ini terdapat di seluruh udara, dapat menyerang semua golongan umur, yang
terbanyak adalah anak umur di bawah 1 tahun. Makin muda usianya makin berbahaya
penyakitnya, lebih sering menyerang anak perempuan daripada laki-laki.
Di Amerika Serikat + 35% penyakit terjadi pada usia kurang dari 6 bulan, termasuk bayi
yang berumur 3 bulan. Sekitar 45% penyakit terjadi pada usia kurang dari 1 tahun dan 66% pada
usia kurang dari 5 tahun. Kematian dan jumlah kasus yang dirawat tertinggi terjadi pada usia 6
bulan pertama kehidupan. Antibodi dari ibu (transplansenta) selama kehamilan tidak cukup
untuk mencegah pertusis pada bayi baru lahir. Pertusis yang berat pada neonatus dapat ditularkan
dari ibu dengan gejala pertusis ringan. Kematian sangat menurun setelah diketahui bahwa
dengan pengobatan Eritromisin dapat menurunkan tingkat penularan pertusis, karena biakan
nasofaring akan negatif setelah 5 hari pengobatan.
3


Patogenesis
Bordetella pertussis setelah ditularkan melalui sekresi udara pernapasan kemudian
melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Mekanisme pathogenesis infeksi oleh Bordetella
pertussis terjadi melalui empat tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan terhadap mekanisme
pertahanan pejamu, kerusakan lokal dan akhirnya timbul penyakit sistemik. Filamentous
Hemaglutinin (FHA), Lymphosithosis Promoting Factor (LPF) / Pertusis Toxin (PT) dan protein
69-Kd berperan pada perlekatan Bordetella pertussis pada silia. Setelah terjadi perlekatan,
Bordetella pertussis kemudian bermultiplikasi dan menyebar ke seluruh permukaan epitel saluran
napas. Proses ini tidak invasif oleh karena pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama
pertumbuhan Bordetella pertusis, maka akan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan
penyakit yang dikenal dengan whooping cough. Toksin terpenting yang dapat menyebabkan
penyakit disebabkan karena pertusis toxin. Toksin pertusis mempunyai 2 sub unit yaitu A dan B.
Toksin sub unit B selanjutnya berikatan dengan reseptor sel target kemudian menghasilkan
subunit A yang aktif pada daerah aktivasi enzim membrane sel.
Efek LPF menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke daerah infeksi. Toxin mediated
adenosine diphosphate (ADP) mempunyai efek mengatur sintesis protein dalam membrane
sitoplasma, berakibat terjadi perubahan fungsi fisiologis dari sel target termasuk limfosit
(menjadi lemah dan mati), meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin, efek memblokir
beta adrenergic dan meningkatkan aktifitas insulin, sehingga akan menurunkan konsentrasi gula
darah. Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hyperplasia jaringan limfoid peribronkial
dan meningkatkan jumlah lendir pada permukaan silia, maka fungsi silia sebagai pembersih
terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh Streptococcus pneumonia, H.
influenza dan Staphylococcus aureus).Penumpukan lendir akan menimbulkan plak yang dapat
menyebabkan obstruksi dan kolaps paru.
Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan perukaran oksigenasi pada saat
ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang batuk. Terdapat perbedaan pendapat mengenai
kerusakan susunan saraf pusat, apakah akibat pengaruh langsung toksin atau sekunder sebagai
akibat anoksia .Terjadi perubahan fungsi sel yang reversible, pemulihan tampak apabila sel
4

mengalami regenerasi, hal ini dapat menerangkan mengapa kurangnya efek antibiotik terhadap
proses penyakit. Namun terkadang Bordetella pertussis hanya menyebabkan infeksi yang ringan,
karena tidak menghasilkan toksin pertussis.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Pada anamnesis penting ditanyakan adanya riwayat kontak dengan pasien pertusis, adakah
serangan khas yaitu paroksismal dan bunyi whoop yang jelas.Perlu pula ditanyakan mengenai
riwayat imunisasi.
b. Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis yang didapat dari pemeriksaan fisik tergantung dari stadium saat pasien
diperiksa.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis 20.000 sampai 50.000/ UIdengan
limfositosis absolut khas pada akhir stadium kataral dan selama stadium paroksismal. Pada bayi
jumlah leukosit tidak menolong untuk diagnosis karena respon limfositosis juga terjadi pada
infeksi lain.
Isolasi B. pertussis dari sekret nasofaring dipakai untuk membuat diagnosis pertusis. Biakan
positif pada stadium kataral 95% sampai 100%, stadium paroksismal 94% pada minggu ke-3 dan
menurun sampai 20% untuk waktu berikutnya. Tes serologi terhadap antibodi toksin pertusis
berguna pada stadium lanjut penyakit dan untuk menentukan adanya infeksi pada individu
dengan biakan negatif. ELISA ( Enzime Linked Immuno Assay) dapat dipakai untuk
menentukan serum IgM, IgG, dan IgA terhadap FHA dan PT. Nilai serum IgM FHA dan PT
menggambarkan respons imun primer baik disebabkan oleh penyakit maupun vaksinasi. Immuno
globulin Gtoksin pertusis merupakan tes yang paling sensitif dan spesifik untuk mengetahui
5

