Anda di halaman 1dari 7

1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DARI SEKTOR RILL


DI INDONESIA PERIODE 2002-2013
Mega Puspitasari
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Pembangunan FE Sultan Ageng Tirtayas (UNTIRTA) Serang
Email: Meguuul@yahoo.co.id
Pembimbing
Tony S. Chendrawan, S.T., S.E., M.Si
Dr. H.M Kuswantoro S.E., M.Si

Abstract
One of the problems in almost all countries in the world is the difficulty of maintaining the stability of
the economy. Policies, both fiscal policy and monetary policy carefully planned and then carried out to obtain a
variety of targets expected positive economic growth and bring prosperity to the community. One of the efforts
the fulfillment of economic growth through inflation control, both at regional and national level. The inflation
rate in the right figure is able to bring the economy towards positive growth. The purpose of this research was
conducted to determine the effect of the exchange rate and money supply on inflation rate in Indonesia. Results
showed simultaneous the exchange rate and the money supply effect the inflation rate in Indonesia during 2000-
2013 with F-statistic of 6.761013 and Prob (F-statistic) 0.012165, the value of R-squared = 0.551424, which
means 55.14 percent fluctuation of the inflation rate in Indonesia is influenced by the exchange rate and the
money supply, while the remaining 44.86 percent is influenced by other variables not included in the model.

I. PENDAHULUAN
Salah satu indikator yang digunakan untuk
mengukur stabilitas perekonomian suatu negara
adalah inflasi. Dalam perspektif ekonomi, inflasi
merupakan fenomena moneter dalam suatu negara
dimana naik turunnya inflasi cenderung
mengakibatkan terjadinya gejolak ekonomi karena
inflasi berpengaruh terhadap kondisi perekonomian
suatu negara. Inflasi adalah tingkat kenaikan harga
barang secara umum yang terjadi terus menerus.
Tingkat inflasi yang digunakan adalah tingkat
inflasi yang diperoleh dari Indeks Harga Konsumen
(IHK).
Tingginya laju inflasi selalu di barengi
dengan meningkatnya jumlah uang beredar di
masyarakat. Ketika tingkat inflasi mengalami
kenaikan yang drastis maka jumlah kenaikan uang
yang beredar juga meningkat. Tetapi peningkatan
jumlah uang beredar tidak selalu disebabkan oleh
inflasi. Saat tingkat inflasi mengalami penurunan
dari tahun sebelumnya, jumlah uang yang beredar
tetap mengalami kenaikan walaupun kenaikannya
hanya sedikit saja dari tahun sebelumnya.
Selain hubungannya dengan jumlah uang
beredar inflasi juga berhubungan dengan nilai
tukar. Laju inflasi yang tinggi merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara terus menerus.
Terdepresiasinya nilai mata uang domestik akan
membuat perekonomian tidak stabil. Sehinnga
sebagai indikator stabilitas perekonomian, inflasi
menjadi fokus perhatian dalam kebijakan
makroekonomi sehingga laju perubahannya selalu
diupayakan berada pada tingkat yang rendah dan
stabil.
Tahun 2013 stabilitas ekonomi makro
ASEAN secara umum memburuk dilihat dari
meningkatnya inflasi di beberapa negara anggota
dan melemahnya mata uang pada hampir semua
negara kawasan. Tingkat inflasi yang terjadi di
negara-negara anggota ASEAN masih menjadi
faktor utama yang menghambat laju ekonomi dan
peningkatan nilai kesejahteraan di kawasan untuk
mencapai tingkat potensi optimalnya. Secara
berturut-turut pada bulan Oktober 2013 ini, tingkat
inflasi tertinggi dicapai oleh Indonesia (8,32%),
sejajar dengan berbagai negara yang bukan negara
utama di kawasan ASEAN seperti Laos (6,87%)
dan Vietnam (5,87%). Inflasi sebagai salah satu
indikator yang menunjukkan tingkat penciptaan
nilai kesejahteraan di suatu negara menunjukkan
bahwa di tengah kecenderungan negara kawasan
yang mampu mempertahankan inflasi pada tingkat
dibawah 3%, Indonesia, Laos dan Vietnam terbukti
2

