1. Permusyawaratan dan Sistem mengambil keputusan dalam Islam.
Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. (Asy- Syuro: 38) Keterangan: ayat diatas menjelaskan bahwa dalam Islam dikenal sistem politik musyawarah, sebagaimana yang terjadi ketika penentuan khalifah setelah Nabi Muhammad SAW meninggal. 2. Konsep Baiat dalam Islam ) ( Artinya: Barangsiapa membaiat seorang imam (pemimpin) dan telah memberinya buah hatinya dan jabatan tangannya, maka hendaklah dia taat sepenuhnya sedapat mungkin (HR. Muslim) Keterangan: ayat di atas menjelaskan bahwa dalam sistem khilafah yang berlaku dalam Islam dalam hal menetapkan suatu pemimpin, yaitu dengan Baiat. 3. Sejarah Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah Segera setelah Nabi Muhammad SAW wafat, kaum Anshar mengadakan pertemuan di saqifah Bani Saidah untuk bermusyawarah mengenai Khalifah yang akan menggantikan Nabi, hal tersebut dilakukan lantaran mereka beranggapan bahwa Nabi tidak pernah menunjuk seseorang sebagai penggantinya. Pada awalnya kaum Anshar akan mengangkat seseorang dari mereka, yaitu Saad bin Ubadah untuk menduduki jabatan Khalifah. Namun setelah beberapa tokoh Muhajirin menyusul datang dan ikut bermusyawarah, maka diantara orang-orang Anshar ada yang bersikap agak lunak dan menyarankan agar dari Anshar diangkat seorang Amir dan dari Muhajirin diangkat seorang Amir. Tapi Alhamdulillah, setelah Sayyidina Abu Bakar berpidato dan menerangkan keutamaan Muhajirin untuk menduduki jabatan Khalifah, maka akhirnya orang-orang Anshar menyadari hal tersebut dan menerima saran-saran dari Sayyidina Abu Bakar. Selanjutnya Sayyidina Abu Bakar mengakhiri pidatonya dengan sarannya, agar hadirin
mengangkat salah satu dari sesepuh Muhajirin yang hadir di pertemuan tersebut, yaitu Sayyidina Umar atau Abu Ubaidah Ibnul Jarroh. Mendengar saran yang penuh dengan keikhlasan dari Sayyidina Abu Bakar tersebut, Sayyidina Umar langsung menyahut: Tidak, tidak mungkin saya diangkat sebagai pemimpin satu kaum sedang dalam kaum itu ada engkau. Yang dimaksud oleh Sayyidina Umar tersebut adalah tidak ada orang yang lebih pantas untuk menduduki jabatan khalifah, melebihi Sayyidina Abu Bakar. Memang keutamaan Sayyidina Abu Bakar bukan rahasia lagi bagi para sahabat. Demikian diantara kata-kata Sayyidina Umar, selanjutnya seraya mengulurkan tangannya beliau berkata kepada Sayyidina Abu Bakar: Ulurkan tanganmu, untuk aku baiat. Setelah Sayyidina Umar membaiat Sayyidina Abu Bakar, hadirinpun segera berebut membaiat Sayyidina Abu Bakar sebagai khalifah. Besoknya dimasjid Nabawi diadakan pembaiatan umum dan Alhamdulillah berjalan dengan baik dan lancar, dan saat itu tidak ada satu orangpun yang protes atau tidak menyetujui pembaiatan tersebut. Hal mana karena semua sepakat, agar kekosongan pimpinan harus segera diisi.
4. Kapasitas Abu Bakar sebagai Khalifah Adalah sebagai pengganti Rasulullah SAW dalam tugas kenegaraan saja, yaitu sebagai kepala Negara, kepala pemerintahan, dan pemimpin umat. Dan bukan dalam hal tugas kenabian yaitu penerima wahyu, karena tugas itu hanya untuk Nabi/Rasul dan tidak dapat digantikan oleh yang lain.
5. Konsep Imamah dalam Syiah Imamah merupakan konsep kepemimpinan secara umum dalam Islam, namun Imamah dalam pandangan Syiah memiliki makna yang lebih dari sekedar itu. Imamah merupakan dasar agama atau Ushuluddin selain Ketuhanan, Keadilan, Kenabian dan Kebangkitan. Kaum syiah mempercayai bahwa di dalam Islam terdapat konsep Imamul Adzom, dimana ia adalah pemimpin yang menyatukan umat islam dari seluruh penjuru dunia. Pemilihannya pun sakral dan tidak sembarangan, imamul adzom yang mereka yakini telah ditentukan oleh Allah SWT melalui Rasulullah SAW, sehingga inilah yang menyebabkan imamah menjadi landasan iman. Berbeda dengan konsep khilafah dimana pengganti Rasul adalah dari kaum Quraisy, syiah meyakini bahwa yang pantas untuk menggantikan Rasul adalah dari garis keturunan sayyidah Fatimah dan Ali bin Abi Thalib RA. karena mereka yang telah memenuhi syarat yang mereka yakini, yaitu dipilih oleh Allah SWT melalui Rasulullah SAW, mempunyai keilmuan yang sempurna dan terjaga (mashum) dari dosa.