i
= Pengaruh sebenarnya dari faktor jenis minyak pada taraf ke-i
ij
= Pengaruh galat percobaan
i = Jumlah taraf/perlakuan = 1, 2, 3, 4, 5
j = Jumlah ulangan pada perlakuan ke-i = 1, 2
Analisa keragaman dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap peubah yang diukur. Bila hasil yang diperoleh menunjukkan nilai
yang berbeda nyata, maka analisa dilanjutkan dengan uji Duncan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produk yang diteliti adalah sabun transparan yang dibuat melalui reaksi
penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Sebagai sumber asam lemak
digunakan asam stearat dan jenis minyak nabati, yaitu minyak kelapa (coconut
oil). Penampakan sabun transparan yang dibuat dari perlakuan komponen bahan
bukan lemak yaitu gliserin dan sukrosa tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Sebagai pembanding digunakan tiga merk sabun komersial, yang dalam
penelitian ini disingkat dengan sabun X, Y,dan Z. Penampakan ketiganya bisa
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Sabun transparan yang diteliti
Gambar 3. Produk pembanding sabun mineral X,Y,dan Z
Kela
Saw
Gliserin dan Sukrosa
(10%)
Gliserin dan Sukrosa
(30%)
Gliserin dan Sukrosa
(80%)
Godiv
a
Pears
Extraderm
Sabun X
Sabun Y Sabun Z
22
25.5
26
26.5
27
27.5
28
28.5
Gliserin &Sukrosa
(10%)
Gliserin & Sukrosa
(30%)
Gliserin & Sukrosa
(80%)
28.10
26.46
27.72
JenisMoisturizer
K
a
d
a
r
A
i
r
d
a
n
Z
a
t
M
e
n
g
u
a
p
(
%
)
Analisa yang dilakukan meliputi pengukuran terhadap kadar air dan zat
menguap, kadar asam lemak, kadar fraksi tak tersabunkan, kadar bagian tak larut
dalam alkohol, kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH), nilai pH, kekerasan
(penetrasi oleh Penetrometer), dan stabilitas busa yang dihasilkan.
A. KADAR AIR DAN ZAT MENGUAP
Jumlah air dan zat menguap dalam sabun mempengaruhi karakteristik
sabun saat disimpan. Sabun dengan kadar air dan zat menguap yang tinggi
lebih cepat mengalami penyusutan bobot dan dimensi. Hubungan antara kadar
campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan terhadap kadar air sampel
dapat dilihat pada Gambar 4.
Sampel yang memiliki kadar air tertinggi, yaitu 28,10 %, adalah yang
menggunakan gliserin dan sukrosa (10%). Kadar air terendah dimiliki oleh
sampel yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (30%), yaitu sebesar 26,46 %.
Kadar air produk pembanding berada pada kisaran 5,48 9,70 %. Sehingga
nilai sampel berada diluar kisaran sabun pembanding. Rekapitulasi data hasil
analisa kadar air dan zat menguap untuk sampel dapat dilihat pada Lampiran
Gambar 4. Hubungan antara kadar campuran gliserin dan sukrosa
terhadap kadar air sampel
Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)
10 30 80
30
25
20
15
10
5
0
26,46
27,7
5,48
9,70
23
5, sementara data hasil analisa untuk kadar air produk pembanding dapat
dilihat pada Lampiran 12.
Shrivastava (1982) menyatakan bahwa sabun mandi umumnya
memiliki kadar air sekitar 30 %. Jika kadar airnya kurang dari 30 %,
kemungkinan besar sabun tersebut telah melewati proses pengeringan buatan
(artificial drying) atau menjadi lebih kering karena pengaruh lingkungan
tempatnya disimpan.
Semua sampel yang diteliti memiliki kadar air kurang dari 30 %, tetapi
masih jauh lebih tinggi daripada kadar air produk pembanding. Sampel dalam
penelitian ini tidak mendapat perlakuan pengeringan, namun kemungkinan
besar telah mengalami proses pengeringan secara alami pada saat disimpan
sebelum dianalisa.
Analisa keragaman ( = 0,05) menunjukkan bahwa kadar campuran
gliserin dan sukrosa berpengaruh nyata terhadap kadar air dan zat menguap
sampel. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa gliserin dan sukrosa (10%)
dan gliserin dan sukrosa (30%) ternyata menghasilkan sabun dengan kadar air
yang tidak saling berbeda nyata, sementara gliserin dan sukrosa (80%)
menghasilkan sabun dengan kadar air yang berbeda nyata. Hasil analisa
keragaman dan uji Duncan untuk kadar air dan zat menguap dalam sampel
dapat dilihat pada Lampiran 5.
Kadar air dalam sabun, selain berasal dari air yang ditambahkan
sewaktu proses pembuatan sabun, juga merupakan hasil samping dari proses
penyabunan. Villela (1996) menyatakan bahwa asam lemak (RCOOH) yang
bereaksi dengan NaOH akan membentuk sabun (RCOONa) dan air (H
2
O).
Rantai hidrokarbon (C
7
C
17
) diwakili oleh gugus R.
Kandungan zat menguap dalam sabun berasal dari bahan-bahan
pembentuk sabun yang bersifat mudah menguap, misalnya alkohol, atau
merupakan hasil dari reaksi-reaksi lanjutan yang terjadi di antara bahan-bahan
RCOOH + NaOH RCOONa +
24
tersebut. Menurut Ketaren (1986), apabila minyak atau lemak mengalami
kontak dengan oksigen, akan terjadi proses oksidasi yang menghasilkan
senyawa aldehid dan keton yang bersifat mudah menguap. Shrivastava (1982)
menyatakan bahwa beberapa jenis asam lemak, seperti laurat, kaproat,
kaprilat dan kuprat, bersifat larut dalam air dan mudah menguap jika
didestilasi dengan menggunakan air atau uap panas.