belum mampu meredam gejolak kenaikan harga di
negaranya. (Sumber: Bloomberg,2013)
Pasca krisis yang terjadi tahun 1998 di
Indonesia juga pernah mengalami lonjakan inflasi
yang tinggi pada tahun 2005 yang mencapai
17,11%. Namun pada tahun berikutnya laju inflasi
tersebut dapat dikendalikan dan berfluktuasi setiap
tahunnya. Hal tersebut terjadi bukan hanya karena
faktor internal tetapi juga karena faktor eksternal
yaitu kenaikan harga minyak dunia yang kemudian
berdampak pada stabilitas perekonomian dalam
negeri.
Tabel 1.1 Inflasi, Jumlah Uang Beredar (M2), Nilai Tukar (US$/IDR) Tahun 2002-2013
Tahun
Inflasi
(dalam
persen)
Jumlah Uang
Beredar
Laju
JUB
(dalam
persen)
Nilai
Tukar
US$/IDR
Laju
Nilai
Tukar
(dalam
persen)
2011 3,79 30.854.553,00 16,04 8.779,49 -3,35
2012 4,3 36.499.837,00 18,29 9.380,39 6,84
2013 8,38 41.568.722,25 13,88 10.451,37 11,41
Sumber: Bank Indonesia (data diolah)
Pada tabel 1.1 dapat di lihat bahwa selama
tiga tahun terakhir laju inflasi di Indonesia
mengalami peningkatan dan kenaikan yang cukup
tinggi terjadi pada tahun 2013 yang mencapai
8,38%. Hal tersebut di pengaruhi oleh jumlah uang
beredar yang selama tiga tahun terakhir mengalami
peningkatan dan mencapai 41.568.722,25 di tahun
2013 sedangkan di tahun 2011 hanya mencapai
300.854.553,00. Selain itu penurunan (depresiasi)
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika pun
menjadi salah satu indikator terjadinya inflasi di
Indonesia. Berdasarkan data pada tabel 1.1 nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika pada tahun
2011 yaitu 8.779,49 dan mencapai 10.451,37 pada
tahun 2013. Meningkatnya jumlah uang beredar
akan mempengaruhi inflasi dan menghambat
perekonomian dalam negeri. Selain itu peningkatan
laju inflasi juga membuat nilai tukar rupiah
terdepresiasi terhadap dollar Amerika.

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Inflasi
Menurut Boediono (1994:155) mendefinisikan
inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga
untuk menaik secara umum dan terus menerus atas
suatu keadaan dimana terjadi penurunan nilai uang.
Tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukan inflasi. Terdapat tiga hal yang perlu
ditekankan dalam memahami inflasi, yaitu:
1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk
meningkat, yang berarti bisa saja tingkat
harga yang terjadi pada waktu tertentu
naik atau turun, tetapi tetap menunjukkan
tendensi atau kecenderungan yang
meningkat.
2. Kenaikan tingkat harga tersebut terjadi
secara terus-menerus (sustained), yang
berarti bukan terjadi pada suatu waktu
saja, tetapi beberapa waktu lamanya.
Kenaikan harga yang sifatnya sementara
seperti pada saat momen-momen tertentu
seperti hari raya tidak dapat dikatakan
sebagai inflasi.
3. Tingkat harga yang dimaksud adalah
tingkat harga umum, bukan hanya satu
atau beberapa komoditas saja. Kenaikan
harga dari satu atau dua barang saja tidak
dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan
harga itu meluas (atau mengakibatkan
kenaikan) kepada barang lainnya.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis dalam
pengelompokan tertentu, dan pengelompokan yang
akan dipakai akan sangat bergantung pada tujuan
yang hendak dicapai.
a. Jenis Inflasi Berdasarkan Sifatnya
Inflasi Ringan (< 10 % per tahun),
ditandai dengan kenaikan harga yang
berjalan secara lambat dan presentase
yang kecil serta dalam jangka waktu
yang relatif lama.
Inflasi Sedang (10 30 % per tahun),
ditandai dengan kenaikan harga relatif
cepat atau perlu diwaspadai
dampaknya terhadap perekonomian.
Inflasi Berat (30 -100 % per tahun),
ditandai dengan kenaikan cukup besar
dan kadang-kadang berjalan dalam
waktu yang relatif pendek dan
3

mempunyai sifat akselerasi yang
artinya harga minggu atau bulan ini
lebih tinggi dibanding dengan harga
minggu atau bulan lalu.
Hiperinflasi (>100 % per tahun),
ditandai dengan kenaikan harga-harga
umum yang berlangsung sangat cepat
yang dapat merusak perekonomian.
Nilai uang merosot dengan tajam
sehingga masyarakat tidak percaya
pada uang yang dipegang dan ingin
segera ditukarkan dengan barang.
Sehingga uang juga berputar dengan
cepat.

