Hubungan dan Distribusi Lokasi Fraktur Mandibula Terhadap Usia, Jenis
kelamin dan Penyebab Terjadinya Fraktur Pada Pasien RSUD dr. Saiful Anwar
Irwan Baga *, Nenny Prasetyaningrum**, Patrialis Y. V. Z ***
*RSUD dr Saiful Anwar Malang, **Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Gigi FKUB
ABSTRAK
Zulkarnain, Patrialis Yuniardo Vidarta. 2013. Hubungan dan Distribusi Lokasi Fraktur Mandibula Dengan Usia, Jenis kelamin dan Penyebab Terjadinya Fraktur Pada Pasien di RSUD dr. Saiful Anwar Tahun 2008-2012. Tugas Akhir. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) drg. Irwan Baga, Sp.BM (2) drg. Nenny P., M.Ked
Letak dan struktur anatomis tulang mandibula menyebabkan tulang mandibula paling rentan terhadap benturan, sehingga fraktur mandibula sering terjadi pada kasus fraktur yang melibatkan tulang wajah. Penyebab fraktur mandibula antara lain benturan keras pada wajah, kecelakaan berkendara, kecelakaan kerja, dan kasus trauma lainnya. Ada berbagai tipe lokasi fraktur mandibula yaitu kondilus, angulus, bodi. Fraktur mandibula dapat terjadi pada semua usia baik laki-laki ataupun perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan dan distribusi lokasi fraktur mandibula dengan usia, jenis kelamin, dan penyebab terjadinya fraktur mandibula. Penelitian ini merupakan studi kasus analitik. Sampel yang digunakan adalah 161 data rekam medis pasien fraktur mandibula RSUD dr. Saiful Anwar Malang mulai Januari 2008 sampai dengan Desember 2012. Analisa data menggunakan korelasi spearman dan didapatkan nilai signifikan p > 0,05 yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara lokasi dengan usia, jenis kelamin dan penyebab terjadinya fraktur. Dari analisa deskriptif didapatkan distribusi lokasi fraktur mandibula terbanyak di daerah simpisis/parasimpisis, kelompok usia terbanyak 15-64 tahun, pada laki-laki, dan penyebab terbanyak kecelakaan berkendara. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara lokasi fraktur mandibula dengan usia, jenis kelamin dan penyebab terjadinya fraktur. Distribusi lokasi fraktur mandibula terbanyak di daerah simpisis/parasimpisis.
Kata kunci : Fraktur Mandibula, Lokasi Fraktur Mandibula, Distribusi, RSUD dr. Saiful Anwar Malang.
ABSTRACT
Zulkarnain, Patrialis Yuniardo Vidarta. 2013. Corelation and Distribution Location of Mandible Fracture with Age, Gender and Etiology of Fracture in Patients RSUD dr.Saiful Anwar 2008-2012 . Final Assignment, Dentistry Program, Faculty of Medicine, Brawijaya University. Supervisors: (1) drg. Irwan Baga, Sp.BM (2) drg. Nenny P., M.Ked Jurnal Penelitian
The location and sturcture of the mandible cause the mandibular to the collision, so that mandibular fractures are the most common fractures in the facial bones. Cases of driving accidents, work accidents, and other trauma can cause a fracture of the mandible. Mandibular fractures occur in various types of locations such as the condyle, angle, body. Mandibular fractures can occur at any age, both men and women. The purpose of this study to analize corelation and distribution mandibular fracture location with age, sex, and cause of fractures. This is case study analytic. The sample used in this study were 161 medical records mandibular fractures in RSUD dr. Saiful Anwar Malang from January 2008 until December 2012. Data analysis using the Spearman correlation indicated that the significant value of p> 0.05 then there is no relationship between the location with age, sex and etiology of the mandibular fracture. Symphysis / parasymphysis is the most common site of mandibular fracture, on man, and cause driving accidents. In conclution, there was no correlation between the location with age, sex and etiology of mandibular fractures. The result of distribution mandibular fracture location most often occur in the symphysis / parasimpisis..
