Anda di halaman 1dari 5

Etika dan Kepemimpinan

Etika bersentuhan dengan kepemimpinan di beberapa titik. Misalnya, karisma yang juga
memiliki komponen etika. Pemimpin yang tidak beretika cenderung menggunakan karisma
mereka untuk menguasai para pengikutnya, yang akhirnya bermuara pada kepuasan diri
semata. Pemimpin yang etis diyakini menggunakan karisma mereka untuk melayani sesama.
Juga, terdapat isu penyalahgunaan kekuasaan oleh para pemimpin, misalnya, ketika mereka
menghargai diri mereka sendiri dengan gaji yang tinggi, bonus, dan opsi saham padahal pada
saat yang sama mereka berupaya memangkas biaya dengan merumahkan pegawai atau
karyawan yang sudah lama bekerja. Karena menjadi patokan moral bagi sebuah organisasi,
para eksekutif puncak perlu menetapkan standar etika yang tinggi, memperllihatkan standar
tersebut pada perilaku mereka, serta mendorong dan menghargai integritas orang lain.
Efektivitas kepemimpinan perlu memperhatikan berbagai sarana yang dipakai seorang
pemimpin dalam upayanya mencapai tujuan dan juga isi dari tujuan tersebut. Selain itu,
kepemimpinan yang etis harus memperhatikan isi dari tujuan sang pemimpin. Kepemimpinan
tidak terbebas dari nilai. Sebelum menilai seorang pemimpin sebagai seseorang yang efektif,
kita harus mempertimbangkan cara yang digunakan oleh pemimpin tersebut untuk mencapai
tujuan dan nilai moral dari tujuan itu sendiri.

Kepercayaan
Kepercayaan (Thrust) adalah ekspektasi atau pengharapan positif bahwa orang lain tidak
akan bertindak secara oportunistik. Dua unsur penting dari definisi tersebut adalah bahwa
kepercayaan menyiratkan familiaritas dan risiko. Frasa ekspektasi positif dalam definisi ini
mengasumsikan pengetahuan dan familiaritas tentang pihak lain. Dibutuhkan waktu untuk
dibentuk, dibangun bertahap dan terakumulasi. Jika mengenal seseorang dan hubungan
tersebut terbina dengan baik, kita yakin untuk membentuk ekspektasi yang positif. Sedangkan
istilah secara oportunistik merujuk pada risiko dan kerawanan bawaan di dalam hubungan
berbasis kepercayaan. Kepercayaan bukan sekedar mengambil risiko, melainkan juga
kesediaan untuk mengambil risiko itu. Karena pada dasarnya kepercayaan memberi peluang
untuk kecewa atau dimanfaatkan oleh orang lain.
Terdapat lima dimensi penting yang mendasari konsep kepercayaan, yaitu:
1. Integritas: merujuk pada kejujuran dan kebenaran. Dimensi inilah yang paling penting
untuk menilai apakah orang lain bisa dipercaya atau tidak.
2. Kompetensi: meliputi pengetahuan serta keahlian teknis dan antarpersonal individu.
Kita perlu percaya bahwa orang tersebut memiliki kemampuan dan keahlian untuk
melakukan apa yang mereka katakan.
3. Konsistensi: berkaitan dengan keandalan, prediktabilitas, dan penilaian yang baik
pada diri seseorang dalam menangani situasi. Inkonsistensi antara kata dan perbuatan
akan menurunkan tingkat kepercayaan. Dimensi ini terutama relevan bagi manajer.
4. Kesetiaan: adalah kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan muka orang lain.
Kepercayaan mensyaratkan bahwa kita mampu untuk bergantung pada seseorang
yang diyakini tidak akan berlaku secara oportunistik.
5. Keterbukaan: adalah mengenai keyakinan apakah orang akan mengatakan kepada kita
kebenaran yang sesungguhnya, sehingga kita dapat terbuka terhadap orang tersebut.