B. KADAR FRAKSI TAK TERSABUNKAN
Fraksi tak tersabunkan adalah senyawa-senyawa yang sering terdapat
larut dalam minyak, tidak dapat membentuk sabun dengan soda alkali dan
dapat diekstrak dengan pelarut lemak (Wood, 1996). Hubungan antara kadar
campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan dan kadar fraksi tak
tersabunkan dalam sampel dapat dilihat pada Gambar 5,
Gambar 5. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa terhadap
kadar fraksi tak tersabunkan sampel
Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)
10 30 80
5,40
5,00
25
Kadar fraksi tak tersabunkan terendah, yaitu sebesar 4,22 %, terdapat
pada sampel yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (10%), sementara yang
tertinggi, yaitu sebesar 5,44 %, terdapat pada sampel yang dibuat dari gliserin
dan sukrosa (30%). Kadar fraksi tak tersabunkan produk pembanding adalah 5
5,40 %. Sehingga nilai sampel berada di luar kisaran sabun pembanding.
Rekapitulasi data hasil analisa produk untuk kadar fraksi tak tersabunkan
dapat dilihat pada Lampiran 6, sementara untuk produk pembanding dapat
dilihat pada Lampiran 12.
Analisa keragaman ( = 0,05) menunjukkan bahwa kadar campuran
gliserin dan sukrosa yang digunakan sebagai komponen tambahan yang
berpengaruh nyata terhadap kadar fraksi tak tersabunkan. Hasil uji Duncan
menunjukkan bahwa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sabun dengan
komponen tambahan gliserin dan sukrosa (10%) tidak berbeda nyata dengan
komponen tambahan gliserin dan sukrosa (80%), sementara sabun yang dibuat
dari dengan komponen tambahan gliserin dan sukrosa (30%) memiliki nilai
fraksi tak tersabunkan yang saling berbeda nyata. Hasil analisa keragaman dan
uji Duncan untuk kadar fraksi tak tersabunkan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Menurut Wood (1996), yang termasuk fraksi tak tersabunkan
adalah kolesterol, fatty alcohol, sterol, pigmen dan hidrokarbon. Menurut
Swern (1979) dan Wood (1996), adanya bahan yang tidak tersabunkan
dalam sabun dapat menurunkan kemampuan membersihkan (daya detergensi)
pada sabun. Kadar fraksi tak tersabunkan juga menunjukkan adanya
asam lemak dalam bentuk bebas yang tidak bereaksi membentuk sabun
dengan alkali.
26
C. KADAR BAGIAN TAK LARUT DALAM ALKOHOL
Dalam pembuatan sabun transparan, alkohol berfungsi sebagai pelarut
dan transparent agent. Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai
nilai polaritas yang sama. Hubungan antara kadar campuran gliserin dan
sukrokasa yang digunakan terhadap kadar bagian tak larut dalam alkohol
untuk sampel dapat dilihat pada Gambar 6.
Sampel dengan kadar bagian tak larut dalam alkohol tertinggi, yaitu
5,67 %, adalah sabun yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (10%), sementara
yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (80%), memiliki kadar bagian tak larut
dalam alkohol yang paling rendah, yaitu sebesar 5,40 %. Produk-produk
pembanding memiliki kadar bagian tak larut dalam alkohol sebesar 0,23
0,27 %. Sehingga nilai sampel berada di luar kisaran sabun pembanding.
Rekapitulasi data hasil analisa sampel untuk kadar bagian tak larut dalam
alkohol dapat dilihat pada Lampiran 7, sementara data hasil analisa untuk
produk pembanding dapat dilihat pada Lampiran 12.
Gambar 6. Hubungan konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa
terhadap kadar bagian tak larut dalam alkohol sampel
2,5
2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
3,0
3,5
4,0
5,0
4,5
5,5
6,0
Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)
10 30 80
5,41 5,40
0,27
0,23
27
Analisa keragaman ( = 0,05) menunjukkan bahwa konsentrasi
campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan dalam pembuatan sabun
berpengaruh nyata terhadap kadar bagian tak larut dalam alkohol yang ada
dalam sabun. Uji Duncan menunjukkan bahwa sabun yang dibuat dari gliserin
dan sukrosa (30%), dan gliserin dan sukrosa (80%) memiliki kadar bagian tak
larut dalam alkohol yang tidak saling berbeda nyata, sementara penggunaan
gliserin dan sukrosa (10%), memberikan nilai yang tidak berbeda nyata
dengan penggunaan minyak jarak. Hasil analisa keragaman dan uji Duncan
untuk kadar bagian tak larut dalam alkohol dapat dilihat pada Lampiran 7.
Menurut Ketaren (1986), minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam
alkohol, tetapi akan larut dengan sempurna dalam etil eter dan karbon
disulfida. Bahan lain yang tidak larut dalam alkohol adalah protein.
ASTM (2001) menyebutkan bagian terbanyak yang tak larut dalam alkohol
adalah garam alkali, seperti karbonat, borat, silikat, fosfor dan sulfat,
sementara bahan lainnya adalah pati.
D. KADAR ALKALI BEBAS
Menurut Shrivastava (1982), sebagian besar alkali dalam sabun ada
dalam bentuk terikat dengan asam lemak, sementara sebagian yang lain ada
dalam bentuk bebas. Hubungan antara kadar campuran gliserin dan sukrosa
yang digunakan dan kadar alkali bebas sampel dapat dilihat pada Gambar 7.