PENDAHULUAN Trauma maksilofasial salah satu aspek dari trauma kepala dan leher yang perlu mendapat perhatian. Trauma maksilofasial mempunyai banyak variasi : dapat berupa fraktur hidung, fraktur maksila, fraktur mandibula, cedera jaringan lunak sekitarnya atau kombinasi (Thaib et al, 1985). Fraktur mandibula merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada tulang wajah, hal ini menggambarkan letak dan sensitivitas mandibula terhadap benturan. Fraktur mandibula dan tulang muka lebih sering disebut fraktur daerah maksilofasial, makin banyak dijumpai sejalan dengan kemajuan dibidang transportasi dan olahraga terutama pada masyarakat maju (Suhartati, 2003). Kasus kecelakaan lalu lintas di kota besar meningkat tiap tahun, dan dari kasus tersebut banyak didapatkan trauma di regio wajah yang mengakibatkan fraktur pada mandibula (Iswadi, 2007). Kota Malang merupakan daerah yang memiliki angka kecelakaan yang cukup tinggi. Berdasarkan data unit laka Polres Malang pada semester I tahun 2009 terjadi sebanyak 203 kasus dan semester II menjadi 283 kasus. Melihat data tersebut, dapat dikatakan bahwa kota Malang memiliki angka kecelakaan yang cukup tinggi. Kecelakaan berkendara dilaporkan merupakan penyebab terbanyak fraktur mandibula di negara berkembang (Ajmal et al, 2007). Fraktur mandibula dibedakan atas beberapa tipe. Berdasarkan tipe injuri, arah, dan energi trauma, fraktur mandibula sering terjadi pada beberapa lokasi. Salah satu klasifikasi dari fraktur mandibula ialah berdasarkan lokasi anatomis, yaitu kondilus, angulus, bodi, simpisis, alveolar, ramus, dan koronoid (Pedersen, 1996). Menurut Chang (2008) daerah yang sering terkena fraktur adalah kondilus (29%). Menurut Stierman (2000), dikatakan bahwa fraktur mandibula lebih sering terjadi pada laki-laki dewasa. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga dilaporkan bahwa 48% dari penderita fraktur mandibula berada pada kisaran usia 21- 30 tahun. Dengan semakin tingginya mobilitas dan tingginya angka kecelakaan berkendara di kota Malang menjadi latar belakang dari penelitian tentang hubungan dan distribusi lokasi fraktur mandibula dengan usia, jenis kelamin, Jurnal Penelitian dan penyebab terjadinya fraktur di RSUD dr. Saiful Anwar. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang hubungan dan distribusi lokasi fraktur mandibula dengan usia, jenis kelamin, dan penyebab terjadinya fraktur di RSUD dr. Saiful Anwar berdasarkan data rekam medis tahun 2008-2012.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian studi kasus analitik. Studi kasus analitik merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Dokumen dalam penelitian ini adalah data rekam medis pasien di RSUD dr. Saiful Anwar Malang.
Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah data rekam medis fraktur mandibula RSUD dr. Saiful Anwar Malang dari bulan Januari 2008 sampai dengan Desember 2012, segala usia, jenis kelamin pria ataupun wanita.
Jumlah Sampel Besar sample ditentukan dengan perumusan slovin dengan perhitungan sebagai berikut :
n = N/(1 + Ne^2) n = 207(1 + (207)(0,05)^2) n = 161 rekam medis
n =Number of samples (jumlah sampel) N =Total population (jumlah seluruh anggota populasi) e = Error tolerance (toleransi terjadinya galat; taraf signifikansi; untuk sosial dan pendidikan lazimnya 0,05) > (^2 = pangkat dua) Variabel Penelitian Variabel Terikat Lokasi terjadinya fraktur mandibula
Variabel Bebas Usia , Jenis kelamin, Penyebab terjadinya fraktur .
