Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
(G
o
.D) + S
t
+ P
r
.......................................................... (2.2)
Dimana :
P
F
= Tekanan perekahan (Psi)
G
o
= Gradient tekanan overborden (Psi/ft)
D = Kedalaman lapisan (ft)
P
r
= Tekanan reservoir statik (Psi)
10
V = Poissons ratio (tanpa dimensi)
S
t
= Tensile strength batuan (Psi)
Besarnya tekanan di permukaan yang diperlukan untuk perekahan
formasi adalah tekanan rekah batuan ditambah dengan tekanan hilang
karena gesekan pipa dan tekanan hidrostatik fluida itu sendiri. Secara
matematis, hubungan tersebut dapat dituliskan dalam persamaan sbb :
P
wh
= P
F
+ P
f
+ P
pf
- P
h
............................................................ (2.3)
Dimana :
P
wh
= Tekanan injeksi di kepala sumur (Psi)
P
F
= Tekanan perekahan (Psi)
P
f
= Kehilangan tekanan karena gesekan antara fluida perekah dengan
lubang perforasi (Psi)
P
pf
= Kehilangan tekanan karena gesekan antara fluida perekah dengan
lubang perforasi (Psi)
P
h
= Tekanan hidrostatik fluida perekah(Psi)
11
Bentuk kurva tekanan di permukaan selama dilakukan perekahan
hidrolik adalah seperti pada gambar berikut ini
Gambar 2.1 Grafik Fungsi Rekah Batuan
Rekahan batuan yang terjadi sebagai akibat penekanan secara
hidrolik dapat berarah horizontal maupun vertikal seperti pada gambar 2.2
berikut ini dan bergantung dari arah gaya dominan yang mempertahankan
ketahanan batuan.
Gambar 2.2 Jenis Arah Rekahan Batuan
12
Pada umumnya ketahanan terhadap gaya vertikal lebih kecil daripada
gaya horizontal sehingga rekahan yang terjadi umumnya berarah vertikal.
Gambar 2.3 Arah Rekahan Batuan Terhadap Gaya Yang Diderita
2.2.1 Penentuan Harga P
F
, P
f
, P
pf
, P
h
Selain dapat diperkirakan oleh rumus empiris (persamaan
(2.1) dan (2.2)), harga tekanan rekah suatu batuan formasi (P
f
) dapat
juga diperkirakan dengan grafik gradien tekanan tekanan rekah
batuan sebagai fungsi kedalaman pada lapangan tersebut.
Penentuan harga P
f
= P
f x
D ................................................ (2.4)
Dimana :
P
f
= Kehilangan tekanan karena gesekan fluida perekah dengan
dinding pipa (Psi)
13
P
f
= Gradien kehilangan tekanan karena adanya gesekan
(Psi/1000 ft)
D = Panjang pipa alir (ft)
Harga P
f
dapat ditentukan dengan bantuan chart hubungan
antara gradien kehilangan tekanan karena gesekan terhadap
kapasitas alir. Data yang diperlukan untuk pembacaan gradien
kehilangan tekanan karena gesekan adalah diameter pipa, kapasitas
alir, jenis fluida perekah maupun viskositasnya.
Penentuan harga P
pf
=
................... (2.5)
Dimana :
P
pf
= Kehilangan tekanan karena gesekan cairan perekah dengan
perforasi (Psi)
Q
pf
= Kapasitas alir per lubang perforasi (bbl/m)
N = Diameter lubang perforasi (inch)
= Massa jenis fluida perekah (ppg)
= Coefficient of discharge factor (0,82)
14
Pada umumnya, harga P
pf
ini relatif kecil, sehingga terkadang
dapat diabaikan perhitungannya. Adapun perhitungan untuk tekanan
hidrostatik ialah sbb :
Penentuan harga P
h
= 0,052 x x h ......................................... (2.6)
Dimana :
P
h
= Tekanan hidrostatik kolom fluida perekah (Psi)
h = Ketinggian kolom fluida (ft)
= Massa jenis fluida perekah (ppg)
2.3 Fluida Perekah
Fluida perekah pada umumnya ialah suatu cairan yang digunakan
untuk menghantarkan daya pompa ke batuan formasi, dan juga befungsi
sebagai pembawa material pengganjal (proppant) ke dalam hasil rekahan.