28
Gambar 7. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa
terhadap kadar alkali bebas sampel
Sabun dengan komponen tambahan gliserin dan sukrosa (10%),
memiliki kadar alkali bebas terendah, yaitu sebesar 0,70 %. Kadar alkali bebas
tertinggi, yaitu 0,84 %, dimiliki oleh sabun yang dibuat dari gliserin dan
sukrosa (30%). Kadar alkali bebas produk pembanding berada pada kisaran 5
5,47 %. Sehingga nilai sampel berada di luar kisaran sabun pembanding.
Rekapitulasi data hasil analisa kadar alkali bebas untuk sampel dapat dilihat
pada Lampiran 8, sementara data untuk produk pembanding dapat dilihat pada
Lampiran 12.
Analisa keragaman ( = 0,05) menunjukkan bahwa kadar campuran
gliserin dan sukrosa yang digunakan sebagai komponen tambahan yang
berpengaruh nyata terhadap kadar alkali bebas. Hasil uji lanjut Duncan yang
dilakukan menunjukkan bahwa setiap konsentrasi campuran gliserin dan
sukrosa menghasilkan sabun dengan kadar alkali bebas yang saling berbeda
nyata. Hasil analisa keragaman dan uji Duncan untuk kadar alkali bebas dapat
dilihat pada Lampiran 8.
1,0
5,5
5,0
4,5
2,5
2,0
1,5
3,0
3,5
4,0
6,0
0,5
0,70
0,84 0,75
5,00
5,47
10 30 80
Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)
0,0
29
Alkali bebas yang ada dalam sabun merupakan alkali (dalam hal ini
NaOH) yang tidak habis bereaksi dengan asam lemak pada saat pembentukan
stok sabun. Adanya alkali dalam bentuk bebas menandakan kurangnya jumlah
asam lemak dalam formula sabun. Villela (1996) menyatakan bahwa
satu molekul asam lemak (RCOOH) akan bereaksi dengan satu molekul
NaOH membentuk satu molekul sabun (RCOONa) dan satu molekul air
(H
2
O). Rantai hidrokarbon (C
7
C
17
) diwakili oleh gugus R.
Adanya sejumlah besar alkali bebas dalam sabun adalah hal yang
tidak diinginkan. Penggunaan sabun berkadar alkali bebas tinggi dapat
mengakibatkan iritasi pada kulit. Menurut Poucher (1974), natrium
hidroksida memiliki sifat higroskopis dan dapat menyerap kelembaban kulit
dengan cepat. Wade dan Weller (1994) menyatakan bahwa NaOH termasuk
golongan alkali kuat yang bersifat korosif dan dapat dengan mudah
menghancurkan jaringan organik halus.
E. NILAI pH
Departemen Perindustrian (1984) menyebutkan sabun sebagai garam
alkali yang bersifat basa. Hubungan antara kadar campuran gliserin dan
sukrosa yang digunakan dan pH sampel dapat dilihat pada Gambar 8.
RCOOH + NaOH RCOONa +
30
GGambar 8. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa
terhadap pH sampel
Sabun yang menggunakan gliserin dan sukrosa (10%) sebagai
komponen tambahan memiliki pH paling rendah, yaitu 9,63. Sabun dengan pH
tertinggi, yaitu 10,84, adalah yang menggunakan gliserin dan sukrosa (80%)
sebagai komponen tambahannya. Nilai pH produk pembanding berada pada
kisaran 9,36 10,61 %. Sehingga nilai sampel berada di dalam kisaran sabun
pembanding. Rekapitulasi data hasil analisa untuk nilai pH sampel dapat
dilihat pada Lampiran 9, sementara data nilai pH untuk produk pembanding
dapat dilihat pada Lampiran 12.
Menurut Jellinek (1970), pH sabun umumnya berkisar antara 9,5
10,8. Jumlah alkali yang ada dalam sabun mempengaruhi besarnya nilai pH.
Pembuatan sabun melibatkan pemakaian sejumlah besar natrium hidroksida.
Dalam penelitian ini, jumlah NaOH yang digunakan dalam pembuatan
sampel mencapai hampir 25 % (tepatnya 24,8 %) dari seluruh bahan
pembuat sabun.
Hasil analisa keragaman ( = 0,05) menunjukkan bahwa konsentrasi
campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan sebagai komponen tambahan
Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)
10 30 80
2
1
3
4
5
6
7
8
9
10
11
10,18
9,36
9,83
9,63
10,61
31
tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap pH sabun. Ini berarti besarnya
pH sabun tidak dipengaruhi oleh konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa
yang digunakan sebagai komponen tambahan. Hasil analisa keragaman untuk
nilai pH sampel dapat dilihat pada Lampiran 9.
Menurut Wasitaatmadja (1997) bahwa pH yang sangat tinggi atau
sangat rendah dapat meningkatkan daya absorbansi kulit, sehingga kulit dapat
mengalami iritasi. Keasaman kosmetik sebaiknya disesuaikan dengan pH
kulit, yaitu antara 4,5 7.
Jellinek (1970), menyatakan kulit manusia memiliki pH normal sekitar
5. Mencuci kulit dengan menggunakan sabun akan membuat pH kulit
meningkat untuk sementara, tetapi tidak akan melebihi 7.
F. KEKERASAN
Pengukuran tingkat kekerasan sabun dilakukan dengan menggunakan
alat yang disebut Penetrometer. Nilai yang diperoleh menunjukkan seberapa
dalam jarum Penetrometer dapat menembus sabun dalam rentang waktu
tertentu. Sabun yang lebih lunak memiliki nilai penetrasi yang lebih besar.