Definisi Operasional a. Pasien adalah semua penderita yang dalam rekam medisnya terdiagnosis fraktur mandibula di RSUD dr. Saiful Anwar pada tahun 2008-2012 b. Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. c. Lokasi fraktur mandibula yaitu letak secara anatomis yang tertulis dalam rekam medis, berupa fraktur dentoalveolar, fraktur prosesus kondiloideus, fraktur prosesus koronoideus, fraktur ramus, fraktur angulus, fraktur korpus, fraktur simfisis dan parasimfisis. d. Fraktur kompleks dalam penelitian ini adalah frakur yang terjadi pada beberapa lokasi di mandibula. e. Usia adalah umur yang tertulis dalam data rekam medis yang dibagi berdasarkan komposisi penduduk menurut Badan Pusat Statistika (BPS), yaitu usia muda / usia belum produktif (0-14 th), usia dewasa / usia produktif (15-64 th), dan usia tua / usia tidak produktif (> 65 th). f. Jenis Kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir yang tercatat dalam rekam medis. g. Penyebab adalah hal yang mengakibatkan terjadinya fraktur mandibula berdasarkan data yang tercatat dalam anamnesa rekam medis, seperti kecelakaan Jurnal Penelitian berkendara, kecelakaan kerja, serangan individu/kekerasan, trauma olahraga, dan penyebab lainnya.
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
Hasil Penelitian 1. Hasil Identifikasi Rekam Medis Pada penelitian ini rekam medis yang diteliti telah disediakan oleh pihak bagian rekam medis RSUD dr. Saiful anwar Malang. Rekam medis yang disediakan berupa seluruh rekam medis pasien dengan riwayat fraktur mandibula baik berupa keluhan utama ataupun tidak. Dalam rekam medis, fraktur mandibula memiliki kode S02. 6. Kode S02. 6 adalah kode untuk kasus fraktur mandibula yang dengan mudah dapat terlacak dengan komputer. Pada data rekam medis dijelaskan secara rinci tanggal pembuatan rekam medis, identitas pasien, keluhan utama pasien, hingga perawatan pasien secara keseluruhan. Hal itu sangat memudahkan dalam pengambilan data. Masa aktif data rekam medis di RSUD dr. Saiful Anwar Malang adalah 5 tahun, dimana ketika data rekam medis telah melebihi 5 tahun maka akan di musnahkan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini data rekam medis yang digunakan adalah data rekam medis tahun 2008-2012. Pengambilan waktu selama 5 tahun tersebut dimaksudkan agar didapatkan keakuratan data. Dalam penelitian ini digunakan semua jenis kelamin dan segala usia.
Gambar 1. Data Rekam Medis di RSUD dr. Saiful Anwar Malang
2. Gambaran Pasien Fraktur Mandibula Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 161 rekam medis yang tercatat dalam rentang waktu 5 tahun yaitu 2008-2012. Jumlah kasus terbanyak pada tahun 2010, yaitu sebesar 30,4 %. Jumlah kasus paling sedikit pada tahun 2009 hanya sebesar 10,6 %.
3. Hasil Pengamatan Lokasi Fraktur Mandibula Hasil data lokasi fraktur mandibula berdasarkan data rekam medis di RSUD dr. Saiful Anwar Malang menunjukkan bahwa fraktur mandibula paling sering terjadi di daerah simpisis/parasimpisis mandibula, yaitu sebesar 43,5%. Fraktur yang paling jarang terjadi adalah fraktur pada kondilus, yaitu sebesar 0,6%.
4. Hasil Pengamatan Kelompok Usia Pasien Fraktur Mandibula Hasil pengamatan data rekam medis pasien fraktur mandibula di RSUD dr. Saiful Anwar Malang menunjukkan bahwa usia dewasa / usia produktif (15- 64 th) menduduki peringkat teratas (72,0%) dari seluruh total kasus yang diamati. Pada kelompok usia tua / usia tidak produktif / usia jompo (> 65 th) hanya terjadi 17 kasus atau 10,6%.
5. Hasil Pengamatan Jenis Kelamin Pasien Fraktur Mandibula Kasus fraktur mandibula lebih sering terjadi pada laki-laki, yaitu sebesar 72% dari seluruh total kasus yang ada .