2.3.1 Pemilihan Jenis Fluida Perekah
Pemilihan fluida perekah yang tepat untuk pengerjaan ini
adalah syarat mutlak. Fluida yang digunakan harus memenuhi
syaratsyarat sebagai berikut :
1. Stabil pada temperatur formasi
2. Tidak menyebabkan kerusakan terhadap formasi
3. Tingkat kehilangan cairan (Filtrationloss) kecil
15
4. Kehilangan tekanan karena gesekan dengan pipa
(casing,tubing) rendah
5. Mempunyai kemampuan yang efektif untuk membawa proppant
(material pengganjal) ke dalam batuan
6. Dapat dikeluarkan dengan mudah setelah operasi perekahan
selesai
7. Tidak membentuk emulsi yang stabil dengan fluida sumur
8. Mudah didapat, ekonomis dan relatif mudah dipompakan
2.3.2 Jenis Fluida Perekah
Fluida Perekah Berbahan Dasar Air
Dapat digunakan pada reservoir minyak maupun gas dengan
kapasitas pemompaan tinggi. Adapun keuntungan fluida berbahan
dasar air yaitu :
a. Tidak ada bahaya kebakaran yang ditimbulkan
b. Murah dan mudah didapat
c. Mempunyai friction loss rendah
d. Mudah dan sangat efektif untuk di treat dengan friction loss
additive
e. Mempunyai viskositas rendah, sehingga mudah untuk dipompakan
(hal ini sangat menguntungkan terutama pada kapasitas injeksi
yang tinggi dan kondisi aliran turbulen)
f. Mempuntai spesific gravity (Sg) tinggi, sehingga relatif terhadap
minyak. Dengan demikian tekanan hidrostatiknya besar dan
mengurangi tekanan pompa yang diperlukan untuk perekahan
16
g. Mempunyai daya pengangkutan yang baik terhadap proppant ke
dalam rekahan
Adapun kerugiannya ialah sbb :
a. Kurang efektif tehadap formasi bertekanan rendah
b. Kurang efektif untuk batuan formasi yang bersifat dibasahi
minyak (water wet formation)
Fluida Perekah Berbahan Dasar Minyak
Fluida perekah jenis ini tidak dapat digunakan untuk reservoir
gas, karena sangat berpotensi terjadi kebakaran. Ada beberapa jenis
fluida perekah berbahan dasar minyak yaitu :
a. Napalm Gel : bahan dasar yang digunakan ialah kerosen atau
minyak diesel atau crude oil, yang dipadatkan dengan
penambahan napalm (allumunium fatty acid salt). Gel ini
mempunyai viskositas tinggi dan mampu membawa proppant
dan fluid loss-nya rendah
b. Viscous Refined Oil : mudah didapatkan (dari refinery) dan dapat
dihasilkan kembali sebagai hasil produksi. Viskositasnya akan
berkurang apabila bercampur dengan fluida formasi, sehingga
mudah dikeluarkan kembali setelah operasi perekahan selesai.
c. Crude Oil : minyak mentah yang pekat dan kental dapat
digunakan sebagai fluida perekah setelah ditambah fluid loss
agent. Additive yang digunakan biasanya ialah Adormite Mark II
(sulfonated Alkylbenzene)
17
d. Gelled Oil : fluida perekah ini merupakan hasil campuran minyak
air dengan sedikit fatty acid soap dan caustik sehingga dapat
berbentuk gel.
Adapun jenisnya yang paling sering digunakan ialah gelled oil,
karena selain mudah didapat, koefisien geseknya terhadap dinding
pipa realtif kecil. Namun jenis fluida ini tidak dapat digunakan untuk
temperatur tinggi dan sistem gel-nya sangat dipengaruhi oleh kadar
air serta sifat dasar alamiah dari minyaknya.
Fluida Perekah Berbahan Dasar Emulsi
Biasanya jenis fluida ini digunakan hanya untuk lapisan
karbonat. Emulsi asam HCl digunakan sebagai fluida perekahpada
formasi bertekanan tinggi (diatas 250
0
F). Untuk temperatur di bawah
250
0
F,digunakan asam HCl dengan konsentrasi tinggi ( 28%).