Kepercayaan dan Kepemimpinan
Kepercayaan merupakan atribut utama yang dikaitkan dengan kepemimpinan, dan jika
kepercayaan ini luntur maka dampaknya bisa serius terhadap kinerja kelompok. Bila pengikut
mempercayai pemimpinnya, mereka akan bersedia menanggung dampak dari tindakan sang
pemimpin karena yakin bahwa hak dan kepentingan mereka tidak akan disalahgunakan.
Kejujuran selalu menjadi peringkat atas dari karakteristik yang dipuja orang dari
pemimpinnya. Orang tidak akan mengikuti seseorang yang mereka anggap tidak jujur atau
memanfaatkan mereka.
Ada tiga jenis kepercayaan dalam hubungan organisasi:
1. Kepercayaan berbasis pencegahan
Hubungan yang paling rapuh terdapat dalam kepercayaan berbasis pencegahan. Satu
saja pelaggaran atau inkosistensi, akan merusak hubungan. Bentuk kepercayaan ini
didasarkan pada kekhawatiran akan terjadinya pembalasan dendam jika kepercayaan
dikhianati. Kepercayaan berbasis pencegahan hanya bisa berhasil sampai pada tingkat
dimungkinkannya hukuman, konsekuensi yang jelas, dan hukuman tersebut benar-
benar diberlakukan jika kepercayaan dilanggar. Agar tetap bisa bertahan, potensi
kerugian dari interaksi di masa datang dengan pihak lain harus melampaui potensi
keuntungan akibat melanggar ekspektasi. Sebagian besar hubungan yang baru terjalin
diawali dengan kepercayaan berbasis pencegahan.
2. Kepercayaan berbasis pengetahuan
Kebanyakan hubungan organisasi berakar pada kepercayaan berbasis pengetahuan.
Artinya, kepercayaan didasarkan pada kemampuan memprediksi perilaku yang
bersumber dari pengalaman berinteraksi. Kepercayaan ini terbentuk jika memiliki
informasi yang memadai tentang seseorang sehingga mengenalnya secara cukup baik
dan bisa memperkiran dengan tepat perilaku mereka. Semakin baik mengenalnya,
maka semakin akurat prediksi tentang apa yang akan mereka lakukan. Kemampuan
untuk memprediksi meningkatkan kepercayaan. Pada level kepercayaan berbasis
pengetahuan, kepercayaan tidak selalu bisa dilukai oleh perilaku yang tidak konsisten.
Dalam konteks organisasional, sebagian besar hubungan manajer-karyawan adalah
kepercayaan berbasis pengetahuan. Kedua pihak memiliki pengalaman bekerja satu
sama lain yang cukup sehingga mereka mengetahui apa yang diharapkan. Pengalaman
panjang dari interaksi yang terbuka dan jujur cenderung tidak tergoyahkan hanya oleh
satu pelanggaran.
3. Kepercayaan berbasis identifikasi
Tingkat kepercayaan tertinggi dicapai bila terjalin hubungan emosional antarpihak
yang ada. Kepercayaan muncul karena pihak-pihak saling memahami niat dan
menghargai keinginan yang lain. Pemahaman mutual ini dibangun sampai ke titik
tertentu sehingga masing-masing bisa bertindak secara efektif demi pihak lain.
Pengendalian menjadi minimal pada level ini. Satu pihak tidak perlu memonitor pihak
lain karena tidak terdapat kesetiaan yang tidak diragukan lagi. Pengidentifikasian
yang baik memungkinkan masing-masing puhak untuk berpikir, merasa, dan
merespons seperti yang dilakukan pihak lain. Kepercayaan ini juga merupakan jenis
kepercayaan yang idealnya mesti dicapai oleh manajer dalam tim. Namun, dalam
dunia kerja saat ini, mungkin tepat untuk mengatakan bahwa kebanyakan perusahaan
besar telah mematahkan ikata kepercayaan identifikasi yang terbangun dengan
karyawan lama. Janji-janji yang tidak ditepati telah membawa kehancuran pada
kesetiaan yang tadinya tidak diragukan. Kepercayaan cenderung telah digantikan oleh
kepercayaan berbasis pengetahuan.


