m
(volt) (2.6)
dimana:
E
2
=Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam.
N
2
=Jumlah lilitan kumparan rotor.
m
=Fluksi maksimum (W
b
).
5. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl akan
menghasilkan arus I
2
.
6. Adanya arus I
2
di dalam medan magnet menimbulkan gaya F pada rotor.
7. Bila torka mula yang dihasilkan oleh gaya F pada rotor cukup besar untuk
memikul torka beban, rotor akan berputar searah dengan medan putar stator.
8. Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan
sinkron dan diperlukan adanya perbedaan relatif antara kecepatan medan
putar stator (n
s
) dengan kecepatan berputar rotor (n
r
). Perbedaan kecepatan
antara n
s
dan n
r
disebut slip dinyatakan pada persamaan (2.1).
9. Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi
pada kumparan rotor tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini
dinyatakan dengan E
2s
yaitu
E
2s
= 4,44sfN
2
m
(volt) (2.7)
dimana:
E
2s
=Tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar
N
2
= Jumlah lilitan kumparan rotor
f
2
=sf=frekuensi rotor ( dalam keadaan berputar)
10. Bila n
r
=n
s
, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak mengalir pada
kumparan jangkar rotor, dengan demikian tidak dihasilkan torka. Torka motor
akan timbul apabila n
r
<n
s
dan apabila n
r
>n
s
maka motor induksi beroperasi
sebagai generator induksi yang akan menghasilkan energi listrik.
2.6 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa
Pada prinsipnya proses induksi yang terjadi pada motor induksi hampir
sama seperti pada transformator yang berbeban resistif, sehingga penggambaran
rangkaian ekivalen motor induksi berdasarkan rangkaian ekivalen transformator,
dimana stator identik dengan sisi primer transformator dan rotor identik dengan
sisi sekunder transformator. Perbedaannya, pada kumparan rotor (sekunder) motor
induksi terhubung singkat dan berputar. Disamping itu perbedaan yang mendasar
antara keduanya adalah transformator merupakan mesin listrik statis, sedangkan
motor induksi adalah mesin listrik dinamis.
Rangkaian ekivalen motor induksi untuk masing-masing sisi dapat
diperlihatkan seperti berikut ini :
2.6.1 Ditinjau Dari Sisi Rotor
Pada saat motor induksi bergerak
r
n
>0 dan
r
n
<
s
n
, maka berdasarkan
persamaan (2.1) akan terjadi slip (s). J ika kumparan rotor dihubungkan dengan
suatu beban, maka pada kumparan rotor akan mengalir arus
r
I
yang sumbernya
r
E .
( )
r r r r
X R I E + = . (2.8)
Apabila harga-harga ggl induksi dilihat dari rotor, maka :
a
E
E
s
r
= (2.9)
Dimana :
'
r
r
r
s
I
I
E
E
a = = (2.10)
a : adalah konstanta perbandingan.
Berdasarkan persamaan (2.8) didapat ggl induksi pada bagian rotor yaitu:
r r r r r
X I R I E . . + =
r r r r r
X I s R I s E s . . . . . + =
r r r r rs
X I s R I s E . . . . + = (2.11)
Karena frekuensi rotor maupun frekuensi stator tidak mempengaruhi
resistansi rotor, sehingga persamaan (2.11) menjadi :
r r r r rs
X I s R I E . . . + = (2.12)
Rangkaian ekivalen pada persamaan (2.12) ditunjukkan pada gambar (2.7) berikut
ini:
Gambar 2.7 Rangkaian ekivalen pendekatan motor induksi tiga fasa
Bila persamaan (2.10) disubsitusikan ke persamaan (2.11) maka diperoleh :
r
s
r
s
rs
I
a
X s
I
a
R s
E .
.
.
.
2 2
+ = (2.13)
Mengingat bahwa frekuensi rotor maupun frekuensi stator tidak
mempengaruhi resistansi stator ( s f f
s r
. = ), maka persamaan (2.13) menjadi :
r
s
r
s
rs
I
a
X s
I
a
R
E .
.
.
2 2
+ = (2.14)
s
V
r
X s. r
R
rs
E
s
E
r
I s
R
s
X
m
X
s
I
'
r
I
o
I
c
I
m
I
c
R
m
I
o
I
c
I
s
I
r r
R I .
r
I
r r
X I .
2
.
a
R
I
s
r
rs
E 2
.