Hubungan antara kadar campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan dan
nilai penetrasi Penetrometer terhadap sampel dapat dilihat pada Gambar 9.
32
Gambar 9. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa
terhadap kekerasan (nilai penetrasi oleh Penetrometer)
sampel
Sabun yang memiliki tingkat kekerasan tertinggi adalah sabun
dengan nilai penetrasi yang paling rendah (0,332 mm/det), yaitu yang dibuat
dari gliserin dan sukrosa (80%), sedangkan sabun yang paling lunak, yaitu
yang memiliki nilai penetrasi tertinggi (0,650 mm/det), adalah sabun yang
dibuat dari gliserin dan sukrosa (30%). Nilai penetrasi Penetrometer terhadap
produk pembanding berkisar antara 0,004 0,398 mm/det. Sehingga nilai
sampel berada di dalam kisaran sabun pembanding. Rekapitulasi data hasil
analisa untuk nilai penetrasi Penetrometer terhadap sampel dapat dilihat pada
Lampiran 10, sementara rekapitulasi nilai penetrasi Penetrometer terhadap
produk pembanding dapat dilihat pada Lampiran 12.
Analisa keragaman ( = 0,05) yang dilakukan menunjukkan bahwa
konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa yang digunakan sebagai komponen
tambahan berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun. Dari uji Duncan dapat
diketahui bahwa sabun yang menggunakan gliserin dan sukrosa (10%)
ternyata memiliki nilai kekerasan yang tidak berbeda nyata dengan yang
0,398
0,004
Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)
10 30 80
33
menggunakan gliserin dan sukrosa (30%) sebagai komponen tambahan.
Sabun yang dibuat dari gliserin dan sukrosa (80%) menunjukkan nilai
kekerasan yang berbeda nyata. Hasil analisa keragaman dan uji Duncan untuk
kekerasan dapat dilihat pada Lampiran 10.
Mutu dan konsistensi sabun sangat ditentukan oleh jenis asam lemak
yang digunakan. Sabun yang dibuat dari asam lemak dengan bobot molekul
kecil, misalnya asam laurat, akan lebih lunak daripada sabun yang dibuat dari
asam lemak dengan bobot molekul yang lebih besar, misalnya asam stearat.
Cavitch (2001) menyatakan bahwa asam oleat, laurat, miristat, palmitat dan
stearat yang ditambahkan pada fomula dapat membuat sabun menjadi keras
dan padat.
Menurut Atmoko (2005), kekerasan sabun dipengaruhi oleh adanya
asam lemak jenuh dalam sabun. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang
tidak mengandung ikatan rangkap dan memiliki titik cair yang lebih tinggi
dibanding asam lemak yang mengandung banyak ikatan rangkap. Semakin
banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun, maka sabun akan menjadi
semakin keras. Adapun faktor lain yang juga berpengaruh pada kekerasan
sabun adalah kadar air. Semakin tinggi kadar air, sabun akan semakin lunak.
Sabun yang lebih keras dan padat memiliki umur simpan yang lebih lama
daripada sabun yang lunak. (Atmoko, 2005).
G. STABILITAS BUSA
Busa adalah dispersi gas-dalam-cairan yang distabilkan oleh suatu zat
pembusa, merupakan struktur yang relatif stabil dan terdiri atas kantong-
kantong udara yang terbungkus dalam lapisan tipis. Kecepatan pembentukan
dan stabilitas busa merupakan dua hal penting untuk produk pembersih tubuh.
Busa yang banyak dan stabil lebih disukai daripada busa yang sedikit atau
tidak stabil.Hubungan antara konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa yang
digunakan dan stabilitas busa yang dihasilkan oleh sampel dapat dilihat pada
Gambar 11.
34
Gambar 10. Hubungan kadar campuran gliserin dan sukrosa terhadap
stabilitas busa sampel
Pengukuran terhadap kestabilan busa pada sampel yang diteliti
menunjukkan nilai tertinggi pada sabun yang dibuat dari gliserin dan sukrosa
(10%), yaitu 61,85 %, sementara nilai terendah diperoleh dari sabun yang
dibuat dari gliserin dan sukrosa (80%), yaitu 0 %. Kisaran nilai stabilitas busa
untuk produk pembanding adalah 81,20 90 %. Sehingga nilai sampel berada
di luar kisaran sabun pembanding. Rekapitulasi data hasil analisa sampel
untuk stabilitas busa dapat dilihat pada Lampiran 11, sementara data untuk
produk pembanding dapat dilihat pada Lampiran 12.
Analisa keragaman ( = 0,05) pada data hasil penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan konsentrasi campuran gliserin dan sukrosa yang berbeda
berpengaruh nyata terhadap stabilitas busa. Selanjutnya, uji Duncan
menunjukkan bahwa penggunaan ketiga konsentrasi campuran gliserin dan
sukrosa menghasilkan sabun dengan stabilitas busa yang saling berbeda nyata.
Hasil analisa keragaman dan uji Duncan untuk stabilitas busa dapat dilihat
pada Lampiran 11.
Kadar Campuran Gliserin dan Sukrosa (%)
10 30 80
20
30
40
50
60
70
80
90
34,23
61,85
90,00
81,20
35
Salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan
dan kestabilan busa adalah konsentrasi ion logam dalam air. Menurut
Piyali et al. (1999), keberadaan ion-ion logam (seperti Ca
2+
dan Mg
2+
) dalam
air dapat menurunkan stabilitas busa.
Karakteristik busa yang dihasilkan oleh sabun dipengaruhi oleh jenis
asam lemak yang digunakan. Asam laurat dan miristat dapat menghasilkan
busa yang lembut, sementara asam palmitat dan stearat memiliki sifat
menstabilkan busa. Asam oleat dan risinoleat dapat menghasilkan busa yang
stabil dan lembut (Cavitch, 2001).