6. Hasil Pengamatan Penyebab Fraktur Mandibula (Etiologi) Hasil penelitian menunjukan bahwa penyebab terbanyak dari kasus fraktur mandibula adalah kecelakaan berkendara dengan terjadi 137 kasus atau 85,1 % dari keseluruhan total kasus. Sedangkan paling sedikit fraktur yang disebabkan oleh trauma olahraga, hanya terjadi 1 kasus atau 0,6 %.
Jurnal Penelitian
Analisa Data
1. Kajian Deskriptif Distribusi Lokasi Fraktur Mandibula Berdasarkan Kelompok Usia Pasien Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok usia muda/usia belum produktif fraktur mandibula lebih banyak terjadi pada daerah simpisis/parasimpisis yaitu 10 kasus. Selanjutnya pada kelompk usia dewasa/usia produktif sama seperti pada usia muda yaitu lebih sering terjadi pada daerah simpisis/parasimpisis yaitu sebanyak 58 kasus. Fraktur kompleks lebih banyak terjadi pada kelompok usia tua/usia tidak prooduktif, yaitu 7 kasus.
2. Kajian Deskriptif Distribusi Lokasi Fraktur Mandibula Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Pada jenis kelamin laki-laki lebih banyak fraktur mandibula terjadi di daerah simpisis/parasimpisis yaitu 48 kasus dari total 116 kasus yang terjadi. Pada daerah alveolar/dentoalveolar, koronoid, dan ramus masing-masing terjadi 2 kasus dan hanya 1 kasus di derah kondilus. Sedangkan pada perempuan, tidak jauh beda dengan laki-laki yaitu lebih banyak kejadian fraktur mandibula terjadi di daerah simpisis/parasimpisis dengan 22 kasus. Pada perempuan tidak terjadi fraktur mandibula di daerah kondilus dan koronoid.
3. Kajian Deskriptif Distribusi Lokasi Fraktur Mandibula Berdasarkan Etiologi Kecelakaan berkendara menjadi penyebab terbanyak terjadinya fraktur mandibula dan kebanyakan mengakibatkan fraktur di daerah simpisis/parasimpisis yaitu sebanyak 62 kasus. Tidak jauh beda dengan kecelakaan berkendara, kecelakaan kerja juga lebih banyak menyebabkan fraktur di daerah simpisis/parasimpisis yaitu sebanyak 5 kasus. Serangan/kekerasan banyak mengakibatkan terjadinya fraktur kompleks, berdasarkan pengamatan terdapat 3 kasus fraktur kompleks akibat serangan/kekerasan.Penyebab lain terjadinya mandibula seperti kelainan patologis atau kelainan jaringan juga menyebabkan terjadinya fraktur di daerah korpus/bodi dan simpisis/parasimisis masing-masing sebanyak 2 kasus serta 1 kasus menyebabkan terjadinya fraktur kompleks.
4. Uji Korelasi Spearman Untuk mengetahui hubungan dari kedua variabel yang diteliti apakah memiliki hubungan atau tidak maka perlu dilakukan uji korelasi. Untuk menentukan hubungan antara distribusi lokasi dengan usia, jenis kelamin, dan penyebab terjadinya fraktur mandibula maka dalam penelitian kali ini digunakan uji korelasi speaman. Berdasarkan uji yang dilakukan maka didapat hasil seperti pada tabel 1. Dari hasil uji korelasi spearman yang dilakukan didapatkan nilai signifikansi 0,965 (usia); 0,758 (jenis kelamin); dan 0,110 (etiologi) yang berarti dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan jenis kelamin pasien serta penyebab terjadinya terhadap lokasi terjadinya fraktur mandibula berdasarkan data rekam medis di RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Sesuatu dikatakan memiliki hubungan yang signifikan apabila nilai signifikan < 0,05.