Konsentrasi HCl yang diperlukan, bergantung pada jenis batuan
karbonat yang akan direkahkan.
Untuk bisa memilih jenis fluida perekah yang tepat,harus
dilakukan uji coba laboratorium dengan cara memompakan berbagai
jenis fluida yang mungkin. Dalam pemilihan jenis cairan perekah, hal-
hal yang harus dipertimbangkan adalah sbb :
1. Sifat sifat alamiah dari batuan yang akan direkahkan, contohnya
ialah :
a. Sifat kimiawi batuan : batuan pasir dan batuan karbonat
b. Sifat fisik batuan : tekanan rekah batuan, sifat fisik kebasahan,
temperatur, tekanan overborden, dll
18
2. Jenis fluida yang terkandung dalam batuan. Jenis kandungan
fluida dalam batuan cenderung mempengaruhi sifat fluida perekah
3. Ekonomis, efektif dan aman.
Temperatur dan tekanan formasi harus ddijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan jenis proppant, jenis fluida
perekah, konsentrasi bahan kimia (additive) pengontrol sifat fisik
fluida perekah. Untuk jenis fluida perekah berbahan dasar minyak,
konsentrasi fluid loss serta fluid friction additive yang diperlukan akan
semakin banyak dengan makin bertambahnya temperatur.
Sedangkan untuk fluida perekah berbahan dasar asam, pada
temperatur tinggi perlu ditambahkan thickening additive karena
kontur acid gel akan pecah pada temperatur yang tinggi.
Hal yang sama juga akan terjadi pada fluida perekah dengan
bahan dasar air, tetapi pengaruh temperatur tersebut tidak sebesar
pada bahan dasar asam atau minyak. Viskositas dan spesific gravity
(Sg) fluida perekah akan bertambah dengan bertambahnya tekanan.
Keadaan ini harus diperhitungkan pada waktu penentuan viskositas
dan spesific gravity (Sg) fluida perekah di permukaan. Bila tekanan
formasi rendah, yang perlu diperhatikan ialah, fluida perekah harus
mudah dikeluarkan kembali setelah operasi selesai dilakukan.
Apabila formasi mengandung minyak berat (aspal dan
parafin), jangan digunakan fluida perekah berbahan dasar minyak
yang mempunyai
0
API yang tinggi, karena dapat menyebabkan
pengendapan aspal dan parafin. Oleh karena itu fluida perekah
berbahan dasar air sangat lazim dan bagus digunakan untuk
19
berbagai jenis minyak, karena mempunyai sifat fluid disperse yang
tinggi.
Untuk batuan formasi yang bersifat dibasahi minyak (oil wet
formation), sebaiknya digunakan minyak sebagai fluida perekah
karena untuk mencegah terjadinya penurunan permeabilitas realatif
minyak serta kemungkinan terjadinya water blocking. Hal lain yang
harus diperhatikan adalah efek pencampuran antara fluida perekah
dengan fluida formasi. Apakah tidak akan terjadi emulsi stabil atau
pengendapan bahan kimia (scale). Untuk itu diperlukan penelitian di
laboratorium terlebih dahulu.
2.3.3 Pengontrolan Sifat Sifat Fisik Fluida Perekah
Dalam penggunaan fluida perekah, ada 3 hal utama yang
harus dikontrol, yaitu :
1. Kehilangan cairan pada formasi (fluid loss)
2. Kekentalan (viscositas)
3. Kehilangan tekanan akibat gesekan dengan dindind pipa (friction
loss)
Fluid loss yang kecil akan menghasilkan efisiensi yang baik
untuk penekanan terhadap formasi, sehingga dapat dicapai luas
daerah perekahan yang besar karena fluida yang masuk ke formasi
sedikit. Untuk mengontrol kehilangan fluida dapat dilakukan dengan
menambahkan bahan pengontrol kehilangan fluida (fluid loss control
additive), dengan konsentrasi yang sesuai dengan sifat sifat batuan
formasi, temperatur dan tekanan dasar sumur. Adapun sifat dari
additive ini ialah :
20
1. Sangat efektif pada konsentrasi rendah
2. Tidak reaktif padakonsentrasi rendah
3. Dapat dialirkan melalui pipa saluran mudah dikeluarkan dari
formasi
Pada umumnya fluid loss control additive yang biasa
digunakan adalah :
1. Silica Flour
2. Silica Flour dan Polymer
3. Oil Solube Resin
4. Oil Solube Resin dan Natural Polymer
5. Emulsions
6. Insoluble Gases
Daya penetrasifluida rekah dipengaruhi oleh viskositas fluida
rekah dan densitasnya, selain itu, viskositas juga mempengaruhi
kapasitas pembawaan proppant ke dalam rekahan. Adapun
viskositas dari fluida perekah harus diperbesar karena :
1. Untuk menambah daya rekahan
2. Memperkecil fluid loss
3. Menambah kapasitas pembawaan proppant ke dalam rekahan
Cairan dengan viskositas tinggi mempunyai kemampuan
penetrasi yang baik, sehingga dapat menghasilkan lebar rekahan
yang besar. Kapasitas pembawaan proppant juga semakin baik bila
viskositas fluida perekah tinggi, sehingga dapat menghasilkan
pendorong proppant ke dalam rekahan yang baik.