Prinsip Dasar Kepercayaan
Ketidakpercayaan mengalahkan kepercayaan. Orang yang memilki rasa percaya
kepada orang lain menunjukkan rasa percayanya dengan cara meningkatkan
keterbukaannya terhadap orang tersebut, membuka informasi yang relevan, dan
menyatakan niat mereka yang sebenarnya. Orang yang tidak memiliki rasa percaya
bersikap sebaliknya. Untuk melawan berulangnya eksploitasi, orang yang tadinya
percaya menjadi tidak percaya. Beberapa orang yang tidak memiliki rasa percaya
akan merusak organisasi secara keseluruhan.
Kepercayaan mewariskan kepercayaan. Seperti halnya rasa tidak percaya
mengalahkan rasa percaya, menunjukkan kepercayaan kepada orang lain cenderung
mendorong munculnya balasan serupa. Pemimpin yang efektif meningkatkan
kepercayaan secara bertahap dan memungkinkan orang lain membalasnya. Dengan
menawarkan kepercayaan secara bertahap, pemimpin membatasi hukuman atau
kerugian yang mungkin terjadi bila kepercayaan mereka dilanggar.
Pertumbuhan seringkali menyembunyikan rasa tidak percaya. Pertumbuhan memberii
peluang kepada pemimpin untuk mendapatkan promosi yang cepat dan memperoleh
kekuasaan dan tanggungjawab yang lebih besar. Dalam lingkungan seperti ini,
pemimpin cenderung menyelesaikan masalah dengan cara yang cepat sehingga
terhindar dari deteksi dini oleh tingkat manajemen yang lebih tinggi dan membiarkan
masalah yang muncul dari ketidakpercayaan ditangani oleh para pengganti mereka.
Pemimpin bisa saja mengambil perspektif jangka pendek karena mereka tidak mau
berkutat dengan konsekuensi jangka panjang akibat keputusan yang mereka buat.
Dampak yang tetap melekat dan rasa tidak percaya menjadi jelas bagi para pengganti
mereka saat pertumbuhan itu melambat.
Penurunan atau perampingan merupakan ujian tertinggi bagi tingkat kepercayaan.
Akibat wajar dari prinsip pertumbuhan yang diuraikan sebelumnya adalah bahwa
penurunan atau perampingan cenderung menghancurkan lingkungan yang memiliki
rasa percaya tinggi sekalipun. Pemecatan merupakan ancaman. Bahkan setelah
pemecatan dilakukan, orang-orang yang tetap bekerja tidak lagi merasa aman dengan
pekerjaan mereka, dan para pekerja cenderung sulit untuk memercayai apa yang
dikatakan pihak manajemen.
Kepercayaan meningkatkan kekompakan. Kepercayaan membuat orang bersatu.
Kepercayaan berarti orang memiliki keyakinan bahwa mereka bisa saling
mengandalkan. Jika satu orang membutuhkan bantuan, orang tersebur tahu bahwa
orang lain akan membantunya. Bila dihadapkan pada masalah, para anggota
kelompok yang memiliki rasa percaya akan bekerja bersama dan bekerja keras
mencapai tujuan kelompok.
Kelompok yang tidak memiliki rasa percaya merusak dirinya sendiri. Konsekuensi
wajar dari prinsip sebelumnya adalah bila para anggota kelompok tidak saling percaya
satu sama lain, mereka akan mengalami kemunduran dan terpecah belah. Mereka
mengejar kepentingan pribadi dan cenderung curiga satu sama lain, terus menerus
waspada akan eksploitasi pihak laindan membatasi komunikasi dengan anggota lain
dalam kelompok. Tindakan-tindakan seperti ini cenderung meruntuhkan dan akan
merusak kelompok.
Ketidakpercayaan umumnya menurunkan produktivitas. Ketidakpercayaan hampir
selalu menurunkan produktivitas. Ketidakpercayaan membuat orang terfokus pada
perbedaan kepentingan para anggota, sehingga mempersulit mereka mencapai tujuan
bersama. Orang merespons dengan cara menyembunyikan informasi dan secara diam-
diam mengejar kepentingan mereka sendiri. Ketika menghadapi persoalan, karyawan
berusaha menghindar untuk berkomunikasi dengan yang lain karena cemas akan
dimanfaatkan. Iklim ketidakpercayaan cenderung mendorong bentuk-bentuk
disfungsional dari konflik dan memperlambat kerjasama.

Anda mungkin juga menyukai