Jurnal Penelitian
Tabel 1. Hasil Uji Korelasi Spearman Lokasi dengan Usia, Jenis Kelamin, dan Penyebab terjadinya fraktur
Nilai Lokasi Usia Jenis Kelamin Etiologi Koefisien korelasi 0,004 0,025 -0,126 Signifikan 0, 965 0,758 0,110
PEMBAHASAN Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan dan distribusi lokasi fraktur mandibula dengan usia, jenis kelamin, dan penyebab terjadinya fraktur. Data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan hasil rekam medis pasien fraktur mandibula di RSUD dr. Saiful Anwar Malang pada tahun 2008-2012. Alasan penggunaan rekam medis RSUD dr. Saiful Anwar Malang karena rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit pusat rujukan di Jawa Timur selain RSUD dr. Soetomo di Surabaya. Terdapat 207 data rekam medis pasien yang didiagnosis dan dirawat karena fraktur mandibula di RSUD dr Saiful Anwar Malang sejak tahun 2008 sampai 2012 dan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 161 data rekam medis dengan perhitungan sampel menggunakan rumus Slovin. Kelompok usia dewasa / usia produktif (15-64 th) menjadi kelompok tertingi dalam kejadian fraktur mandibula di RSUD dr. Saiful Anwar. Jumlah penderita kelompok usia tersebut sebanyak 116 kasus atau 72,0 % lalu diikuti kelompok usia muda / usia belum produktif (0-14 th) sebesar 28 kasus 17,4 %, dan kelompok usia tua / usia tidak produktif (> 65 th) 17 kasus atau 20,6 % (Tabel 5.3). Penelitian di Libya oleh Elgehani dan Orafi (2009) menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian ini melaporkan bahwa 48% dari penderita fraktur mandibula berada pada kisaran usia 21-30 tahun. Penelitian di Brazil oleh Martini et al. (2006) juga menghasilkan data yang sama mengenai prevalensi fraktur mandibula menurut usia, yaitu usia 21- 30 tahun sebesar 38%. Mobilitas tinggi dari masyarakat kelompok usia tersebut dikarenakan kelompok usia dewasa muda merupakan usia produktif. Kesibukan menjadi faktor banyaknya kecelakaaan yang terjadi akibat kepadatan lalulintas. Kelompok usia tersebut juga merupakan kelompok usia yang memiliki kepemilikan kendaraan pribadi yang besar. Faust (2009) menyatakan, pada kelompok usia anak-anak, khususnya pasien yang lebih muda dari 5 tahun jarang terjadi fraktur mandibula. Hal ini dikarenakan tulang wajah anak-anak lebih tahan terhadap patah tulang karena elastisitas lebih tinggi, jaringan adipose yang tebal, dan stabilisasi rahang bawah dan rahang atas oleh gigi yang belum tumbuh. Olah raga merupakan penyebab terbanyak fraktur mandibula pada anak-anak usia sekolah (Faust, 2009). Hasil pengamatan menunjukkan laki-laki adalah penderita terbanyak kasus fraktur mandibula, jumlah penderita laki-laki tersebut sebanyak 116 orang atau 72,0 %. Sedangkan 45 sisanya merupakan perempuan atau 28,0 %. Perbandingan antara penderita fraktur mandibula berjenis kelamin laki- laki dan wanita adalah 3 : 1. Jurnal Penelitian Seperti halnya penelitian yang dilakukan di Libya, jumlah laki-laki masih dominan sebagai penderita fraktur mandibula.penelitian tersebut menunjukan rasio laki-laki penderita fraktur mandibula tujuh kali lipat dibandingkan wanita. Hal ini disebabkan laki-laki jauh lebih banyak menjalani aktivitas luar seperti berkendara atau olahraga dibandingkan wanita (Elgehani dan Orafi, 2009). Kecelakaan berkendara merupakan penyebab tertinggi kasus fraktur mandibula menurut data rekam medis RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Sebanyak 85,1% (Tabel 5.5) dari seluruh kasus atau 137 dari 161 kasus disebabkan oleh kecelakaan berkendara. Pedersen (1996) menyatakan bahwa penyebab tertinggi trauma orofacial yaitu karena kecelakaan lalu lintas 40-45%. Chang (2008) juga melaporkan bahwa penyebab tertingi dari fraktur mandibula adalah kecelakaan berkendara sebesar 43%. Penyebab tebesar kedua adalah fraktur mandibula yang disebabkan oleh kecelakaan kerja. Dari data rekam medis, didapat 13 kasus fraktur mandibula yang disebabkan oleh kecelakaan kerja atau sebesar 8,1 % (Tabel 5.5) dari total kasus. Chang (2008) mengatakan trauma olah raga dan kecelakaan kerja menyebabkan fraktur mandibula sebanyak 7 %. Hasil lainnya berbeda dengan penelitian Pedersen (1996) dimana penganiayaan atau berkelahi 30-35% merupakan penyebab kedua terbesar serta Chang (2008) yang juga menyebutkan 34% fraktur mandibula disebabkan kekerasan. kedua peneliti melakukan penelitian pada negara mereka yang termasuk negara maju. Sedangkan Malang merupakan kota di negara berkembang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elgehani dan Orafi (2009) di Libya, kebanyakan kasus fraktur mandibula dikarenakan oleh kekerasan individu terjadi pada negara- negara maju, sedang pada negara berkembang kecelakaan merupakan penyebab tertinggi. Indonesia merupakan negara dengan kepemilikan kendaraan pribadi terutama roda dua yang tinggi. Mudah dan terjangkaunya biaya untuk memiliki kendaraan roda dua menyebabkan besarnya kepemilikan kendaraan tersebut. Besarnya angka kepemilikan kendaraan pribadi merupakan penyebab semakin padat dan seringnya terjadi kecelakaan yang menjadi faktor penyebab terbanyak fraktur mandibula. Pada kelompok usia dewasa/usia produktif kejadian fraktur mandibula paling sering terjadi pada daerah simpisis/parasimpisis yaitu sebanyak 58 kasus. Lalu pada kelompok usia muda/usia belum produktif fraktur mandibula juga lebih banyak terjadi pada daerah simpisis/parasimpisis yaitu 10 kasus. Namun pada kelompok usia tua/usia tidak produktif lebih banyak terjadi fraktur kompleks atau fraktur mandibula yang terjadi di beberapa tempat. Berdasarkan jenis kelamin, baik pada laki-laki ataupun perempuan fraktur lebih sering terjadi di daerah simpisis/parasimpisis yaitu pada laki-laki 48 kasus dan pada perempuan 22 kasus. Sedangkan jika dilihat dari penyebab terjadinya fraktur mandibula, kecelakaan berkendara yang merupakan penyebab tertinggi 137 kasus. lebih sering menyebabkan fraktur di daerah simpisis/parasimpisis dengan total 62 kejadian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dari keseluruhan fraktur mandibula lebih sering terjadi di daerah simpisis/parasimpisis. Berdasarkan hasil pengamatan data rekam medis di RSUD dr. Saiful Anwar Malang menunjukkan bahwa fraktur mandibula lebih sering terjadi di daerah simfisis/parasimpisi mandibula yaitu sebanyak 70 kasus atau 43,5%. Hasil yang tidak jauh berbeda didapat berdasarkan penelitian yang dilakukan Ramadhan (2009) di rumah sakit dr. Soebandi Jember dimana Jurnal Penelitian bahwa dari 63 kejadian fraktur 36,51 % atau 23 kasus terjadi di simpisis/parasimpisis. Clark (2009) menyatakan, penyebab terbanyak dari fraktur mandibula di dareah simfisis adalah kecelakaan berkendara. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Chang (2008) dimana fraktur kondilus memiliki frekuensi kejadian tertinggi, fraktur kondilus pada penelitian menempati urutan kedua terbawah. Fraktur kondilus banyak ditemukan pada anak-anak, sedangkan fraktur angulus lebih sering ditemukan pada remaja dan dewasa muda (Pedersen, 1996). Pada penelitian, kasus yang dialami oleh anak-anak tidak lebih dari 3 kasus. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan faktor terbanyak dari penyebab fraktur mandibula. Kelalaian pengendara dalam penggunaan pelindung seperti helm dan tipe helm yang kurang memadai, tanpa dilengkapi pelindung rahang seringkali menjadi penyebab fraktur mandibula. Tumbukan dari frontal tanpa pelindung bila kecelakaan terjadi dimungkinkna menjadi faktor pencetus fraktur pada bagian simfisis. Pada penelitian ini juga dianalisis hubungan antara usia dan jenis kelamin pasien terhadap lokasi terjadinya dengan mengunakan uji korelasi spearman dengan menggunakan SPSS 18. Dari hasil uji korelasi spearman didapatkan hasil uji dengan nilai signifikan 0,965 (usia); 0,758 (jenis kelamin) dan 0,110 (penyebab) (p> 0,05) sehinga kesimpulan yang didapat bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara distribusi lokasi fraktur mandibula dengan usia, jenis kelamin, dan penyebab terjadinya fraktur mandibula. Hal tersebut dikuatkan dengan data yang didapat dari penelitian yang menunjukkan baik pada usia muda/usia belum produktif ataupun pada usia dewasa/usia produktif, pada laki-laki dan perempuan serta penyebab-penyebab terjadinya sama- sama lebih banyak terjadi di daerah simpisis/parasimpisis. Hal ini dikarenakan daerah simpisis/parasimpisis merupakan daerah paling depan dan paling menonjol dibanding daerah lainnya, selain itu juga karena strukturnya yang pipih. Dengan melihat fakta hasil penelitian, didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lokasi fraktur mandibula dengan usia, jenis kelamin, dan penyebab terjadinya fraktur mandibula sehingga hipotesis ditolak.
KESIMPULAN 1. Tidak terdapat hubungan antara lokasi fraktur mandibula dengan usia, jenis kelamin, dan penyebab terjadinya fraktur mandibula. 2. Distribusi lokasi fraktur mandibula berdasarkan usia, jenis kelamin, dan penyebab terjadinya, fraktur mandibula lebih bayak terjadi di daerah simpisis/parasimpisis.
SARAN 1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai fraktur mandibula di rumah sakit lainnya di Indonesia. 2. Perlu dilakukan penyuluhan mengenai keamanan dan ketertiban dalam berkendara sejak dini sebagai cara preventif untuk mengurangi jumlah kasus Fraktur mandibula.
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, Enni. 2000. Konsep Perawatan Fraktur Mandibula. Tidak dipublikasikan. Skripsi. Medan : Fakultas Kedokteran Gigi USU. Ajmal, Khan, Jadoon, dan Malik. 2007. Management protocol of mandibular fractures at pakistan institute of medical sciences, Islamabad, Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad 19 (3). Hlm 52-55. Jurnal Penelitian Al-Maqassary, Ardi. 2012. Pengertian Jenis Kelamin .http:// www.Psychologymania . com /2012/12/ pengertian-jenis- kelamin . html [23 Juni 2013]. Bailey, H. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat Edisi 11. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Banks, P. 1992. Fraktur Pada Mandibula Menurut Killey. Edisi III. Terjemahan Wahyono dari Killeys Fractures of The Mandible. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Banks, P. 1993. Fraktur Sepertiga Tengah Skeleton Fasial Menurut Killey. Edisi IV. Terjemahan Wahyono dari Killeys Fractures of The Middle Third of The Facial Skeleton. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Barmadisatrio. 