21
Viskositas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kehilangan
tekanan yang besar dan memperberat kerja pompa. Apabila terlalu
rendah dan mengakibatkan terjadinya akumulasi proppant didalam
lubang bor. Untuk itu, harus ditentukan viskositas yang paling efektif
untuk perekahan. Untuk mengontrol viskositas fluida perekah dapat
dilakukan dengan menambah Gelling Agent. Beberapa Gelling
Agent yang biasa digunakan untuk fluida perekah bahan dasar air
ialah :
1. Guar Gum
2. Hydroxyethyl Cellulose
3. Polyacrylamide
Untuk mengefektifkan daya pompa atau mengurangi daya
pompa yang diperlukan untuk perekahan, besar gesekan yang terjadi
antara fluida perekah harus sekecil mungkin. Untuk itu dapat
dilakukan dengan menambahkan material friction reducing. Berikut ini
ialah jenis friction reducing yang sering digunakan :
1. Untuk fluida berbahan dasar minyak : Fatty Acid Soap Oil Gel
dan Linier High Molecular Weight Hydrocarbon Polymer
2. Untuk fluida berbahan dasar air : Guar Gum, Essentially
Polyacrylamide, Partially Hydrolized Polyacrylamide, dan
Cellulose
Apabila fluida perekah yang digunakan adalah jenis fluida
perekah berbahan dasar air, maka additive yang perlu ditambahkan
lagi ialah :
22
1. Bactericide : berperan untuk melindungi polimer dari perusakan
bakteri formasi. Hanya perlu ditambahkan ke dalam fluida
perekah jika ditambahkan polimer
2. Surfactant : berperan untuk merekahan tegangan permukaan
dan tekanan kapiler di dalam ruang ruang berpori. Pada fluida
perekah berbahan dasar air ditambahkan additive ini
3. Scale Removal Additive : berperan sebagai pencegah tejadinya
scale (pengendaan calcium carboate dan calcium sulfate) pada
tubing maupun peralatan lain.
2.4 Propping agent (Proppant)
Propping agent (Proppant) ialah suatu material pengganjal celah hasil
perekahan yang dihantarkan ke dalam rekahan oleh fluida perekah. Fungsi
utama dari proppant ini ialah mengisi celah celah setelah proses
perekahan dilakukan agar celah tersebut tidak kembali pada bentuk semula.
2.4.1 Fungsi Propping agent
Salah satu yang dianggap paling penting dalam berhasil
tidaknya pekerjaan perekahan hidrolik ialah pemilihan jenis dan
ukuran proppant yang harus digunakan. Berdasarkan fungsi
utamanya, proppant harus memiliki sifat sbb :
1. Berbentuk bulat dan simetris
2. Mempunyai specific gravity antara 0,8 s/d 3.0
3. Berdiameter cukup besar
4. Mempunyai compressive strength tinggi
5. Memiliki ukuran butiran yang seragam
23
6. Inert atau mudah bercampur terhadap semua jenis fluida formasi
dan treating chemicals
7. Mudah didapat dan relatif murah
Jenis proppant yang biasa dipakai dalam operasi hydraulic
fracturing antara lain sbb :
1. Pasir Kwarsa, Sg : 2,7
2. Wall Nutshells, Sg : 1,4
3. Glass Beads, Sg : 2,7
4. Allumunium Pallet,Sg : 2,7
5. Most Plastics, Sg : 1,1
2.4.2 Pengendapan Propping agent
Berhasil tidaknya pelaksanaan proses hydraulic fracturing,
banyak ditentukan oleh kapasitas aliran dari proppant dan
kemampuan distribusinya dalam rekahan. Pada mulanya kita
menganggap bahwa proppant terdistribusi merata di dalam fluida
perekah kemudian mengisi seluruh hasil rekahan. Anggapan ini tidak
realistis karena fluida perekah ialah fluida yang berviskositas tinggi,
sehingga menyulitkan proppant untuk tercampur secara merata.