Menurut Corredoira (1996), sodium laurat dapat menghasilkan busa
dengan cepat, tetapi dengan daya detergensi yang rendah. Sodium palmitat
dan sodium stearat memiliki daya detergensi yang sangat baik pada suhu
tinggi. Sodium oleat memiliki kelebihan karena mampu menghasilkan busa
yang banyak, memiliki daya detergensi dan kelarutan yang tinggi, tetapi tidak
dapat menghasilkan busa yang lembut. Sodium miristat dapat menghasilkan
busa dengan jumlah dan karakteristik yang nyaris ideal.
Woodroof (1979) menyatakan bahwa sabun yang dibuat dari minyak
kelapa dapat menghasilkan busa dengan baik pada air yang mengandung
garam atau berkesadahan tinggi. Karena bilangan Iodnya yang sangat rendah
(8 10) dan bilangan penyabunannya yang tinggi (250 260), minyak kelapa
dapat menghasilkan sabun dengan daya pembentukan busa yang sangat baik.
Menurut Shipp (1996), stabilitas busa dapat ditingkatkan dengan
penambahan surfaktan. Williams dan Schmitt (2002) berpendapat bahwa
dietanolamida berfungsi menstabilkan busa dan dapat membuat sabun
menjadi lebih lembut.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pemilihan bahan bukan lemak terutama gliserin dan sukrosa
berpengaruh pada produk yang dihasilkan. Penggunaan gliserin dan sukrosa
dengan tingkat kadar campuran yang berbeda akan menghasilkan produk
dengan karakteristik yang berbeda pula. Hal ini dapat dilihat dengan
perbadingan yang termasuk kedalam kisaran nilai produk pembanding dimana
kadar campuran gliserin dan sukrosa (10 dan 30) menghasilkan tingkatan
karakteristik hanya ke dalam analisa nilai pH terhadap bahan pembanding
sedangkan kadar campuran gliserin dan sukrosa (80) menghasilkan tingkatan
karakteristik ke dalam analisa nilai pH dan tingkat kekerasan. Sehingga kadar
campuran gliserin dan sukrosa dapat menghasilkan produk sabun transparan
yang memenuhi ketentuan yang berlaku.
B. SARAN
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai komposisi asam lemak
dan alkali yang optimal untuk setiap jenis minyak. Secara umum, komposisi
bahan secara keseluruhan juga perlu mendapat perhatian.
Hal lain yang perlu dikaji adalah kemungkinan penggunaan lebih dari
satu jenis minyak dalam satu formula sabun dengan penambahan bahan bukan
lemak yang berbeda dalam komposisi yang banyak. Sehingga karakter yang
tidak dimiliki oleh minyak dan bahan bukan lemak yang satu diharapkan dapat
disubstitusi oleh minyak bahan bukan lemak yang lain, sementara
kemungkinan munculnya sifat-sifat yang tidak diinginkan dapat ditekan
serendah mungkin. Kombinasi ini dapat menghasilkan berbagai jenis sabun
dengan sifat dan karakter yang bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Cavitch, S.M. 2001. Choosing Your Oils, Oil Properties of Fatty Acid.
Http://users.siloverlink.net/~timer/soapdesign.html.
Corredoira, R.A. dan A.R. Pandolfi. 1996. Raw Materials and Their Pretreatment
for soap Production. Di dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and
Detergents, A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Illinois.
George, E.D. dan J.A. Serdakowski. 1996. The Formulation of Bar Soaps. Di
dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and Detergents, A Theoretical and
Practical Review. AOCS Press, Illinois.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
Kirk, R.E., D.F. Othmer, J.D. Scott dan A. Standen. 1954. Encyclopedia of
Chemical Technology. 12 : 573-592. Interscience Publishers, New York.
MacDonald, I. dan J. Low. 1984. Fruit and Vegetables. Evans Brothers Limited,
London.
Shrivastava, S.B. 1982. Soap, Detergent and Parfume Industry. Small Industry
Research Institute, New Delhi.
SNI 06-3532. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi. Dewan Standarisasi Nasional,
Jakarta.
Sudjana. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi III. Penerbit Tarsito,
Bandung.
Suryani, A., E. Hambali dan M. Rivai.
a
2002. Teknologi Produksi Surfaktan.
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB, Bogor.
Suryani, A., I. Sailah dan E. Hambali.
b
2002. Teknologi Emulsi. Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
38
Thieme, J.G. 1968. Di dalam Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan.
UI Press, Jakarta.
Villela, C. dan E.A.L. Suranyi. 1996. Continuous Saponification and
Neutralization Process. Di dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and
Detergents, A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Illinois.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.
Wood, T.E. 1996. Quality Control and Evaluation of Soap and Related
Materials. Di dalam Spitz, L. (ed). 1996. Soaps and Detergents, A
Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Illinois.
Woodroof, J.G. 1979. Coconuts : Production, Processing, Products. 2
nd
Edition.
The AVI Publishing Company, Inc., Connecticut.