b. Jenis Inflasi Berdasarkan Penyebabnya
o Demand-Pull Inflation
Inflasi yang disebabkan karena
tarikan permintaan. Inflasi ini bermula
dari adanya permintaan total (agregat
demand), sedangkan produksi telah
berada pada keadaan kesempatan kerja
penuh atau hampir mendekati
kesempatan kerja penuh. Dalam
keadaan seperti ini, kenaikan
permintaan total disamping menaikkan
harga dapat juga menaikan hasil
produksi atau output. Apabila
kesempatan kerja penuh (full
employment) benar-benar tercapai,
penambahan permintaan selanjutnya
hanya akan menaikan harga saja.
Apabila kenaikan permintaan ini
menyebabkan keseimbangan GNP
pada kesempatan kerja penuh maka
akan terdapat inflationary gap.
Inflationary gap inilah yang dapat
menimbulkan inflasi.
o Cost-Push Inflation
Inflasi yang terjadi akibat
kenaikan biaya produksi yang
mengakibatkan adanya penurunan
penawaran aggregat. Kenaikan biaya
produksi ini ditimbulkan oleh beberapa
faktor diantaranya akibat depresiasi
nilai tukar, dampak inflasi luar negri
khususnya negara-negara partner
dagang, peningkatan harga barang
yang diatur pemerintah (administered
prices), terjadinya guncangan sisi
penawaran akibat bencana alam dan
terganggunya distribusi (BI), persatuan
serikat buruh dalam menuntut kenaikan
upah, industri yang bersifat
monopolistis, sehingga dapat
menggunakan kekuasaannya di pasar
untuk menentukan harga yang lebih
tinggi, dan lain-lain.

c. Jenis Inflasi Berdasarkan Asalnya
Inflasi berasal dari dalam negeri
(domestic inflation)
Merupakan inflasi yang
sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan
pengelolaan perekonomian baik di
sektor riil ataupun di sektor moneter di
dalam negeri oleh para pelaku ekonomi
dan masyarakat.
Inflasi yang berasal dari luar negeri
(imported inflation)
Merupakan inflasi terjadi sebagai
akibat naiknya harga barang impor.
Hal ini bisa terjadi akibat biaya
produksi barang di luar negeri tinggi
atau adanya kenaikan tarif impor
barang.
Teori Inflasi Keynes menyatakan inflasi
terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas
kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan
permintaan efektif masyarakat terhadap barang-
barang (permintaan agregat) melebihi jumlah
barang-barang yang tersedia (penawaran agregat),
akibatnya akan terjadi inflationary gap.
Keterbatasan jumlah persediaan barang (penawaran
agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek
kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk
mengimbangi kenaikan permintaan agregat.
Dengan keadaan daya beli antara golongan
yang ada di masyarakat tidak sama (heretogen),
maka selanjutnya akan terjadi realokasi barang-
barang yang tersedia dari golongan masyarakat
yang memiliki daya beli yang relatif rendah kepada
golongan masyarakat yang memiliki daya beli yang
lebih besar. Kejadian ini akan terus terjadi di
masyarakat. Sehingga, laju inflasi akan berhenti
hanya apabila salah satu golongan masyarakat tidak
lagi memiliki daya beli untuk membiayai
pembelian barang pada tingkat harga yang berlaku,
sehingga permintaan efektif masyarakat secara
keseluruhan tidak lagi melebihi supply barang
(inflationary gap menghilang).
2.2 Jumlah Uang Beredar (JUB)
Konsep uang berdedar dapat ditinjau dari
dua sisi, penawaran dan permintaan. Interaksi
antara keduanya menentukan jumlah uang beredar
di masyarakat. Uang beredar ini tidak haya
dikendalikan oleh pelaku ekonomi yaitu bank-bank
umum (sektor perbankan) dan masyarakat umum.
Perilaku dan reaksi kedua pelaku ini ikut
menentukan berapa jumlah uang beredar pada suatu
saat, walaupun secara umum memang benar
otoritas moneter yang merupakan penentu
utamanya.
4