Hal ini akan mempersulit penempatan proppant ke dalam
semua celah rekahan, sehingga tidak semua celah hasil rekahan
akan akan terisi proppant. Celah rekahan yang tidak terisi proppant
akan tertutup kembali. Masalah tersebut dapat juga terjadi karena
tidak cukupnya jumlah proppant yang berfungsi di dalam celah
rekahan serta sulitnya menempatkan proppant pada semua posisi.
24
Kejadian ini pada umumnya disebut sand out dan diakibatkan
beberapa hal yaitu :
1. Viskositas fluida perekah terlalu rendah
2. Konsentrasi Proppant dalam fluida perekah terlalu tinggi
3. Pengendapan proppant terlalu cepat
Ketiga faktor tersebut akan mengurangi kemampuan
pembawaan proppant dan fluida perekah untuk masuk ke dalam
celah rekahan, sehingga proppant akan terakumulasi pada dasar
sumur maupun tubing. Konsentrasi proppant yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan tersumbatnya celah rekahan oleh pada daerah yang
dekat dengan lubang sumur, sehingga daerah daerah yang jauh
dari lubang sumur tidak terisi oleh proppant.
Untuk menempatkan proppant pada lokasi yang cukup jauh
dari lubang sumur, kadang kadang perlu dilakukan operasi
perekahan ulang dengan arah vertikal. Pengaruh besar butir proppant
(mesh) dengan kapasitas alir (md - ft) dapat dilihat pada gambar 2.4.
Dalam beberapa hal, dapat disimpulkan dari gambar tersbut bahwa
semakin besar partikel proppant (8 12 sand) akan semakin besar
kapasitas alirnya dengan konsentrasi pasir dan clossure stress yang
sama.
25
Gambar 2.4 Grafik Korelasi Proppant Vs Kapasitas Alir
Sedangkan untuk clossure stress diatas 4.500 Psi dan
konsentrasi pasir diatas 1.000 lbs /1.000 Sq ft, pasir dengan ukuran
20 40 mesh mempunyai kapasitas alir lebih besar dari pasir ukuran
yang lebih kecil (8 12 mesh). Kecepatan pengendapan proppant
dipengaruhi oleh diameter proppant dan viskositas cairan. Semakin
besar diameternya, kecepatan pengendapanya semakin besar
namun apabila semakin besar viskositas fluida maka akan semakin
kecil kecepatan alirannya.
Pengendapan proppant di dalam celah reatakan dapat terjadi
dalam pola :
26
a. Partial Monolayer System (sand proppant terakumulasi sejajar
pada 1 lapisan dan terdapat celah atau jarak)
Gambar 2.5 Partial Mono Layer System
b. Multilayer System (sand proppant terakumulasi bertumpuk dan
rapat)
Gambar 2.6 Multilayer System
Penempatan proppant di dalam celah rekahan mempunyai
kecendrungan untuk mengendap pada dasar celah rekahan. Bagian
dasar celah rekahan menjadi dipadati beberapa lapis proppant,
27
sedangkan bagian atasnya terdiri dari beberapa atau tanpa proppant.
Jumlah lapisan partikel proppant bergantung pada ukuran, bentuk,
konsentrasi partikel dalam fluida, lebar celah rekahan dan kapasitas
penginjeksian.
Embedment dari proppant (penumpukan) pada celah
rekahan terjadi karena adanya kecenderungan rekahan untuk
menutup kembali akibat adanya rekahan overborden. Konsentrasi
optimal proppant monolayer adalah 0,2 s/d 0,5. Hal bergantung pula
dari jenis dan ukuran proppant yang digunakan, formasinya, dan
kedalaman sumur.