Http://www.pharmacy.wilkes.edu
Http://www.svce.ac.in
L
L
A
A
M
M
P
P
I
I
R
R
A
A
N
N
39
Lampiran 1. Beberapa formula sabun transparan
Komposisi (%)
Bahan-bahan
Mitsui (1997)
Williams dan
Schmitt (2002)
Cognis (2003)
Lemak
Asam stearat - 15 7
Asam laurat - 6 -
Beef tallow 22 - -
Minyak kelapa 10 - 20
Minyak jarak 4 - 12
Minyak zaitun 4 - -
Alkali
NaOH 30 % 6 4,4 20,3
Surfaktan/humektan
Propilen glikol - 18 -
SLES - 16 -
SLS - 12 -
Gliserin 1 8 7
DEA - - 1
Transparancy agent
Sukrosa 9 10 11
Pelarut
Alkohol 20 - 15
Air 23,8 10,2 6,5
Pengawet
EDTA 0,2 0,2 -
BHT - 0,2 -
Elektrolit
NaCL - - 0,2
40
Lampiran 2. Diagram alir pembuatan sabun transparan yang digunakan dalam
penelitian (Kusumah, 2004)
Asam Stearat (Padat)
Pemanasan
T = 70 - 80C
Asam Stearat (Cair)
Stok Sabun
Sabun Transparan
Minyak Kelapa NaOH 30 % Penyabunan
Gliserin
Etanol
NaCl
Sukrosa
DEA
Air
Pengadukan
T = 70 - 80C
Pencetakan
41
Lampiran 3. Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sabun transparan adalah
timbangan, hot plate, gelas piala, pengaduk kaca dan cetakan sabun dari
bahan plastik. Untuk analisa, alat-alat yang digunakan adalah gelas piala, labu
erlenmeyer, gelas ukur, labu takar, labu Cassia berskala minimal 0,1 ml,
tabung reaksi, kaca arloji, buret, pipet, pipet tetes, kertas saring, pisau,
penggaris, neraca analitik, hot plate, pH meter, vorteks, krus Gooch (atau krus
kaca masir), pompa (penghisap) vakum, penetrometer, desikator, oven listrik
dan freezer.
2. Bahan Baku
Bahan-bahan untuk pembuatan sabun transparan adalah minyak nabati,
asam stearat, NaOH, gliserin, etanol, sukrosa, dietanolamida (DEA), NaCl
dan air. Dalam penelitian ini digunakan lima jenis minyak nabati, yaitu
minyak kelapa (merk Barco),
3. Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan untuk analisa adalah HCl 10 % (bisa diganti
dengan H
2
SO
4
25 %), HCl 0,5 N, H
2
SO
4
1 N, KOH 0,5 N dalam etanol,
BaCl 20 %, etanol 70 %, indikator phenolphthalein dan metil oranye.
42
Lampiran 4. Prosedur analisa mutu sabun transparan
1. Kadar air dan zat menguap (SNI 06-3532-1994)
Sampel sebanyak 5 gram ditempatkan di dalam wadah tahan panas,
kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 105C selama 2 jam. Gelembung
yang timbul dihancurkan dengan batang pengaduk. Sampel ditimbang setelah
didinginkan di dalam Desikator, atau dipanaskan lagi bila perlu, sampai
bobotnya tetap.
2. Kadar fraksi tak tersabunkan (SNI 06-3532-1994)
Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml,
ditambah 10 ml KOH 0,5 N dalam alkohol dan kemudian dipanaskan di atas
penangas air dengan menggunakan pendingin tegak selama kurang lebih 1
jam. Setelah itu sampel didinginkan, ditambah indikator phenolphtalein dan
dititrasi dengan HCl 0,5 N. Pengerjaan blanko menggunakan 70 ml alkohol
netral untuk menggantikan sampel. Prosedurnya sama seperti pada pengerjaan
sampel.
a = Volume HCl untuk Sampel (ml)
b = Volume HCl untuk Blanko (ml)
N = Normalitas HCl (N)
56,1 = Bobot molekul larutan KOH
258 = Rata-rata bilangan penyabunan
Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g)
Bobot Awal (g)
Kadar Air (%) = x 100 %
Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (%) = x 100 %
(a b) x N x 0,0561
0,258 x Bobot Sampel (g)
43
Kadar Alkali Bebas (%) = x 100 %
3,1 x Bobot Sampel (g)
Volume H
2
SO
4
(ml)
Lampiran 4 (Lanjutan)
3. Kadar bagian tak larut dalam alkohol (SNI 06-3532-1994)
Kira-kira 5 gram sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 200 ml,
ditambah 10 ml etil alkohol 95 % dan diuapkan di atas penangas air sampai
kering. Perlakuan tersebut diulang tiga kali. Sampel kemudian dilarutkan
dalam 100 ml alkohol netral, kemudian disaring dengan menggunakan
penghisap vakum melalui krus Gooch (atau krus kaca masir) yang telah
dilapisi kertas saring. Kertas saring yang digunakan telah diketahui bobotnya.
Selama pengerjaan, krus harus ditutup dengan kaca arloji. Residu yang
tertahan oleh kertas saring dibilas dengan alkohol netral. Kertas saring
kemudian dikeringkan pada suhu 105
o
C sampai bobotnya konstan dan setelah
itu ditimbang.
4. Kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) (SNI 06-3532-1994)
Sampel seberat 50 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer,
ditambah kurang lebih 150 ml etanol dan sedikit batu didih, kemudian
dipanaskan. Setelah sampel larut, ke dalam erlenmeyer ditambahkan 10 ml
BaCl 20 % panas dan indikator phenolphtalein. Labu diputar agar
pencampuran terjadi secara sempurna. Sampel kemudian dititrasi dengan H
2-
SO
4
1 N sampai warna merah jambu hilang.
5. Nilai pH
Pengukuran nilai pH dilakukan dengan menggunakan pH Meter
pada larutan sampel 10 %, yang dibuat dengan melarutkan 1 gram sampel ke
Kadar Bagian Tak Larut dalam Alkohol (%) = x 100 %
Bobot Sampel (g)
Bobot Residu (g)
44
Lampiran 4 (Lanjutan)
dalam 9 ml air. Sebelumnya, pH Meter harus dikalibrasi dengan larutan
buffer pH 4 dan 9.
Pengukuran dilakukan pada suhu 25C dengan cara mencelupkan
elektroda pH Meter yang telah dibilas dengan air suling ke dalam larutan
sampel. Nilai pH ditentukan setelah angka yang terbaca pada pH Meter
menjadi stabil. Pembacaan dilakukan dua kali. Pengukuran ulang, termasuk
kalibrasi, harus dilakukan bila selisih nilai setelah dua kali pembacaan
melebihi 0,2.
6. Kekerasan (Wood, 1996)
Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Penetrometer.
Sampel diletakkan di bawah jarum Penetrometer dengan kondisi ujung jarum
tepat menyentuh permukaan sampel. Tombol kendali ditekan dan jarum
dibiarkan menembus bahan selama 10 detik. Pengukuran dilakukan pada tiga
titik yang berbeda. Hasil akhirnya adalah rata-rata dari ketiga pembacaan
tersebut.
7. Stabilitas busa (Modifikasi, Awang et al., 2001)
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dalam 9 ml air, dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, kemudian dikocok dengan menggunakan Vorteks selama
30 detik. Busa yang terbentuk diukur tingginya. Sampel didiamkan selama 1
jam, kemudian tinggi busanya diukur kembali. Jika sampel yang diukur
jumlahnya lebih dari satu, harus digunakan tabung-tabung reaksi yang
dimensinya sama.
Stabilitas Busa (%) = x 100 %
Tinggi Akhir Busa (mm)
Tinggi Awal Busa (mm)
45
Lampiran 5. Hasil analisa kadar air dan zat menguap dalam sampel
1. Rekapitulasi data hasil analisa
Kadar Air dan Zat Menguap (%) Konsentrasi
campuran gliseril
dan sukrosa (%)
Ulangan Hasil Analisa Rata-rata
Ulangan
1 28,33 Gliserin dan Sukrosa
(10) 2 28,06
28,10
1 26,47 Gliserin dan Sukrosa
(30) 2 26,45
26,46
1 27,88 Gliserin dan Sukrosa
(80) 2 27,56
27,72
2. Hasil analisa keragaman ( = 0,05)
Sumber
Keragaman
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Konsentrasi
campuran gliseril
dan sukrosa
2 113,4585 28,3646 116,253 0,0001
Galat 3 1,2200 0,2440
Total Terkoreksi 6 114,6784
Berpengaruh
Nyata
3. Hasil uji Duncan
Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran
A 27,72
Gliserin dan Sukrosa (80%)
B 28,10
Gliserin dan Sukrosa (10%)
B 26,46
Gliserin dan Sukrosa (30%)
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata
46
Lampiran 6. Hasil analisa kadar fraksi tak tersabunkan dalam sampel
1. Rekapitulasi data hasil analisa
Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (%) Konsentrasi
campuran gliseril dan
sukrosa (%)
Ulangan Hasil Analisa Rata-rata Ulangan
1 4,22 Gliserin dan Sukrosa
(10) 2 4,21
4,22
1 5,36 Gliserin dan Sukrosa
(30) 2 5,52
5,44
1 4,56 Gliserin dan Sukrosa
(80) 2 4,33
4,45
2. Hasil analisa keragaman ( = 0,05)
Sumber
Keragaman
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Konsentrasi
campuran gliseril
dan sukrosa
2 27,4473 6,8618 1456,860 0,0001
Galat 3 0,0236 0,0047
Total Terkoreksi 6 27,4708
Berpengaruh
Nyata
3. Hasil uji Duncan
Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran
A 5,44
Gliserin dan Sukrosa (30%)
B 4,45
Gliserin dan Sukrosa (80%)
B 4,22
Gliserin dan Sukrosa (10%)
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata
47
Lampiran 7. Hasil analisa kadar bagian tak larut dalam alkohol untuk sampel
1. Rekapitulasi data hasil analisa
Kadar Bagian Tak Larut dalam
Alkohol (%)
Konsentrasi
campuran gliseril dan
sukrosa (%)
Ulangan
Hasil Analisa Rata-rata
Ulangan
1 5,78 Gliserin dan Sukrosa
(10) 2 5,56
5,67
1 5,15 Gliserin dan Sukrosa
(30) 2 5,67
5,41
1 5,35 Gliserin dan Sukrosa
(80) 2 5,45
5,40
2. Hasil analisa keragaman ( = 0,05)
Sumber
Keragaman
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Konsentrasi
campuran gliseril
dan sukrosa
2 0,0550 0,0138 105,850 0,0001
Galat 3 0,0007 0,0001
Total Terkoreksi 6 0,0557
Berpengaruh
Nyata
3. Hasil uji Duncan
Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran
A 5,67
Gliserin dan Sukrosa (10%)
B 5,41
Gliserin dan Sukrosa (30%)
B 5,40
Gliserin dan Sukrosa (80%)
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata
48
Lampiran 8 Hasil analisa kadar alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) sampel
1. Rekapitulasi data hasil analisa
Kadar Alkali Bebas (%) Konsentrasi
campuran gliseril dan
sukrosa (%)
Ulangan Hasil Analisa Rata-rata Ulangan
1 0,52 Gliserin dan Sukrosa
(10) 2 0,87
0,70
1 0,67 Gliserin dan Sukrosa
(30) 2 0,83
0,75
1 0,69 Gliserin dan Sukrosa
(80) 2 0,99
0,84
2. Hasil analisa keragaman ( = 0,05)
Sumber
Keragaman
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Konsentrasi
campuran gliseril
dan sukrosa
2 778,1338 194,5335 1801,900 0,0001
Galat 3 0,5398 0,1080
Total Terkoreksi 6 778,6736
Berpengaruh
Nyata
3. Hasil uji Duncan
Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran
A 0,84
Gliserin dan Sukrosa (80%)
B 0,75
Gliserin dan Sukrosa (30%)
C 0,70
Gliserin dan Sukrosa (10%)
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata
49
Lampiran 9. Hasil analisa nilai pH sampel
1. Rekapitulasi data hasil analisa
pH Konsentrasi
campuran gliseril dan
sukrosa (%)
Ulangan Hasil Analisa Rata-rata Ulangan
1 9,54 Gliserin dan Sukrosa
(10) 2 9,72
9,63
1 10,15 Gliserin dan Sukrosa
(30) 2 9,50
9,83
1 10,18 Gliserin dan Sukrosa
(80) 2 10,18
10,18
2. Hasil analisa keragaman ( = 0,05)
Sumber
Keragaman
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Konsentrasi
campuran gliseril
dan sukrosa
2 2,2388 0,5597 4,690 0,0603
Galat 3 0,5963 0,1193
Total Terkoreksi 6 2,8351
Tidak
Berpengaruh
Nyata
50
Lampiran 10. Hasil analisa kekerasan (penetrasi oleh Penetrometer) sampel
1. Rekapitulasi data hasil analisa
Penetrasi oleh Penetrometer
(mm/det)
Konsentrasi
campuran gliseril dan
sukrosa (%)
Ulangan
Hasil Analisa Rata-rata
Ulangan
1 0.457 Gliserin dan Sukrosa
(10) 2 0.527
0,492
1 0,600 Gliserin dan Sukrosa
(30) 2 0,587
0,594
1 0,300 Gliserin dan Sukrosa
(80) 2 0,363
0,332
2. Hasil analisa keragaman ( = 0,05)
Sumber
Keragaman
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Konsentrasi
campuran gliseril
dan sukrosa
2 0,1172 0,0293 21,85 0,0023
Galat 3 0,0067 0,0013
Total Terkoreksi 6 0,1239
Berpengaruh
Nyata
3. Hasil uji Duncan
Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran
A 0,332
Gliserin dan Sukrosa (80%)
B 0,492
Gliserin dan Sukrosa (10%)
B 0,594
Gliserin dan Sukrosa (30%)
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata
51
Lampiran 11. Hasil analisa stabilitas busa sampel
1. Rekapitulasi data hasil analisa
Stabilitas Busa (%) Konsentrasi
campuran gliseril dan
sukrosa (%)
Ulangan Hasil Analisa Rata-rata
Ulangan
1 64,59 Gliserin dan Sukrosa
(10) 2 59,10
61,85
1 33,04 Gliserin dan Sukrosa
(30) 2 35,42
34,23
1 0,00 Gliserin dan Sukrosa
(80) 2 0,00
0,00
2. Hasil analisa keragaman ( = 0,05)
Sumber
Keragaman
dK JK KT F Hitung Sig. Keterangan
Konsentrasi
campuran gliseril
dan sukrosa
2 3905,2493 976,3123 252,990 0,0001
Galat 3 19,2955 3,8591
Total Terkoreksi 6 3924,5448
Berpengaruh
Nyata
3. Hasil uji Duncan
Kelompok Duncan*) Rata-rata Konsentrasi campuran
A 61,85
Gliserin dan Sukrosa (10%)
B 34,23
Gliserin dan Sukrosa (30%)
C 0,000
Gliserin dan Sukrosa (80%)
Keterangan : *) Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata
52
Lampiran 12. Hasil analisa produk pembanding
1. Kadar air dan zat menguap
Kadar Air dan Zat Menguap (%)
Merk
Hasil Analisa Rata-rata
9,72
Sabun X
9,68
9,70
5,50
Sabun Y
5,46
5,48
6,60
Sabun Z
6,58
6,59
2. Kadar fraksi tak tersabunkan
Kadar Fraksi Tak Tersabunkan (%)
Merk
Hasil Analisa Rata-rata
5,36
Sabun X
5,43
5,40
5,10
Sabun Y
5,31
5,21
5,00
Sabun Z
5,00
5,00
3. Kadar bagian tak larut dalam alkohol
Kadar Bagian Tak Larut dalam Alkohol (%)
Merk
Hasil Analisa Rata-rata
0,24
Sabun X
0,22
0,23
0,29
Sabun Y
0,25
0,27
0,25
Sabun Z
0,27
0,26
53
Lampiran 12 (Lanjutan)
4. Kadar alkali bebas
Kadar Alkali Bebas (%)
Merk
Hasil Analisa Rata-rata
4,97
Sabun X
5,02
5,00
5,23
Sabun Y
5,19
5,21
5,44
Sabun Z
5,50
5,47
5. Nilai pH
pH
Merk
Hasil Analisa Rata-rata
9,33
Sabun X
9,39
9,36
9,56
Sabun Y
9,60
9,58
10,62
Sabun Z
10,59
10,61
6. Kekerasan (penetrasi oleh Penetrometer)
Penetrasi oleh Penetrometer (mm/det)
Merk
Hasil Analisa Rata-rata
0,400
Sabun X
0,395
0,398
0,005
Sabun Y
0,004
0,005
0,003
Sabun Z
0,004
0,004
7. Stabilitas busa
Stabilitas Busa (%)
Merk
Hasil Analisa Rata-rata
89,91
Sabun X
88,99
89,90
81,17
Sabun Y
81,23
81,20
90,01
Sabun Z
90,00
90,00
54