infeksi alami dan tidak tampak setelah imunisasi pertusis.Pemeriksaa lain yaitu foto toraks dapat
memperlihatkan infiltrat perihiler, atelektasis, atau emfisema.
Tata laksana
Tujuan terapi adalah membatasi jumlah paroksismal, untuk mengamati keparahan batuk,
memberi bantuan bila perlu, dan memaksimalkan nutrisi, istirahat,dan penyembuhan tanpa
sekuele. Tujuan rawat inap spesifik, terbatas adalah untuk menilai kemajuan penyakit dan
kemungkinan kejadian yang mengancam jiwa pada puncak penyakit, mencegah atau mengobati
komplikasi, dan mendidik orang tua padariwayat alamiah penyakit dan pada perawatan yang
akan diberikan di rumah. Untuk kebanyakan bayi yang tanpa komplikasi, keadaan ini
disempurnakan dalam 48-72 jam. Frekuensi jantung, frekuensi pernafasan, dan oksimetri nadi
dimonitor terus, pada keadaan yang membahayakan, sehingga setiap paroksismal disaksikan oleh
personel perawat kesehatan.
Rekaman batuk yang rinci dan pencatatan pemberian makan, muntah, dan perubahan
berat memberikan data untuk penilaian keparahan.Paroksismal khas yang tidak membahayakan
mempunyai tanda sebagai berikutlamanya kurang dari 45 detik, perubahan warna merah tetapi
tidak biru, bradikardi, atau desaturasi oksigen yang secara spontan selesai pada akhir paroksismal,
berteriak atau kekuatan untuk menyelamatkan diri pada akhir paroksismal, mengeluarkan
sumbatan lendir sendiri, kelelahan pasca batuk tetapi bukan tidak berespons.
Pengobatan suportif yang bisa dilakukan diantaranya menghindarkan faktor-faktor yang
menimbulkan serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi, oksigen dapatdiberikan pada distres
pernapasan akut/kronik, dan penghisapan lendir terutama pada bayi dengan pneumonia dan
distres pernapasan. Beberapa agen terapeutik atau medikamentonsa yang digunakan pada pasien
pertussis adalah agen antimikroba.
Agen antimikroba selalu diberikan bila pertussis dicurigai ataudiperkuat karena
kemungkinan manfaat klinis dan membatasi penyebaran infeksi. Eritromisin, 40-50 mg/kg/24
jam, secara oral dalam dosis terbagiempat (maksimum 2 g/24 jam) selama 14 hari merupakan
pengobatan baku.Beberapa pakar lebih menyukai preparat estolat tetapi etilsuksinat dan stearat
juga manjur. Penelitian kecil eritromicin etilsuksinat yang diberikan dengandosis 50 mg/kg/24
jam dibagi menjadi dua dosis, dengan dosis 60 mg/kg/24 jam dibagi menjadi tiga dosis, dan
6

eritromicin estolat diberikan dengan dosis 40 mg/kg/24 jam dibagi menjadi dua dosis
menunjukkan pelenyapan organisme pada 98% anak.
Azitromisin, Claritomisin, Ampisillin, Rifampin, Trimethoprim-Sulfametoksasol cukup
aktif tetapi sefalosporin generasi pertama dan ke-2 tidak. Pada penelitian klinis, eritromicin lebih
unggul daripada amoksisilin untuk pelenyapan B. pertussis dan merupakan satu-satunya agen
dengan kemanjuran yang terbukti.
















7



PENUTUP
Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough adalah batuk yang sangat berat atau
batuk yang intensif, merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat menyerang setiap
orang yang rentan seperti anak yang belum diimunisasi atauorang dewasa dengan kekebalan
yang menurun.
Pertusis merupakan salah satu penyakit yang paling menular yang dapat menimbulkan
attack rate 80-100% pada penduduk yang rentan. Di seluruh dunia ada 60 juta kasus pertusis
setahun dengan lebih dari setengah juta meninggal. Selamamasa pra-vaksin tahun 1922-1948,
pertusis adalah penyebab utama kematian dari penyakit menular pada anak di bawah usia 14
tahun di Amerika Serikat. Dilaporkan juga bahwa 50 persen adalah bayi kurang dari setahun, 75
persen adalah anak kurang dari 5 tahun.
Penyebab pertusis adalah Bordetella pertussis atau Haemoephilus pertussis, adenovirus tipe
1, 2, 3, din 5 dapat ditemukan dalam traktus respiratorius, traktus gastrointestinalis dan traktus
urinarius.
Bordotella pertussis ini mengakibatkan suatu bronchitis akut, khususnya pada bayi dan
anak kecil yang ditandai dengan batuk paroksismal berulang dan stridor inspiratori memanjang,
batuk rejan.

8

DAFTAR PUSTAKA
1. S. Long, Sarah. (2000). Pertusis. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol II. Jakarta :EGC. 181:
960-965.
2. Black S. (2007). Epidemiology of pertussis. Pediatr Infect Dis J. Diakses 9 Juni 2014.
Dari, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9109162.
3. News Health. (2008). Pertusis (Batuk Rejan). Diakses 9 Juni 2014. Dari,
http://digilib.unnes.ac.id.pdf .
4. Todar, Kenneth. (2011). Bordetella pertussis and Whooping Cough. Diakses 9 Juni 2014
Dari, http://textbookofbacteriology.net/pertussis_2.html.
5. Hewlett EL. (2005). Bordetella species. In: Principles and Practice of Infectious Diseases,
6th ed, Mandell GL, Bennett JE, Dolin R (Eds), Churchill Livingstone, Philadelphia.
Diakses 9 Juni 2014 Dari, http://www.uptodate.com/contents/microbiology-pathogenesis-
andepidemiology-of-bordetella-pertussis-infection#H3.

Anda mungkin juga menyukai