Penawaran uang atau uang beredar (money
supply) adalah jumlah uang yang tersedia dalam
suatu perekonomian. Definisi uang beredar
dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:
Uang beredar dalam arti sempit (narrow
money) yang di simbolkan dengan M1
yaitu meliputi: uang kartal (kertas+logam)
yang ada dalam peredaran ditambah
dengan uang giral (uang bank) yaitu
deposito yang disimpan dalam bank-bank
umum dan dapat ditarik dengan
menggunakan cek.
Uang beredar dalam arti luas (broad
money) yang disimbolkan dengan M2
yaitu meliputi: M1 ditambah uang kuasi
(tabungan dan deposito berjangka) di
bank-bank umum.
Uang beredar dalam arti lebih luas yang
disimbolkan M3 yaitu meliputi: M2
ditambah deposito dan tabungan berjangka
di lembaga-lembaga keuangan lain di luar
bank umum (Sukirno, 2000: 421).
Teori Kuantitas David Ricardo menurut
teori ini jumlah uang yang beredar ada
hubungannya dengan tingkat harga. Rumus teori
kuantitas adalah:
Dimana :
M : Jumlah uang yang beredar pada suatu periode.
K : Konstanta
P : Harga
Teori ini menyatakan bahwa kuat atau
lemahnya nilai uang sangat tergantung pada jumlah
uang yang beredar. Apabila jumlah uang berubah
menjadi dua kali lipat, maka nilai uang akan
menurun menjadi setengah dari semula, dan juga
sebaliknya.
2.3 Nilai Tukar
Nilai tukar dapat diartikan sebagai harga
suatu mata uang asing atau harga mata uang luar
negeri terhadap mata uang domestik. Dalam
mekanisme pasar, nilai tukar dari suatu mata uang
akan selalu mengalami fluktuasi yang berdampak
langsung pada harga barang-barang ekspor dan
impor. Perubahan-perubahan yang dimaksud antara
lain :
a) Apresiasi, yaitu peristiwa menguatnya
nilai tukar mata uang secara otomatis
akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan
penawaran dan permintaan atas mata
uang yang bersangkutan dalam sistem
pasar bebas. Sebagai akibat dari
perubahan kurs ini adalah harga pokok
negara itu bagi pihak luar negeri makin
mahal, sedangkan harga impor bagi
penduduk domestik menjadi lebih
murah.
b) Depresiasi, yaitu peristiwa penurunan
nilai tukar mata uang secara otomatis
akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan
penawaran dan permintaan atas mata
uang yang bersangkutan dalam sistem
pasar bebas. Sebagai akibat dari
perubahan kurs ini adalah harga
produk negara itu bagi pihak luar
negeri menjadi lebih murah, sedangkan
harga impor bagi penduduk domestik
menjadi lebih mahal.
Teori Paritas Daya Beli (Purchasing
Power Parity Theory) merumuskan bahwa kurs di
antara dua mata uang adalah identik dengan rasio
dari tingkat harga umum dari kedua negara yang
bersangkutan. Artinya, penurunan daya beli mata
uang domestik akan di iringi dengan depresiasi
mata uangnya secara proporsional dalam pasar
valas. Sebaliknya, kenaikan daya beli mata uang
domestik akan di ikuti atau di susul dengan
apresiasi mata uangnya secara proporsional.
Menurut teori ini, pasar valas berada
dalam kondisi keseimbangan apabila semua
deposito atau simpanan dalam berbagai valas
menawarkan tingkat imbalan yang sama. Kondisi
dimana tingkat imbalan yang ditawarkan semua
simpanan dalam berbagai valas sama disebut
kondisi paritas suku bunga (interest parity).
Dengan kata lain, segenap simpanan valas
menawarkan tingkat imbalan risiko kurs, dan
kemungkinan perubahan kurs yang secara
keseluruhan setara sehingga prospek keuntungan
atau daya tarik atas asset-asset tersebut besar.
Kenaikan suku bunga dari simpanan suatu mata
uang domestik menyebabkan mata uang domestik
tersebut mengalami depresiasi terhadap mata uang
asing, dengan asumsi kondisi lainnya tetap
(perkiraan kurs di masa mendatang tidak berubah).



5


2.4 Kerangka Pemikiran
Teori David Ricardo


Teori Paritas Daya Beli

2.5 Hipotesis
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.


Variabel Jumlah Uang Beredar (JUB) dan Nilai
Tukar US$/IDR tidak berpengaruh terhadap
inflasi di Indoenesia tahun 2000-2013.

2.