2.4.3 Propping agent Spacer
Agar diperolehnya distribusi proppant optimal, proppant
sendiri harus dicampur dengan bahan lain yang mempunyai
kesamaan dalam hal ukuran, bentuk, densitas, dan bahan tersebut
tidak larut dalam cairan perekah. Bahan pencampur tersebut
menempati ruang rekahan dan menekan proppant untuk mengendap,
sehingga endapan proppant dalam bentuk monolayer dapat dicegah.
Bahan yang di gunakan sebagai bahan pencampur disebut proppant
spacer. Sesuai dengan sebutannya, maka spacer harus bersifat :
1. Mudah di transport
2. Tidak mudah larut di dalam fluida perekah yang digunakan
3. Mudah dikeluarkan atau dihilangkan dari rekahan, baik dengan
cara menginjeksikan pelarut atau dapat larut di dalam fluida
reservoir.
4. Tahap terhadap tekanan pemompaan
28
Bahan bahan yang digunakan sebagai proppant spacer ialah sbb :
1. Urea (NH
2
COONH
2
) : digunakan untuk fluida perekah berbahan
dasar minyak. Urea memiliki Sg : 1,3 dan dapat larut dalam air
formasi atau dapat dilarutkan dengan air yang diinjeksikan
kedalam rekahan
2. Hydrocarbon Resin : digunakan sebagai fluida perekah berbahan
dasar air. Spacer jenis ini memiliki Sg : 2,7 dan dapat larut dalam
minyak
3. Sodium Bisulfate : digunakan untuk fluida perekah berbahan
dasar minyak dengan Sg : 2,7 dan dapat larut di dalam air
formasi atau dapat dilarutkan dengan air yang diinjeksikan ke
dalam rekahan. Spacer jenis ini tidak dapat digunakan untuk
reservoir karbonat karena mengakibatkan scale.
2.4.4 Pemilihan Jenis, Ukuran dan Konsentrasi Propping agent
Produktivitas sumur setelah perekahan sangat dipengaruhi
oleh kapasitas rekahan dan distribusi proppant. Sedangkan kapasitas
rekahan sangat dipengaruhi oleh :
1. Karakteristik formasi, terutama tekanan embedment
2. Jenis dan ukuran proppant yang digunakan
3. Distribusi proppant di dalam celah rekahan
29
Pemilihan jenis proppant dapat dilakukan dengan bantuan
chart hubungan antara fracture capacity dengan embedment
pressure.
Gambar 2.7 Grafik Penentuan Ukuran Sand Proppant
Adapun langkah langkah yang harus dilakukan untuk
memilih jenis ukuran dan konsentrasi proppant adalah sbb :
1. Tentukan fracture capacity yang diinginkan untuk mendapatkan
produktivitas sumur yang dimaksud
2. Tentukan embedment pressure dari formasi di laboratorium
30
3. Dari data yang diperoleh diatas, tentukan jenis proppant yang
ingin digunakan.
Gambar 2.8 Grafik Jenis Sand Proppant
4. Tentukan ukuran dan konsentrasi dari proppant sesuai dengan
jenis danukuran yang akan digunakan dengan bantuan grafik
berikut.
31
Gambar 2.9 Grafik Ketahanan Sand Proppant
2.5 Pemilihan Sumur Untuk Distimulasi Dengan Hydraulic fracturing
Ada beberapa kriteria untuk menentukan pemilihan suatu sumur yang
cocok untuk dilakukan stimulasi dengan cara hydraulic fracturing. Adapun
kriteria sumur sumur tersebut ialah sbb :
1. Karena tujuannya untuk menaikan produksi, maka tentunya sebelum
dilakukan pekerjaan hydraulic fracturing, pada sumur tesebut harus
diketahui lebih dahulu apakah volume hidrokarbon (minyak atau gas)
dalam lapisan tersebut apakah masih cukup ekonomis untuk dilakukan
pekerjaan stimulasi hydraulic fracturing.
2. Apakah sumur tersebut masih mempunyai tekanan yang cukup untuk
mengalirkan fluida dari reservoir ke dalam rekahan kemudian masuk ke
32
dalam lubang bor. Keterangan ini dapat diambil berdasarkan hasil uji
produksi seperti Drill Stem Test (DST) atau Pressure Build Up Test
(PBU Test). Hal ini dilakukan untuk mengetahui tenaga pendorong yang
masih tersedia, permeabilitas zona produksi dan permeabilitas sekitar
lubang bor.
3. Sumur yang diproduksi dari lapisan yang mempunyai permeabilitas
rendah ialah sumur yang tepat untuk pengerjaan hydraulic fracturing.
Karena pada lapisan yang memiliki permeabilitas rendah tidak akan
memberikan produksi yang cukup ekonomis, karena aliran fluidanya
terhambat sehingga kehilangan tekanan sebelum minyak masuk ke
dalam lubang bor sangat besar. Hasil perekahan akan memperbesar
zona produksi sehingga minyak dapat lebih mudah mengalir ke dalam
lubang bor.
4. Hydraulic fracturing juga baik untuk sumur yang diproduksi dari lapisan
dengan kadar lempung yang tinggi atau lapisan yang tercemar filtrat
lumpur pemboran meskipun lapisan tersebut sebetulnya memiliki
permeabilitas yang cukup besar. Jika kerusakan yang terjadi cukup
parah dan masuk kedalam lapisan jauh dari lubang bor, stimulasi
dengan asam atau surfactant untuk membersihkan lapisan tidak akan
memperoleh hasil yang baik. Oleh karena itu perekahan dilakukan untuk
lapisan yang mengalami kerusakan tersebut.
5. Sumur yang diproduksi dari lapisan yang telah memiliki rekahan
rekahan alamiah akan bisa memberikan tambahan jumlah perolehan
hidrokarbon bila dilakukan operasi hydraulic fracturing. Adapun yang
diharapkan ialah akan menghubungkan rekahan rekahan alamiah
33
dengan yang baru, sehingga ada tambahan kapasitas aliran dari formasi
menuju ke lubang sumur. Dengan demikian produksi yang diharapkan
akan semakin bertambah.
6. Hydraulic fracturing tidak hanya dilakukan pada sumur produksi, tetapi
juga dilakukan pada sumur injeksi atau sumur pembuangan (dissposal
well).
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Observasi
Metode ini dilakukan dengan cara praktikan melakukan pengamatan
dan pencatatan tentang proses uji tekanan statis pada lapangan produksi
secara langsung. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data serta
pemahaman tentang proses secara langsung di lapangan produksi.
3.2 Metode Wawancara
Metode ini dilakukan dengan cara praktikan memberikan pertanyaan
dan meminta penjelasan kepada Pembimbing Akademik dan Pembimbing
Lapangan tentang proses uji tekanan statis sumur produksi.
3.3 Metode Studi Kepustakaan
Metode ini dilakukan dengan cara praktikan mengumpulkan informasi
dan data dari bukubuku ataupun melalui website internet yang
berhubungan dengan proses uji tekanan statis sumur produksi.
35
WAKTU PENYELESAIAN
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Tugas Akhir ini akan dilaksanakan di PT. BUKIT APIT BUMI
PERSADA. Setelah disesuaikan dengan jadwal akademik, pemohon
mengajukan rencana Tugas Akhir selama 1 Bulan, terhitung mulai tanggal 5
Mei 2014 sampai dengan 5 Juni 2014.
RencanaKerja Praktek yang Diusulkan
No. Rincian Kegiatan
Minggu
I II III IV V VI VII VII
1 Pengenalan Lingkungan
Kerja
2 Pengenalan Alat
3 Mengamati Cara Kerja
Alat
4 Penyusunan Laporan
36
DAFTAR PUSTAKA
Abou Sayed, Ahmed, Reservoir Stimulation, copyrighted 2000 Gulf
Publishing Company, Houston, Texas
Herawan, Heru 2003. Diktat Kuliah Operasi Produksi. Indramayu :
Akamigas Balongan
Wida, Dani.Catatan Materi Completion Well. Indramayu : Pertamina
EP Region Jawa
Limbong, Hizar, Fracturing Treatment Report, copyrighted 2008.
Indramayu : Pertamina EP Region Jawa.
37
LAMPIRAN
38
39
40
41
42
43
44