.
a
X s
I
s
r
s
E a
rs
.
r
X
r
R
2
.
a
X s
s
2
a
R
s
r
I
s
I
o
I
m
I
m
X
c
R
c
I
rs
E
s
E a
rs
.
Dari persamaan (2.14) didapat :
( )
s s
rs
r
X js R
E a
I
.
.
2
+
= (2.15)
r
r
X
R
Cos = (2.16)
Dari persamaan (2.14) rangkaian ekivalen motor ditunjukkan pada gambar (2.8)
berikut ini :
Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen pada saat motor bergerak dilihat dari rotor
Diagram vektor dari motor induksi tiga fasa pada gambar (2.8)
ditunjukkan pada gambar (2.9) berikut ini :
Gambar 2.9 Diagram vektor pada saat motor berputar dilihat dari rotor
s
I
o
I
'
r
I
s
R I a
r r
. .
' 2
r r
X I a . .
' 2
m
I
s
E
s r
X I .
'
s r
R I .
'
c
I
s
V
2.6.2 Ditinjau Dari Sisi Stator
Dengan mensubsitusi persamaan (2.10) pada persamaan (2.11) maka
didapat :
r r
r r
s
X I a
s
R I
a E . . .
.
.
' 2
'
2
+ = (2.17)
Dari persamaan (2.17) rangkaian ekivalen motor ditunjukkan pada gambar pada
gambar (2.10) berikut ini :
Gambar 2.10 Rangkaian ekivalen pada saat motor bergerak dilihat dari stator
Diagram vektor dari motor induksi tiga fasa pada gambar (2.10)
ditunjukkan pada gambar (2.11) berikut ini :
Gambar 2.11 Diagram vektor pada saat motor berputar dilihat dari stator
Nilai
s
R
r
dapat dijabarkan menjadi :
s
E
r
X a .
2
s
R a
r
.
2
s
X s
R '
r
I
o
I
m
I
m
X
c
R
c
I
s
I
s
V
r r
r r
R R
s
R
s
R
+ =
r
r
r
r
R
s
R
R
s
R
+ =
|
.
|
\
|
+ =
s
s
R R
s
R
r r
r
1
(2.18)
Bila persamaan (2.18) disubsitusikan ke persamaan (2.17), maka didapat
rangkaian ekivalen motor induksi menjadi:
s
E
r
X a .
2
r
R a .
2
s
X
s
R
'
r
I
s
I
o
I
m
I
c
I
m
X
c
R
s
V
|
.
|
\
|
s
s
R a
r
1
.
2
Gambar 2.12 Rangkaian pengganti pada saat motor berputar dilihat dari stator
Dari persamaan 2.17 didapat nilai :
|
.
|
\
|
+
=
r
r
s
r
jX
s
R
a
E
I
.
2
'
(2.19)
r
r
r
jX
s
R
s
R
+
= cos (2.20)
Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering
disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan
pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan
demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan
normal karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus
pemagnetan yang sangat besar dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi.
Untuk itu dalam rangkaian ekivalen R
c
dapat dihilangkan (diabaikan). Rangkaian
ekivalennya menjadi seperti Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa tanpa rugi inti
2.7 Aliran Daya dan Efisiensi Motor Induksi Tiga Fasa
Telah kita ketahui bersama, bahwa arus start motor induksi 3 fasa lebih
besar 5 sampai 7 kali arus nominalnya. Untuk membuktikan arus start tersebut,
dapat kita lihat pada rangkaian ekivalen berikut :
Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa
Dengan memperhatikan model rangkaian diketahui bahwa daya masuk
stator untuk motor induksi tiga fasa adalah :
cos . . . 3
s s s
I V P = (2.21)
Dimana : =
s
V tegangan sumber ( ) volt
s
E
r
X a .
2
r
R a .
2
s
X
s
R
'
r
I
s
I
o
I
m
I
c
I
m
X
c
R
s
V
|
.
|
\
|
s
s
R a
r
1
.
2
=
s
I arus masukan ( ) ampere
= perbedaan sudut fasa antara arus masukan dan tegangan sumber.
Daya masuk rotor (terdapat pada celah udara) :
cos . . . 3
'
r s r
I E P = (2.22)
Bila persamaan (2.19) dan persamaan (2.20) disubsitusikan ke persamaan (2.22),
maka besar daya input rotor pada motor induksi tiga fasa adalah :
( ) ( )
2
2
2
2
2 2
) (
. . .