Variabel Jumlah Uang Beredar (JUB) dan Nilai
Tukar US$/IDR berpengaruh terhadap inflasi di
Indoenesia tahun 2000-2013.

III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis inflasi di Indonesia dimana inflasi
sebagai variabel dependen atau terikat (Y) dan
variabel yang mempengaruhi inflasi yaitu jumlah
uang beredar (M2) dan nilai tukar (US$/IDR)
sebagai variabel independen atau bebas (X). Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
tahun 2002-2013. Dengan periode waktu tersebut,
maka dapat digunakan analisis time series.
Data yang digunakan dalam penelitian ini
data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan
oleh lembaga pengumpul data serta dipublikasikan
pada masyarakat pengguna data. Data dalam
penelitian ini diperoleh dari hasil publikasi Bank
Indonesia dan berbagai website serta artikel dan
literatur lain yang terkait dengan penelitian ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu metode regresi linear berganda dengan
menggunakan Eviews 7. Adapun persamaan dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut:



Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini yaitu:
Variabel Konsep Skala
JUB
(David Ricardo)
Jumlah uang beredar yaitu jumlah uang yang
beredar di masyarakat yang ditentukan dari
kuat atau lemahnya nilai uang sangat
tergantung pada jumlah uang yang beredar.
Apabila jumlah uang berubah menjadi dua
kali lipat, maka nilai uang akan menurun
menjadi setengah dari semula
Rasio
NT
(Teori Paritas Daya
Beli)
Nilai tukar yaitu nilai atau harga mata uang
suatu negara terhadap mata uang negara lain.
Nilai tukar di antara dua mata uang adalah
identik dengan rasio dari tingkat harga
umum dari kedua negara yang bersangkutan.
Artinya, penurunan daya beli mata uang
domestik akan di iringi dengan depresiasi
mata uangnya secara proporsional dalam
pasar valas. Sebaliknya, kenaikan daya beli
mata uang domestik akan di ikuti atau di
susul dengan apresiasi mata uangnya secara
proporsional..
Rasio
Inf Inflasi sebagai kecenderungan dari harga- Rasio
JUB (X1)
Nilai Tukar (X2)
Inflasi (Y)
6

(Boediono:1994:155) harga untuk menaik secara umum dan terus
menerus atas suatu keadaan dimana terjadi
penurunan nilai uang. Tingkat harga yang
dianggap tinggi belum tentu menunjukan
inflasi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan model regresi yang telah
dijelaskan dengan menggunakan alat analisis
Eviews 7, hubungan antara Jumlah Uang Beredar
(JUB) dan Nilai Tukar US$/IDR terhadap Inflasi
(Inf) dapat disimpulkan sebagai berikut:
Inf = -22.32237 - 2.10E06 JUB + 0.003573 Kurs +
i

Hasil yang di peroleh r korelasi (R-
squared) sebesar 0.551424 dan koefisien
determinasi (Adjustedd R-squared) = 0.469864.
Hal ini menunjukkan bahwa inflasi dipengaruhi
sebesar 46.98% oleh JUB dan NT, sedangkan
sisanya 53.02% di pengaruhi oleh faktor lain. Nilai
R-squared berkisar antara 0 sampai 1, jika nilai R-
squared > 0.6 maka hubungan antar variabel kuat
dan jika R-squared < 0.6 maka hubungan antar
variabel lemah. Dalam penelitian ini R-square < 0.6
yaitu 0.551424 yang artinya hubungan kedua
variabel lemah.
4.1 Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan Hasil Uji Normalitas hasil
yang di peroleh nilai jarque-bera test sebesar
5.023352 > = 0.05 maka H0 di tolak dan H1 di
terima yang artinya data berdistribusi normal.
b. Hasil Multikolinearitas
Berdasarkan Hasil Coefficient Covariance
Matrix dapat di ketahui bahwa tidak terdapat
multikolinearitas. Hal ini di ketahui dari koefisien
korelasi yang dihasilkan sebesar -1.78E-10 < 0.08.

c. Hasil Uji Autokorelasi

Berdasarkan Hasil LM Test dapat di
ketahui bahwa nilai probabilitas Obs*R-Square <
0,05, yaitu 1.872217 < 0.05 yang artinya terdapat
autokorelasi.
d. Uji Heteroskedastisitas

Dari hasil Uji White di dapat nilai
probabilitas sebesar 0.5939 dengan Obs*R-squared
= 3.696227 lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti
tidak terdapat heteroskedastisitas atau H0 diterima.