2007. Fraktur Mandibula. Tidak dipublikasikan. Referat. Surabaya : Program Studi Ilmu Bedah FK Unair . Bruce, R, dan Fonseca, R.J. 1991.Mandibular Fractures dalam Oral and Maxillofacial Trauma, Fonseca RJ dan Walker RV (ed.) vol 1. W.B. Saunders Company: Hlm. 359- 414. Chang , E. W. 2008. Mandible Fractures, General Principles and Occlusion. http://emedicine.medscape.com/a rticle/148358-media. [26 Desember 2011]. Clark, W. D. 2009. Mandibular Symphyseal and Parasymphyseal Fractures . http://emedicine.medscape.com/a rticle/869242-overview. [26 Desember 2011]. Dixon, A. D. 1993. Buku Pintar Anatomi Untuk Kedokteran Gigi Edisi 5. Terjemahan Lilian Yuwono dari Anatomy For Students Of Dentistry. Jakarta: Hipokrates. Elgehani, R.A dan Orafi M.I. 2009.Incidence of mandibular fractures in Eastern part of Libya. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 14. Hlm 529-532. Faust, R A. 2009. Mandible fractures in children. http://www.medscape.com/medli ne/abstract/872662&rurl. [ 28 Januari 2012]. Fonseca, R. J dan Walker R. V 1997. Oral and Maxillofacial Trauma. Edisi 2, vol. 1. USA: W.B. Saunders Company. Goldman, K. E. 2008. Mandibular Condylar and Subcondylar Fractures. http://emedicine.medscape.com/a rticle/870075-overview. [28 Desember 2011]. Google, 2009. http://blutuz.com/wp- content/uploads/mandibula- inf.jpg. [Desember 2011]. Iswadi. 2007. Faktor-faktor yang berpengaruh pada fungsi Mandibula pasca Interdental Wiring dan Intermaxillary Wiring pada Fraktur mandibula satu sisi di RSUP DR Sardjito. Tidak dipublikasikan. Karya Ilmiah Paripurna. Yogyakarta : Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Julia, V., Chotimah, C., Seno, H. 2005. Pelaksanaan Fraktur mandibula Multiple. Majalah Kedokteran Gigi Edisi khusus Temu Ilmiah Nasion hal. 270-273. Martini, Takahashi, Oliviera, Calvarho, Curcio, Shinohara. 2006. Jurnal Penelitian Epidemiology of mandibular fractures treated in a Brazilian level I Trauma Public Hospital in the city of So Paulo, Brazil. http://www.scielo.br/scielo.php?s cript=sci_arttext&pid=S0103- 64402006000300013. [12 Januari 2012] Moeliono, Marina A. 2004. Peranan Rehabilitasi Medik Pasca Fraktur Rahang. Bandung : Kongres Nasional Persatuan Ahli Bedah Mulut. Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Terjemahan Purwanto, et al. dari Clinical Oral Surgery (1990). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pusponegoro, Wila, Pudjiaji, Bisanto, Zulkarnain. 1995. Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara. Reksoprodjo, S. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. Wijaya, Ramadhan P. V. S. 2009. Prevalensi Pasien Dengan Fraktur Mandibula Yang Dirawat Di Rsud Dr. Soebandi Jember Tahun 2004-2008. Tidak dipublikasikan. Skripsi. Jember : Fakultas Kedokteran Gigi UNEJ. Sarwono, Jonathan. 2010. Teori Analisis. Jakarta. EGC Soeratno dan Arsyad. 1995. Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Stierman, K. 2000. Mandible Fracture. http://www.utmb.edu/otoref/grnd s/Mandible-fx-0006/Mandible- fx-0006.pdf [Desember 2011]. Suhartati, T. 2003. Tinjauan Anatomi Fraktur Kompleks Zigomatikus dan Masalah yang Ditimbulkan. Jurnal ilmiah dan teknologi kedokteran gigi FKG UPDM Hlmn. 24-26. Sukmadinata, N. S. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Rodsakarya Thaib, M. R., Satoto , D., dan Syamsudin ,E. 1985. Masalah Anastesia pada Trauma Maksilofacial.SCermin Dunia Kedokteran. Hlm 45-49. Trott , M dan David, D.J. 1995. Facial Fractures dalam Cranimaxillofacial Trauma. (ed : David DJ, Simpson DA.). Edinburg. Churchill Livingstone. Hlm. 263-289). Wibowo, H. 1994. Pencegahan dan Penatalaksanaannya Cedera Olah Raga. Jakarta: EGC. Widell, T. 2001. Mandibular Fractures. J. Med.2. Wray, Stenhouse, Lee, dan Clark. 2003. Textbook Of General and oral Surgery. Edinburg. Churchill Livingstone.