. . . 3
s X a R a
s R a E
P
r r
r s
in r
+
= (2.23)
Sebelum daya ditransfer melewati celah udara, motor induksi mengalami
rugi-rugi berupa rugi-rugi tembaga stator ) . . 3 (
2
s s ts
R I P = dan rugi-rugi inti stator
( )
c s is
R E P / . 3
2
= . Daya yang ditransfer melalui celah udara ( )
cu
P . 3 sama dengan
penjumlahan rugi-rugi tembaga rotor ( )
tr
P . 3 dan daya mekanik ( )
d
P . 3 . Daya yang
ditransfer melalui celah udara ini sering disebut dengan daya input rotor.
d tr cu
P P P . 3 . 3 . 3 + =
( ) ( ) ( )
s
R
I R
s
s
I R I P
r
r r r r r cu
2
' '
2
'
. 3
1
. 3 . . 3 . 3 =
|
.
|
\
|
+ = (2.24)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar (2.15) yang
menggambarkan diagram aliran daya motor induksi tiga fasa.
Gambar 2.15 Diagram aliran daya pada motor induksi tiga fasa
cos . . . 3
s s
I V
Rugi rugi
tembaga stator
s s
R I . . 3
2
Rugi rugi
Inti stator
c s
R E / . 3
2
( ) s R I P
r cu
/ . . 3 . 3
'
2
2
'
=
Rugi rugi
tembaga rotor
( )
'
2
'
. . 3
r r
R I
Konversi daya
Daya Mekanik
( )
( )
'
2
'
1
. 3
r r
R
s
s
I
Rugi rugi gesek
dan angin
g a
P
&
s
P
s s
T .
Hubungan antara rugi-rugi tembaga rotor dan daya mekanik dengan daya
masukan rotor, masing-masing dalam besaran dapat ditulis sebagai berikut :
( )
cu r r tr
P s R I P . . . 3
2
'
= = (2.25)
( ) ( )
cu r r d
P s
s
s
R I P . 1
1
.
2
'
=
|
.
|
\
|
= (2.26)
Dari gambar (2.14) dapat dilihat bahwa motor induksi juga mengalami
rugi-rugi gesek dan angin ( )
g a
P
&
sehingga daya output mekanik yang merupakan
daya pengerak poros ( ) n sama dengan daya mekanik total ( )
d
P . 3 dikurangi rugi-
rugi gesek dan angin ( )
g a
P
&
.
m s g a d o
T P P P = =
&
. 3 (2.27)
dengan : =
s
T torsi pengerak poros ( ) m N.
=
m
kecepatan sudut poros ( ) s rad /
Effisiensi suatu motor induksi dapat dinyatakan dengan persamaan
berikut;
% 100 % 100 x
P
P P
x
P
P
i
rugi i
i
o
=
|
|
.
|
\
|
=
(2.28)
b g a tr is ts rugi
P P P P P P + + + + =
&
(2.29)
cos . . . 3
s s i
I V P = (2.30)
dimana: = effisiensi
P
o
=daya keluaran ) (watt
P
i
=daya masukan ) (watt
=
rugi
P rugi-rugi total motor ) (watt
=
ts
P rugi tembaga stator ) (watt
=
is
P rugi inti stator ) (watt
=
tr
P rugi tembaga rotor ) (watt
=
g a
P
&
rugi gesek dan angin ) (watt
=
b
P rugi buta / lain-lain ) (watt
2.8 Torsi Motor Induksi Tiga Fasa
Suatu persamaan torsi pada motor induksi dapat dihasilkan dengan
bantuan teori rangkaian Thevenin. Dalam bentuk umumya, teori Thevenin
mengijinkan penggantian sembarang jaringan yang terdiri atas unsur-unsur
rangkaian linier dan sumber tegangan phasor seperti pada terminal a dan b
(Gambar 2.16a), serta juga sumber tegangan phasor
eq
V
berada
di antara terminal a dan b dari sistem jaringan rangkaian terbuka. Aplikasi dari
rangkaian ekivalen motor induksi, titik a dan b didesain pada Gambar 2.13.
Rangkaian ekivalen Thevenin diasumsikan pada Gambar 2.17 dimana sumber
tegangan
eq
V
, 1
e q
Z
Sumber
Tegangan
Impedansi
Konstan
Dihubungkan ke
jaringan lainnya
a b
a
b
a
b
Gambar 2.16 (a) Rangkaian umum jaringan (b) Rangkaian ekivalen Thevenin
Gambar 2.17 Rangkaian ekivalen Thevenin pada motor induksi
Dari Gambar 2.17(a) dapat dihitung tegangan Thevenin (
eq
V
, 1
) dan
Impedansi Thevenin (
eq
Z
, 1
).
|
|
.
|
\
|
+ +
=
) (
1 1
1 , 1
m
m
eq
X X j R
jX
V V (2.31)
( )
( )
m
m
eq eq eq
X X j R
jX R jX
jX R Z
+ +
+
= + =
1
1 1
, 1 , 1 , 1
(2.32)
Dari Gambar 2.17(b) nilai
2
2 2 , 1
, 1
2
+ +
= (2.33)
Torsi mekanik pada motor induksi dapat dihitung dengan persamaan berikut:
( )
( ) ( ) ( )
(
(
+ + +
=
2
2 , 1
2
2 , 1
2
2
, 1
/
/
1
X X s R R
s R V n
T
eq eq
eq ph
s
mech
(2.34)
dimana,
c
c
s
poles poles
f
|
|
.
|
\
|
= =
2 4
(2.35)
Bentuk umum dari kurva torsi-kecepatan atau torsi-slip pada motor
induksi dengan tegangan konstan dan frekuensi konstan ditunjukkan pada Gambar
2.18. Pada keadaan motor bekerja normal, rotor berputar pada arah putaran medan
magnetik yang dihasilkan oleh arus stator, kecepatannya diantara nol sampai
kecepatan serempak dan slipnya diantara nol dengan satu dimana slip daripada
motor adalah satu.
Kecepatan (%)
Slip
Daerah
Generator
Daerah
Motor
Daerah
Pengereman
Torsi
Gambar 2.18 Kurva karakteristik torsi-kecepatan pada motor induksi
Untuk mendapatkan mesin induksi yang bekerja sebagai generator, maka
terminal stator dihubungkan pada suatu sumber tegangan dengan frekuensi tetap
dan rotornya digerakkan di atas kecepatan serempak dengan suatu penggerak
mula.
2.9 Kelas Motor Induksi Tiga Fasa
Standar NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam
empat kelas yakni desain A, B, C dan D. Karakteristik torsi-kecepatannya dapat
dilihat pada Gambar 2.19.
T
o
r
s
i
b
e
b
a
n
p
e
n
u
h
(
%
)
Kelas A
Kelas B
Kelas C
Kelas D
Kecepatan (%)
Gambar 2.19 Kurva karakteristik kelas motor induksi
Macam-macam konstruksi motor induksi diklasifikasikan untuk
memudahkan memilih motor yang sesuai. Klasifikasi itu sebagai berikut:
- Motor rotor sangkar kelas A, torsi start sekitar 125 sampai 175% torsi
nominal dengan arus start 5 sampai dengan 7 kali arus nominal. Motor ini
umumnya dijalankan (distart) dengan tegangan tidak penuh. (torsi awal
normal, arus start normal).
- Motor rotor sangkar kelas B, biasanya distart langsung dengan tegangan
penuh. Reaktansinya relatif tinggi. Arus start sekitar 4,5 sampai dengan 5
kali arus nominal dengan torsi 125 sampai dengan 175 persen. Cos
motor kelas B lebih rendah dibanding cos motor kelas A. (torsi awal
normal, arus start rendah).
- Motor rotor sangkar kelas C, menggunakan rotor sangkar rangkap (double
squirrel cage), biasanya distart dengan tegangan penuh. Arus startnya 4
sampai dengan 5 kali arus nominal dengan torsi start sekitar 2 kali torsi
nominal. (torsi start tinggi, arus start rendah).
- Motor rotor sangkar kelas D, reaktansinya relatif tinggi, digunakan untuk
pelayanan yang startingnya sangat berat. Efisiensi motor ini selalu lebih
rendah dibandingkan efisiensi motor kelas A, B dan C. Motor distart
dengan tegangan penuh dengan arus start 4 sampai dengan 5 kali arus
nominal. Sedangkan torsi awalnya sekitar 2 sampai 3 kali torsi
nominalnya. Digunakan misal pada bulldozers. (torsi start tinggi, slip
tinggi).