4.2 Hasil Pengujian Hipotesis
1. Uji Parsial (Uji-t)
Apabila t-hitung

> t-tabel

maka H0 ditolak,
artinya signifikan. t-hitung < t-tabel maka H0
diterima artinya tidak signifikan. t-tabel di peroleh
dari n-k (14-3) = 1.795 ( = 5%).
Hasil hipotesis penelitian pengaruh jumlah
uang beredar (JUB) dan nilai tukar US$/IDR
(Kurs) terhadap Inflasi (Inf) secara parsial adalah
sebagai berikut :
a. Nilai probabilitas JUB adalah 0.0267 lebih
kecil dari nilai probabilitas 0,05 atau
t-hitung < t-tabel -2.555372 < 1.795 dengan
demikian H0 diterima, maka tidak terdapat
pengaruh JUB terhadap inflasi.
b. Nilai probabilitas Kurs

adalah 0.0106 leih
kecil dari nilai probabilitas 0,05 atau
t-hitung > t-tabel 3.073807 > 1.795 dengan
demikian H0 ditolak, maka terdapat pengaruh
Kurs terhadap Inflasi.

2. Uji Pengaruh Simultan (Uji-F)
Apabila F-hitung

F-tabel maka H0 ditolak,
artinya signifikan. F-hitung

F-tabel maka H0
diterima artinya tidak signifikan. F-tabel di peroleh
dari Dk. Pembilang = k, dimana k = variabel x;
Dk.Penyebut n-k-1 dimana n = banyaknya data, k =
variabel x. F-tabel

dalam penelitian ini yaitu 3.96 (
= 5%).
Berdasarkan hasil pengujian di ketahui F-
hitung > F-tabel

6.761013 > 3.96 maka H0 ditolak,
maka secara simultan terdapat pengaruh jumlah
uang beredar (JUB) dan nilai tukar US$/IDR
terhadap inflasi.

V. KESIMPULAN

Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengkaji pengaruh Jumlah uang beredar dan nilai
tukar terhadap tingkat inflasi di Indonesia selama
tahun 2000-2013 dengan menggunakan Model
Analisis Regresi Berganda. Hasil analisis dan
pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Jumlah Uang Beredar (JUB) dan nilai
tukar US$/IDR (NT) berpengaruh secara
simultan terhadap Inflasi (Inf) di Indonesia
periode 2000-2013. Di lihat dari F-hitung
> F-tabel sebesar 6.761013 > 3.96 dan
7

nilai probabilitas yaitu sebesar 0.012165
lebih kecil dari = 5%.
2. Secara parsial Jumlah Uang Beredar
(JUB) tidak berpengaruh terhadap inflasi
di Indonesia periode 2000-2013. Di lihat
dari t-hitung < t-tabel sebesar -2.555372 <
1.795 dan nilai probabilitas yaitu sebesar
0.0267 lebih kecil dari = 5%.
3. Secara parsial Nilai Tukar US$/IDR
berpengaruh terhadap inflasi di Indonesia
periode 2000-2013. Di lihat dari t-tabel >
t-hitung yaitu 3.073807 > 1.795 dan nilai
probabilitas yaitu sebesar 0.0106 lebih
kecil dari = 5%.

DAFTAR PUSTAKA
Endri.2008. Analisis Faktor yang Mempengaruhi
Inflasi di Indonesia.Jurnal Ekonomi
Pembangunan Kajian Ekonomi Negara
Berkembang. 13(1), pp:1-13.
Gregory, N Mankiw. 2006. Principles Of
Economics (Pengantar Ekonomi Makro).
Edisi Ketiga. Jakarta: Salemba Empat.
Gujarati, D.N. dan Porter, D.C,. 2010. Dasar-
Dasar Ekonometrika. Buku I Edisi 5.
(Terjemahan Mardanugraha,dkk). Jakarta;
Salemba Empat.
Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Buku II Edisi
ke 1. Cetakan Kesepuluh. BPFE UGM:
Yogyakarta.
Nugroho, Primawan Wisda dan Maruto Umar
Basuki, 2012. Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Periode
2000.1-2011.4. Diponegoro Journal of
Economics. 1(1), pp:1-10.
Rahardja, Prathama. (1997). Uang dan
Perbankan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sarwoko. 2005.Dasar-Dasar Ekonometrika.
Penerbit Andi. Yogyakarta.
Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi : Teori
Pengantar. Edisi Ketiga.Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai